Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“Dimensi Pendidikan Karakter”

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

NAMA NIM

1. AJI DUPA PRITA PUTRA 16121068


2. AZIS EFENDI 16121043
3. NABILA NORALITA 16121045
4. YAYU PURWATI 16121041
5. FARADILA RIZKY YANTI 16121073
6. ANDIKA RIZFAR 16121078

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMUPENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MATARAM, 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT karena atas limpahan rahmat
dan karunianya kita selalu diberikan kesehatan dan kesempatan terutama kepada kami untuk
menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat menambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembacanya.Kami menyadari bahwa makalah ini masih
belum sempurna.Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, Oktober 2019

Penyusun

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan karakter harus dimulai sejak lahir bahkan masih dalam kandungan
melalui belaian kasih sayang ibu dan bapaknya. Pada masa bayi, penanaman
pendidikan karakter dalam keluarga sangat penting. Sejalan dengan tumbuh
kembangnya anak, pada lingkungan sekolah penanaman pendidikan karakter lebih
kompleks. Anak-anak dituntut belajar berperilaku dalam menghayati, mengamalkan
nilai dan norma, dan akhlak mulia. Pembinaan karakter mudah dilakukan ketika anak-
anak masih duduk dibangku SD.
Karakter berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting
kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter
membuat seseorang mampu berfungsi didunia tanpa harus memikirkan apa yang
harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial
(social arrangements). Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang
tua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat.
Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak
dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Penghargaan (respect) dan
tanggung jawab (responbility) merupakan dua nilai moral pokok yang harus diajarkan
oleh sekolah. Nilai-nilai moral yang laian adalah kejujuran, keadilan, toleransi,
kebijaksanaan, kedisiplinan diri, suka menolong, rasa kasihan, kerja sama, keteguhan
hati, dan sekumpulan nila-nilai demokrasi.
Pendidikan karakter di indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter
dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter
dasar ini antara lain: (1) cinta kepada allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung
jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih syang, peduli
dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7)
keadilan dan kepemimpianan; (8) baik dan rendah hati; (9) toleransi, cinta damai, dan
persatuan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dimensi-dimensi pendidikan karakter


Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak dasar
yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Penghargaan (respect) dan tanggung jawab
(responbility) merupakan dua nilai moral pokok yang harus diajarkan oleh sekolah.
Nilai-nilai moral yang laian adalah kejujuran, keadilan, toleransi, kebijaksanaan,
kedisiplinan diri, suka menolong, rasa kasihan, kerja sama, keteguhan hati, dan
sekumpulan nila-nilai demokrasi.
Pendidikan karakter di indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar.
Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar ini
antara lain: (1) cinta kepada allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab,
disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih syang, peduli dan kerja
sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7) keadilan dan
kepemimpianan; (8) baik dan rendah hati; (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
B. Tahapan-tahapan pendidikan karakter
Karakter berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting kebinatangan yang
hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter membuat seseorang
mampu berfungsi didunia tanpa harus memikirkan apa yang harus dikerjakan. Karakter
manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial (social arrangements).
Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang tua agar anak bersedia
bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat.
Pengemban karakter sebagai proses yang tiada henti terbagi menjadi empat
tahapan: pertama, pada usia dini, disebut sebagai tahap pembentukan karakter; kedua,
pada usia remaja disebut sebagai tahap pengembangan; ketiga, pada usia dewasa disebut
sebagai tahap pemantapan; keempat, pada usia tua disebut sebagai tahap
pembijaksanaan.
1. Periode bayi
Periode bayi merupakan masa perkembangan yang merentang dari kelahiran hingga 18
atau 24 bulan. Masa ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Masa dasar pembentukan pola perilaku, sikap, dan ekspresi emosi.
b. Masa pertumbuhan dan perubahan berjalan cepat, baik fisik maupun psikologis
c. Masa kurangnya ketergantungan
d. Masa meningkatnya individualitas, yaitu saat bayi mengembangkan hal-hal yang
sesuai dengan minat dan kemampuannya.
e. Masa permulaan sosialisasi
f. Masa permulaan berkembangnya penggolongan peran seks, seperti terkait dengan
pakaian yang dipakainya.
g. Masa yang menarik, baik bentuk fisik maupun perilaku
h. Masa permulaan kreativitas
i. Masa berbahaya baik fisik (seperti kecelakaan) atau psikologis (karena perlakuan
yang buruk)
2. Periode awal anak
Periode awal anak adalah periode perkembangan yang merentang dari akhir masa bayi
hingga usia 5 atau 6 tahun; periode ini kadang-kadang disebut juga tahun-tahun
prasekolah “preschool years”. Selama masa ini, anak belajar untuk menjadi lebih
mandiridan memerhatikan dirinya. Mereka mengembangkan kesiapan sekolah (seperti
mengikuti perintah dan mengenal huruf) dan menghabiskan banyak waktunya untuk
bermain dengan teman sebayanya.
3. Periode pertengahan dan akhir anak
Periode ini adalah masa perkembangan yang terentang dari usia sekitar 6 hingga 10 atau
11 tahun. Masa ini sering juga disebut tahun-tahun sekolah dasar. Anak pada masa ini
sudah menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, dan matematik (istilah
populernya CALISTUNG : baca, tulis, dan hitung). Yang menjadi tema sentral periode
ini adalah prestasi (achievment) dan perkembangan pengendalian diri (self-control).
4. Periode remaja
Periode remaja adalah masa transisi antara masa anak dengan masa dewasa, terentang
dari usia sekitar 12/13 tahun sampai usia 19/20 tahun, yang ditandai dalam perubahan
aspek biologis, kognitif, dan sosioemosional. Yang menjadi tugas kunci reamaja adalah
persiapan menghadapi masa dewasa.
5. Periode dewasa
Periode ini terdiri atas tiga masa yaitu awal, pertengahan, dan akhir dewasa. Masa
awal dewasa dimulai dari sekitar 20 tahun hingga 30/35 tahunan. Masa ini merupakan
saatnya individu membangun independensi (kemandirian) pribadi dan ekonomi, serta
peningkatan perkembangan karier. Masa perkembangan dewasa dimulai sekitar usia 35
hingga 45 tahun, dan berakhir pada usia 55 dan 65 tahun. Periode ini merupakan saat
peningkatan minat untuk menanamkan nilai-nilai kegenerasi berikutnya, meningkatkan
refleksi tentang makna kehidupan, dan meningkatkan perhatian terhadap tubuhnya
sendiri. Sementara akhir dewasa adalah terentang dari usia 60 atau 70 sampai mati.
Periode ini merupakan saat penyesuaian diri terhadap melemahnya kekuatan dan
kesehatan fisik, masa pensiun, dan berkurangnya penghasilan.
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju
kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Seseorang
yang memiliki pengetahuan tentang kebaiikan belum tentu mampu bertindak sesuai
dengan pengetahuannya itu kalau ia tidak berlatih untuk melakukan kebaikan tersebut.
Karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter labih dalam lagi, menjangkau wilayah
emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan komponen karakter yang baik
(components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral,
moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Hal
ini diperlukan siswa didik agar mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan
sekaligus nila-nilai kebaikan.
Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi
terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut Megawangi, ada tiga kebutuhan anak
yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulus fisik dan
mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar
penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam
pembentukan dasar kepercayaan (trust) orang lain pada anak. Kelekatan ini membuat
anak diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.
Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak
pada tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam
kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat
antara ibu-anak diusia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman.
Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang
berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-
ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak. Menurut Bowlby
(dalam Megawangi, 2003), normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak hanya
dengan satu orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi
anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan
dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi
pertumbuhan anak yang tidak optimal.
Kebutuhan akan stimulus fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam
pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari
orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan
anak, seorang ibu yang perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya,
mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya)terhadap anaknya yang berusia
dibawah enam bulan akan memengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang
gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikan anak yang kreatif.
Pendidikan karakter menurut Heritage Foundation bertujuan membentuk manusia secara
utuh (holistis) yang berkarakter, yaitu mengembangkan aspek fisik, emosi, sosial,
kreativitas, spritual, dan intelektual siswa secara optimal. Selain itu, juga membentuk
manusia yang lifelong learners (pembelajar sejati). Strategi yang dapat dilakukan
pendidik untuk mengembangkan pendidikan karakter sebagai berikut:
1. Menerapkan metode belajar yang melibatkan partisipasi aktif murid, yaitu metode
yang dapat meningkatkan motivasi murid karena seluruh dimensi manusia terlibat
secara aktif dengan diberikan materi pelajaran konkret, bermakna, serta relevan
dalam konteks kehidupannya (student active learning, contextual learning, inquiry
based learning, and integrated learning).
2. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga anak dapat belajar dengan
efektif didalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan, tanpa ancaman,
dan memberikan semangat.
3. Memberikan pendidikan karakter secara eksplisit, sistematis dan
berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing the good, loving the good,
dan acting the good.
4. Metode pengajaran yang memerhatikan keunikan masing-masing anak, yaitu
menerapkan kurikulum yang melibatkan juga sembilan aspek kecerdasan manusia.
5. Seluruh pendekatan diatas menerapkan prinsip-prinsip developmentally
appropriate practices.
6. Membangun hubungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas dan seluruh
sekolah. Yang pertama dan terpenting adalah bahwa lingkungan sekolah harus
berkarakteristik aman serta saling percaya, hormat, dan perhatian pada
kesejahteraan lainnya.
7. Model (contoh) dalam berperilaku positif. Bagian terpenting dari penetapan
lingkungan yang supportive dan penuh perhatian di kelas adalah teladan perilaku
penuh perhatian dan penuh penghargaan dari guru dalam interaksinya dengan
siswa.
8. Menciptakan peluang bagi siswa untuk menjadi aktif dan penuh makna termasuk
dalam kehidupan di kelas dan sekolah. Sekolah harus menjadi lingkungan yang
demokratis sekaligus tempat bagi siswa untuk membuat keputusan dan
tindakannya, serta untuk merefleksi atas hasil tindakannya.
9. Mengajarkan keterampilan sosial dan emosional secara esensial. Bagian terpenting
bagi perkembangan positif siswa termasuk pengajaran langsung keterampilan
sosial-emosional, seperti mendengarkan ketika orang lain berbicara, mengenali dan
me-menage emosi, menghargai perbedaan, dan menyelesaikan konflik melalui cara
lemah lembut yang menghargai kebutuhan (kepentingan) masing-masing.
10. Melibatkan siswa dalam wacana moral. Isu moral adalah esensi pendidikan anak
untuk menjadi prososial, moral manusia.
11. Membuat tugas pembelajaran yang penuh makna dan relevan untuk siswa.
12. Tak ada anak yang terabaikan. Tolak ukur yang sesungguhnya dari kesuksesan
sekolah termasuk pendidikan “semua” siswa untuk mewujudkan seluruh potensi
mereka dengan membantu mereka mengembangkan bakat khusus dan kemampuan
mereka, dan dengan membangkitkan pertumbuhan intelektual, etika, dan emosi
mereka.
C. Prinsip-prinsip penyusunan materi pendidikan karakter
Pendidikan karakter harus dimulai sejak lahir bahkan masih dalam kandungan melalui
belaian kasih sayang ibu dan bapaknya. Pada masa bayi, penanaman pendidikan karakter
dalam keluarga sangat penting. Sejalan dengan tumbuh kembangnya anak, pada
lingkungan sekolah penanaman pendidikan karakter lebih kompleks. Anak-anak
dituntut belajar berperilaku dalam menghayati, mengamalkan nilai dan norma, dan
akhlak mulia. Pembinaan karakter mudah dilakukan ketika anak-anak masih duduk
dibangku SD. Itulah sebabnya pemerintah memprioritaskan pendidikan karakter di SD,
bukan berarti pada jenjang lainnya tidak mendapat perhatian, namun porsinya saja yang
berbeda. Pendidikan karakter yang diterapkan disekolah tidak diajarkan dalam mata
pelajaran khusus. Namun dilaksanakan melalui keseharian pembelajaran yang sudah
berjalan disekolah. Penanaman dan pembiasaan dalam menanamkan nilai-nilai luhur di
lingkungan sekolah harus terintegrasi dalam proses pembelajaran pada setiap mata
pelajaran.
Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter yaitu :
1. Berkelanjutan: mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
karakter merupakan proses yang tiada henti, dimulai dari awal peserta didik masuk
sampai selesai dari suatu satuan pendidikan bahkan sampai terjun kemasyarakat.
2. Melalui semua mata pelajaran: pengembangan diri dan budaya sekolah serta muatan
lokal.
3. Nilai tidak diajarkan tetapi dikembangkan dan dilaksanakan. Satu hal yang selalu
harus diingat bahwa suatu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
4. Proses pendidikan dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Guru harus merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif
merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi lain, dan mengumpulkan
informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki, dan menumbuhkan
nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar
yang terjadi dikelas, sekolah dan tugas-tugas luar sekolah.
D. Peran keluarga dalam pendidikan karakter
Peran keluarga dalam pendidikan karakter anak sangatlah penting karena keluarga
merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi identifikasi anak. Keluarga juga
lingkungan pertama yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan pada anak. Orang tua dan
anggota keluarga lainnya merupakan “significan people” bagi perkembangan
kepribadian anak. Keluarga sebagai institusi yang memfasilitasi kebutuhan dasar insani
(manusiawi) baik yang bersifat fisik-biologis, maupun sosiopsikologis.
Orang tua mempunyai peranan sangat penting bagi tumbuh kembangnya anak sebagai
seorang pribadi yang sehat, cerdas, terampil, mandiri, dan berakhlak mulia. Seiring
dengan fase perkembangan anak, maka peran orang tua juga mengalami perubahan.
Peranan orang tua yang sesuai dengan fase perkembangan anak adalah:
1) Pada masa bayi berperan sebagai perawat (caregiver)
Ibu atau ayah mempunyai peranan untuk memlihara kebersihan dan kesehatan anak,
seperti memberikan asupan makanan yang bergizi, memandikan, dan memakaikan
pakaian yang bersih.
2) Pada masa kanak-kanak sebagai pelindung (protector)
Pada saat anak sudah mulai merangkak dan berjalan, orang tua perlu memberika
perhatian ekstra, untuk menjaga atau melindunginya, karena pada saat itu anak sudah
mulai melakukan eksplorasi lingkungan. Dia sudah dapat bergerak dari satu tempat ke
tempat yang lain (didalam atau halaman rumah), dan mencoba untuk memanipulasi
(meraba, menarik, mendorong, atau mengotak-ngatik) benda-benda sehingga apabila
orang tua kurang memerhatikannya, ada kemungkinan anak mengalami kecelakaan,
seperti luka, terpleset, atau jatuh.
3) Pada usia prasekolah sebagai pengasuh (nurturer)
Ketika anak sudah menginjak usia prasekolah, pada umumnya (terutama yang bertempat
tinggal di perkotaan) anak sudah masuk TK atau RA, untuk itu orang tua perlu
memberikan asuhan atau bimbingan kepada anak, seperti (1) membiasakan anak untuk
memakai pakaian sendiri dan makan sendiri; (2) memelihara kebersihan sendiri dan
lingkungan; (3) membimbing cara-cara berhubungan sosial dengan teman disekolah;
dan (4) membiasakan anak untuk mengerjakan PR nya sendiri.
4) Pada masa sekolah dasar sebagai pendorong (encourager)
Anak usia SD sudah memiliki aktivitas yang cukup banyak, terutama yang terkait
dengan bidang akademik dan sosial (ekstrakurikuler) yang diprogramkan sekolah.
Terkait dengan hal itu, orang tua perlu memfasilitasi aktivitas anak tersebut, yaitu
dengan cara memotivasi atau memberikan dorongan agar anak tetap bersemangat untuk
aktif mengikuti kegiatan yang diprogramkan sekolah.
5) Pada masa praremaja dan remaja berperan sebagai konselor (counselor)
Istilah konselor disini bukan dimaksudkan seorang konselor yang profesional yang
memberikan layanan bimbingan dan konseling disekolah, tetapi bagaimana orang tua
menerapkan sikap dan perlakuan kepada anak layaknya seperti konselor yang berfungsi
sebagai fasilitator dan motivator bagi anak dalam mencapai perkembangannnya. Pada
usia remaja, perkembangan anak mengarah ke sikap independen, yaitu keinginan untuk
bebas dari campur tangan orang lain, sehingga ia tidak mau lagi diperlakukan seperti
anak kecil. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih baik dalam menghadapi anak yang
sudah remaja adalah dialog. Contohnya, pada saat anak memilih jurusan di sekolah, atau
memilih jurusan di perguruan tinggi, maka sebaiknya orang tua tidak mendiktenya atau
mengharuskan anak memilih jurusan atau perguruan tinggi tertentu, tetapai
mendiallogkan tentang apa jurusan itu, mengapa memilih jurusan itu, dan bagaimana
proses pembelajaran di jurusan tersebut. Melalui dialog ini, anak akan memiliki
pemahaman yang luas, sehingga dia dapat menentukan pilihannya dengan pertimbangan
yang matang.
Lingkungan keluarga yang dipandang memengaruhi perkembangan anak
diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu keberfungsian keluarga dan pola hubungan
orang tua anak.
a. Keberfungsian keluarga
Seiring perjalanan hidupnya yang diwarnai faktor internal (kondisi fisik, psikis, dan
moralitas anggota keluaraga) dan faktor eksternal (perkembangan sosial budaya), maka
setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam. Ada keluarga yang semakin kokoh
dalam menerapkan fungsi-fungsinya (fungsional-normal) sehingga setiap anggota
merasa nyaman dan bahagia (baitii jannatii = rumahku surgaku); dan ada juga keluarga
yang mengalami broken home, keretakan atau ketidakharmonisan (disfungsional – tidak
normal) sehingga setiap anggota keluarga merasa tidak bahagia (baitii naarii = rumahku
nerakaku).
b. Pola hubungan orang tua – anak (sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak)
Diana Baumrind mengemukakan hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara
terhadap siswa TK. Penelitian ini dilakukannya, baik dirumah maupun di
sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya perlakuan orang tua (parenting
style) dan kontribusinya terhadap kompetensi sosial, emosional, dan intelektual siswa.
BAB III
PENUTUP
Karakter berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting
kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter
membuat seseorang mampu berfungsi didunia tanpa harus memikirkan apa yang
harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial
(social arrangements). Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orang
tua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat.
Pendidikan karakter mengemban misi untuk mengembangkan watak-watak
dasar yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. Penghargaan (respect) dan
tanggung jawab (responbility) merupakan dua nilai moral pokok yang harus diajarkan
oleh sekolah. Nilai-nilai moral yang laian adalah kejujuran, keadilan, toleransi,
kebijaksanaan, kedisiplinan diri, suka menolong, rasa kasihan, kerja sama, keteguhan
hati, dan sekumpulan nila-nilai demokrasi.
Pendidikan karakter di indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter
dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter
dasar ini antara lain: (1) cinta kepada allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung
jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih syang, peduli
dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7)
keadilan dan kepemimpianan; (8) baik dan rendah hati; (9) toleransi, cinta damai, dan
persatuan.
DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Arsyad. (2002). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta : Raja Grafindo
Persada Nasution M.A.2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara

Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Prenada Media Group Parkay W, Forrest.
2010. Menjadi seorang Guru. Jakarta: Permata puri Media Rusman. 2013. Model-model
pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada

Supriadi Didi dkk. 2012. Komunikasi Pembelajaran. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Uzer, Usman Moh. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai