1698 4704 1 PB PDF
1698 4704 1 PB PDF
1698 4704 1 PB PDF
Abstract
Facial cellulitis is a facial bacterial infection that spread progressively with serious
complication. This is report a 12 aged-years boys with facial cellulitis and cavernous sinus
thrombosis. Diagnosed based on the physical examination, erythema and oedema on the
right face and palpebra, with pain, opthalmoplegia, pareses of the right n. III and left n. VI.
Laboratory examination showed lecocytosis, increasing of C-reactive protein and growth of
S. Aureus from blood culture. He was treated with ceftriaxone and amycacine intravenously,
analgesic and non-steroid anti-inflammation drugs and physiotherapy. Pareses of the ocular
nerves improved within 3 months by physiotherapy.
Abstrak
Selulitis fasialis (SF) merupakan infeksi bakteri pada wajah yang dapat cepat meluas dengan
komplikasi serius. Tulisan ini melaporkan seorang anak laki-laki 12 tahun dengan selulitis fasialis
disertai trombosis sinus kavernosus. Diagnosis ditegakkan berdasar gambaran klinis berupa edem
dan eritem fasial dan palpebra bagian kanan, teraba hangat dan nyeri tekan, optalmoplegi, parese n.
III kanan dan n. VI kiri, dan hasil pemeriksaan laboratoium yaitu leukositosis, peningkatan C-reactive
protein dan dari kultur darah tumbuh S.aureus. Penderita diberikan terapi seftriakson dan amikasin
intravena, analgetik dan antiinflamasi non-steroid dengan fisioterapi. Parese saraf mata membaik
setelah 3 bulan fisioterapi.
Pendahuluan
menyerang anak-anak umur 3 bulan sampai
Selulitis adalah inflamasi akut pada 3 tahun.3 Selama 4 tahun, ditemukan 52
epidermis yang meluas ke jaringan dermis kasus di Melbourne, dengan komplikasi
dan subkutis akibat infeksi bakteri.1,2 Selulitis pada 4/34 kasus, terdiri dari proptosis,
fasialis (SF) dapat menyebabkan komplikasi optalmoplegi, edem konjungtiva dan abses
serius, seperti meningitis atau penyebaran terlokalisir.4 Di Ibadan ditemukan 90 kasus
selulitis ke daerah mata sehingga terjadi SO selama 5 th, 84% berumur kurang dari
selulitis periorbital (SP) atau selulitis orbitalis 20 tahun, dengan komplikasi empyema
(SO), diikuti penurunan fungsi penglihatan 46,8%, panoptalmitis 21,3%, TSK 19,2%,
dan trombosis sinus kavernosus (TSK) perforasi kornea 10,6% dan meningitis
bahkan kematian.2-5 2,1%.6 Di Massachusetts ditemukan 297
Selulitis fasialis termasuk pioderma kasus SP dan 18 kasus SO berumur kurang
yang jarang terjadi, paling banyak dari 18 th dari th 1980-1998.7
51
Mutiara Medika
Vol. 7 No. 1: 51-56, Januari 2007
52
Siti Aminah TSE, Sunardi Radiono, Selulitis Fasialis ............
53
Mutiara Medika
Vol. 7 No. 1: 51-56, Januari 2007
Pada kasus, terjadi eritem dan daerah orbital, ditandai dengan penderita
edem dengan batas tidak tegas dan nyeri tampak gelisah dan sulit komunikasi dengan
tekan pada dahi, palpebra, pipi dan hidung edem palpebra semakin besar, eksoptalmos,
bagian kanan, serta erosi tertutup krusta konjungtiva hiperemi. Hal ini menunjukkan
kecoklatan pada hidung bagian kiri dengan infeksi orbital sudah meluas ke posterior
gejala sistemik demam, menggigil, dan mencapai sinus kavernosus. Diagnosis TSK
lemah. Hal ini menunjukkan gambaran klinis ditegakkan berdasar penemuan klinis, yaitu
selulitis fasialis dengan keterliban periorbital/ edem, eritem, optalmoplegi, sepsis dan
orbital. gangguan kesadaran.
Selulitis di daerah orbital terbagi Pemeriksaan penunjang yang
menjadi 5 tingkat8,9, yaitu 1. edem dan diperlukan untuk menegakan diagnosis SO
inflamasi preseptal (selulitis preseptal/SP), adalah darah rutin, penanda infeksi akut,8
ditandai oleh edem palpebra di bagian kultur dan sensitivitas kuman dari lesi dan
anterior septum orbital, tanpa disertai nyeri darah.9 Pemeriksaan CT-scan dikerjakan
tekan atau gejala okuler. 2. Selulitis orbital bila terdapat tanda gangguan nervus
(SO), terjadi perluasan infeksi ke posterior sentralis; proptosis, optalmoplegi, gangguan
melewati septum orbital dengan edem fungsi penglihatan atau edem bilateral berat;
komponen orbital, ditandai dengan proptosis, pemeriksaan mata tidak dapat dikerjakan;
kemosis, gerakan bola mata terbatas dan perbaikan klinis tidak tampak dalam 24-36
atau gangguan penglihatan. 3. Abses jam atau demam tetap meningkat dalam 36
subperiosteal, merupakan pembentukan jam setelah pemberian antibiotik.9 Pada
abses di daerah antara orbital dan kasus, diagnosis SF dengan sepsis, TSK
periosteum, ditandai dengan proptosis dan dan GMO ditegakkan berdasar pada
hilangnya fungsi penglihatan. 4. Abses gambaran klinis, pemeriksaan darah rutin
orbital, merupakan pembentukan abses di (leukositosis), penigkatan CRP dan kultur
daerah orbital, ditandai dengan darah tumbuh S. Aureus. Pemeriksaan CT-
optalmoplegi, hilangnya fungsi penglihatan scan pada kasus tidak mendukung
dan proptosis berat. 5. Trombosis sinus diagnosis. Dari berbagai penelitian
kavernosus (TSK), merupakan perluasan menunjukkan organisme penyebab SP/SO
infeksi orbital ke v. Optalmikus superior tersering dari kultur darah, sinus paranasal
selanjutnya menuju sinus kavernosus dan dan abses adalah S. milleri, S. pyogenes,
orbital bilateral. TSK ditandai dengan edem, S. pneumoniae, S. aureus, S.epidermidis
eritem, optalmoplegi akibat keterlibatan n. dan H. Influenzae.4,7-9
III, IV dan VI, dan pada tingkat yang lebih Penderita SO boleh dirawat jalan
lanjut disertai iritasi meningeal, sepsis dan apabila terdapat edem palpebra minimal dan
gangguan kesadaran.9 Trombosis vena hasil pemeriksaan mata dalam batas
dapat terjadi akibat pembentukan trombus normal. Penedrita rawat jalan harus
fibrin oleh bakteri, seperti stafilokokus diberikan amoksiklav sebagai antibiotik
dengan memproduksi koagulase yang broad spectrum selama 7 hari serta edukasi
menyebabkan pembekuan plasma. 10 agar penderita segera periksa kembali
Berbagai kondisi di atas harus segera apabila terdapat peningkatan edem dalam
diketahui mengingat penanganan sedini 24 jam atau gejala sistemik memberat.9
mungkin yang tepat akan mencegah Indikasi penderita SO untuk dirawat inap
perkembangan penyakit lebih berat.8,9,11 adalah edem periorbital, penurunan fungsi
Pada saat datang pertama kali ke penglihatan, refleks cahaya abnormal,
RS, penderita didiagnosis sebagai SF proptosis, diplopia atau optalmoplegia,
dengan keterlibatan periorbital tanpa disertai pemeriksaan mata sulit dikerjakan, keadaan
infeksi orbital. Hal ini berdasar pada umun menurun atau disertai tanda dan
gambaran klinis tidak tampak hiperemi pada gejala gangguan nervus sentral.9 Dhariwal
kedua matanya. Infeksi dan inflamasi dkk. menyarankan semua pasien dengan
ternyata berjalan terus dan mengenai infeksi post-septal dirawat inap.8 Terapi yang
54
Siti Aminah TSE, Sunardi Radiono, Selulitis Fasialis ............
diberikan meliputi antibiotik intravena yang pemberian roboransi saraf15 dan setelah 3
sesuai, analgetik kuat, pembedahan bila bulan terapi gejala ini membaik.
ditemukan abses atau sinusitis.4,8,9
Pada kasus tidak tampak hiperemi Kesimpulan
konjungtiva atau gangguan fungsi Telah dilaporkan satu kasus selulitis
penglihatan pada saat pertama kali datang, fasialis pada anak laki-laki 12 tahun, dengan
sehingga dilakukan rawat jalan dengan trombosis sinus kavernosus. Diagnosis
terapi cefadroxil, Nonflamin R dan krim ditegakkan berdasar gambaran klinis berupa
Gentamisin. Penyakit tetap memberat dan edem dan eritem fasial dan palpebra bagian
sehari kemudian datang ke RS dengan kanan, teraba hangat dan nyeri tekan,
diagnosis SF dengan sepsis, TSK dan optalmoplegi, disertai leukositosis,
GMO. Terapi yang diberikan adalah rawat peningkatan CRP dan dari kultur darah
inap dengan Ceftriaxone dan Amikasin tumbuh S.aureus. Akibat infeksi bakteri ini
intravena, Haloperidol, salep Gentamicin menyebabkan trombosis vena pada sinus
untuk mata, dan kompres Betadine 1% kavernosus sehingga terjadi penekanan n.
untuk erosi. Cefadroxil merupakan antibiotik III dan VI. Penderita diterapi dengan
golongan cephalosporin generasi I yang ceftriaxone dan amikacin intravena,
sensitif terhadap bakteri gram positif analgetik dan antiinflamasi non-steroid, dan
termasuk golongan stafilokokus dan tampak perbaikan klinis dengan parese n.
streptokokus, tetapi kurang sensitif terhadap III kanan dan VI kiri. Parese membaik
bakteri gram negatif seperti golongan setelah 3 bulan fisioterapi.
Haemophillus dan enterokokus, dosis yang
diberikan 25 mg/kgBB/hari.9 Ceftriaxone
adalah cephalosporin generasi III yang Daftar Pustaka
kurang sensitif terhadap bakteri gram positif
tetapi lebih sensitif terhadap bakteri gram 1. Galen WK, Cohen I, Rogers M, Smith
negatif, dosis untuk anak-anak >12 th 1-2 MHD,. Bacterial infection, dalam
gr diberikan 1-2 kali sehari tergantung Sachner LA, Hansen RC, Pediatric
beratnya infeksi.12 Amikasin merupakan Dermatology, 1995, Vol. 2, Churchill-
golongan aminoglikosida yang sensitif Livingstone, New York, 1169-1175.
terhadap bakteri gram negatif, dengan dosis 2. Swartz MN,. Cellulitis, N Engl Med,
15 mg/kgBB/hari 2 kali sehari. Pada kasus 2004; 350(9): 904-912.
ini diberikan ceftriaxone intravena yang
merupakan salah satu antibiotik broad 3. Tunessen, WW,. Practical aspects of
spectrum. Berdasar pemeriksaan kultur bacterial skin infection in children, Ped
darah ditemukan S.aureus yang sensitif Dermatol, 1985; 2 (4): 255-265.
terhadap ceftriaxone dan amikasin, sehingga 4. Fergusson MP, McNab AA,. Current
diberikan tambahan amikasin. treatment and outcome in orbital
Setelah 10 hari perawatan tampak cellulites, Australian and New Zealand
perbaikan klinis, yaitu tidak tampak lagi Journal of Opthalmology, 1999; 27:375-
edem, eritem, nyeri tekan atau erosi pada 379.
hidung, tampak patch hiperpigmentasi pada
dahi dan palpebra. Pada mata ditemukan 5. Fisher RG, Benjamin DK,. Facial
gejala diplopia akibat parese n. III kanan dan cellulites in childhood: a changing
VI kiri. Hal ini disebabkan penekanan sinus spectrum, Southern Medical Journal,
kavernosus pada n. III dan n.VI yang terletak 2002; 95(7): 672-674.
di bagian lateral. Fungsi n. III yaitu mengatur 6. Nwaorgu OG, Awoben FJ, Onakoya PA,
gerakan bola mata ke atas, bawah, medial Awobem AA, Orbital cellulitis
dan memutar berlawanan arah jarum jam, complicating sinusitis: a 15-year review,
sedangkan fungsi n. VI mengatur gerakan Nigerian Journal of Surgical Research,
bola mata ke lateral.13-14 Penatalaksanaan 2004; 6: 14-16.
untuk masalah ini dengan fisioterapi dan
55
Mutiara Medika
Vol. 7 No. 1: 51-56, Januari 2007
7. Ambati BK, Ambati J, Azar N, Stratton 11. Reis MD, Freitas JP, Coutinho VS,
L, Schmidt EV,. Periorbital and Orbital Rodrigo FG,. Facial and periorbital
cellulitis before and after the advent of cellulites with orbital involvement, J Eur
Haemophilus influenza type B Acad Dermatol Venereol, 2002; 16: 156-
vaccination, Ophthalmology, 2000; 107; 158.
1450-1453.
12. Sadick NS, Systemic antibacterial
8. Dhariwal DK, Kittur MA, Farrier JN, A. agents, dalam Wolverton SE,
W. Sugar, AW, Aird, DW, Laws, DE,. Comprehensive Dermatologic Drug
Post-traumatic orbital cellulitis, Br J Oral Therapy, 2001, WB Saunders Company,
Maxillofac Surg, 2003; 41: 21-28. Philadelphia, 31-33.
9. Howe L, Jones NS, Guidelines for the 13. Anonim,. Occulomotor nerve,
management of periorbital cellulitis/ www.wikipedia.com, diakses 23 April
abscess, Clin Otolaryngol, 2004; 29: 2006.
725-728.
14. Anonim,. Abduscent nerve,
10. Lee PK, Weinberg AN, Swartz MN, www.wikipedia.com, diakses 23 April
Johnson RA, Pyodermas: 2006.
staphylococcus aureus, streptococcus
15. Sharma R, Bessman E, Cavernous
and other gram-positive bacteria,
sinus thrombosis, E-medicine.htm,
Freedberg I.M., Eisen A.Z., Wolff K.,
diakses 23 Maret 2006.
Austen K.F.. Dermatology in General
Medicine, 5th ed.. New York, Mc Graw-
Hill Inc. : 2182-2194..
56