Anda di halaman 1dari 5

Anoreksia Nervosa

Anoreksia nervosa yaitu sebuah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan untuk
mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan terhadap peningkatan
berat badan akibat pencitraan diri yang menyimpang. Pencitraan diri pada penderita anoreksia
nervosa dipengaruhi oleh bias kognitif (pola penyimpangan dalam menilai suatu situasi) dan
memengaruhi cara seseorang dalam berpikir serta mengevaluasi tubuh dan makanannya.
Penyakit ini merupakan penyakit kompleks yang melibatkan komponen psikologikal,
sosiologikal, dan fisiologikal. Ketika seorang gadis remaja menjadi sangat kurus, gejala-gejala
fisik dapat termasuk sensitive terhadap dingin, sembelit, kelemahan, pembengkakan kaki, dan
pertumbuhan rambut halus. Menstruasi dapat berhenti setelah menurunnya berat badan lebih
banyak. Risiko kematian terjadi 5-18% pada orang-orang yang menderita anoreksia nervosa.
Anoreksia terjadi 20 kali lebih besar pada wanita dari pada pria.

Ketika memasuki masa remaja, khususnya pubertas, remaja menjadi sangat memerhatikan
pertambahan berat badan dan perubahan bentuk mereka terutama remaja putri. Pada masa ini,
remaja mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mudah untuk menjadi gemuk
apabila mengkonsumsi makanan berkalori tinggi. Kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan
kurus karena beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses, dan
popular. Penderita anoreksia nervosa memiliki pemikiran bahwa tubuh mereka tidaklah ideal
sehingga mereka mencari cara membuat tubuh merekam sesuai dengan apa yang mereka
inginkan tetapi cara yang mereka pakai belum tentu benar dan malah menyakiti tubuh mereka
sendiri. Remaja, terutama wanita, akan berusaha tampil menarik di hadapan lawan jenis, salah
satunya dengan memiliki tubuh ideal. Cara yang paling sering dipakai adalah dengan mengatur
pola makan. Namun, akibat kekhawatiran yang tinggi bahwa takut usaha yang dilakukan akan
gagal, individu yang yang mengatur pola makannya akan sangat membatasi makan dengan ketat.
Tidak hanya membatasi makan, tetapi ada juga yang menyalahgunakan obat penahan nafsu
makan (anorektik) dan obat pencahar.

Di Indonesia belum terlihat ada data tertulis yang dapat menunjukkan prevalensi penderita
PMM, baik dari rumah sakit maupun klinik kesehatan di Jakarta. Padahal perilaku makan remaja
di perkotaan semakin menjurus kearah pola makan yang tidak sehat. Faktor-faktor yang
memungkinkan terjadinya PMM juga semakin meningkat, sehingga tidak tertutup kemungkinan
masalah penyimpangan pola makan ini akan terjadi di Indonesia. Prevalensi kecenderungan
mengalami anoreksia nervosa di Jakarta sebesar 11,6%.

Faktor yang memicu terjadinya PMM, terutama anoreksia nervosa bias berasal dari faktor
internal maupun eksternal. Faktor penyebab anoreksia nervosa tersebut bisa dibagi sebagai
berikut:
1. Faktor sosio-kultural
Adanya tekanan berlebihan pada diri sendiri untuk mencapai standard kurus yang tidak
realistis.
2. Faktor psikologis
- Ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri yang memicu kebiasaan tidak sehat untuk
mencapai berat badan maupun bentuk tubuh yang diinginkan.
- Kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun identitas individual.
- Kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan.
3. Faktor keluarga
- Kebiasaan makan yang dilakukan dan pola piker mengenai asupan makanan oleh
keluarga.
- Adanya konflik, kurang kedekatan dan pengasuhan, serta gagal dalam membangun
kemandirian pada diri anak
4. Faktor biologis
- Ketidak seimbangan yang mungkin terjadi pada sistem neurotransmitter di otak yang
mengatur mood dan nafsu makan.
- Kemungkinan pengaruh genetis.

Ada beberapa gejala awal anoreksia yang perlu di waspadai, salah satu diantaranya adalah berat
berat badan yang tidak stabil dan tidak seimbang dengan umur, postur, serta tinggi tubuh
(biasanya mencapai 15% di bawah berat normal). Berikut ini adalah gejala-gejala lain seseorang
menderita anorexia :
1. Tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan berturut-turut (untuk wanita)
2. Tidak mau dan menolak makan di depan umum
3. Sering merasa gelisah
4. Lemah
5. Kulit kusam
6. Nafas pendek-pendek
7. Khawatir berlebih terhadap asupan kalori

Menderita anorexia dapat menganggu kestabilan kerja sistem tubuh sehingga menimbulkan
beberapa dampak buruk, antara lain : penyusutan tulang, kehilangan mineral, rendahnya suhu
tubuh, detak jantung yang tidak teratur, gangguan permanen terhadap pertumbuhan badan, rawan
terkena osteoporosis.

Penderita anorexia beranggapan bahwa kulit dan daging tubuhnya sebagai lemak yang harus
dilenyapkan, penderita juga akan menarik diri dari teman dan keluarganya, ia lebih senang
menyendiri. Penderita anorexia seringkali mengalami penurunan tekanan darah, napas melemah,
pada wanita dewasa menstruasi terhenti, pada anak wanita yang beranjak dewasa mungkin tidak
akan mulai mengalami menstruasi sama sekali, kelenjar tiroid yang mengatur pertumbuhan
berangsur- angsur menghilang.

Dari salah satu jurnal kesehatan mengenai gangguan makan di Jakarta, salah satu respondennya
adalah penderita anoreksia nervosa. Responden Z yang berumur 13 tahun saat dilakukan
penelitian memiliki berat badan 20,3 kg dan tinggi badan 147,4 cm sehingga IMT nya adalah
9,34 yang sangat jauh dibawah rata-rata. Untuk remaja seusia responden Z, IMT normal
seharusnya sekitar 15,0-26,1. IMT adalah penilaian status gizi yang diukur dengan cara berat
badan dibagi dengan tinggi badan. Dalam sehari, responden Z hanya minum air putih dan makan
buah, tidak makan nasi ataupun sayur. Selain buah, diselingi juga dengan satu bungkus kuaci dan
sesekali yogurt. Makan pun hanya di pagi hari, siang hari hanya minum dan sesekali jus buah.
Sore dan malam hari tidak makan sama sekali tetapi olahraga dari jam 2-5. Namun, responden Z
tidak memuntahkan makanannya ataupun meminum obat penahan nafsu (anorektik).

Ada beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya anoreksia nervosa pada responden Z.
Pertama, kebiasaan makan di keluarga Z. Keluarga Z tidak mengharuskan anaknya makan
bersama dan saat masih kecil tidak dibiasakan untuk makan besar jadi lebih banyak
mengonsumsi camilan. Keluarga Z juga membebaskan dalam memilih makanan, sehingga Z
merasa bebas dalam memilih, termasuk memilih untuk tidak makan. Lalu, kakak perempuan Z
memiliki masalah obesitas dan sering menakuti Z jika Z tidak berhenti makan maka akan
menjadi gemuk seperti dia. Faktor utama penyebabnya adalah cara Z melihat diri sendiri.
Konsepdiri Z lebih didasari oleh penampilan fisik, dan Z merasa kurang percaya diri terhadap
penampilan fisiknya.

Jika dikaitkan dengan Internal Health Locus of Control, penderita anorexia nervosa merasa
bahwa merekalah yang paling berperan atas tubuh mereka. Internal Health Locus of Control
adalah ketika suatu individu memercayai bahwa kesehatan mereka dikendalikan oleh faktor-
faktor yang ada dalam diri mereka Mereka memiliki pemikiran sendiri bagaimana cara mereka
merawat tubuh mereka agar sesuai dengan harapan. Penderita anoreksia nervosa merasa
memiliki kuasa penuh atas tubuh mereka dan bebas untuk menjaganya, baik dari asupan maupun
aktivitas. Namun, kebanyakan dari mereka tidak sadar bahwa perilaku tersebut bias membawa
dampak buruk.

Meskipun faktor yang memicu terjadinya anoreksia nervosa berasal dari factor eksternal, tetapi
yang memiliki peran dalam perilaku sehat adalah individu itusendiri. Mereka percaya yang bisa
mengubah adalah mereka sendiri, tidak perlu konsultasi atau saran ke ahli gizi atau dokter, teman
atau bahkan keluarga. Mereka tidak percaya bahwa peran atau bantuan dari orang lain pun dapat
berdampak baik dan bias membantu mereka mewujudkan keinginan. Sering kali mereka tidak
memiliki kepercayaan diri yang cukup seperti merasa penampilan fisiknya tidak cukup baik dan
tidak pantas, tidak mendapat dukungan moral dari orang sekitar, dan bisa juga akibat pelecehan
seksual sehingga rasa percaya diri mereka turun. Apabila factor pemicu utama terjadinya
anoreksia nervosa adalah orang sekitar, maka kemungkinan besar mereka semakin tidak
memercayai pendapat orang sekitar dan memiliki kecemasan yang berlebih.

Penderita anoreksia mengganggap bahwa dirinya sendiri yang dapat mengendalikan dirinya,
tetapi bisa disembuhkan melalui pendekatan yang khusus agar pemikirannya dapat berubah yang
awalnya Internal Health Locus of Control menjadi Powerful Other Health locus of Control.
Perubahan itu tidak bisa berlangsung begitu saja, dapat berawal dari pendekatan keluarga yang
nantinya bisa berlanjut ke dokter maupun ahli gizi untuk penanganan anoreksi. Sebelum itu,
sebagai keluarga harus menanamkan rasa percaya diri pada penderita agar penderita dapat
percaya pada orang lain untuk menjadikan dirinya menjadi lebih baik.

Tantiani, T. and Syafiq, A., 2008. Perilakumakanmenyimpangpadaremaja di Jakarta. Kesmas: National


Public Health Journal, 2(6), pp.255-262.

Santoso, M.B. and Putri, D., 2018. GANGGUAN MAKAN ANOREXIA NERVOSA DAN BULIMIA
NERVOSA PADA REMAJA. ProsidingPenelitiandanPengabdiankepada Masyarakat, 4(3), pp.399-407.

Anda mungkin juga menyukai