Laporan Kelompok Seminar Fix
Laporan Kelompok Seminar Fix
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK : 1 (Satu )
RUANGAN: FLAMBOYAN
Arianto Mastalia
Haerul Islam Arsyad Nur ida
Irwan Nur Indah Sari D
Karmila Rahmiati
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
MAKASSAR 2019
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
berbeda dengan Indonesia Sehat 2010 , sasaran MGDs ada indikatornya serta kapan
harus dicapai. Dalam visi ini Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah
dengan saluran pencernaan yang masih sangat besar menjadi penyokong terjadinya
pembedahan salah satunya adalah Penyakit Apendisitis. (Sirman, Haskas, & Darwis,
2013)
1
pada apendiks, terjadi gangguan pada drainase vena, sehingga menyebabkan iskemi
pada mukosa. Adanya obstruksi yang terus menerus, dan terjadinya iskemia
menyeluruh, yang akhirnya menyebabkan perforasi pada apendiks. Lama waktu dari
obstruksi menjadi perforasi bervariasi dan berkisar antara beberapa jam hingga
beberapa hari. (Richmond, 2017).
Hingga saat ini masalah Apendisitis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Menurut WHO (Word Health Organization). Angka kematian akibat
apendisitis di dunia adalah 0,2-0,8% dan meningkat sampai 20% pada penderita yang
berusia kurang dari 18 tahun dan lebih dari 70 tahun (Id WHO Apendisitis).
Di Amerika Serikat kasus appendisitis meliputi 11 per 10.000 populasi per tahun,
dan angka kejadian ini tidak begitu berbeda di negara berkembang. Lakilaki lebih
berisiko terkena apendisitis dibanding wanita dengan rasio 1,4 : 1. Risiko terjadi angka
kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan 6,7% (Sarosi, 2016).
Di Indonesia, angka kejadian apendisitis dilaporkan sebesar 95 per 1000
penduduk dengan jumlah kasus mencapai 10 juta setiap tahunnya dan merupakan
kejadian tertinggi di ASEAN (Padmi, Widarsa, 2017). Komplikasi utama pada kasus
apendisitis yang tidak diobati adalah perforasi apendiks (Sarosi, 2016). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (Nouri dkk) di Shahid Behesti Medical Center di Iran
pada tahun 2011-2015 terhadap 526 pasien Universitas Sumatera Utara 2 yang di
diagnosis apendisitis akut, ditemukan sekitar 24,3% adalah apendisitis perforasi dan
75,7% adalah apendisitis tanpa perforasi. Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 61,9% sementara perempuan sebanyak 31,8%. Pada penelitian ini, mayoritas
pasien yang mengalami perforasi berusia antara 15 sampai 34 tahun yaitu sebesar
33,8% sedangkan hanya 8% perforasi yang terjadi pada umur diatas 65 tahun dari
keseluruhan kasus (Nouri et al., 2017).
Di Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan Padmi dan Widarsa pada tahun
2017, prevalensi perforasi pada pasien apendisitis akut berkisar antara 30-70% dari
seluruh kasus apendisitis akut (Padmi, Widarsa, 2017). Perforasi pada apendisitis
mengakibatkan terjadinya peritonitis, abses, dan pieleoflebitis. Pasien dengan
apendisitis perforasi, isi dari apendiks yang mengalami perforasi akan terbebas masuk
kedalam rongga peritoneal yang menyebabkan timbulnya peritonitis difusa (Sarosi,
2016).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Asuhan keperawatan yang benar pada pasien Demam
Berdarah Dengue (DBD).
2
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan Laporan seminar ini adalah agar penulis mampu :
a. Melaksanakan pengkajian pada Ny. H dengan kasus Apendisitis
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Ny. H dengan kasus Apendisitis
c. Menyusun Intervensi Keperawatan Pada Ny. H dengan kasus Apendisitis
d. Melaksanakan Implemantasi Keperawatan pada Ny. H dengan kasus
Apendisitis
e. Melaksanaan Evaluasi Keperawatan pada Ny. H dengan kasus Apendisitis
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Nurarif & Kusuma, 2015).
B. Etiologi
1. Inflamasi akut pada Appendik dan edema
2. Ulserasi pada mukosa
3. Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
4. Pemberian barium
5. Berbagai macam penyakit cacing
6. Tumor atau benda asing
7. Striktur karena fibrosis pada dinding usus
C. Klasifikasi
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria dan faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit.
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjai bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah
kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi
kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersbut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus
4
dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini
disebut dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan
apendiksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi
terjadi apendiksitis perforasi.
E. Manifestasi Klinis
1. Nyeri pada kuadran kanan bawah (lokal: pada titik mc burney). Sifat: nyeri
tekan lepas
2. Demam ringan
3. Mual muntah
4. Anoreksia
5. Spasme otot abdomen-tungkai sulit untuk diluruskan
6. Konstipasi atau diare
F. Komplikasi
1. Perforasi apendiks
Perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan
dalam masa tersebut. Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme
otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses
yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas.
2. Peritonitis abses
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di
kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina
3. Dehidrasi
4. Sepsis
5. Elektrolit darah tidak seimbang
6. pneumonia
G. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
1. Laboratorium
Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis
>10,000)/mm3)
Hitung jenis segmen lebih banyak
LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
Rontgen : appendicogram hasil positif berupa: Non-filling, partial filling, Mouse
tail dan cut off
Rontgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis
Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks
CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan
dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
5
2. Anamnesa
Nyeri (mula-mula di daerah epigastrium, kemudian menjalar ke titik McBurney)
Muntah (rangsang visceral)
Panas (infeksi akut)
3. Pemeriksaan fisik
Status generalis; tampak kesakitan, demam >37,7°C
Rovsing sign (+) pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa
nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga
udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar
apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri
Psoas sign (+) m.Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney (pada
apendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga
meradang
Obturator sign (+) fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila
nyeri berarti kontak dengan m.obturator internus, artinya appendiks di pelvis
Peritonitis umum (perforasi); nyeri diseluruh abdomen, pekak hati hilang, bising
usus hilang
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
palayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik.
1. Cairan intravena; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus diganti
segera degan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua
atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance
cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara
cepat untuk mengoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta
pengeluaran urin pada level yang baik. Darah diberikan bila mengalami anemia
dan atau dengan perdarahan bersamaan.
2. Antibiotik ; antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,
antibiotik intial diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin-
sulbaktam, dan metronidazole atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian
antibiotik postoperasi harus di ubah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik
tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan nomal leukosit. setelah
memperbaiki keadan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa
nasogatrik, perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dan appendisitist
perforasi.
6
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Proses Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan pada pra dan post operasi
apendisitis akut ialah sebagai berikut:
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Malaise
2. Sirkulasi
Gejala : Takikardi
3. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan, Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tak
ada bising usus
4. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual/ muntah
5. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus, yang meningkat berat
dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang
ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri
berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks).
Tanda : Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas/ gejala tak jelas (sehubungan
dengan lokasi apendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter), Perilaku berhati-
hati; berbaring kesamping atau telentang dengan lutut ditekuk; meningkatnya
nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk
tegak, Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6. Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal
7. Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah)
8. Penyuluh dan Pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri abdomen contoh
pielitis akut, batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional.
B. Penentuan Diagnosa
Pre operasi
1. Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan
kurang paparan sumber informasi.
7
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)
post operatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan pada
apendiktomi)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis (mual, muntah)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan
4. Pk: perdarahan
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Batasan Karakteristik :
- Ekspresi wajah nyeri (mis, mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar, meringis)
- Sikap melindungi area nyeri
- Perubahan selera makan
- Mengespresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis, waspada)
- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument
nyeri (McGill Pain Questionnaire, Brief Pain Inventory)
NOC : Kontrol Nyeri
NIC :
Manajemen nyeri :
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas.
- Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat
- Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesic
- Gunakan tindakan pengontrol nyeri sebelum nyeri bertambah berat
8
Manajemen Nutrisi
- Identifikasi adanya alergi atau intoleran makanan yang dimiliki pasien
- Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi tegak dikursi jika memungkinkan
- Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien
- Monitor berat badan klien secara rutin
- Monitor intake dan asupan cairan secara rutin
(Herdman & Kamitsuru, 2017)
3. Resiko infeksi
Faktor resiko :
- Kurang pengetahuan untuk menghindari penmajann pathogen
- Malnutrisi
- obesitas
NOC : Kontrol resiko : proses infeksi
NIC :
Kontrol infeksi
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien
- Pastikan perawatan luka dengan tepat
- Pastikan penanganan aseptic dari semua saluran IV
- Tingkatkan intake nutrisi yang tepat
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap proses
keperawatan di mana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak
langsung terhadap klien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses
kepweawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
9
PENYIMPANGAN KDM
Apendiks
Mukosa terbendung
Apendiks teregang
Aliran darah
10
terganggu
Ulserasi dan invasi
iskemia
Perforasi
kuman
Resiko Infeksi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Seorang paesien Ny. H datang ke Rumah Sakit Salewangang Maros dan di rawat diruang
Flamboyan dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan bawah daerah illium dextra, nyeri di
rasakan 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit di sertai muntah 1 kali, dari hasil pemerikasaan.
Tanda- tanda vital, tekanan darah : 120/80mmgh. Suhu : 370c, Nadi : 90x/menit, dan
Pernapasan : 24x/menit. Terdapat nyeri tekan pada daerah perut sebelah kanan bawah daerah
illium dextra, mokusa bibir lembab, klien Nampak menangis dan meringis.
A. Pengkajian
No. RM : 24. 98. 40
11
Diagnosa Medis : Apendisitis
1. Identitas Klien
Nama : Ny. “H”
Umur : 18 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Dusun carangki Utara Kel. Lakopancing, Kec. Tanralili, Kab.
Maros
2. Informan/ Keluarga
Nama : Tn. “ N”
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Laki- Laki
Hubungan deengan pasien : Suami
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Nyeri Perut Kanan Bawah
b. Riwayat Keluhan Sekarang :
Klien mengatakan nyeri perut kanan bawah, nyerinya seperti terturuk jarum dan
melilit secara terus menerus.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
P : Nyeri perut kanan bawah
Q : Seperti tertusuk jarum dan melilit
R : Perut kanan bawah
S : Skala 5 (sedang)
T : Nyeri di rasakan terus menerus
d. Riwayat Alergi : Tidak ada riwayat alergi
12
e. Riwayat medikasi : Tidak pernah di rawat sebelumnya
B. KEBUTUHAN DASAR
No KEBUTUHAN DASAR
13
1. Nutrisi TB : 150 cm
BB : 60 kg
IMT : 26,66 kg normal umur 18 tahun : 18,5 – 25.
Kebiasaan Makan : 2x/Hari (Bubur setelah masuk
Rumah sakit)
Nafsu Makan : Menurun
Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Pembesaran Tyroid : Tidak ada
Kondisi gigi : Bersih
Porsi makan yang dihabiskan : ½ Porsi yang disediakan
-bising usus : 15x/menit
4. Data fokus
a. Inspeksi : klien Nampak meringis dan menangis sambil memegang perut kanan
bawah dengan posisi menekuk kaki ke dada
b. Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah kanan
15
2. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
16
B. GENOGRAM
45 49
39 32
37 25
2 2
18 29
7
Keterangan :
GI : Kakek dan nenek klien telah meninggal karena penyakit yang tidak diketahui
GII : Ayah klien masih hidup, ayah klien anak kedua dari 3 bersaudara, saudara
ayah klien masih hidup semua. Ibu klien masih hidup, ibu klien anak pertama
dari 2 bersaudara, saudara ibu klien masih hidup semua.
GIII : Klien anak ke 5 dari 5 bersaudara, klien tinggal serumah dengan ayah, ibu
dan dan istri
17
KLASIFIKASI DATA
1. Klien mengatakan nyeri pada perut 1. Terdapat nyeri tekan pada daerah
bagian kanan bawah perut bawah klien
2. Klien mengatakan nyeri secara 2. Klien Nampak meringis
3. Klien Nampak melindungi area
terus menerus dan bertambah sakit
nyeri
apabila diluruskan
4. Perubahan posisi untuk
3. Keluarga klien mengatakan klien
menghindari nyeri
gelisah 5. P : Nyeri perut kanan bawah
4. Klien mengatakan nyeri saat
Q : Seperti tertusuk jarum dan
bergerak
melilit
R : Perut kanan bawah
S : Skala 5 (sedang)
T : Nyeri di rasakan terus menerus
6. TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/i
RR : 24x/i
S: 37°c
18
ANALISA DATA
Data Objektif :
Terdapat nyeri tekan pada daerah perut bawah
1. klien
Klien Nampak meringis
Klien Nampak melindungi area nyeri
Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/i
RR : 24x/i
S: 37°c
1. P : Nyeri perut kanan bawah
Q : Seperti tertusuk jarum dan melilit
R : Perut kanan bawah
S : Skala 5 (sedang)
T : Nyeri di rasakan terus menerus
19
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
20
Klien mengatakan nyeri
saat bergerak
DO :
Terdapat nyeri tekan
pada daerah perut bawah
klien
Klien Nampak meringis
Klien Nampak
melindungi area nyeri
Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
Skala sedang 5
TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 90x/i
RR : 24x/i
S: 37°c
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Inisial klien : Ny “H” Ruangan : Flamboyan No. RM :249840
21
No Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
/Waktu
1 Rabu I Manajemen lingkungan (6482) S:
1. memposisikan pasien untuk memfasilitasi
28 Agustus - Klien Mengatakan masih nyeri pada perut kanan
kenyamanan (mis, gunakan prinsip – prinsip bawah
2019
keselarasan tubuh, sokong tubuh dengan bantal, - Klien mengatakan nyeri secara terus menerus dan
bertambah sakit jika badan diluruskan.
imobilisasi bagian tubuh yang nyeri)
Hasil : pasien diberikan posisi miring mantap untuk O:
- Klien Nampak meringis
membantu mengurangi nyeri.
Manajemen nyeri (1400) - Klien Nampak melindungi area perut yang nyeri
1. mendukung istirahat tidur yang adekuat untuk - Klien Nampak menekuk lutut ke perut
- Skala sedang 5
membantu penurunan nyeri
Hasil : pasien istirahat /tidur - TTV :
2. menganjurkan menggunakan non farmakologi TD : 120/80 mmHg
Hasil : memberikan kompres air hangat dalam botol N : 90x/i
RR : 24x/i
untuk mengurangi nyeri
3. memastikan pemasukan analgesic bagi pasien S: 37°c
22
dengan pemantauan yang ketat. A : Masalah nyeri akut belum teratasi
Hasil : memberikan obat injeksi paracetamol 1 gr/8j P : Lanjutkan intervensi
1. Manajemen Lingkungan : Kenyamanan
2. Manjemen nyeri
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Inisial klien : Ny “H” Ruangan : Flamboyan No. RM :249840
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah membahas tentang tinjauan teoritis Apendisitis baik medis maupun konsep
keperawatan dan laporan studi kasus pada pasien Ny. H dengan Diagnosa Apendistisis yang
dirawat diruang Flamboyan RS. Salewangang, Maros, maka pada bab ini akan dibahas
berbagai kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan praktek nyata dan untuk lebih
jelasnya penulis membahas sesuai dengan tahapan proses keperawatan yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pada tinjauan teoritis, data yang ditemukan pada pasien dengan kasus Apendisitis
meliputin, nyeri abdomen sekitar epigastritis dan umbilikus, distensi abdomen, nyeri
tekan/nyeri lepas dan terjadi penurunan bisisng usus, di samping itu, gejala lain yang di
rasakan mual dan muntah dan juga demam.
Sedangkan pada kasus nyata didapatkan , nyeri pada perut bagian kanan bawah, nyeri
secara terus menerus dan bertambah sakit apabila diluruskan, tampak terjadi penurunan
bising usus 15x/menit.
B. Diagnosa Keperawatan
Pada landasan teori diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada kasus
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)
4. Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan
kurang paparan sumber informasi.
Sedangkan pada kasus nyata, diagnose keperawatan yang diangkat pada kasus ada
3 yaitu:
1. Nyeri Akut b/d agens cedera biologis (infesi,neoplasma, iskemik)
B. Intervensi
25
Pada pembahasan perencanaan , intervensi yang diberikan pada diagnosa keperawatan
adalah :
1. Nyeri Akut
Domain : 12
Kelas : 1 kenyamnanan
Batasan karakteristik
- Ekspresi wajah nyeri (meringngis,)
- Mengespresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis)
- Sikap tubuh melindunigi area nyeri
NOC:
Status kenyamanan : fisik (2010)
KH :
(201004) posisi nyaman dipertahankan pada cukup terganggu (3) ditingkatkan ke
tidak terganggu (5)
Tingkat nyeri (2102)
KH :
(210208) tidak bisa beristirahat dipertahankan pada sedang (3) ditingkatkan ke
tidak ada (5)
(210206) ekspresi wajah dipertahankan pada sedang (3) ditingkatkan ke tidak ada
(5)
(210217) mengerang dan menangis dipertahankan pada sedang ditingkatkan ke
tidak ada (5)
NIC:
Manajemen lingkungan (6482)
2. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan (mis, gunakan prinsip –
prinsip keselarasan tubuh, sokong tubuh dengan bantal, imobilisasi bagian
tubuh yang nyeri)
Manajemen nyeri (1400)
4. Dukung istirahat tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
5. Anjurkan menggunakan non farmakologi
Pastikan pemasukan analgesic bagi pasien dengan pemantauan yang ketat.
C. Implementasi
Tindakan keperawatan yang dijalankan selalu berorintasi pada rencana yang telah
dibuat, sehingga tujuan dapat tercapai. Tindakan yang diberikan meliputi:
1. Tindakan observasi keperawatan
26
2. Tindakan mandiri pasien
3. Tindakan mandiri perawat
4. Tindakan kolaborasi
5. Tindakan edukasif
Pada implementasi tidak terdapat kesenjangan dari beberapa intervensi yang sudah
direncanakan semua dapat dilakukan/ dilaksanakan antara lain :
1. Nyeri akut
D. Evaluasi
Setelah memberikan pasien implementasi selama 3 hari pasien sudah tidak nyeri
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membahas teori dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien Ny. H
dengan Apendisitis yang dirawat di ruangan Flamboyan RS. Salewangang Maros, serta
27
membahas kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek tentang penyakit
Apendisitis, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya
2. Pada landasan teori diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada DBD adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)
b. Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan
dengan kurang paparan sumber informasi.
3. Dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan Apendisitis perlu
melibatkan anggota keluarga terutama penanganan intervensi yang diharapkan dapat
dilakukan sendiri oleh pasien dan keluarga dalam mengatasi masalahnya.
4. Penerapan proses keperawatan pada pasien dengan Apendisitis diperlukan untuk
mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya komplikasi.
B. Saran
sesuai dengan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat di berikan adalah sebagai
berikut :
1. Pelayanan Kesehatan
Dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat di rumah sakit khususnya RS.
Salewangang Maros dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan Apendisitis.
2. klien dan keluarga
Setelah adanya pendidikan kesehatan yang dilakukan selama proses pemberian asuhan
keperawatan, diharapkan klien dan keluarga dengan mandiri untuk mencegah,
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan baik individu, keluarga ataupun,
mayarakat, sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal.
3. Institusi Pendidikan
dapat dijadikan tambahan bahan ajar untuk mahasiswa tentang asuhan keperawatan
Apendisitis.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
Nurarif, A.H. & Kusuma, Hardhi. (2014). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Media Action.
Nouri, S., Kheirkhah, D., & Soleimani, Z. 2015, ‘The Risk Factors for Infected and
Perforated Appendicitis’, Journal of Research in Medical and Dental
Science, vol. 5, no. 1, pp. 23-25
adalah suatu posisi yang diberikan kepada korban / pasien yang tidak sadar namun
terdapat nadi dan pernafasan spontan. Posisi ini merupakan kelanjutan dari tindakan
BHD (bantuan hidup dasar) dimana tindakan BHD telah berhasil dilakukan sehingga
kembalinya denyut nadi dan korban bernafas secara spontan. Posisi ini dilakukan pada
pre hospital (di lapangan) yang bersifat sementara hingga bantuan medis / petugas
ambulans datang untuk memberikan pertolongan lebih lanjut.
1. Korban tidur terlentang pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan korban
2. Tangan kanan korban diluruskan di sisi kepala korban.
3. Tangan kiri korban ditekuk menyilang dada hingga posisi telapak tangan berada
dibahu kanan korban.
4. Lutut kaki kiri korban ditekuk ke kanan
5. Posisi tangan kiri penolong di bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan
lutut kiri korban
6. Tarik korban dengan kedua tangan bersamaan ke kanan hingga korban miring kanan
(90 derajat) tahan badan korban dengan kedua kaki penolong agar korban tidak
terguling.
7. Secara pelan-pelan miringkan lagi tubuh korban (disangga oleh kedua paha penolong)
hingga korban berada pada posisi miring.
8. Cek kembali nadi karotis dan pernafasan korban, jika masih ada baru korban bisa
ditinggalkan
9. Evaluasi kembali nadi dan pernafasan korban hingga petugas ambulans datang
31