Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu penyakit jantung yang terutama
disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses aterosklerosis atau
spasme atau kombinasi keduanya. Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah
angina pektoris. Angina pektoris ialah suatu sindroma klinis di mana didapatkan
sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena adanya iskemik
miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi > 70% penyempitan arteri
koronaria. Angina pectoris dapat muncul sebagai angina pektoris stabil (APS) dan
keadaan ini bisa berkembang menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma
koroner akut (SKA).1
Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan sindroma klinik yang mempunyai
dasar patofisiologi, yaitu berupa adanya erosi, fisur atau robeknya plak
arterosklerosis sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang menimbulkan
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. SKA terdiri dari
angina pektoris tidak stabil (UAP, unstable angina pectoris) dan Infark Miokard
Akut (IMA) berupa Non ST Elevasi Infark Miokard (NSTEMI) dan ST Elevasi
Miokard Infark (STEMI). 1
Secara garis besar faktor risiko penyakit jantung koroner dapat dibagi menjadi
faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat
diubah (nonmodifiable). Faktor risiko yang dapat diubah meliputi hiperlipidemia,
HDL yang rendah, hipertensi, kebiasaan merokok, diabetes melitus, obesitas,
ketidakaktifan fisik, dan hiperhomosisteinemia. Sedangkan faktor risiko yang
tidak dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin, dan usia.2 Faktor-faktor inilah yang
dapat menyebabkan risiko terjadinya PJK sehingga menjadi salah satu masalah
kesehatan yang sangat diperhitungkan.1
Pada tahun 2011, sekitar 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa dengan
penyakit jantung koroner. Berdasarkan RISKESDAS 2013, prevalensi penyakit
jantung koroner di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,5% atau diperkirakan sekitar
883.447 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis 1,5% atau diperkirakan sekitar

1
2.650.340 orang. Berdasarkan RISKESDAS 2013, estimasi jumlah penderita
penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak
160.812 orang (0,5%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki jumlah
penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 1.436 orang (0,2%). Berdasarkan
diagnosis/gejala, estimasi jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak
terdapat di Provinsi Jawa Timur sebanyak 375.127 orang (1,3%), sedangkan
jumlah penderita paling sedikit ditemukan di Provinsi Papua Barat, yaitu
sebanyak 6.690 orang (1,2%).3
Strategi penatalaksanaan SKA adalah menegakkan diagnosis secara cepat
dan tepat dan melakukan penanganan umum yang optimal sehingga sebagai
tenaga medis hendaknya kita memiliki pengetahuan mengenai SKA yang cukup
untuk dapat berperan dalam mendiagnosis serta tatalaksana SKA yang benar dan
tepat.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi
a. Nama : Tn.I
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tanggal Lahir/Umur : 14-03-1963/ 56 Tahun
d. Alamat : Jln.Sepakat rt II rw02
e. Pekerjaan : buruh
f. Agama : Islam
g. No. RM : 61-35-10
h. Tanggal Pemeriksaan : 07 oktober 2019
i. Ruang : AD 3 Bed 1
j. Dokter Pemeriksa : dr. Ni Made Elva Mayasari Sp.Jp
k. Co. Asisten : Farah Kurnia RK
l. Tanggal Masuk : 07 oktober 2019

Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke


belikat kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada seperti
tertusuk-tusuk dan tertimpa benda berat. Jantung berdebar-debar (-), sesak
nafas (-) namun pasien merasa susah bernafas karna nyeri di dada sebelah kiri
ketika bernafas. Pasien sebelumnya sudahsering mengalami nyeri dada kurang
lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit namun nyeri dada dirasakan hilang
timbul dan lebih sering dirasakan pada saat beraktivitas. Mual (-) riwayat
penyakit astma (-), riwayat sakit jantung (-). Riwayat keluarga dengan keluhan
sama disangkal. Nafsu makan seperti biasa, Bab & Bak seperti biasa.
2.2 Keluhan Utama
Nyeri dada.

3
2.3 Riwayat Perjalan Penyakit
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke
belikat kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada seperti
tertusuk-tusuk dan tertimpa benda berat. Jantung berdebar-debar (-), sesak
nafas (-) namun pasien merasa susah bernafas karna nyeri di dada sebelah kiri
ketika bernafas. Pasien sebelumnya sudah sering mengalami nyeri dada
kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit namun nyeri dada
dirasakan hilang timbul dan lebih sering dirasakan pada saat beraktivitas.
Mual (-) riwayat penyakit astma (-), riwayat sakit jantung (-). Riwayat
keluarga dengan keluhan sama disangkal. Nafsu makan seperti biasa, Bab &
Bak seperti biasa.

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit diabetes melitus tidak ada
- Riwayat penyakit hipertensi ada
- Riwayat penyakit asma tidak ada
- Riwayat penyakit alergi tidak ada

2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat penyakit hipertensi tidak ada
- Riwayat penyakit kencing manis tidak ada
- Riwayat penyakit lambung tidak ada
- Riwayat penyakit alergi tidak ada
- Riwayat penyakit asma tidak ada

a. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan kurang tidur, merokok, riwayat konsumsi jamu, serta jarang
berolahraga secara rutin

b. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang buruh

4
2.6 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Berat badan : 75 kg
4. Tinggi badan : 165 cm
5. Keadaan Gizi : Normal
6. Bentuk tubuh : Astenicus
7. Tekanan darah : 110/70 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 70 kali per menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 30 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Thoraco-abdominal
10. Temperatur : 36,8°C

b. Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocepali
- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai

2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Endophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Palpebra : Tidak ada edema (-/-)

5
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor, refleks cahaya ada kiri dan kanan (+/+)
- Pergerakan mata : Kesegala arah baik

3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang Telinga : Lapang
- Serumen : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada
- Gangguan Pendengaran : Tidak ada

4. Pemeriksaan Hidung :
- Deforrmitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Septum Deviasi : Tidak ada

5. Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan:


- Bibir : Sianosis tidak ada
- Gigi-geligi : Lengkap
- Gusi : Hiperemis (-/-), Normal.
- Lidah : Sariawan tidak ada, atrofi papil lidah tidak ada,
bercak putih atau kuning tidak ada.
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Normal.

6. Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran Tiroid(-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cmH2O

6
7. Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ada
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat

8. Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : Simetris, Sela iga tidak tampak melebar.
Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada, venektasi tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada

Paru Depan
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada, Sela iga tidak tampak melebar. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama. Sela iga tidak
melebar.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada

Paru Belakang
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada. Jejas tidak ada.

7
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi :Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada.

9. Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
- Perkusi :Batas jantung atas ICS II parasternalis dextra, Batas
jantung bawah ICS V midclavicularis sinistra

- Auskultasi :HR: 70x/ menit reguler, bunyi jantung S1- S2 reguler


Murmur tidak ada, gallop tidak ada.

10. Pembuluh Darah


- Temporalis : Teraba, kuat, reguler.
- Carotis : Teraba, kuat, reguler.
- Brachialis : Teraba, kuat, reguler.
- Radialis : Teraba, kuat, reguler.
- Femoralis : Teraba, kuat, reguler.
- Poplitea : Teraba, kuat, reguler.
- Tibialis Posterior : Teraba, kuat, reguler.
- Dorsalis Pedis : Teraba, kuat, reguler.

11. Pemeriksaan Abdomen


- Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, caput medusa
tidak ada, spider naevi tidak ada, benjolan tidak ada
- Palpasi : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien tidak teraba.
- Perkusi : Tympani, shifting dullness tidak ada, nyeri ketok.
- Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 5x/menit, bruit tidak ada.

8
12. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Eutoni, eutropi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi
tidak ada, palmar eritem tidak ada, edema pada kedua
lengan dan tangan tidak ada.
Inferior : Eutoni, eutropi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi
tidak ada, palmar eritem tidak ada, edema pada kedua
tungkai tidak ada.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 07 oktober 2019
Hematologi
Darah Rutin

Parameter Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 16,7 14-18 g/dl
Leukosit 13,8 4.200-11.000/ul
Trombosit 324.000 150.000 -440.000/ul
Hematokrit 46,7 42-52%
Eosinofil 0,1 1-3 %
Basofil 0,3 0-1 %
Neutrofil 85,3 40-60%
Limfosit 10,8 20-50%
Monosit 3,5 2-8%
LED 1 jam 5 <10 mm/jam

Kimia Klinik
Ureum 52 10-50mg/dL

9
Kreatinin 1,0 0,60 – 1,50 mg/dL
Asam Urat 6,7 2,0 – 7,0 mg/dl
Natrium 143 135-148mEq/L
Kalium 5,1 3,5-5,5mEq/L
CKMB 35 <25U/L
CPK 352 <190U/L
Trigliserida 118 <160mg/dL
Kolesterol Total 217 <200mg/dL
HDL Kolesterol 35 45-100mg/dL
LDL Kolesterol 158 <100mg/dL
DSS Stick 160 70-140 mg/dl

Pemeriksaan EKG

08 Oktober 2019

10
Pemeriksaan Echocardiography
01 Januari 2005

11
2.8 Resume

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 165 cm
Keadaan Gizi : Normal
Bentuk tubuh : Astenicus
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi
- Frekuensi : 69 kali per menit
- Irama : Reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
Pernafasan
- Frekuensi : 30 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : Thoraco-abdominal
Temperatur : 36,8°C

Keadaan Spesifik:
Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocepali
- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai

12
Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Endophtalmus : Tidak ada (-/-)
- Palpebra : Tidak ada edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : Tidak ikterik (-/-)
- Pupil : Isokor, refleks cahaya ada kiri dan kanan (+/+)
- Pergerakan mata : Kesegala arah baik

Pemeriksaan Telinga :
- Liang Telinga : Lapang
- Serumen : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Nyeri Tekan Tragus : Tidak ada
- Gangguan Pendengaran : Tidak ada

Pemeriksaan Hidung :
- Deforrmitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Septum Deviasi : Tidak ada

Pemeriksaan Mulut dan Tengorokan:


- Bibir : Sianosis tidak ada
- Gigi-geligi : Lengkap
- Gusi : Hiperemis (-/-), Normal.
- Lidah : Sariawan tidak ada, atrofi papil lidah tidak ada,
bercak putih atau kuning tidak ada.
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Normal.

13
Pemeriksaan Leher
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan
- Palpasi : Pembesaran Tiroid(-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cmH2O

Kulit
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Sianosis : Tidak ada
- Pucat pada telapak tangan : Tidak ada
- Pucat pada telapak kaki : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat

Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : Simetris, Sela iga tidak tampak melebar.
Pembuluh darah : Spider nevi tidak ada, venektasi tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada
Krepitasi : Tidak ada

Paru Depan
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada, Sela iga tidak tampak melebar. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama. Sela iga tidak
melebar.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada

14
Paru Belakang
- Inspeksi :Statis: Simetris, dinamis: Simetris, paru kanan = paru
kiri tidak ada yang tertinggal. Sela iga: Retraksi tidak
ada. Jejas tidak ada.
- Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan dan kiri,
nyeri ketok tidak ada.
- Auskultasi :Suara nafas vesikuler normal, ronchi tidak ada,
wheezing tidak ada.

Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba.
- Perkusi :Batas jantung atas ICS II parasternalis dextra, Batas
jantung bawah ICS V midclavicularis sinistra
-
- Auskultasi :HR: 79x/ menit reguler, bunyi jantung S1- S2 reguler
Murmur tidak ada, gallop tidak ada.

Pembuluh Darah
- Temporalis : Teraba, kuat, reguler.
- Carotis : Teraba, kuat, reguler.
- Brachialis : Teraba, kuat, reguler.
- Radialis : Teraba, kuat, reguler.
- Femoralis : Teraba, kuat, reguler.
- Poplitea : Teraba, kuat, reguler.
- Tibialis Posterior : Teraba, kuat, reguler.
- Dorsalis Pedis : Teraba, kuat, reguler.

Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : Datar, venektasi tidak ada, caput medusa
tidak ada, spider naevi tidak ada, benjolan tidak ada
- Palpasi : lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar lien tidak teraba.

15
- Perkusi : Tympani, shifting dullness tidak ada, nyeri ketok.
- Auskultasi : Bising usus normal, frekuensi 5x/menit, bruit tidak ada.

Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : Eutoni, eutropi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi
tidak ada, palmar eritem tidak ada, edema pada kedua
lengan dan tangan tidak ada.
Inferior : Eutoni, eutropi, gerakan bebas, kekuatan 5, nyeri sendi
tidak ada, palmar eritem tidak ada, edema pada kedua
tungkai tidak ada.

2.9 Diagnosa Banding


1. STEMI
2. diseksio aorta, perikarditis

2.10 Diagnosa Kerja


STEMI

2.11 Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
1. Istirahat
2. Edukasi
a. Edukasi mengenai STEMI, faktor risiko, gejala klinis, komplikasi
dan penatalaksanaan.
b. Mengatur pola hidup (Pola makan teratur dan olahraga teratur)
c. Minum obat teratur dan sering kontrol ke dokter teratur.
Medikamentosa
- IVFD RL gtt x/menit
- ISDN 3 x 1 tab
- Clopidogrel 1 x 75 mg
- Aspilet 1 x 1 tab

16
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg
- Atorvastin 1 x 40 mg
- Lansoprazole 1 x 1 vial

2.12 Pemeriksaan Anjuran


Echocardiography

2.13 Prognosis
- Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam
- Quo Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

2.14 Follow Up

Tanggal 08 Oktober 2019


S O A P
Nyeri dada TD: 140/80 mmHg - IVFD RL gtt x/menit
HR: 80x/menit STEMI - Aspilet 1 x 80 mg
RR: 20x/menit - Lansoprazol 1x1 vial
T : 36,7 C - Clopidogrel 1x75 mg
- ISDN 3X1tab
- Clopidrpogel 1x70 mg
- Miloxican 1x15 mg

Tanggal 09 Oktober 2019


S O A P
Nyeri dada TD: 110/80 STEMI - IVFD RL gtt x/menit
mmHg - ISDN 3 x 1 tab
HR: 70x/menit - Diviti 1x2,5 mg
RR: 18x/menit - Aspilet 1 x 1 tab
T: 36,4 C - Bisoprolol 1 x 2,5
mg
- Atorvastin 1 x 40 mg
- Lansoprazole 1 x 1
vial

17
- Clopazam 1x10 mg
- ISDN 3X1 tab
- CPG 1X 75 mg

Tanggal 10 oktober 2019


S O A P
Nyeri dada TD:120/80 STEMI - IVFD RL gtt x/menit
berkurang mmHg - Meloxicam 1x1 mg
HR: 89x/menit - ISDN 3 x 5 mg (k/p)
RR: 19x/menit - Aspilet 1 x 80 mg
T: 36,6 C - Lansoprazole 1 x 1
vial
- Clobazam 1X10 mg
- Clopidogrel 1x70 mg

11 oktober 2019

S O A P
Nyeri dada TD:100/70 STEMI - IVFD RL gtt x/menit
berkurang mmHg - Meloxicam 1x1 mg
HR: 84x/menit - ISDN 3 x 1 tab
RR: 20x/menit - Aspilet 1 x 80 mg
T: 36,7 C - Lansoprazole 1 x 1
vial
- Clobazam 1X10 mg
- Clopidogrel 1x70 mg

18
12 oktober 2019

S O A P
Nyeri dada TD:120/80 STEMI - IVFD RL gtt x/menit
selama 3 jam mmHg - Meloxicam 1x1 mg
HR: 86x/menit - ISDN 3 x 5 mg (k/p)
RR: 19x/menit - Aspilet 1 x 80 mg
T: 36,5 C - Lansoprazole 1 x 1
vial
- Clobazam 1X10 mg
- Clopidogrel 1x70 mg

14 oktober 2019

S O A P
Nyeri dada TD:110/70 STEMI - IVFD RL gtt x/menit
berkurang mmHg - Meloxicam 1x1 mg
HR: 72x/menit - ISDN 3 x 5 mg (k/p)
RR: 18x/menit - Aspilet 1 x 80 mg
T: 36,4 C - Lansoprazole 1 x 1
vial
- Clobazam 1X10 mg
- Clopidogrel 1x70 mg

19
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Sindrom koroner akut adalah gabungan gejala klinik yang menandakan


iskemia miokard akut, yang terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi
segmen ST (ST segment elevation myocardial infarction = STEMI), infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segment elevation myocardial
infarction = NSTEMI), dan angina pectoris tidak stabil (unstable angina pectoris
= UAP). Ketiga kondisi tersebut berkaitan erat, hanya berbeda dalam derajat
beratnya iskemia dan luasnya jaringan miokardiaum yang mengalami nekrosis.1
UAP dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gambaran klinis. Perbedaan antara angina pectoris tidak stabil
(UAP) dengan infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) adalah
apakah iskemi yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat menimbulkan
kerusakan miokardium, sehingga adanya marker kerusakan miokardium dapat
diperiksa. Bila ditemukan peningkatan enzim-enzim jantung, maka diagnosis
adalah NSTEMI; sedangkan bila enzim-enzim jantung tidak meninggi, maka
diagnosis adalah UA.1

Bagan 1. Pembagian SKA

20
3.2 Epidemiologi

Penyakit jantung koroner terus-menerus menempati urutan pertama di


antara jenis penyakit jantung lainnya. Dan angka kesakitannya berkisar antara 30
sampai 36,1%.

3.3 Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidak seimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard.5
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus  terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi  penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T  ↑ metalloproteinase  penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard  demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard  anemia, hipoksemia

3.4 Faktor Risiko


Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
Kerentanan yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi
hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap faktor-faktor
aterogenik.

21
2. Jenis kelamin
Kejadian penyakit koroner relatif lebih rendah pada wanita sampai
menopause, setelah menopause kerentanannya menjadi sama dengan pria.
Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita sebelum menopause.
3. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung koroner
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (yaitu
saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.
Komponen genetik dapat dikaitkan pada beberapa bentuk aterosklerosis
yang nyata, atau yang cepat perkembangannya, seperti pada gangguan
lipid familial. Tetapi riwayat keluarga dapat pula mencerminkan
komponen lingkungan yang kuat, seperti gaya hidup yang menimbulkan
stres atau obesitas.6

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


1. Merokok
Merokok dapat merangsang proses aterosklerosis karena efek langsung
terhadap dinding arteri. Karbon monoksida (CO) dapat menyebabkan
hipoksia jaringan arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin
yang dapat menambahkan reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan
pada dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat
mengakibatkan reaksi hipersensitif dinding arteri.6

2. Hiperlipidemia
Lipid plasma (kolesterol, trigliserida, fosfolipida, dan asam lemak bebas)
berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak endogen.Kolesterol dan
trigliserida adalah dua jenis lipd yang relatif mempunyai makna klinis
yang penting sehubungan dengan aterogenesis.Lipid terikat pada protein,
karena lipid tidak larut dalam plasma.Ikatan ini menghasilkan empat kelas
utama lipoprotein, yaitu; kilomikron, VLDL, LDL dan HDL. LDL paling
tinggi kadar kolesterolnya, sedangkan kilomikron dan VLDL kaya akan

22
trigliserida. Kadar protein tertinggi terdapat pada HDL.Peningkatan
kolesterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit
jantung koroner, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai
faktor pelindung penyakit jantung koroner, sebaliknya kadar HDL yang
rendah ternyata bersifat aterogenik.5

3. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerja jantung
bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel untuk
menguatkan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya
terlampaui, tejadi dilatasi dan payah jantung. Jantung jadi semakin
terancam dengan adanya aterosklerosis koroner. Kebutuhan oksigen
miokardium meningkat sedangkan suplai oksigen tidak mencukupi,
akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau berlangsung lama bisa menjadi
infark.Disamping itu, hipertensi dapat meningkatkan kerusakan endotel
pembuluh darah akibat tekanan tinggi yang lama (endothelial injury).5

4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus menyebabkan gangguan lipoprotein. LDL dari sirkulasi
akan di bawa ke hepar. Pada penderita diabetes mellitus, degradasi LDL di
hepar menurun, dan gikolasi kolagen meningkat. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya LDL yang berikatan dengan dinding vaskuler.5

5. Obesitas
Kegemukan mungkin bukan faktor resiko yang berdiri sendiri, karena pada
umumnya selalu diikuti oleh faktor resiko lainnya.

23
Faktor Predisposisi
1. Hipertensi
Hipertensi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rupturnya plak
pada pembuluh darah.
2. Anemia
Adanya anemia mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke jaringan,
termasuk ke jaringan jantung. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen,
jantung dipacu untuk meningkatkan cardiac ouput. Hal ini mengakibatkan
kebutuhan oksigen di jantung meningkat. Ketidakseimbangan kebutuhan
dan suplai oksigen mengakibatkan gangguan pada jantung.
3. Kerja fisik/olahraga
Pada aktivitas fisik yang meningkat, kebutuhan oksigen terhadap jaringan
dan miokardium meningkat. Adanya aterosklerosis mengakibatkan suplai
oksigen tidak mencukupi, akhirnya mengakibatkan iskemia. Kalau
berlangsung lama bisa terjadi infark.

3.5 Patofisiologi
Proses progresifitas dari plak atherosklerotik dapat terjadi perlahan-lahan.
Namun, apabila terjadi obstruksi koroner tiba-tiba karena pembentukan thrombus
akibat plak aterosklerotik yang rupture atau mengalami ulserasi, maka terjadi
sindrom koroner akut.5
- Unstable angina : adalah akibat dari iskemi miokard reversibel dan dapat
mencetuskan terjadinya infark.
- Infark miokard : terjadi apabila iskemia yang berkepanjangan menyebabkan
kerusakan ireversibel dari otot jantung.

24
Plak aterosklerotik sebagian menghalangi aliran darah koroner

Stable plaque Plak yang tidak stabil dengan ulserasi atau


ruptur dan trombosis

Stable angina Sindrom koroner akut

Iskemia ringan Iskemia


berkelanjutan

Unstable angina
Infark miokard
Stunned myocytes

Hibernating myocytes
Peradangan dan
nekrosis miokard
Myocardial remodeling

Gambar 2 :Patofisiologi Sindrom Koroner Akut

Unstable angina
Muncul akibat berkurangnya suplai oksigen dan/atau peningkatan
kebutuhan oksigen jantung (cth karena takikardi atau hipertensi). Berkurangnya
suplai oksigen terjadi karena adanya pengurangan diameter lumen pembuluh
darah yang dipengaruhi oleh vasokonstriktor dan/atau thrombus. Pada banyak
pasien unstable angina, mekanisme berkurangnya suplai oksigen lebih banyak
terjadi dibandingkan peningkatan oksigen demand.Tetapi pada beberapa kasus,
keduanya dapat terjadi secara bersamaan.5

Ruptur Plak
Ruptur dari plak aterosklerotik dianggap penyebab terpenting dari angina
pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari
pembuluh koroner yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua
pertiga dari pembuluh yang mengalami rutur sebelumnya mempunyai

25
penyempitan 50 % atau kurang, dan pada 97 % pasien dengan angina tak stabil
mempunyai penyempitan kurang dari 70 %.
Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang
normal atau pada bahu dari timbunan lemak.Kadang-kadang keretakan timbul
pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang
dihasilkan makrofage dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous
cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus menutup pembuluh
darah 100 % akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat
akan terjadi angina tak stabil.5

Trombosis dan Agregasi Trombosit


Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar
terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena integrasi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag
dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus
yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada
dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan
berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang
menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi platelet dan
platelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas,
vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut
berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan
dalam memulai trombosis yang intermitten, pada angina tak stabil.

Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak
stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah

26
dan menyebabkan spasm. Spasm yang terlokalisir seperti pada angina Prinzmetal
juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasm seringkali terjadi pada
plak yang tak stabil, dan mempunyai peran pembentukan trombus.

Erosi pada Plak tanpa Ruptur


Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi
dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya
perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan
penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

Infark miokard
Ketika aliran darah koroner terganggu pada waktu tertentu, dapat terjadi
nekrosis sel miosit. Hal tersebut disebut infark miokard. Gangguan, progresivitas
plak, dan pembentukan klot lebih lanjut yang terjadi pada MI sama halnya seperti
yang terjadi pada sindrom koroner akut yang lainnya. Namun, pada MI
trombusnya lebih labil dan dapat menyumbat pembuluh darah dalam waktu yang
lebih lama, sehingga iskemia miokardial dapat berkembang menjadi nekrosis dan
kematian miosit. Jika thrombus lisis sebelum terjadinya nekrosis jaringan distal
yang komplet, infark yang terjadi hanya melibatkan miokardium yang berada
langsung di bawah endokardium (subendocardial MI).
Jika thrombus menyumbat pembuluh darah secara permanent, maka
infarknya dapat memanjang hingga epikardium sehingga menyebabkan disfungsi
jantung yang parah (transmural MI).Secara klinis, MI transmural harus
diidentifikasi, karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius dan harus
mendapat terapi yang segera.3

Jejas Selular
Sel jantung dapat bertahan terhadap iskemi hanya dalam waktu 20 menit
sebelum mengalami kematian.Perubahan EKG hanya terlihat pada 30-60 detik
setelah hipoksia.Bahkan jika telah terjadi perubahan metabolisme yang non
fungsional, sel miosit tetap viable jika darah kembali dalam 20 menit.Penelitian
menunjukkan bawa sel miosit dapat beradaptasi terhadap perubahan suplai

27
oksigen. Proses tersebut dinamakan ischemic preconditioning. Setelah 8-10 detik
penurunan aliran darah, miokardium yang terlibat menjadi sianotik dan lebih
dingin.
Glikolisis anaerob yang terjadi hanya dapat mensuplai 65-70% dari
kebutuhan energi, karena diproduksi ATP yang lebih sedikit daripada
metabolisme aerob. Ion hydrogen dan asam laktat kemudian berakumulasi
sehingga terjadi asidosis, dimana sel miokardium sangat sensitif pada pH yang
rendah dan memiliki sistem buffer yang lemah.
Asidosis menyebabkan miokardium menjadi rentan terhadap kerusakan
lisosom yang mengakibatkan terganggunya fungsi kontraktilitas dan fungsi
konduksi jantung sehingga terjadi gagal jantung. Kekurangan oksigen juga
disertai gangguan elektrolit Na, K, dan Mg. secara normal miokardium berespon
terhadap kadar katekolamin (epinefrin dan norepinefrin/NE) yang bervariasi. Pada
sumbatan arteri yang signifikan, sel miokardium melepaskan katekolamin
sehingga terjadi ketidakseimbangan fungsi simpatis dan parasimpatis, disritmia
dan gagal jantung.
Katekolamin merupakan mediator pelepasan dari glikogen, glukosa dan
cadangan lemak dari sel tubuh. Oleh karena itu terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas dan gliserol plasma dalam satu jam setelah timbulnya miokard akut.
Kadar FFA (Free Fatty Acid) yang berlebih memiliki efek penyabunan terhadap
membran sel. NE meningkatkan kadar glukosa darah melalui perangsangan
terhadap sel hepar dan sel otot. NE juga menghambat aktivitas sel beta pankreas
sehingga produksi insulin berkurang dan terjadi keadaan hiperglikemia.
Hiperglikemia terjadi setelah 72 jam onset serangan.
Angiotensin II yang dilepaskan selama iskemia miokard berkontribusi
dalam patogenesis MI, dengan cara yaitu:
1. Efek sistemik dari vasokonstriksi perifer dan retensi cairan sehingga
meningkatkan beban jantung, akibatnya memperparah penurunan kemampuan
kontraktilitas jantung.
2. Angiotensin II mempunyai efek lokal yaitu sebagai growth factor sel otot polos
pembuluh darah, miosit dan fibroblast jantung, sehingga merangsang
peningkatan kadar katekolamin dan memperparah vasospasme koroner.

28
Kematian selular
Iskemia miokard yang berlangsung lebih dari 20 menit merupakan jejas
hipoksia irreversible yang dapat menyebabkan kematian sel dan nekrosis jaringan.
Nekrosis jaringan miokardium dapat menyebabkan pelepasan beberapa enzim
intraseluler tertentu melalui membrane sel yang rusak ke dalam ruang
intersisisal.Enzim yang terlepas kemudian diangkut melalui pembuluh darah limfe
ke pembuluh darah.Sehingga dapat terdeteksi oleh tes serologis.

Perubahan fungsional dan structural


Infark miokardial menyebabkan perubahan fungsional dan struktural
jantung.Perubahan tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini.
Waktu Perubahan Jaringan Tahapan Proses Pemulihan
setelah MI
6-12 jam Tidak ada perubahan Belum dimulai
makroskopis; sianosis subseluler
dengan penurunan temperatur
18-24 jam Pucat sampai abu-kecoklatan; Respon inflamasi; pelepasan
slight pallor enzim intraseluler
2-4 hari Tampak nekrosis; kuning-coklat Enzim proteolitik
di tengah dan hiperemis di dipindahkan oleh debris;
sekitar tepi katekolamin, lipolisis, dan
glikogenolisis meningkatkan
glukosa plasma dan FFA
untuk membantu miokard
keluar dari anaerobic state
4-10 hari Area soft, dengan degenerasi Debris telah dibersihkan;
lemak di tengah, daerah collagen matrix laid down
perdarahan pada area infark
10-14 hari Weak, fibrotic scar tissue Penyembuhan berlanjut
dengan awal revaskularisasi namun area sangat lunak,
mudah dipengaruhi stress
6 minggu Jaringan parut biasanya telah Jaringan parut kuat yang

29
komplit tidak elastis menggantikan
miokardium yg nekrosis

Perubahan makroskopis pada daerah infark tidak akan terlihat dalam


beberapa jam. Walaupun dalam 30-60 detik terjadi perubahan EKG. Miokardium
yang infark dikelilingi oleh zona jejas hiposia yang dapat berkembang menjadi
nekrosis, kemudian terjadi remodeling atau menjadi normal kembali. Jaringan
jantung yang dikelilingi daerah infark juga mengalami perubahan yang dapat
dikategorikan ke dalam:
1. Myocardial stunning, yaitu kehilangan sementara fungsi kontraktilitas yang
berlangsung selama beberapa jam – beberapa hari setelah perfusi kembali
normal.
2. Hibernating myocardium, yaitu jaringan yang mengalami iskemi persisten dan
telah mengalami adaptasi metabolik.
3. Myocardial remodeling, adalah suatu proses yang diperantarai Angiotensin II,
aldosteron, katekolamin, adenosine dan sitokin inflamasi yang menyebabkan
hipertrofi miositdan penurunan fungsi kontraktilitas pada daerah jantung yang
jauh dari lokasi infark.
Semua perubahan di atas dapat dibatasi melalui restorasi yang cepat dari
aliran koronerdan penggunaan ACE-inhibitor dan beta blocker setelah MI.
Tingkat keparahan gangguan fungsi tersebut dipengaruhi oleh ukuran dan lokasi
infark. Perubahan fungsional termasuk: (1). Penurunan kontraktilitas jantung
dengan gerak dinding jantung abnormal, (2). Perubahan compliance dari ventrikel
kiri, (3). Penurunan stroke volume, (4). Penurunan fraksi ejeksi, (5). Peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, (6). Malfungsi dari SA node, (7). Disritmia
yang mengancam jiwa dan gagal jantung sering menyertai MI.

Fase Perbaikan
Infark miokard menyebabkan respon inflamasi yang parah yang diakhiri dengan
perbaikan luka. Perbaikan terdiri dari degradasi sel yang rusak, proliferasi
fibroblast dan sintesis jaringan parut. Banyak tipe sel, hormone, dan substrat
nutrisi harus tersedia agar proses penyembuhan dapat berlangsung optimal.

30
Dalam 24 jam terjadi infiltrasi lekosit dalam jaringan nekrotik dan degradasi
jaringan nekrotik oleh enzim proteolisis dari neutrofil scavenger.
Fase pseudodiabetik sering timbul oleh karena lepasnya katekolamin dari sel
yang rusak yang dapat menstimulasi lepasnya glukosa dan asam lemak
bebas.Pada minggu kedua, terjadi sekresi insulin yang meningkatkan pergerakan
glukosa dan menurunkan kadar gula darah.
Pada 10-14 hari setelah infark terbentuk matriks kolagen yang lemah dan
rentan terhadap jejas yang berulang. Pada masa itu, biasanya individu merasa
sehat dan meningkatkan aktivitasnya kembali sehingga proses penyembuhan
terganggu. Setelah 6 minggu, area nekrosis secara utuh diganti oleh jaringan parut
yang kuat namun tidak dapat berkontraksi seperti jaringan miokardium yang
sehat.

2.7 Diagnosis
UAP NSTEMI STEMI
Keluhan - Angina saat istirahat , durasi >20 - Presentasi klinik menyerupai SKA
Klinis menit ; atau pada umumnya. Namun, kadang
- Angina pertama kali hingga pasien dating dengan gejala
aktivitas fisik menjadi sangat atipikal: nyeri dada pada lengan
terbatas atau bahu, sesak napas akut,
- Angina progresif: pasien dengan sinkop, atau aritmia
angina stabil, terjadi perburukan: - Pasien dengan STEMI biasanya
frekuensi lebih sering, durasi telah memiliki riwayat angina atau
lebih lama, muncul dengan PJK, usia lanjut, dan kebanyakan
aktivitas ringan laki-laki
- Angina pada SKA sering disertai
keringat dingin, mual muntah,
dan rasa lemas pada populasi
usia lanjut, perempuan, dan
diabetes kadang keluhan tidak
khas
Pemeriksaan Seringkali normal. Pada beberapa - Penilaian umum: kecemasan,

31
Fisik kasus dapat ditemui tanda-tanda sesak berkeringat dingin, tanda
kongesti dan instabilitas Levine, kadang normotensive atau
hemodinamik hipertensif.
- Pemeriksaan fisis lainnya dapat
berupa tanda perburukan gagal
jantung

Pemeriksaan - Gambaran depresi segmen ST, - Elevasi segmen ST ≥0,1 mV yang


EKG horizontal maupun down- dihitung mulai dari titik J pada dua
sloping yang ≥0,05 mV pada atau lebih sadapan sesuai region
dua atau lebih sadapan sesuai dinding ventrikelnya. Namun
region dinding ventrikelnya, khusu sadapan V2-V3, batasan
dan/atau inversi gelombang T elevasi menjadi 0.25 mV pada
≥0,1 mV pada dengan laki-laki usia <40 tahun, atau ≥
gelombang R prominen atau 0,15 mV pada perempuan
rasio R/S <1. - EKG pada STEMI merupakan
- Pada keadaan tertentu EKG 12 EKG yang berevolusi sehingga
sadapan dapat normal, terutama harus dipertimbangkan dalam
pada iskemia posterior (sadapan diagnostic.
V7-V9) atau ventrikel kanan
(sadapan V3RV4R) yang
terisolasi
- Dilanjutkan pemeriksaan EKG
serial setiap 6 jam untuk
mendeteksi kondisi iskemia
yang dinamis
Pemeriksaan Tidak ada Peningkatan Peningkatan troponin T (untuk
Biomarka peningkatan troponin T diagnosis akut) dan/atau CKMB
Jantung troponin T dan/atau (untuk diagnosis dan melihat luas
dan/atau CKMB CKMB (4-6 infak)
jam setelah
onset)

32
3.8 Penatalaksanaan
1. Angina Pektoris Tidak Stabil (Unstable Angina)
Tindakan umum
Pasien perlu perawatan rumah sakit, sebaiknya di unit intensif
koroner, dan diistirahatkan (bed rest), diberi obat penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidinperlu pada pasien yang masih
merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.

Terapi Medikamentosa
a. Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah
oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan
memperbaiki aliran darah kolateral. Yang ada di Indonesia terutama
Isosorbit dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan
dosis 1-4mg/jam. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti
isosorbid dinitrat per oral.

b. Beta-blocker
Beta-blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Meta-
analisis dari 4700 pasien dengan UA menunjukkan penyekat beta dapat
menurunkan resiko infark sebesar 13% (p<0.04). Semua pasien UA
harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi seperti asam
bronkiale dan pasien dengan bradiaritmia. Beta-bloker seperti
propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien UA, yang
menunjukkan effektivitas yang serupa.

33
c. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan
dihidropiridin seperti nifedipin dan golongan nondihidropiridin
seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan ini dapat
menyebabkan vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan
darah.Golongan dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat
dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit,
dan efek inotropik negatif juga lebih kecil. Verapamil dan
diltiazem memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien
dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung
yang berkurang, pengurangan afterload memberikan keuntungan pada
golongan nondihidropiridin pada pasien SKE dengan faal jantung
normal. Pemakaian antagonis kalsium pada pasien yang ada
kontraindikasi dengan beta-bloker.

d. Aspirin
Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan mengurangi infark fatal pada pasien UA.
Oleh karena itu aspirin dianjurkan seumur hidup dengan dosis awal
160 mg per hari dan dosis selanjutnya 80-325 mg per hari.

e. Klopidogrel
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin, yang menghambat
agregasi platelet. Klopidogrel juga terbukti dapat mengurangi strok,
infark dan kematian kardiovaskular dan dianjurkan pada pasien yang
tidak tahan aspirin. AHA menganjurkan pemberian klopidogrel
bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis
klopidogrel dimulai 300 mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari

f. Unfractionated Heparin
Heparin adalah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagai
rantai polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas

34
antikoagualn yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan
heparin, akan bekerja menghambat trombin dan faktor Xa.
Kelemahan heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya
trombosit dan heparin dapat dirusak oleh platelet faktor 4.

g. Low Molekuler Weight Heparin (LMWH)


LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai polisakarida
heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 jam dan
hanya bekerja pada faktor Xa. LMWH di Indonesia adalah dalteparin,
nadroparin dan enoksaparin.

Stratifikasi Risiko
Pasien yang termasuk risiko rendah antara lain adalah:
a. pasien yang tidak pernah memiliki angina sebelumnya, dan sudah
tidak ada serangan
b. sebelumnya tidak memakai obat anti angina
c. ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya.
d. Enzim jantung tidak meningkat termasuk troponin dan biasanya
usia lebih muda.

Pasien yang termasuk dalam risiko sedang adalah :


a. Bila ada angina baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu
istirahat
b. Laki-laki, usia >70 tahun, menderita diabetes melitus
c. Tidak ada perubahan ST segmen
d. Enzim jantung tidak meningkat.

Pasien yang termasuk dalam risiko tinggi adalah :


a. Angina berlansung lama atau angina pasca infark; sebelumnya
mendapat terapi yang intensif
b. Ditemukan hipotensi, diaforesis, edema paru atau ”rales” pada
pemeriksaan fisik
c. Terdapat perubahan segmen ST yang baru

35
d. Didapatkan kenaikan troponin, keadaan hemodinamika tidak stabil.

Bila manifestasi iskemia kembali secara spontan atau pada waktu


pemeriksaan, maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien
tetap stabil dan termasuk risiko rendah maka terapi medikamentosa
sudah mencukupi. Hanya pasien dengan risiko tinggi yang
membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan
revaskularisasi.

2. Infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)


Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan
pemantauan EKG untuk deviasi semen T dan irama jantung. Empat
komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap pasien
NSTEMI yaitu:
 Terapi antiiskemia
 Terapi antiplatelet/antikoagulan
 Terapi invasif (kateterisasi dini/revaskularisasi)
 Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS

Terapi antiiskemia
Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan untuk
menghilangkan nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan
intravena dan penyekat beta oral antagonis kalsium nondihidropiridin
diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran
dengan obat penyekat beta.
a. Nitrat
Nitrat pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien
mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan
nitat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasi
pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10ug/menit).

b. Penyekat Beta
Penyekat beta oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-
60kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung

36
seperti diltiazem dan verapamil pada pasien dengan nyeri dada
persisten.

c. Terapi antitrombotik
Oklusi trombus subtotal pada koroner mempunyai peran utama
dalam patogenesis NSTEMI dan keduanya mulai dari agregasi
platelet dan pembentukan thrombin-activated fibrin
bertanggungjawab atas klot.

d. Terapi antiplatelet
Aspirin
Peran penting aspirin adalah menghambat siklooksigenase-1 yang
telah dibuktikan dari penelitian klinis multipel dan beberapa meta-
analisis, sehingga aspirin menjadi tulang punggung dalam
penatalaksanaaan UN/NSTEMI.

Klopidogrel
Thienopyridine ini memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12
pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktivasi
platelet. Penggunaanya pada UA/NSTEMI.
Klopidogrel sebaiknya diberikan pada pasien UA/NSTEMI dengan
kondisi:
 Direncanakan untuk mendapat pendekatan non-invasif dini
 Diketahui memiliki kontraindikasi untuk operasi
 Kateterisasi ditunda/ditangguhkan selama > 24-36jam.

3. Infark Miokard Dengan ST Elevasi
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat,
menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik dan terapi
antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.

37
Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
 Mengurangi / menghilangkan nyeri dada
 Identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi
segera,
 Triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit
 Menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI

Tatalaksana Umum
1. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
NTG sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0.4mg
dan dapat
diberikan samapai 3 dosis dngan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan preload dan meningkatkan
suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner
yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dadaterus
berlansung dapat diberikan NTG intravena (iv). NTG juga
diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.Terapi
nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel
kanan. Pasien yang menggunakan phosphodiesterase-3 inhibitor
sildanefil dalam 24 jam karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3. Mengurangi/ Menghilangkan Nyeri Dada
Hal ini sanagat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivitas
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban
jantung.
Morfin

38
Merupakan pilihan dalam nyeri dada STEMI. Diberikan dengan
dosis 2-4mg dan dapat diulangi dengan interal 5-15 menit sampai
dosis total 320mg.
Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal
dengan dosis 160-325mg di ruangan EMG. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
Beta Blocker
Diberikan jika morfin tidak efekif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 1-5menit sampai total 3 dosis,
dengan syarat frekuensi jantung >60x/menit, tekanan darah sistolik
>100 mmHg, interval PR <0.24detik dan ronki tidak lebih dari
10cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48jam,
dan dilanjutkan 100mg setiap 12 jam.

3.9 Prognosis
Terdapat beberapa sistem yang ada dalam menentukan prognosis pasien pasca
IMA:
Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan / atau ronkhi basah 17
III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80


Klasifikasi Killip pada IMA

Penelitian menunjukkan bahwa penderita yang simtomatis prognosisnya


lebih baik daripada yang penderita yang asimtomatis. Data saat ini menunjukkan
bahwa bila penderita asimtomatis atau dengan simtom ringan, kematian tahunan
pada penderita dengan pada satu dan dua pembuluh darah koroner adalah 1,5 %

39
dan kira-kira 6 % untuk lesi pada tiga pembuluh darah koroner. Kalau pada
golongan terakhir ini kemampuan latihan (exercise capacity) penderita baik,
kematian tahunan adalah 4 % dan bila ini tidak baik kematian tahunannya kira-
kira 9 %, karena itu penderita harus dipertimbangkan untuk revaskularisasi.

40
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke


belikat kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada seperti
tertusuk-tusuk dan tertimpa benda berat. Jantung berdebar-debar (-), sesak nafas (-
) namun pasien merasa susah bernafas karna nyeri di dada sebelah kiri ketika
bernafas. Pasien sebelumnya sudahsering mengalami nyeri dada kurang lebih 2
minggu sebelum masuk rumah sakit namun nyeri dada dirasakan hilang timbul
dan lebih sering dirasakan pada saat beraktivitas. Mual (-) riwayat penyakit astma
(-), riwayat sakit jantung (-). Riwayat keluarga dengan keluhan sama disangkal.
Nafsu makan seperti biasa, Bab & Bak seperti biasa.
Disebutkan dalam teori bahwa Sebagian besar pasien datang dengan
keluhan nyeri dada (angina pektoris), rasa berat, rasa seperti ditekan, atau rasa
seperti dicengkram dibelakang sternum, bahu, punggung, atau lengan serta
disertai sesak napas.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal didapatkan Leukosit 13800
(meningkat), eusinofil 0,3% (menurun),Neutrofil 85,3% (meningkat), limfosit 10,
8% (menurun), CKMB 35 U/L dan 352 U/L (meningkat), Kolesterol Total
158mg/dL (meningkat), LDL Kolesterol Direk 135mg/dL (menurun),). Hasil
pemeriksaan Elektrocardiography didapatkan ST Elevasi.
Penyakit ini biasanya sering terjadi pada laki-laki. Salah satu faktor resikonya
merokok, hiperlipidemia, hipertensi, diabetes mellitus, dan obesitas.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana IVFD RL gtt x/menit, ISDN 3 x 1 tab,
Clopidogrel 1 x 75 mg, Aspilet 1 x 1 tab, Bisoprolol 1 x 2,5 mg, Atorvastin 1 x 40
mg, , Lansoprazole 1 x 1 vial.
Isosorbide dinitrate (ISDN) adalah obat golongan nitrat yang digunakan
untuk mencegah dan mengobati angina pada penderita penyakit jantung koroner.
Obat ini bekerja dengan melebarkan pembuluh darah agar aliran darah ke otot
jantung lancar. ISDN tersedia dalam beberapa bentuk. Bentuk obat tablet
sublingual dan suntikan merupakan bentuk obat yang digunakan untuk mengobati
angina.

41
Clopidogrel adalah obat golongan anti platelet yang berguna untuk
mencegah serangan jantung pada orang yang baru terkena penyakit jantung,
stroke,atau penyakit sirkulasi darah (penyakit peripheral vascular).
Clopidogrel juga digunakan bersama aspirin untuk mengobati sesak napas yang
memburuk akibat serangan jantung baru, angina tidak stabil, dan untuk mencegah
penyumbatan darah setelah prosedur tertentu (misalnya cardiac stent). Obat ini
juga mungkin dapat digunakan untuk mencegah serangan jantung dan stroke pada
orang dengan detak jantung tidak teratur.Cara kerja clopidogrel adalah dengan
mencegah pelekatan keping darah dan penyumbatan yang berbahaya. Clopidogrel
adalah obat antiplatelet yang membantu menjaga aliran darah tetap lancar di
dalam tubuh.
Aspilet merupakan salah satu nama obat paten dari Aspirin. Aspirin
termasuk dalam kategori obat non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID).
NSAID memiliki efek anti-inflamasi, analgesik, dan antipiretik, serta dapat
menghambatagregasi trombosit.Mekanisme kerja dari obat ini adalah terkait
dengan penghambatan aktivitas COX-1, yang berperan untuk metabolisme enzim
utama dari asam arakidonat yang merupakan prekursor prostaglandin yang
memainkan peran utama dalam patogenesis peradangan, nyeri dan demam.
Bisoprolol adalah obat penghambat beta (beta blockers) yang digunakan
untuk mengobati beberapa jenis penyakit, seperti hipertensi atau tekanan darah
tinggi, angina pektoris, aritmia, dan gagal jantung.Bisoprolol bekerja dengan cara
mengurangi frekuensi detak jantung dan tekanan otot jantung saat berkontraksi.
Dengan begitu, beban jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh dapat
berkurang. Dengan turunnya tekanan darah, maka stroke dan serangan jantung
dapat dicegah.
Atorvastin Farmakologi atorvastatin sebagai inhibitor enzim HMG-CoA
yang menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL dalam darah.
Farmakodinamik Enzim HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A)
bekerja di hepar, dengan mengkatalisis konversi HMG-CoA menjadi mevalonate.
Keadaan ini merupakan proses permulaan dari biosintesis kolesterol. Mevalonat
adalah suatu prekursor sterol, termasuk kolesterol. Kolesterol dan trigliserida
bersirkulasi dalam peredaran darah, sebagai bagian dari lipoprotein.

42
BAB V
KESIMPULAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menjalar ke
belikat kurang lebih 2 jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dada seperti
tertusuk-tusuk dan tertimpa benda berat. Jantung berdebar-debar (-), sesak nafas (-
) namun pasien merasa susah bernafas karna nyeri di dada sebelah kiri ketika
bernafas. Pasien sebelumnya sudahsering mengalami nyeri dada kurang lebih 2
minggu sebelum masuk rumah sakit namun nyeri dada dirasakan hilang timbul
dan lebih sering dirasakan pada saat beraktivitas. Mual (-) riwayat penyakit astma
(-), riwayat sakit jantung (-). Riwayat keluarga dengan keluhan sama disangkal.
Nafsu makan seperti biasa, Bab & Bak seperti biasa.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal didapatkan Leukosit 13800
(meningkat), eusinofil 0,3% (menurun),Neutrofil 85,3% (meningkat), limfosit 10,
8% (menurun), CKMB 35 U/L dan 352 U/L (meningkat), Kolesterol Total
158mg/dL (meningkat), LDL Kolesterol Direk 135mg/dL (menurun),). Hasil
pemeriksaan Elektrocardiography didapatkan ST Elevasi.
Pada pasien ini diberikan tatalaksana IVFD RL gtt x/menit, ISDN 3 x 1 tab,
Clopidogrel 1 x 75 mg, Aspilet 1 x 1 tab, Bisoprolol 1 x 2,5 mg, Atorvastin 1 x 40
mg, , Lansoprazole 1 x 1 vial.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Rilantono, Lily l. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta:


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
2. Riset Kesehatan Dasar. Situasi kesehatan jantung. Riset Kesehatan Dasar;
2013.
3. Darliana, D. Manajemen Pasien St Elevasi Miokardial Infark (Stemi).
www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/.
4. Juzar D.,Sindrom Koroner Akut. In: L.I.Rilantono,1st ed. Penyakit
kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2012
5. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: A.W Sudoyo, et al.
5th ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta, 2009
6. Supriyono, M., Faktor - Faktor Resiko yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Penyakit Jantung Koroner kelompok Usia., Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro, Semarang, 2008

44

Anda mungkin juga menyukai