Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 1


Pembahasan ............................................................................................................................ 3
Defisiensi Vitamin Larut Lemak (A,D,E,K) .......................................................................... 3
1. Defisiensi Vitamin A ..................................................................................................... 4
1.1 Defisiensi/kekurangan ............................................................................................ 4
1.2 Etiologi ..................................................................................................................... 5
1.3 Patogenesis .............................................................................................................. 6
1.4 Jalanya Defisiensi Vitamin A ................................................................................ 8
1.5 Pengobatan .............................................................................................................. 9
1.6 Pemeriksaan Laboratorium................................................................................. 10
1.7 Pencegahan ............................................................................................................ 10
2. Vitamin D .................................................................................................................... 11
2.1 Defesiensi Vitamin D ............................................................................................ 11
2.2 Etiologi ................................................................................................................... 11
2.3 Patognesisi ............................................................................................................. 13
2.4 Manifestasi Klinis Defisiensi Vitamin D. ............................................................ 13
2.5 Pengobatan Defisiensi Vitamin D ........................................................................ 14
2.6 Pencegahan Defisiensi Vitamin D ....................................................................... 14
3. Vitamin E .................................................................................................................... 14
3.1 Defisiensi Vitamin E ............................................................................................. 14
3.2 Etiologi ................................................................................................................... 15
3.3 Gejala klinis Defisiensi Vitamin E ...................................................................... 15
3.4 Patogenesis ............................................................................................................ 16
3.5 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 16
3.6 Temuan Laboratorium ........................................................................................ 16
3.7 Pencegahan ............................................................................................................ 16
4. VITAMIN K ................................................................................................................ 16
4.1 Defisiensi Vitamin K............................................................................................. 16
4.2 Etiologi ................................................................................................................... 17
4.3 Patogenesis ............................................................................................................ 17
4.4 Jalanya Defisiensi Vitamin E ............................................................................... 17
4.5 Manifestasi Klinis Dan Laboratoriun ................................................................. 18
4.6 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 18
4.7 Pencegahan Gizi.................................................................................................... 19
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................................. 20
PEMBAHASAN

DEFISIENSI VITAMIN LARUT LEMAK (A,D,E,K)

Definisi Vitamin adalah suatu senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh
dalam jumlah kecil tetapi keberadaannya tidak dapat digantikan oleh zat lain. Sebuah
senyawa dianggap oleh suatu organisme sebagai vitamin jika organisme tersebut
tidak daptat memproduksi senayawa tersebut dalam tubuhnya. Hal ini, berarti suatu
senyawa vitamin dapat dikatakan vitamin oleh manusia, tetapi belum tentu dianggap
vitamin oleh organisme lain yang mampu memproduksi senyawa yang dimaksud
dalam tubuhnya. Beberapa orgaminanisme ada yang mampu memproduksi
senyawasenyawa yang dianggap sebagai vitamin menurut manusia. Suatu misal
senyawa asam askorbat (vitamin C) dianggap vitamin pada manusia tetapi belum
tentu bertindak sebagai vitamin bagi organisme yang mampu memproduksi senyawa
asam askorbat. Vitamin diperlukan dalam jumlah kecil tetapi keberadaanya sangat
dibutuhkan dan diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsinya. Kebutuhan
vitamin diperlukan untuk kesehatan. Vitamin secara kesehatan adalah senyawa
penting untuk pertumbuhan norrmal untuk rganisme multiseluler termasuk di
dalamnya manusia. Kebutuhan akan vitamin diawali sejak masih janin mulai
berkembang saat pembuahan. Kekurangan konsumsi vitamin dapat menimbulkan
perkembangan mengalami penghambatan dan bahkan menimbulkan penyakit. Lebih
dari itu bahkan kekurangan sedikit kebutuhan vitamin dapat menimbulkan kerusakan
permanen pada manusia Saat ini dikenal sebanyak 13 jenis senyawa vitamin.
Sejumlah vitamin berfungsi hampir mirip dengan hormon atau regulator dalam
metabolisme. Beberpa vitamin lain berfungsi sebagai jaringan pertumbuhan dan
berfungsi segbagai anti okasidator. Vitamin dibagi menjadi 2 jenis yaitu ; vitamin
larut air dan vitamn larut lemak. Vitamin yang larut dalam lemak yakni vitamin A,
vitamin D, vitamin E dan vitamin K. Vitamin-vitamin ini idak larut dalam air.
1. DEFISIENSI VITAMIN A
1.1 DEFISIENSI /KEKURANGAN
Defesiensi vitamin A Kekurangan vitamin A dapat terjadi, baik
kekurangan bersifat primer atau kekurangan bersifat sekunder. Sebuah vitamin
utama kekurangan A terjadi di kalangan anak-anak dan orang dewasa yang tidak
mengkonsumsi asupan karotenoid provitamin A dari buah-buahan dan sayuran
atau bahan awal (preformed) vitamin A dari hewan dan produk susu. Penyapihan
dini dari ASI pada anak balita juga dapat meningkatkan risiko kekurangan
vitamin A. Kekurangan konsumsi vitamin A berdampak pada penglihatan,
diawali dengan gejala rabun pada saat pencahayaan kurang, selanjutnya
berdampak pada rabun senja. Dampak yang lebih fatal yakni terjadinya perubahan
mata seperti muncul nintik bitot, erosi permukaan kornea dan penghancuran
kornea. Perubahan lain termasuk gangguan imunitas (peningkatan risiko infeksi
telinga, infeksi saluran kemih, penyakit meningokokus), hiperkeratosis (benjolan
putih pada folikel rambut), keratosis pilaris dan metaplasia skuamosa dari epitel
yang melapisi saluran pernapasan atas dan kandung kemih ke epitel keratin.
kekurangan vitamin A juga menyebabkan enamel hipoplasia.

Kekrurangan vitamin A bukan saja dampak dari kekurangan konsumsi


tetapi juga bisa terjadi akibat malabsorpsi. Kekurangan vitamin A akibat
malabsorpsi biasa disebut dengan kekurangan vitamin A sekumder. Kekurangan
vitamin A sekunder lainnya adalah gangguan produksi dan pelepasan cairan
empedu dan paparan oksidan kronis. Selain dari itu kekurangan mineral zink juga
ikut andil dalam malabsorpsi vitamin A. Kekurangan zink akan mengganggu
penyerapan, transportasi dan metabolisme vitamin A. Penyakit lain seperti
penyakit paru-paru autoimun dan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).
Penyakit paru ini akibat kurangnya berbagai vitamin termasuk vitamin A.
Biasanya penyakit autonium pada paru-paru ini menyerang orang dewasa yang
punya kebiasaan merokok. Namun dapat juga menyerang bayi jika kekurangan
asupan vitamin A. Karena menurut tabel defisiensi vitamin, bahwa vitamin A
yang memberi pengaruh lebih besar terhadap sel T pada tubuh. Sel T inilah yang
berpengaruh pada imunitas tubuh.

Penyakit akibat kekurangan Vitamin A yakni diantaranya:

1). Hemeralopia yang timbul karena menurunnya kemampuan sel basilus pada
waktu senja.

2). Bintik bitot (kerusakan pada retina)

3). Seroftalmia (kornea mata mengering karena terganggunya kelenjar air


mata)

4). Keratomalasi (kornea mata rusak sama sekali karena berkurangnya


produksi minyak meibom)

5). Frinoderma (kulit kaki dan tangan bersisik karena pembentukan epitel kulit
terganggu)

6). Pendarahan pada selaput usus, ginjal, dan paru-paru karena rusaknya epitel
organ,

7). Proses pertumbuhan terhenti

1.2 ETIOLOGI
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari
konsumsi makanan sehari-hari kekurangan vitamin A disebabkan oleh :

1. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau provitamin


A untuk jangka waktu yang lama.
2. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
3. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau zat
gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan
vitamin A dalam tubuh.
4. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik, Kurang Energi
Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
5. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein) dan
pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.

1.3 PATOGENESIS
Efek klinis defisiensi vitamin A yang paling dikenali dan dapat
dideskripsikan adalah efeknya pada mata (xeroftalmia) yang menimbulkan
kebutaan permanen jika keadaan tersebut tidak ditangani, kecuali jika sudah
terjadi kematian. Kendati demikian, defisiensi vitamin A pada hakikatnya
mengenai semua membran mukosa tubuh dan dampaknya pada mata baru terjadi
sesudah sejumlah organ lain terkena. Mekanisme yang melandasi keadaan ini
sekarang diketahui berkaitan dengan penurunan kekebalan tubuh di samping
dengan perubahan fisiologis lainnya.

Xeroftalmia dan Keratomalasia

Defisiensi vitamin A sudah lama didefinisikan dalam pengertian tanda-tanda


klinis mata yang sebenarnya lebih menggambarkan manifestasi defisiensi yang
berat. Xeroftalmia menggambarkan konsekuensi pada penglihatan yang
ditimbulkan oleh defisiensi vitamin A.

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO/USAID
UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut :

XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)

XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan kornea.

X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3 permukaan kornea
XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti ÒcendolÓ.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan
yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
diobati karena dalam beberapa hari bias berubah menjadi X3. X3A dan X3B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh kornea (optic zone cornea).

Buta Senja (XN)

Manifestasi Klinis :

 Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.


 Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-
remang setelah lama berada di cahaya terang

 Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat melihat di
lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta senja.

Xerosis konjungtiva (X1A)

Tanda-tanda :

 Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit kering,
berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.
 Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah warna
kecoklatan.

Xerosis konjungtiva dengan bercak bitot (X1B)

Tanda-tanda :

 Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu bercak


putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah mata sisi luar.
 Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan
tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai kriteria
penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam masyarakat.

Tanda-tanda X2:

 Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.


 Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.

 Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita, penyakit
infeksi dan sistemik lain)
Tanda-tanda X3A dan X3B :
 Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.
 Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
 Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3 permukaan
kornea.
 Keadaan umum penderita sangat buruk.
 Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah)

1.4 JALANYA DEFISIENSI VITAMIN A


1.5 PENGOBATAN
Pedoman pengobatan diperbaharui pada tahun 1997. Anak-anak yang
menderita xeroftalmia pada stadium apapun harus diobati dengan pemberian
vitamin A menurut pedoman pengobatan WHO; pengobatannya adalah dengan
memberikan preparat vitamin A dosis tinggi pada saat pasien ditemukan,
kemudian pada hari berikutnya dan pada 1-4 minggu berikutnya seperti pada tabel
berikut:

Sumber WHO (1997)

a. Semua vitamin A diberikan peroral dan sebagai preparat berbahan dasar


minyak.
b. Wanita dalam usia reproduktif tidak boleh mendapatkan suplemen ini kecuali
dalam kondisi kedaruratan medik.

Pemberian Obat Mata :

Pada bercak Bitot tidak memerlukan obat tetes mata, kecuali ada infeksi yang
menyertainya.Pengobatan dilakukan sekurang-kurangnya 7 hari sampai semua
gejala pada mata menghilang. Mata yang terganggu harus ditutup dengan kasa
selama 3-5 hari hingga peradangan dan iritasi mereda. Gunakan kasa yang telah
dicelupkan kedalam larutan Nacl 0,26 dan gantilah kasa setiap kali dilakukan
pengobatan. Lakukan tindakan pemeriksaan dan pengobatan dengan sangat
berhati-hati. Selalu mencuci tangan pada saat mengobati mata untuk menghindari
infeksi sekunder, Segera rujuk ke dokter spesialis mata untuk mendapat
pengobatan lebih lanjut.

Terapi Gizi Medis

Pengertian Terapi Gizi Medis = adalah terapi gizi khusus untuk penyembuhan
kondisi atau penyakit kronis dan luka-luka serta merupakan suatu penilaian
terhadap kondisi pasien sesuai intervensi yang diberikan agar klien serta
keluarganya dapat meneruskan penanganan diet yang telah disusun.

Tujuan :

 Memberikan makanan yang adekuat sesuai kebutuhan untuk mencapai status


gizi normal.
 Memberikan makanan tinggi sumber vit. A. untuk mengoreksi kurang
vitamin A

1.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Dilakukan untuk mendukung diagnose kekurangan vitamin A, bila secara
klinis tidak ditemukan tanda-tanda khas KVA, namun hasil pemeriksaan lain
menunjukkan bahwa anak tersebut risiko tinggi untuk menderita KVA.
Peneriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan serum retinol. Bila ditemukan
serum retinol < 20 ug/dl, berarti anak tersebut menderita KVA sub klinis.
Pemeriksaan laboratorium lain : serum RBP, albumin, dan fungsi hati

1.7 PENCEGAHAN
Pilihan intervensi yang tersedia bagi pencegahan dan pengendalian
defisiensi vitamin A, meliputi:

 Pendekatan berbasis pangan yang mencakup diversifikasi, edukasi gizi, dan


fortifikasi makanan pokok dan makanan dengan nilai tambah.
 Suplementasi kapsul vitamin A dengan peningkatan perhatian terhadap
suplemen multimikronutrien dan suplemen mingguan berdosis rendah
 Intervensi kesehatan masyarakat seperti imunisasi nasional, promosi
pemberian ASI, dan penanganan penyakit infeksi
 Perubahan peluang yang disediakan bagi masyarakat melalui modifikasi
lingkungan politik, sosioekonomi dan fisik; sebagaimana persoalan
kesehatan masyarakat lainnya, kelompok masyarakat yang paling rentan
adalah penduduk yang paling miskin.

2. VITAMIN D
2.1 DEFESIENSI VITAMIN D
Status vitamin D tubuh ditentukan berdasarkan kadar 25(OH)-D. Hal ini
disebabkan karena masa paruh 25(OH)-D cukup panjang yaitu 2-3 minggu.
Disamping itu 25(OH)-D mudah diperiksa dan memiliki kadar paling tinggi
diantara metabolit vitamin D lainnya serta memiliki korelasi yang kuat antara
keadaan defisiensi 25(OH)-D dengan gejala klinis.

Vitamin D dikatakan normal apabila kadar 25(OH)-D berkisar antara 50-


250 nmol/L atau 20-100 ng/mL. Pada penderita rickets 86% kadar 25(OH)-D <
20 nmol/L (< 8 ng/mL) dan pada anak hipokalsemia 94% kadar 35(OH)-D < 20
nmol/L (< 8 ng/mL). Puncak kejadian rickets pada anak adalah antara usia 3-18
bulan dan gejala rickets akan muncul sebulan setelah mengalami defisiensi
vitamin D.

2.2 ETIOLOGI
Penyebab defisiensi vitamin D dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
defisiensi yang berhubungan dengan paparan UVB dan defisiensi yang
berhubungan dengan kondisi medis/fisik.

1. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan paparan UVB 1

- Usia tua. Pada usia tua, kadar 7-dehydrocholesterol di kulit menurun,


morbilitas menurun sehingga paparan UVB menurun.
- Kulit gelap. Pada populasi berkulit gelap kadar melanin kulit sangat tinggi
sehingga akan menghambat paparan UVB untuk mensintesis vitamin D3.
Populasi berkulit gelap membutuhkan paparan UVB 10-50 kali lebih lama
dibandingkan populasi berkulit putih untuk menghasilkan vitamin D3 yang
sama.

- Musim dan letak gegrafis. Pada musim dingin dan pada daerah yang terletak
pada lintang utara dan lintang selatan lapisan ozone relatif lebih tebal sehingga
paparan UVB tidak cukup untuk memproduksi vitamin D.

- Penggunaan pelindung matahari (sunsceern). Pelindung matahari (sunscreen)


sangat efektif menyerap UVB sehingga dapat menurunkan sintesis vitamin D3
hingga 99%. Selain itu penggunaan pakaian yang menutupi seluruh bagian
tubuh juga menghambat sintesis vitamin D.

2. Defisiensi vitamin D berhubungan dengan kondisi medis/fisik 1

- Malabsorbsi lemak. Penyerapan vitamin D memerlukan lemak. Apabila


terjadi gangguan penyerapan lemak, maka penyerapan vitamin D juga
terganggu.

- Penggunaan obat-obatan. Penggunaan obat anti konvulsi jangka panjang


seperti fenobarbital, fenitoin dan karbamazepin, obat antimikroba seperti
rifampisin dan obat anti retroviral dapat menyebabkan osteomalacia akibat
defisiensi vitamin D.

- Asupan vitamin D rendah. Pada keadaan tertentu asuan makanan sumber


vitamin D atau susu yang difortifikasi vitamin D tidak adekuat dan
menyebabkan defisiensi vitamin D.

- Status vitamin D maternal. Vitamin D bisa ditransfer melalui plasenta. Ibu


hamil yang menderita defisiensi vitamin D akan menyebabkan cadangan
vitamin D bayi juga rendah. Bayi yang lahir prematur memiliki cadangan
vitamin D rendah sehingga berisiko mengalami desifiensi vitamin D lebih
tinggi.

2.3 PATOGNESISI
Jika paparan sinar matahari dan asupan makanan yang mengandung
vitamin D kurang. Yang akan terjadi adalah proses penyerapan kalsium di dalam
tubuh kita akan menurun dan ini membuat proses mineralisasi atau pengecoran
pada bangunan tulang kita akan terganggu.

2.4 MANIFESTASI KLINIS DEFISIENSI VITAMIN D.


Penyerapan kalsium pada saluran intestinal apabila kadar vitamin D
normal (>20 ng/mL) mencapai 30%, bahkan bisa mencapai 60-80% pada fase
pertumbuhan yang cepat. Apabila terjadi defisiensi vitamin D, penyerapan
kalsium pada saluran intestinal hanya 10-15%. Kadar serum kalsium yang rendah
akan merangsang produksi hormon paratiroid. Peningkatan hormon paratiroid
akan merangsang sintesis 1,25 (OH)2-D di ginjal dan meningkatkan reabsorbsi
kalsum di tubulus ginjal. Peningkatan hormon paratiroid juga menyebabkan
kehilangan fosfat melalui urin. Kadar kalsium dan fosfat yang rendah
menghambat proses mineralisasi tulang, yang pada masa anak menyebabkan
rickets dan pada masa dewasa disebut osteomalacia.

Pada masa bayi dan remaja pertumbuhan berlangsung sangat pesat dan
kebutuhan akan kalsium sangat tinggi. Tubuh tidak bisa mengkompensasi
keadaan ini sehingga gejala hipokalsemia seperti kejang dan tetani menonjol
dibandingkan gejala rickets. Sebaliknya pada masa anak-anak gejala klinis rickets
lebih menonjol dibandingkan gejala hipokalsemia. Keadaan ini disebabkan
karena metabolisme lebih rendah sehingga kadar serum kalsium dapat
dipertahankan dengan memobilisasi kalsium tulang akibat hipertiroidisme
sekunder.

Manifestasi klinis rickets ditandai dengan abnormalitas struktur tulang


penyangga tubuh seperti tulang tibia, iga, humerus, radius, dan ulna disertai nyeri
tulang. Tanda klinis rickets berupa pelebaran pergelangan tangan dan kaki, genu
varum atau genu valgum, costochondral junction yang prominen (rachitic rosary),
penutupan fontanela lambat, craniotabes, dan frontal bossing. Pada anak yang
menderita rickets, erupsi gigi terlambat dan mudah timbul karies gigi.
2.5 PENGOBATAN DEFISIENSI VITAMIN D
Defisiensi vitamin D harus segera diobati. Anak yang menunjukkan gejala
klinis hipokalsemia akibat defisiensi vitamin D atau gejala klinis penyakit rickets
atau kadar vitamin D pada level defisiensi (<20 ng/mL) harus segera diberikan
suplementasi vitamin D.

Untuk mencegah berulangnya defisiensi vitamin D direkomendasikan


pemberian suplemen vitamin D3 1000 IU atau vitamin d2 50.000 IU dua kali
sebulan, atau diberikan suplementasi vitamin D3 100.000 IU setiap 3 bulan. 1

Pengobaan terhadap hipokalsemia yaitu diberikan suplementasi kalsium


per-oral dengan dosis 30-75 mg elemental kalsium/kg berat badan/hari dibagi 3
dosis. Apabila ada tanda tetani atau konvulsi diberikan kalsium intravena berupa
kalsium glukonat 10-20 mg elemental kalsium/kg berat badan perlahan dalam
waktu 5-10 menit. Dosis kalsium diturunkan setengahnya setelah 1-2 minggu
pengobatan dan apabila pemberian vitamin D mencapai dosis pemeliharaan dan
kadar 25 (OH)-D sudah normal maka suplementasi kalsium tidak dibutuhkan lagi.

2.6 PENCEGAHAN DEFISIENSI VITAMIN D


Defisiensi vitamin D tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan tulang,
namun berdampak buruk pula pada kesehatan tubuh secara keseluruhan. Oleh
karena itu defisiensi vitamin D harus dicegah sedini mungkin. American Academy
of Pediatric (AAP) pada tahun 2003 merekomendasikan suplementasi vitamin D
200 IU/hari pada bayi, anak dan remaja.

3. VITAMIN E
3.1 DEFISIENSI VITAMIN E
Defisiensi atau kekurangan vitamin E dapat menimbulkan anemia pada bayi
yang baru lahir. Kebutuhan akan vitamin E meningkat bersamaan dengan semakin
besarnya masukan lemak tak- jenuh ganda. Asupan minyak mineral, keterpaparan
terhadap oksigen (seperti dalam tenda oksigen ) atau berbagai penyakit yang
menyebabkan tidak efisiennya penyerapan lemak akan menimbulkan defisiensi vitamin
E yang menimbulkan gejala neurology. Vitamin E dirusak oleh pemasakan dan
pengolahan makanan yang bersifat komersial,termasuk pembekuan. Benih gandum,
minyak biji bunga matahari serta biji softlower, dan minyak jagung serta kedelai,
semuanya merupakan sumber vitamin E yang baik.

3.2 ETIOLOGI
a. Diet sangat rendah lemak
Diet sangat rendah lemak menyebabkan seseorang kekurangan vitamin E
b. Bayi Prematurr/Bayi baru lahir
Bayi baru lahir mempunyai cadangan vitamin E yang relative rendah karena
hanya sejumlah kecil vitamin E yang dapat melalui plasenta. Dengan
demikian bayi yang baru lahir, terutama bayi premature beresiko tinggi
untuk mengalami kekurangan vitamin E. Namun, dengan berjalannya usia,
resiko tersebut menurun karena bayi biasanya mendapatkan cukup vitamin
E dari air susu ibu atau susu formula.

3.3 GEJALA KLINIS DEFISIENSI VITAMIN E


Pada bayi :

1. Fibroplsia Retrorental
2. Penurunana berat badan dan gangguan pertumbuhan
3. Kebiasaan makan yang buruk
4. Gangguan perkembangan, termasuk fisik dan mental

Pada anak:

1. Penyakit hati kronis yang dapat menyebabkan defisit neurologis


2. Hilangnya kemampuan kordinasi pergerakan otot dengan hilangnya reflex
tendon
3. Ataksia trunkus dan ekstremitas atas
4. Hilangnnya sensasi getar dan posisi
5. Paralisis otot ekstra okuler untuk pergerakan mata.
6. Kelemahan otot (ptosis)
7. Disartria (gangguan kemampuan bicara)
3.4 PATOGENESIS
Asupan vitamin E kurang pada tubuh maka sel darah merah mudah rusak
kemudian terbelah. Pada keadaan initerjadi kerusakan pada sistem otot dan syaraf.
Menimbulkan kesulitan dalam berjalan serta nyeri otot betis. Jika berlanjut
memicu kanker dalam tubuh yang menyerang paru-paru, saluran pencernaan dan
payudara.

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Mendeteksi konsentrasi vitamin E yang beredar di dalam darah dengan
menggunakan metode high-perfomance liquid chromatography (HPLC).

3.6 TEMUAN LABORATORIUM


Serum normal vitamin E 3-15mg/mL untuk anak. Rasio serum vitamin E
dengan total serum lemak normalnya adalah ≥0,8mg/g. Defisiensi vitamin E bila
ditemukan serum vitamin dalam darah dibawah 3 mg/mL pada anak.

3.7 PENCEGAHAN
a. Mengkonsumsi suplemen vitamin E
b. Mengkonsumsi sumber vitamin E
Vitamin E dapat ditemukan dalam biji-bijian (misalnya biji bunga matahari),
zaitun dan minyak zaitun, almond, collard hijau, bayam, kangkung, serta
sayuran lain yang berdaun hijau.

4. VITAMIN K
4.1 DEFISIENSI VITAMIN K
Kekurangan vitamin K akan mengganggu “vitamin K-dependen factor” :
F.II, F.VII, F.IX, dan F.X . Kekurangan vitamin K dapat disebabkan oleh
kurangnya asupan vitamin K pada makanan atau akibat gangguan penyerapan
lemak sehingga mengurangi penyerapan vitamin K. Terjadi pada orang orang
yang mengkonsumsi obat-obat tertentu, seperti beberapa antibiotika dan obat anti-
kejang. Bayi bayi baru lahir dberisiko untuk terjadi kekurangan vitamin K karena
usus bayi baru lahir belum memiliki bakteri untuk memproduksi vitamin K.
4.2 ETIOLOGI
a. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu
Obat-obatan tertentu menghambat pertumbuhan bakteri tertentu dan mengh
ambat upaya bakteri untuk membentuk vitamin
b. Gangguan pada aliran empedu
Empedu adalah salah satu anggota tubuh yang diperlukan untuk penyerapan
vitamin K

4.3 PATOGENESIS
Tidak ada asupan vitamin K, kadar vitamin k tidak mencukupi dalam dar
ah dan tidak terdapat dalam tubuh, darah tidak dapat membeku. Hal ini dapat me
yebabkan pendarahan atau hemoragik

4.4 JALANYA DEFISIENSI VITAMIN E


4.5 MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIUN
Gangguan perdarahan akibat defisiensi vit. K tak terlalu sering terlihat
(data sering tidak tercatat) Pada bayi yang tampak sehat, tiba-tiba muncul gejala
mengkhawatirkan, antara lain:

 Terjadi perdarahan pada tali pusat, hidung, mulut, telinga, saluran kemih atau
anus.
 Memar tanpa sebab (bukan karena terantuk benda).
 Tinja atau muntah berwarna kehitaman Terjadi perdarahan pada bekas
pengambilan darah sampai lebih dari 6 menit, padahal sudah ditekan.
 Jika terjadi perdarahan di otak, bayi tampak pucat, menangis melengking,
muntah-muntah, pandangan mata kosong, demam, ubun-ubun tampak
menonjol, kadang tampak kuning, akhirnya diikuti dengan kejang

Laboratorium:

 Waktu perdarahan (BT)


 Waktu pembekuan (CT)
 PTT (Partial Thromboplastin Time),
 PT Plasma Prothrombin Time) ,
 TT (Trombin Time)
 Jumlah trombosit
 Kadar Hb
 Morfologi darah tepi
 Faktor pembekuan tergantung vit. K (fibrinogen, F.V, F.VII)
 USG, CT Scan atau MRI untuk melihat lokasi perdarahan

4.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi kompleks
protrombin (protein induced by vitamin K absence = PIVKA-II),
b. Pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau Pengukuran areptilase time
yang menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut s
aat ini belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terl
ihat jelas dengan pemeriksaan USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaa
n ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk menentukan prognosis.

4.7 PENCEGAHAN GIZI


a. Konsumsi bayam, brokoli, kol, sawi, telur, anggur, daging, selada
dan buah-buahan.
b. Konsumsi suplemen vitamin K
c. Hindari antibiotik yang berlebihan karena akan membunuh bakteri
pembuat vitamin K pada tubuh
d. Konsumsi sayur-sayuran hijau, umbi-umbian, biji-bijian dan buah-b
uahan
DAFTAR PUSAKA

1. Sumbono, A. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Deepublish:


Yogyakarta.
2. Mansjoer A, Suprohita, dkk. Kurang Vitamin A. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapitus; 2000.
3. Deteksi dan Tatalaksana Xeroftalmia departemen Kesehatan RI
diunduh dari http://www.gizi.net /xeroftalmia

4. Masood SH, Iqbal MP. Prevalence of Vitamin D Deficiency in South


Asia. Pak J Med Sci. 24(6);891-7, 2008.

5. Tacher TD, Clarke BL. Vitamin D Insufficiensy. Mayo Clin Proc.


86(1);50-60, 2011

6. Misra M, Pacaud D, Petryk A, Collert-Solberg PF, Kappy M. Vitamin


D deficiency in children and its management: review of current
knowledge and recomendation. Pediatrics. 122:398-417, 2008.

7. Holick MF. Vitamin D Deficiency. N Engladn J Med. 266-81;357,


2007.

8. Ariyadi Tri Tulus,2013. “ Sistem Pakar Diagnosa Kekurangan


Vitamin.

Anda mungkin juga menyukai