Anda di halaman 1dari 13

1.

1 Latar Belakang

Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan


sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kematian langsung
karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Kejang demam akan berulang
kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah
riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan,
suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celcius saat kejang, interval waktu yang singkat
antara awitan demam dengan terjadinya kejang dan apabila kejang demam
pertama merupakan kejang demam kompleks. 1

1.2. Batasan Penulisan


Penulisan case report ini dibatasi mengenai kejang demam, mencakup
definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, diagnosis,
tatalaksana, prognosis dan komplikasi.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report ini adalah membahas mengenai kejang
demam, mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi,
diagnosis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan case report ini adalah berdasarkan tinjauan kepustakaan
dari berbagai literatur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan
sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C ,dengan
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak
disebut sebagai kejang demam.1

2.2. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit),
bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung
kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.1
b. Kejang demam kompleks

Case Report Session 2


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut : kejang lama (lebih
dari 15 menit); kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial; berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24
jam.1

2.3. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
Puncak insiden terjadi kejang demam kira-kira 18 bulan dan rendah pada usia
sebelum 6 bulan atau setelah 3 tahun.2 Anak berumur 1-6 bulan masih dapat
mengalami kejang demam namun jarang sekali. Bayi kurang dari 1 bulan
termasuk dalam kejang neonatus. Kejang demam sederhana merupakan 80%
kasus diantara seluruh kejang demam. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.1
Kejang demam berulang terjadi pada 30% pasien dengan episode pertama, 50%
setelah 2 atau lebih episode dan 50% pada bayi dengan onset kejang demam
kurang dari 1 tahun.3 Meskipun kira kira 15% dari anak dengan epilepsi pernah
mengalami kejang demam, hanya 2-7% anak yang pernah menderita kejang
demam yang berkembang menjadi epilepsi di kemudian hari.3

2.4. Faktor Risiko dan Etiologi


Penelitian menunjukan 4 faktor yang berpotensi meningkatkan resiko
kejang demam, diantaranya riwayat keluarga dengan kejang demam, neonatus
yang dirawat lebih dari 30 hari, keterlambatan perkembangan anak, dan bayi yang
sering dititipkan di tempat penitipan anak. Anak dengan lebih dari 2 faktor resiko
berpotensi mengalami kejang demam 28%. Faktor resiko independen yang
paling signifikan adalah suhu yang tinggi dan riwayat kejang demam pada
keluarga.2
Faktor genetik berkontribusi terhadap terjadinya kejang demam ditandai
dengan adanya riwayat keluarga yang positif menderita kejang demam pada
banyak pasien. Pada beberapa keluarga diwariskan secara autosomal dominan dan
single gen yang banyak yang teridentifikasi pada beberapa keluarga. Single gen
yang teridentifikasi termasuk gen FEB 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 10 pada kromosom

Case Report Session 3


8q13-q21, 19p13.3, 2q24, 5q14-q15, 6q22-24, 18p11.2, 21q22, 5q34, 3p24.2-p23,
dan 3q26.2-q26.33.3

2.5. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kejang demam belum diketahui secara pasti.


Pertama, Peningkatan dari suhu di otak mengubah fungsi neuronal termasuk
beberapa kanal ion yang sensitif terhadap suhu, sehingga aktivitas neuron
meningkat dan terjadi kejang. Proses inflamasi termasuk sekresi sitokin di perifer
dan di otak juga berpengaruh terhadap mekanisme ini. Kedua, demam dan
hipertermia memiliki mekanisme yang mirip dalam mencetuskan kejang: pirogen
yang menyebabkan demam yaitu interleukin 1B berkontribusi terhadap terjadinya
demam, demam menyebabkaan sintesis sitokin di hipokampus. Selain itu
interleukin 1B juga dapat meningkatkan eksitasi neuron melalui glutamate dan
GABA. Secara in vivo, aksi dari interleukin 1B mempertinggi aksi agen agen
yang menyebabkan kejang. Demam yang disebabkan oleh infeksi secara spesifik
Human Herpes Virus 6 (HHV-6) bisa meningkatkan probabilitas terjadinya kejang
demam. Ketiga, hipertermia menyebabkan hiperventilasi dan alkalosis telah
menjadi komponen penting dalam terjadinya kejang demam karena alkalosis pada
otak mengeksitasi neuron dan berkontribusi terhadap patofisiologi kejang. Namun
kondisi yang terkait dengan alkalosis yang berat termasuk menangis lama,
stenosis pilorus pada bayi tidak berpengaruh terhadap terjadinya kejang.2

2.6. Diagnosis

a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosis serta


tatalaksana kejang. Ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru
pertama kali atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali, waktu
anak berusia berapa, dan kapan kejang terakhir. Sifat kejang perlu ditanyakan,
apakah kejang bersifat klonik (kelojotan), tonik (kaku), umum (melibatkan kedua
sisi tubuh kanan dan kiri), atau fokal kanan atau kiri. Bila mungkin, orang tua atau
orang yang menyaksikan serangan diminta untuk menirukan gerakan saat pasien

Case Report Session 4


kejang. Ditanyakan pula suhu saat kejang, lama serangan, interval antara dua
serangan, serta kesadaran saat kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang
menyertai atau mendahului kejang diteliti, termasuk demam, muntah, lumpuh,
kesadaran atau kemunduran perkembangan. Pada neonatus perlu diteliti riwayat
kehamilan ibu serta kelahiran bayi.4
Kejang demam sering dijumpai pada bayi dan anak. Perlu dibedakan apakah
kejang yang disertai demam tersebut merupakan kejang demam, ataukah epilepsi
yang dibangkitkan serangannya oleh demam, atau perlu dicurigai adanya infeksi
susunan saraf pusat. Beberapa hal berikut ini dapat membedakan kejang demam
dengan penyebab lain kejang yang disertai demam. Kejang demam memiliki
karakteristik berikut, yang sebagian besar diantaranya mengandalkan pada
anamnesis
a. kejang terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun.
b. demam mendahului kejang
c. kejang umumnya terjadi dalam 24 jam setelah anak mulai demam, tersering
dalam 16 jam pertama.
d. sebelum dan sesudah kejang anak sadar dan tidak terdapat kelainan
neurologis
e. tidak pernah mengalami kejang tanpa disertai demam.4

Apabila kejang bersifat umum, lamanya tidak lebih dari 15 menit, dan tidak
berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam maka kejang tersebut disebut kejang
demam sederhana. Jika salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi maka disebut
sebagai kejang demam kompleks. Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga dan
gangguan perkembangan atau kelainan neurologis sebelumnya merupakan faktor
risiko epilepsi di kemudian hari.4

c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan labortorium yang dapat dikerjakan atas
indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.1

Case Report Session 5


 Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkrikan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti
terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin
pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana
dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi lumbal:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut
dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.1

 Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi tidak diperlukan untuk kejang demam,
kecuali apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada
kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.1
 Pencitraan
Pemeriksaan neuroimaging (CT Scan atau MRI Kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis
fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus
kranialis.1

2.7. Diagnosis Banding


Anak dengan demam tinggi harus dibedakan dengan delirium, menggigil,
pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam. Kejang dapat diprovokasi
oleh beberapa penyebab seperti infeksi susunan saraf pusat (meningitis dan
ensefalitis), trauma, abnormalitas metabolik (kadar gula darah abnormal, dan
demam. Meningitis dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa banding dari kejang

Case Report Session 6


demam. Infeksi SSP dapat disingkirkan melalui pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan cairan serebrospinal.1,5

2.8. Tatalaksana
a. Tatalaksana saat kejang
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan apada waktu
pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan
kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10
mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya.1
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 12 kg.1
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Jika kejang masih
berlanjut, lihat algoritma tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti,
pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan
profilaksis.

Case Report Session 7


Algoritma Tatalaksana kejang dan status epileptikus 6

Case Report Session 8


b. Pemberian Obat pada saat Demam
 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol
yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis
ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.1
 Pemberian obat Antikonvulsan Intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia<6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama
demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi
dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.1
 Antikonvulsan rumatan
Pemberian antikonvulsan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif
dan dalam jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap

Case Report Session 9


hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati.Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2
dosis. Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada
saat anak tidak sedang demam.1

c. Edukasi pada orang tua


Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada
saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya akan
meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya :
1. Meyakinkan orang tua bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mecegah berulangnya kejang
memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.1
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang :
1. Tetap tenang dan tidak panik, longgarkan pakaian yang ketat
terutama disekitar leher,
2. Bila anak tidak sadar posisikan anak miring,
3. Walaupun terdapat kemungkinan lidah tergigit jangna memasukkan
sesuatu kedalam mulut,
4. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang,
5. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang,
6. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5
menit dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti,
7. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5
menit atau lebih , suhu tubuh lebih dari 40 derajat celcius, kejang
tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang
anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.1

Case Report Session 10


2.10. Prognosis dan Komplikasi

a. Kecacatan atau kelainan neurologis


Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental
dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal.
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang,
baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition
memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan
pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.1

b. Kemungkinan berulangnya kejang demam


kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah
 Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
 Usia kurang dari 12 bulan
 Suhu tubuh kurang dari 39 derajat celcius saat kejang
 Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan
terjadinya kejang.
 Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam
kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.1

Case Report Session 11


Faktor risiko kejadian epilepsi setelah kejang demam3

d. Faktor resiko terjadinya epilepsi


Faktor resiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas
sebelum kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih
dalam satu tahun.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi 4-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumatan pada kejang demam. 1

Case Report Session 12


Faktor risiko kejadian epilepsi setelah kejang demam3

Hampir setiap tipe epilepsi dapat didahului oleh kejang demam, dan beberapa
sindroma epilepsi secara khas diawali dengan kejang demam, yaitu generalized
epilepsy with febrile seizures plus (GEFS+); Dravet syndrome; dan pada
kebanyakan pasien, epilepsi lobus temporal sekunder akibat sklerosis mesial
temporal. 3
GEFS+ merupakan sindroma autosomal dominan dengan fenotip yang
sangat bervariasi.Onset biasanya pada masa kanak-kanak awal dan remisi
biasanya pada pertengahan masa kank-kanak. GEFS+ ditandai dengan kejang
demam multipel, dan beberapa kejang selanjutnya yang merupakan kejang umum
tanpa demam, termasuk kejang tonik klonik umum, kejang absen, kejang
myoklonik, kejang atonik, atau kejang mioklonik astatik, dengan berbagai derajat
keparahan.3

e. Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum. 1

Case Report Session 13

Anda mungkin juga menyukai