DISUSUN OLEH :
TYA PUTRI HABSYAHRI
NIM : 18251053
Zero Waste adalah sebuah pendekatan multifaset untuk menjaga kelestarian sumber daya
bumi yang terbatas. Zero Waste dapat diimplementasikan dengan memaksimalkan recycling,
minimasi limbah, mengurangi konsumsi dan memastikan bahwa suatu produk dibuat untuk
dapat digunakan kembali, diperbaiki atau di-recycle kembali ke alam maupun pasar. Konsep
Zewo Waste diartikan sebagai konsep untuk mengupayakan agar suatu kegiatan itu
menghasilkan limbah dalam jumlah yang sekecil-kecilnya, bahkan kalua bias tidak
menghasilkan limbah sama sekali. Upaya ini disebut sebagai minimasi limbah.
Dalam minimasi limbah terdapat tiga hal yang harus dilakukan, yaitu perubahan bahan
baku industry, perubahan proses produksi, dan daur ulang limbah. Perubahan proses produksi,
dan daur ulang limbah. Perubahan bahan baku dan perubahan proses produksi dimaksudkan
untuk menekan jumlah limbah yang dihasilkan, termasuk di dalamnya adalah efisiensi
pemakaian bahan-bahan penolong dalam proses produksi. Bila dalam proses produksi ini
masih menghasilkan limbah, maka upaya minimasi dilakukan dengan daur ulang atau
pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Limbah yang dibuang ke lingkungan hanyalah
limbah yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Industri pulp dan kertas telah melakukan proses daur ulang dan pengolahan limbah cair,
tetapi pada akhir proses masih ada limbah padat berupa serat yang perlu dicari pemanfaatanya.
Industri lapis listrik melakukan daur ulang hanya pada sebagian kecil limbah padatnya,
sedangkan limbah cairnya yang sangat berpotensi mencemari lingkungan karena mengandung
B3 berupa logam berat dan sianida yang belum diolah.
Salah satu industri yang harus peduli terhadap lingkungan adalah industri pulp dan kertas.
Di dalam mewujudkankepedulian terhadap lingkungan, beberapa industri pulp dan kertas,
terutama industri kertas di Indonesia telah menerapkan SML ( Sistem Manajemen
Lingkungan) ISO-14001. Salah satu keuntngan dari penerapan SML ISO-14001 ini adalah
dapat meningkatkan ekspor produk ke negara-negara Eropa dan Amerika. Namun
meningkatnya produksi akan berdampak terhadap tingginnya volume limbah yang dihasilkan
dari proses industri pulp dan kertas akan dihasilkan limbah yang salah satunya adalah limbah
sludge.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Permasalahan
Industri pulp dan kertas tiap hari menghasilkan sludge berkisar antara 30 – 40 ton,
sementara pemanfaatan sludge per hari hanya 12 ton (Aritonang, 2005). Sehingga masih banyak
sludge yang tersisa yang belum dimanfaatkan. Penanggulangan sludge di beberapa industri pulp
dan kertas di Indonesia, sebagian besar hanya dibenamkan ke dalam tanah atau dibakar.
Penanggulangan dengan cara ini mempunyai beberapa resiko antara lain jika dibenamkan ke dalam
tanah membutuhkan areal yang luas, sedangkan jika dibakar memerlukan biaya yang cukup besar
dan dapat mencemari udara.
a. Perubahan produk
Perancangan ulang produk, proses dan jasa yang dihasilkan sehingga akan terjadi
perubahan produk, proses dan jasa. Perubahan ini adapat bersifat komprehensif
maupun radikal. Dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu ; Substitusi produk,
Konservasi produk, Perubahan komposisi produk.
Pemisahan
Mengkonsentrasikan
d. Perubahan Teknologi
Praktek operasi yang baik (good housekeeping) adalah salah satu pilihan
pengurangan pada sumber, mencakup tindakan prosedural, administratif atau
institusional yang dapat digunakan di perusahaan untuk mengurangi terbentuknya
limbah. Penerapan operasi ini melibatkan unsur-unsur ; Pengawasan terhadap
prosedur-prosedur operasi, Loss prevention, Praktek manajemen, Segregasi limbah,
Perbaikan penanganan material, Penjadwalan produk.
Walaupun daur ulang limbah cenderung efektif dari segi biaya dibanding
pengolahan limbah, ada hal yang harus diperhatikan yaitu bahwa proses daur ulang
limbah harus mempertimbangkan semua upaya pengurangan limbah pada sumber telah
dilakukan.
Pada industri pulp dan kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah serat yang berasal
dari tanaman (dengan kandungan utama berupa selulosa). Dalam proses produksinya,
ditemukan adanya serat yang hilang dan terbawa bersama air limbah. Adanya serat dalam air
limbah ini tentu akan menambah beban pada instalasi pengolahan air limbah yang pada
akhirnya akan menambah beban pencemaran pada lingkungan (sungai). Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya menangkap kembali serat ini agar tidak terbuang dan dapat digunakan
kembali sebagai bahan baku. Alat yang dapat digunakan untuk menangkap serat adalah disc
filter. Disc filter mempunyai efisiensi penangkapan serat yang bervariasi tergantung pada
kecepatan putaran dan jumlah serat yang digunakan sebagai pemancing yang disebut
sweetener. Kadar serat dalam air sebelum dan setelah melewati disc filter, meliputi :
• white water : air yang mengandung serat yang berasal dari proses produksi
• clear filtrate : filtrate dengan kadar serat yang lebih rendah daripada cloudy
• filtered stock : serat yang berhasil disaring oleh disc filter dan dapat dimanfaatkan
kembali sebagai bahan baku.
2.4. Perubahan Proses Produksi Dengan Pengendalian Di Dalam Pabrik
Karena banyak bahan perusak lingkungan dihasilkan oleh pabrik konvensional penghasil
pulp yang dikelantang dengan proses kraft atau sulfit, maka banyaak industri baru dirancang
untuk pembuatan pulp secara termo-mekanik atau kimia-mekanik. Proses sulfit dan kraft
tanpa pengambilan kembali bahan kima khususnya yang menimbulkan pencemaran,
sebaiknya dipertimbangkan untuk tidak digunakan dalam pabrik baru. Pengelantangan dengan
menggunakan senyawa klorin menimbulkan hidrokarbin klor dengan kadar yang tidak dapat
diterima oleh lingkungan, termasuk dioksin. Akhir-akhir ini pengelantang dengan
menggunakan oksigen dan peroksida mulai digunakan untuk menggantikan klor.
Pengelantangan dengan menggunakan oksigen menghasilkan produk dengan kualitas lebih
tinggi daripada yang menggunakan klor. Demikian juga, pengelantangan dengan penukaran
(di mana zat-zat warna asli pada serat ditukar dengan zat pemutih) mulai dipasang pada
pabrik-pabrik baru, menghasilkan lebih sedikit buangan dari kilang pengelantangan. Langkah-
langkah lain yang harus dimasukkan ke dalam pabrik baru termasuk :
• Konservasi dan daur ulang air dalam pabrik kertas dapat mengurangi
volume air limbahsebesar 77 %
Menurut Wagiyanto (2009), program minimisasi limbah yang efektif akan mengurangi
biaya produksi dan beban pelaksanaan peraturan pengelolaan limbah berbahaya sehingga akan
meningkatkan efisiensi, kualitas produk dan hubungan yang baik dengan masyarakat. Teknik
minimasi limbah yang dapat membantu mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan, meliputi:
Berbagai cara dilakukan untuk mencapai minimisasi limbah, yang mencakup tiga
bagian utama yaitu:
1) Pengurangan dari sumbernya, mencakup pemeliharan dan perawatan yang baik (good
house keeping) dengan menerapkan kebiasaan baru dalam pengoperasian dan
pemeliharan alat industri antara lain dengan mencegah terjadinya ceceran dan
tumpahan bahan. Perubahan dalam proses produksi juga dapat dilakukan yang
mencakup perubahan input bahan, pengawasan proses yang lebih ketat, modifikasi
peralatan dan perubahan teknologi. Pemeliharaan peralatan dan lingkungan industri,
pemilihan peralatan yang sesuai dengan proses produksi kertas yang diinginkan dan
pengoperasian peralatan dengan benar juga ikut mengurangi limbah dari sumbernya.
2) Daur ulang, dengan melakukan recovery bahan dan energi bekas pakai untuk digunakan
kembali dalam proses berikutnya. Menurut Rahmani (2016), masyarakat juga turut
andil dalam pengelolaan limbah industri pulp dan kertas. Limbah industri pulp dan
kertas dapat didaur ulang menjadi karton yang memiliki nilai jual tinggi. Karton hasil
pengolahan limbah ini disebut dengan kertas gembos. Proses pembuatannya relatif
sederhana. Sludge dan kertas pemulung diproses menjadi bubur kertas. Kemudian
dicetak menjadi lembaran dengan ukuran 66 x 78 cm. Setelah itu, dijemur di bawah
terik matahari selama empat jam. Setelah itu, dihaluskan dengan rol kalender, dan di
pak dengan berat 25 kg. Hal ini tentu saja terasa lebih bernilai ekonomis serta dapat
mengurangi dampak terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.
3) Modifikasi produk, untuk meningkatkan usia produk (tahan lama), untuk
mempermudah daur ulang dan minimisasi dampak lingkungan dan kesehatan manusia
dari pembuangan produk tersebut.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Industri pulp dan kertas menghasilkan limbah padat yang jumlahnya cukup besar yang
dapat digolongkan sebagai limbah B3 dan limbah padat non-B3. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 85 Tahun 1999, yang termasuk kategori limbah B3 adalah:
- Lumpur dari IPAL yang mengolah effluent dari proses yang berkaitan dengan tinta
- Abu pembakaran (fly ash dan bottom ash) dari unit PLTU yang menggunakan bahan
bakar batu bara
- Abu pembakaran (fly ash dan bottom ash) dari unit pengoperasian insinerator limbah
2. Abu pembakaran (fly ash dan bottom ash) dari unit pengoperasian insinerator limbah.
Karakteristik limbah padat lumpur IPAL dan abu pembakaran dari power boiler maupun
insinerator, dari kelompok industri pulp dan kertas terpadu, kelompok industri kertas
dengan bahan baku virgin pulp, dan industri kertas dengan bahan baku kertas bekas,
menurut PP. No. 85 tahun 1999 tidak teridentifikasi sebagai limbah B3. Berdasarkan atas
uji on-waste dan TCLP, limbah padat tersebut pengelolaannya dapat ditimbun dengan
landfill kategori ringan.
3.2. Saran