Anda di halaman 1dari 3

Belajar dari Indahnya Goyang Gamba Osaka!

January 31, 2015

Kehadiran Gamba Osaka ke Jakarta meladeni perlawanan Persija Jakarta menjadi pelajaran
taktikal berharga bagi Indonesia, negara yang sepakbolanya terbelakang. Juara Liga Jepang
2014 ini menyajikan permainan sepakbola menyerang yang atraktif dengan organisasi rapi.
Dimana individu-individu cerdas Gamba sangat terikat oleh taktik tim brilian.

Pelajaran taktikal terpenting dari Gamba Osaka adalah menjadi tidak relevannya posisi dan
formasi. Keberadaan formasi dasar dengan posisi berdiri rigid hanya digunakan sebagai
panduan dalam momen defending saat lawan melakukan restart play, utamanya goalkick.
Sedangkan pada momen lain, terutama attacking, pemain bergerak dan berotasi begitu cair.

Ini sesuai dengan konsep sepakbola modern, dimana pemain tidak bergerak secara “zone
dependant”, melainkan “space dependant”. Artinya pemain tidak mengambil keputusan untuk
bergerak berdasarkan zona dan posisi yang sudah ditentukan secara baku. Akan tetapi pemain
bergerak menyesuaikan dengan ketersediaan ruang yang tercipta dalam situasi permainan.

Formasi Dasar Persija (Merah) v Gamba Osaka (Biru) – Babak I

1442 Fleksibel
Gamba Osaka memainkan formasi dasar 1442. Formasi klasik ini beradu dengan racikan Coach
RD yang memainkan formasi dasar 14141. Bila menilik formasi dasar ini tanpa
mempertimbangkan pergerakan pemain, maka logikanya Persija akan menguasai lini tengah.

Head to head 1442 vs 1433 tentunya akan menciptakan natural overload di berbagai sector. Di
sector tengah Persija akan unggul jumlah pemain, dimana secara natural akan tercipta 3v2.
Sedangkan di pinggir jumlah adalah sama, yaitu 2v2. Persija diperkirakan sulit lakukan build up,
mengingat terjadi situasi 2v2 di belakang. Sebaliknya Gamba akan mudah lakukan build up
dengan keunggulan jumlah 2v1.
Natural Overload dari Head to Head Formasi

5v3: Midfield Overload Gamba Osaka

Hanya saja, adu taktik yang terjadi tidak sesederhana itu. Natural overload akibat head to head
formasi hanyalah isapan jempol belaka. Gamba Osaka tidak terikat pada formasi baku. Pemain
terus bergerak dan berotasi untuk secara konsisten menciptakan jumlah orang lebih di seluruh
penjuru lapangan.

Pergerakan paling dominan adalah turunnya Striker Gamba Osaka No. 93 (No.9 Babak II) drop
deep ke kedalaman menjadi extra midfield. Hal tersebut diikuti juga oleh kedua sayap Gamba
No. 13 & 10 (No.19 & 38 Babak II) yang masuk ke dalam juga menjadi extra midfield. Ruang
yang ditinggalkan kedua sayap di sector pinggir dieksploitasi oleh fullback No. 22 & 30 (No. 4 &
14 Babak II) yang menjaga kelebaran Gamba saat attack.

Pada formasi 1442, awalnya hanya ada dua midfield yang dimiliki Gamba. Kini dengan taktik
Gamba yang ingin menciptakan menang jumlah orang di tengah, maka ada pemain dari sector
lain yang bergabung ke tengah. Hadirnya dua sayap dan satu striker ke tengah menciptakan
situasi 5v3. Jumlah lebih banyak di area sentral merupakan kunci Gamba untuk terus menguasai
bola dan mencari peluang ke depan.

2v1 di Depan Boks


Johan Cryuff, maestro Belanda pernah memberi analogi cerdas tentang ruang. Ia mengatakan
bahwa bek medioker akan menjadi bek hebat bila ia hanya perlu menjaga area selebar pintu.
Sebaliknya bek hebat akan menjadi bek bodoh bila ia harus menjaga area seluas halaman
rumah.

Analogi Cryuff ini yang terjadi pada Amarzukih (Persija No.21) yang bermain sebagai holding
midfield. Penampilan Amarzukih sebenarnya amat istimewa. Ia bekerja ekstra keras hingga
beberapa kali sukses menutup laju gelandang Gamba. Hanya saja, ia tampak buruk karena ia
harus terus menerus menjaga area yang luas, plus jumlah lawan yang lebih banyak. Usami,
striker Gamba No. 39 secara konstan turun ke lini tengah menjadi gelandang. Bersama Gamba
No. 10 atau No.13 ciptakan situasi 2v1 mendatangi Amarzukih.
2v1 Di Depan Back 4 Persija

Usami, striker Gamba No. 39 secara konstan turun ke lini tengah menjadi gelandang. Bersama
Gamba No. 10 atau No.13 ciptakan situasi 2v1 mendatangi Amarzukih. Kondisi ini menjadi
mimpi buruk bagi Amarzukih. Terlebih gelandang serang Persija No. 9, apalagi No.5 selalu
terlambat untuk menyamakan jumlah di tengah.

Kondisi kalah jumlah 1v2 di depan back four Persija sebenarnya segera disadari oleh oleh
centerback Persija No.6 dan No. 52, dengan sesekali lakukan pressing ke depan untuk
menyamakan jumlah. Sayangnya, harmoni back four Persija belum cukup cepat menyesuaikan
dengan intensitas pergerakan Gamba. Dimana fullback Persija No.14 dan 4 sering terlambat
mengecil untuk menutup area yang ditinggalkan centerback No.6 dan No.52.

Lobang saat CB No.6 marking striker Gamba yang turun.

Fondasi Kuat
Implementasi taktikal Gamba Osaka yang terorganisir rigid dan rapi jelas bukan kerja semalam
yang instant. Dipastikan Gamba Osaka melakukan latihan taktik intensif berulang-ulang untuk
mencapai kesempurnaan pergerakan dengan intensitas yang terus meningkat.

Fakta bahwa 16 dari 24 pemain Gamba Osaka merupakan jebolan Akademi Gamba Osaka
sendiri memperkuat asumsi bahwa aplikasi taktik tim utama mereka ditopang fondasi pembinaan
kuat. Taktik tim utama telah dibangun lewat individu-individu yang dididik oleh Akademi. Dimana
wawasan taktikal telah diberikan sejak usia dini.

Untuk itu tak salah bila kita belajar dan mencontoh modernitas sepakbola yang disajikan oleh
Gamba Osaka. Belajar untuk mencontoh sepakbola yang tidak zone dependant, melainkan
sepakbola yang space dependent. Sehingga formasi dan posisi tidak lagi terlalu relevan. Tentu
saja untuk wujudkan hal tersebut harus melalui proses pembinaan panjang, dengan fondasi
akademi yang kuat. Ayo belajar dari Goyang Gamba Osaka!!

Anda mungkin juga menyukai