Anda di halaman 1dari 16

1

Prospek Terwujudnya Paradigma Baru Manajemen Pembangunan di Daerah


(Studi Efektivitas Peran Swasta Dalam Implementasi
Program Pengembangan Kecamatan di Desa Purbadana)1

Oleh: Alizar Isna


Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

Pelaksanaan tahapan kegiatan PPK senantiasa menyertakan unsur pemerintah, sektor


swasta, dan masyarakat. Melalui PPK, koordinasi dan sinergi antara sektor swasta (konsultan),
aparat, dan masyarakat mulai terbina. Namun, aparat di tingkat desa dan kecamatan merasa
kurang memiliki peran dalam pelaksanaan PPK. Meski demikian, aparat masih menjadi tempat
bertanya masyarakat mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program.
Ketelitian para pelaku PPK masih kurang, dan perlu peningkatan orientasi pelaporan pada fakta
yang sebenarnya di lapangan daripada orientasi pada bagusnya laporan. Peluang untuk
mewujudkan pradigma baru pembangunan di daerah cukup terbuka. Oleh karenanya guna
memperkokoh koordinasi dan sinergi antar pelaku program perlu ditindaklanjuti dengan
meluruskan persepsi masyarakat akan dana PPK serta pentingnya kemampuan masyarakat
untuk mengenali kebutuhan dan pemberdayaan. Di samping itu, intensitas pemeriksaan
kegiatan lapangan perlu ditingkatkan agar diperoleh gambaran senyatanya pelaksanaan
program.

Kata kunci: Implementasi PPK, manajemen pembangunan, peran swasta

ABSTRACT

Implementation of activity stages of PPK frequently involves governmental, private,


and society elements. Through PPK, coordination and synergi among private sector
(consultant), government, and society will be developed. However, village and sub district
government feel lack of having a significant role in the implementation of PPK. Nevertheless,
the government is still used by the community to ask about many things concerning the program
implementation. PPK actors are still low in accuracy and need to improve more reports based
on the real fact than on the good ones. Oppurtunities to realize a new regional development
paradigm are still open. Therefore, to strengthen coordination and synergi among program
actors, it is necessary to follow up with guiding community perception towards PPK funding
and the importance of community capacity to identify needs and empowerment. In addition, the
intensive supervision of the ongoing program should be improved to obtain the real description
of the program impelemntation.

Key words: Development management, PPK implementation, private role

1
Telah dimuat dalam jurnal Visi Publik, Vol. I No. 1 April 2004, yang diterbitkan oleh Jurusan Ilmu Administrasi
Negara, Fisip, Universitas Jenderal Soedirman
2

PENDAHULUAN

Good governance merupakan issue yang paling mengemuka dalam pengelolaan

administrasi publik. UNDP menjelaskan governance mempunyai tiga kaki, yaitu : economic,

political, dan administrative. Konsep good governance mengandung dua pengertian, (a) nilai-

nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat

meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan, kemandirian, pembangunan

berkelanjutan dan keadilan sosial, dan (b) aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang

efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut (LAN,

2000).

Tjokroamidjojo (2000) menyebut good governance sebagai paradigma baru manajemen

pembangunan, dengan logika dalam good governance tidak lagi pemerintah, tetapi juga citizen,

masyarakat, dan sektor usaha/swasta yang berperan dalam governance, masyarakat bangsa. Ini

juga karena perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang peran pemerintah

dalam pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar, menjadi

bagaimana menciptakan iklim yang kondusif dan melakukan investasi prasarana yang

mendukung dunia usaha. Usaha pembangunan dilakukan melalui koordinasi/sinergi antara

pemerintah – masyarakat – swasta.

Substansi dari konsep good governance sebenarnya telah diterapkan dalam Program

Pengembangan Kecamatan (PPK). Gambaran tersebut nampak di Kabupaten Banyumas yang

mulai melaksanakan PPK tahun 2000. Pada tahun tersebut, tiga kecamatan melaksanakan PPK

dengan alokasi dana Rp2.5 milyar. Tahun 2001, 11 kecamatan di Kabupaten Banyumas

melaksanakan PPK dengan alokasi dana Rp9.75 milyar.

Pelaksanaan PPK di Kabupaten Banyumas juga melalui penerapan prinsip

koordinasi/sinergi antara pemerintah – masyarakat – swasta. Tim Koordinasi (TK) PPK


3

Kabupaten Banyumas terdiri dari instansi terkait. Konsultan Manajemen (KM) Kabupaten

adalah sebuah perusahaan swasta dari Jakarta.

KM-Kabupatenupaten mulai melaksanakan tugasnya sejak pelaksanaan PPK tahap I

hingga tahap II. Sehubungan dengan pelaksanaan PPK tersebut, diperoleh data yang menarik

berdasarkan Laporan Bulanan KM-Kabupaten Banyumas bulan November 2001 dan bulan Juni

2002.

Tabel 1. Perbandingan Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan PPK di Kabupaten


Banyumas Tahun 2000–2001.
Tahun 2000 Tahun 2001
Kegiatan
Laki² Prpn Jml Laki² Prpn Jml
UDKP 1 468 237 695 468 237 695
Musbangdes 1 5.321 2.899 8.260 5.321 2.899 8.260
Sosialisasi Dusun/Desa 41.445 36.467 76.822 41.445 36.467 76.822
Musbangdes II 5.566 3.190 10.689 5.566 3.190 10.689
UDKP II 685 347 1.012 685 347 1.012
Musbangdes III 4.289 1.591 5.910 4.289 1.591 5.910
Pelaksanaan Proyek 4.337 787 5.124 23.112 4.065 27.177
Sumber: Laporan Bulanan, Bulan November 2001 dan Juni 2002 KM-Kabupatenupaten Banyumas.

Tabel 1 menjelaskan dua hal yang menarik. Pertama, jumlah kecamatan penerima

program telah bertambah namun partisipasi masyarakat sama pada masing-masing tahapan,

kecuali tahapan pelaksanaan proyek. Kedua, jika data pada tabel 1 adalah data yang benar, maka

tingkat partisipasi masyarakat pada pelaksanaan PPK justru semakin rendah. Sementara,

partisipasi masyarakat dalam PPK merupakan faktor penentu keberhasilan pelaksanaan PPK.

Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini mengkaji bagaimana partisipasi

masyarakat pada pelaksanaan PPK di Desa Purbadana? Bagaimanakah efektivitas peran swasta

dalam pelaksanaan PPK menurut penilaian masyarakat dan Tim Koordinasi Kabupaten?

Hambatan dan faktor pendukung apa yang ditemui oleh KM-Kabupaten selama implementasi

PPK? Mengapa diperoleh gambaran partisipasi masyarakat yang sama pada dua tahapan

kegiatan PPK? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjawab

pertanyaan penelitian tersebut.


4

METODE PENELITIAN

Penelitian ini memfokuskan pada partisipasi masyarakat pada pelaksanaan PPK di Desa

Purbadana, efektivitas peran swasta dalam pelaksanaan PPK, hambatan-hambatan dan faktor-

faktor pendukung yang ditemui oleh KM-Kabupaten selama implementasi PPK, serta

mengapa diperoleh gambaran partisipasi masyarakat yang sama pada dua tahapan kegiatan

PPK. Agar dapat diperoleh gambaran yang mendalam, digunakan metode kualitatif dengan

bentuk studi kasus terpancang (Yin, 1987).

Lokasi Penelitian di Desa Purbadana Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam,

dan dokumentasi. Pengumpulan data dilakukan secara terbuka, dengan pemilihan informan

awal secara purposive dan informan selanjutnya menggunakan teknik snow-ball. Analisis data

menggunakan model analisis interaktif (Miles dan Huberman, 1984). Untuk menetapkan

keabsahan data digunakan empat kriteria, yaitu : derajat kepercayaan, keteralihan,

ketergantungan, dan kepastian (Lincoln dan Guba, 1985; Nasution, 1988; Moleong, 1990).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Ringkas Kondisi Umum Desa Purbadana

Desa Purbadana termasuk dalam wilayah Kecamatan Kembaran Kabupaten

Banyumas. Desa yang memiliki 105,68 Ha ini, terletak  1 km dari ibu kota Kecamatan

Kembaran dan ± 11 km dari ibu kota Kabupaten Banyumas. Penduduk Desa Purbadana

berjumlah 2.981 jiwa, terdiri dari laki-laki 1.438 jiwa, perempuan 1.463 jiwa, dan 720 KK

(keadaan Agustus 2003). Desa Purbadana mempunyai sarana dan prasarana umum yang cukup

lengkap seperti: sarana peribadatan (masjid dan musholla), sarana pendidikan (TK dan SD),

dan sarana perekonomian desa (satu pasar, 37 toko/kios/warung, lima badan perkreditan, 36

usaha rumah tangga, satu KUD, satu koperasi simpan pinjam, dan satu lumbung desa).
5

Gambaran Partisipasi Masyarakat Desa Purbadana Pada Pelaksanaan PPK Tahun


Pertama dan Ketiga

Hingga tahun 2003 ini, Desa Purbadana telah melaksanakan PPK sebanyak dua kali,

yakni tahun 2000 dan 2003. Sesuai dengan guideline program, PPK dilaksanakan dengan

melalui proses yang cukup panjang. Perincian tahapan yang menggambarkan proses

pelaksanaan PPK Tahun 2000 di Desa Purbadana dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Tahapan Pelaksanaan PPK Tahun 2000 di Desa Purbadana


Tahapan Pelaksanaan Unsur Hasil Bentuk Partisipasi
Musbangdes 22 April Camat, Kades dan  Sosialisasi  Menghadiri
I 2000 perangkat, FK, PPK Musbangdes I
tokoh masyarakat,  pemilihan  Memilih FD
pengurus LKMD, FD
pengurus RT.
Sosialisasi Akhir April Kades, Ketua  PPK  Menghadiri
PPK Tk. hingga LKMD, FD, tersosialisasi sosialisasi
RT, klpk pertengahan pengurus RT, klpk  usulan dari  Mengusulkan
tani dan Juli 2000 tani & pengajian, klpk laki2 & program
pengajian serta anggota RT perempuan
Musbangdes 14 Juli 2000 PJOK, PJAK,  Prioritas  Menghadiri
II Kades & usulan Musbangdes II
perangkat, FK, FD,  Utusan  Menyeleksi usulan
tokoh masyarakat, UDKP II  Memilih utusan,
LKMD, wakil  TPU TPU, & calon
pengusul, masy.  Calon UPK UPK
Penyusunan Pertengahan FD, TTD, Kades,  Usulan Menyusun proposal
proposal – akhir Juli Ketua LKMD, desa ke Desa Purbadana
2000 anggota masy. UDKP II
Musbangdes 18 Oktober PJOK, PJAK,  Sosialisasi Menghadiri
III 2000 Kades & aparat, program Musbangdes III
FK, FD, BPD, PPK, dan Memilih TPK
tokoh masyarakat, dana yg
LKMD, pengurus disetujui
RW, RT, petani  TPK
ikan terbentuk
Pelaksanaan November Kades &  Program Berpartisipasi pada
program ‘00 - perangkat, FK, fisik pelaksanaan
fisik Februari ‘01 TPK, FD, LKMD, terealisir program fisik
masy
Pelaksanaan November Anggota-anggota  Program Berpartisipasi pada
non program ’00 s.d RT se-Desa simpin pelaksanaan
fisik sekarang Purbadana terealisir program UEP
Pelestarian Februari ’01 RT 6 RW I, RT 1 Dana (iuran Membayar iuran
program - sekarang RW II, dan masy warga) menjaga dan
sekitar masjid An- pemeliharaan memelihara hasil
nur. program
Sumber: data primer dan sekunder, diolah.
6

Berdasarkan tabel 2, diperoleh gambaran partisipasi masyarakat pada setiap tahapan

kegiatan, mulai dari setiap RT hingga desa. Selain dalam bentuk kehadiran dan konstribusi

gagasan, masyarakat juga berpartisipasi melalui swadaya. Sebagai contoh, dari kegiatan fisik

yang disetujui senilai Rp104 juta untuk membangun talud di Karang Duwur dan Grumbul

Cingkrang, jalan beton di Dam Jolang, Masjid An-nur, Cingkrang, jembatan Sungai Nariban,

serta pengaspalan jalan makam dan KUD, diperoleh swadaya senilai Rp14 juta.

Dana kegiatan non fisik sebesar Rp22 juta dibagikan ke 16 RT, PKK, dan kelompok

perikanan, yang kemudian dikelola untuk kegiatan simpan pinjam. Kegiatan ekonomi ini masih

berlangsung, dengan besar pinjaman cukup bervariasi antara Rp100 ribu - Rp1 juta. Meski

cukup lancar, masih ada tunggakan sebesar Rp4.8 juta (data Oktober 2003).

Pada tahun 2003, Desa Purbadana memperoleh dan melaksanakan PPK untuk kedua

kalinya. Pelaksanaan tahap kedua ini pun melalui tahapan-tahapan tertentu seperti yang diatur

dalam guideline program. Perbedaannya hanya pada nama tahapan kegiatan yang tidak seperti

tahap pertama. Tahapan selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 berikut.


7

Tabel 3. Tahapan Pelaksanaan PPK Tahun 2003 di Desa Purbadana


Tahapan Pelaksanaan Unsur-unsur yang Hasil Bentuk Partisipasi
hadir
MAD I 20 Februari Camat & aparat, Sosialisasi PPK,  Menghadiri MAD
2003 Kades-kades, FK, draft DOK & I
wakil masyarakat. jadwal Musdes I
Musdes I 21 Maret Kades, PJOK, FK, Sosialisasi,  Menghadiri
2003 masyarakat Memilih TPK Musdes I
& FD, Jadwal  Memilih FD &
Musdes II, Papan TPK
informasi
Pertemuan Pertengahan Kades, Ketua Sosialisasi PPK,  Menghadiri
kelompok – akhir Mei LKMD, FD, RT, Menggali pertemuan klpk
2003 klpk tani & gagasan/usulan  Mengusulkan
pengajian, kegiatan
Musdes II 12 Juli 2003 PJOK, Kades, FK, Penentuan usulan  Menghadiri
FD, tokoh desa, pemilihan Musdes II
masyarakat, TPU, wakil masy,  Memberikan
LKMD, dan TPK penetapan calon masukan & usulan
pengamat, insentif, desa
dan pengesahan  Memilih TPU
usulan
Penulisan Juli – FD, TTD, Kades, Usulan desa ke  Menyusun proposal
usulan Agustus Ketua LKMD, MAD II Desa Purbadana
desa 2003
MAD II 13 Camat, KM- Aturan & sanksi,  Mewakili desa
September Kabupaten, skala prioritas menghadiri MAD
2003 Kades-kades, FK, program fisik & II
UPK, Tim non fisik, jadwal  berkontribusi pada
Verifikasi, wakil- desain & RAB, musyawarah
wakil masyarakat serta MAD III, penetapan aturan
se-kec. Kembaran MAD, urtan
kegiatan, dan
jadwal MAD III
MAD III 23 Oktober Camat, Kacab Menetapkan  Mewakili desa
2003 dinas pendidikan, kegiatan yang menghadiri MAD
Kades-kades, FK, didanai, jadwal III
wakil-wakil pelaksanaan PPK,  berkontribusi pada
masyarakat se-kec menetapkan sanksi, musyawarah
Kembaran. memilih wakil penetapan
MAD kegiatan, sanksi
dan jadwal PPK,
memilih wakil
MAD.
Musdes III 3 Desember Kepala Desa, Sosialisasi program  Menghadiri
2003 PjOK, PjAK, FK, fisik, program non Musdes III
UPK, FD, TPK, fisik, & dana yg  Memberikan
BPD, LKMD, disetujui, kontribusi pada
masyarakat Perencanaan teknis perenc teknis
kegiatan kegiatan PPK
Sumber: data primer dan sekunder, diolah.
8

Pelaksanaan PPK Tahap kedua di Desa Purbadana baru sampai Musyawarah Desa III.

Seperti halnya pada pelaksanaan PPK tahap pertama, masyarakat juga berpartisipasi, baik pada

setiap tahapan kegiatan maupun dalam bentuk swadaya. Pada tahap kedua, kegiatan fisik yang

diusulkan Desa Purbadana pengaspalan jalan (volume 1.725 x 3 m) dengan swadaya

Rp10.247.000,00 dan PPK Rp69.962.000,00. Sedangkan untuk kegiatan ekonomi berupa

kegiatan simpan pinjam dengan dana yang diusulkan dari PPK sebesar Rp6.740.000,00.

Berdasarkan pengumpulan data mengenai proses pelaksanaan PPK tahun 2000 dan 2003

tersebut diperoleh temuan sebagai berikut: pertama: munculnya kesepakatan di antara pelaku

program bahwa pada pelaksanaan PPK tahun 2003 usulan kegiatan tidak lagi bersifat kompetitif

sebagaimana ketentuan dasar PPK. Munculnya kesepakan tersebut karena beban kepala desa

apabila gagal memperoleh dana PPK sementara warganya telah mengikuti setiap tahapan

kegiatan. Pada akhirnya, KM-Kabupaten maupun Fasilitator Kecamatan (FK) menerima usulan

tersebut sehingga 16 desa di Kecamatan Kembaran memperoleh dana PPK. Kedua, masyarakat

merasa jenuh dengan panjangnya tahapan dan lamanya waktu hingga dana turun. Pengalaman

tahap pertama dan kedua bagi Desa Purbadana, hingga dana turun setidaknya memerlukan

waktu 10 bulan. Tidak heran jika PPK diubah kepanjangannya menjadi ‘Program Pating

Kruwet’

Efektivitas Peran Swasta Dalam Implementasi Program Pengembangan Kecamatan

Pelaku PPK di tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa yang berasal dari non aparat

adalah KM-Kabupaten, FK, tim verifikasi, Unit Pengelola Kegiatan (UPK), pendamping lokal,

Fasilitator Desa (FD), Tim Pengelola Kegiatan (TPK), dan Tim Penulis Usulan (TPU). UPK,

pendamping lokal, FD, TPK, dan TPU pada umumnya dipilih dari anggota masyarakat dimana

PPK dilaksanakan dengan kualifikasi tertentu. Sedangkan KM-Kabupaten dan FK tenaga

manjerial yang profesional atau orang yang berpengalaman dengan keahlian di bidang teknik

dan pemberdayaan masyarakat.


9

Pada pelaksanaan tahun 2000 hingga 2002 KM-Kabupaten Kabupaten Banyumas

berasal dari sebuah perusahaan swasta, sementara FK berasal dari perusahaan swasta lainnya.

Kedua perusahaan swasta yang berasal dari Jakarta tersebut merupakan pemenang tender untuk

KM-Kabupaten dan FK di Kabupaten Banyumas. KM-Kabupaten Kabupaten Banyumas pada

tahun 2000 hingga 2002 adalah dua orang tenaga profesional bergelar insinyur. Sedangkan FK

berjumlah 11 orang.

Pada pelaksanaan tahun 2003 terdapat perbedaan dalam rekrutmen KM-Kabupaten

maupun FK. Kedua jenis tenaga profesional tersebut, tidak lagi direkrut oleh pemenang tender,

melainkan direkrut langsung oleh KM-Nasional di bawah tim leader. Akan tetapi hal-hal yang

berkaitan dengan administrasi kedua jenis tenaga profesional tersebut masih ditangani oleh

perusahaan swasta yang sama dengan KM-Kabupaten Banyumas tahun 2000–2002. Sebagai

KM-Kabupaten Kabupaten Banyumas adalah dua orang tenaga profesional bergelar insinyur.

Sedangkan jumlah FK berjumlah 24 orang yang bertugas di 12 kecamatan penerima PPK.

Bagi masyarakat Desa Purbadana, pelaku PPK yang berasal dari non aparat dan sering

berinteraksi dengan mereka adalah FK, FD, UPK, TPK, dan TPU. Baik KM-Kabupaten periode

2000–2002 maupun 2003 belum pernah ke Desa Purbadana, melainkan hanya sampai pada

kegiatan di tingkat kecamatan.

Meski terdapat perubahan mekanisme rekrutmen tenaga konsultan, tugas dan tanggung

jawab tenaga profesional tersebut sama, yakni memfasilitasi masyarakat dalam setiap tahapan

kegiatan PPK. Khusus untuk KM-Kabupaten, bertanggung jawab atas koordinasi dan membina

jaringan kerja dengan aparat/dinas terkait, LSM, perguruan tinggi maupun tokoh masyarakt

dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan PPK.

Masyarakat Desa Purbadana menilai positif kehadiran FK, FD, UPK, TPK, dan TPU,

dalam arti peran pelaku-pelaku tersebut memang sangat besar dan membantu dalam setiap

tahapan kegiatan PPK. Tahapan kegiatan, baik PPK tahap pertama maupun kedua, dilaksanakan
10

sesuai dengan rencana. Akan tetapi, hal tersebut tidak terlepas dari karakteristik PPK, yang

menurut masyarakat memang mengajak masyarakat untuk belajar merencanakan kegiatan

sesuai dengan kebutuhan dan jadual kegiatan, serta sifat transparan PPK.

Catatan masyarakat untuk para pelaku tersebut adalah terlalu kaku dengan tahapan dan

prosedur pelaksanaan program. Sebagaimana telah disebutkan di atas, tahapan dan prosedur

PPK cukup panjang, dan untuk satu wilayah kecamatan untuk ke tahap selanjutnya mesti

menunggu desa lain dalam wilayah kecamatan tersebut. Sebagai contoh, tahap pencairan dana.

Meski suatu desa telah melaksanakan Musdes III serta merevisi dana dan kegiatan apabila

memang diperlukan, tidak bisa langsung mencairkan dana karena menunggu desa lainnya

hingga selesai melaksanakan Musdes III serta merevisi dana dan kegiatan. Hal inilah yang

‘menjenuhkan’ bagi masyarakat sehingga FK dan FD pun dianggap terlaku kaku.

Catatan lain yang diberikan oleh masyarakat adalah peran FD. Bagi masyarakat peran

FD adalah ketika sosialisasi, penggalian gagasan, penyusunan proposal hingga Musdes III.

Ketika pelaksanaan kegiatan, peran TPK dan masyarakat lebih besar ketimbang FD. Hal inilah

yang dinilai ‘mubadir’ karena membayar orang yang sudah selesai tugasnya.

Penilaian positif juga diberikan Tim Koordinasi PPK Kabupaten (TK-PPK Kab) kepada

KM-Kabupaten, FK dan FD, maupun UPK, TPK, dan TPU. Penilaian positif tersebut

didasarkan atas peran mereka dalam setiap tahapan, termasuk capaian dari rencana kegiatan

yang telah disusun. Semua kegiatan fisik pada pelaksanaan PPK tahun 2000 dan 2001 telah

tercapai sesuai dengan rencana. Demikian halnya dengan upaya pemeliharaan dan pelestarian

program, telah diupayakan meski belum seluruh desa telah membuka rekening desa untuk

keperluan kegiatan tersebut. Sebagai gambaran, hingga bulan Agustus telah terkumpul dana

pemeliharaan sebesar Rp106.675.896,00.

Perguliran dana untuk kegiatan ekonomi jugamasih berjalan. Berdasarkan catatan KPM

hingga Agustus 2003, dana yang digulirkan dari pengembalian dana PPK tahun 2000 mencapai
11

Rp961.880.000,00 dan telah diangsur sekitar 79 persen. Sedangkan untuk tahun 2001 telah

mencapai Rp1.472.100.000,00 dengan tingkat pengembalian 61 persen.

Koordinasi di tingkat kabupaten juga senantiasa dilakukan. Selain dalam bentuk rapat

koordinasi, setiap bulan KM-Kabupaten menyampaikan laporan bulanan yang harus disetujui

oleh KPM selaku ketua dan sekretaris TK-PKK Kab. Meski demikian, keberadaan KM-

Kabupaten, FK, maupun FD dinilai bisa juga diperankan oleh aparat apabila juga disertai

dengan dana operasional yang sama.

Temuan yang cukup menarik dalam hubungannya dengan koordinasi TK-PKK Kab

dengan KM-Kabupaten adalah pejabat TK-PKK Kab yang tidak bisa menjelaskan tabel 1 di

atas. Hal ini menunjukkan kekurangtelitian dari kedua pelaku PPK di tingkat kabupaten yang

semestinya tidak harus terjadi. Dengan demikian, masih perlu dikaji capaian angka partisipasi

masyarakat dalam PPK.

Hambatan-hambatan dan Faktor-faktor Pendukung Pelaksanaan PPK Oleh KM-


Kabupaten

Seperti halnya kegiatan pada umumnya, PPK pun mengalami beberapa hambatan dalam

pelaksanaan di lapangan. Berdasarkan catatan KM-Kabupaten, hambatan-hambatan yang

ditemui adalah berhubungan dengan masyarakat, aparat pemerintah, dan kinerja pelaku di

tingkat desa.

Hal yang dirasakan oleh konsultan (FK dan FD) bisa berubah menjadi hambatan apabila

tidak diupayakan pemecahannya adalah ‘kecemburuan’ aparat di tingkat desa dan kecamatan.

Dalam penilaian konsultan tersebut, aparat di tingkat desa dan kecamatan merasa sebagian

peran mereka telah diambil FK dan FD. Apalagi dana bagi kedua konsultan tersebut cukup

besar. Pada sisi yang lain, masyarakat masih menanyakan segala sesuatu yang berhubungan

dengan PPK kepada aparat, terutama di tingkat desa. Hal inilah yang memposisikan aparat desa

pada posisi yang kurang menguntungkan.


12

Sikap pragmatis masyarakat apabila tidak diupayakan penyadarannya, juga berpotensi

menjadi penghambat kegiatan PPK pada masa yang akan datang. Sebagaimana dijelaskan di

muka, masyarakat merasa jenuh dengan panjangnya tahapan dan lamanya waktu yang

dibutuhkan cairnya dana serta pelaksanaan kegiatan. Sikap pragmatis ini tentu bisa menjadi

kontraproduktif bagi upaya pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan faktor pendukung pelaksanaan PPK menurut KM-Kabupaten adalah

dukungan yang besar dari anggota konsultan dan aparat pemerintah yanga telah bersedia

menempatkan posisinya sebagai fasilitator. Sikap ini dirasakan sangat mendukung pelaksanaan

PPK.

Selain hal tersebut, dukungan dana dari pemerintah pusat juga dirasakan menunjang

kinerja konsultan. Hal tersebut memang berhubungan dengan upaya meminimalkan

kemungkinan gangguan terhadap dana yang diperuntukkan kepada masyarakat.

PEMBAHASAN

Diskursus prospek terwujudnya good governance setelah implementasi sebuah program

tidak dapat dilepaskan dari potensi program tersebut dalam mewujudkan good governance.

Oleh karenanya, perlu dikaji nilai dari program, yang dalam kajian ini adalah PPK. Melalui

pengkajian nilai tersebut akan dapat diketahui substance maupun perspektif Program P2MPD

(lihat Abdul Wahab, 1994).

Berdasarkan kajian terhadap blue print program PPK sebagaimana telah diuraikan di

muka, setidaknya program tersebut telah mengimplementasikan aspek-aspek teoritis good

governance, yakni partisipatif, terdesentralisasi, transparansi, aturan hukum, berorientasi

konsensus, kesetaraan. Berdasarkan kajian di lapangan, pelaksanaan PPK dibarengi dengan

partisipasi masyarakat pada setiap tahapan, menyerahkan sepenuhnya pengambilankeputusan

kepada masyarakat, penerapan media informasi sebagai bentuk keterbukaan program dan

pelaksana program, pelaksanaan program didasarkan atas aturan dan sanksi yang dilahirkan
13

atas kesepakan bersama, tidak membedakan bahkan memperhatikan usulan dari kelompok laki-

laki maupun perempuan. Namun, apabila disandingkan dengan kriteria dari UNDP

sebagaimana dikutip Setyoko (2002) aspek efektivitas dan efisiensi dari perspektif masyarakat

dirasakan tidak efisien mengingat prosesnya yang sangat panjang. Akan tetapi, perspektif

masyarakat akan efisiensi tersebut lebih didasarkan atas sikap pragmatisnya sehingga nilai

strategis yang ingin diwujudkan berupa kemampuan menemukenali permasalahan dan mencoba

menemukan pemecahannya belum dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Munculnya perspektif

demikian juga disebabkan karena penerapan sistem pembangunan yang lebih bersifat top down

sehingga kesalahan tersebut bukan semata-mata kesalahan masyarakat.

Selain itu, kajian lapangan juga menggambarkan pada setiap tahapan kegiatan program

senantiasa menyertakan unsur pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, dimana masing-

masing unsur tersebut berperan dan memberikan kontribusi pada setiap tahapan kegiatan sesuai

dengan tuntutan perannya. Pada setiap tahapan program juga nampak adanya kerjasama,

koordinasi, dan sinergi antara konsultan, aparat, dan masyarakat. Kondisi inilah yang dalam

perspektif Tjokroamidjojo (2000) dinyatakan sebagai paradigma baru manajemen

pembangunan (good governance) karena pada setiap tahapan program ada pengelolaan

pemerintah, swasta, dan anggota masyarakat.

Akan tetapi satu catatan kritis perlu diberikan sehubungan dengan sisi positif munculnya

kerjasama, koordinasi, dan sinergi di antara para pelaku program, di mana sisi positif tersebut

menjadi sia-sia apabila tidak dilanjutkan dengan strategi jangka panjang yang memungkinkan

sisi positif tadi tetap terjaga bahkan berkembang. Dengan kata lain, sisi positif tersebut tidak

hanya bersifat sementara karena pelaksanaan suatu program. Peningkatan koordinasi dan

sinergi di antara ketiga unsur pelaku tersebut membutuhkan strategi jangka panjang untuk

mengubah praktik-praktik yang telah berjalan lama yakni menganggap adanya trikotomi antara

peran pemerintah, swasta, dan masyarakat (lihat Stoker, dalam Islamy, 2000). Apabila sisi
14

positif tersebut mampu dipertahankan dan dikembangkan, good governance sebagai bentuk

paradigma baru manajemen pembangunan di daerah sangat mungkin maujud.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian dan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa :

a. Setiap pelaksanaan tahapan kegiatan PPK senantiasa menyertakan unsur pemerintah, sektor

swasta, dan masyarakat. Masing-masing unsur tersebut memberikan kontribusi dan

partisipasinya pada setiap tahapan kegiatan sesuai dengan tuntutan perannya

b. Bentuk-bentuk peran dan partisipasi masyarakat pada setiap tahapan kegiatan adalah

menghadiri musyawarah kegiatan, memberikan usul dan pemikiran, menjadi pelaku dan

pelaksana program, serta memberikan sumbangan tenaga dan material.

c. Ada kecenderungan masyarakat merasa jenuh dengan panjangnya tahapan serta lamanya

waktu yang dibutuhkan hingga dana turun sehingga mengubah kepanjangan PPK ‘Program

Pating Kruwet’

d. Muncul diskresi pada pelaksanaan PPK yang berupa kesepakatan antar pelaku untuk tidak

secara ketat melaksanakan prinsip dasar program. Kesepakatan tersebut diambil dengan

pertimbangan ‘merasa tidak enak’ dan takut masyarakat akan kecewa karena memperoleh

dana program

e. Masyarakat dan Tim Koordinasi Kabupaten menilai positif kehadiran FK, FD, UPK, TPK,

dan TPU, dalam arti peran pelaku-pelaku tersebut sangat besar dan membantu dalam setiap

tahapan kegiatan PPK. Akan tetapi, hal tersebut tidak terlepas dari karakteristik PPK, yang

menurut masyarakat memang mengajak masyarakat untuk belajar merencanakan kegiatan

sesuai dengan kebutuhan dan jadwal kegiatan, serta sifat transparan PPK.

f. Kerjasama, koordinasi, dan sinergi antara konsultan, aparat, dan masyarakat mulai terbina.

Hal tersebut nampak pada pelaksanaan tahapan PPK


15

g. Faktor-faktor penghambat pelaksanaan PPK oleh KM-Kabupaten adalah masih ada

anggapan keliru serta sikap pragmatis masyarakat terhadap dana dan program, penerapan

target tertentu oleh aparat terhadap pelaksanaan program, ‘kecemburuan’ aparat di tingkat

desa dan kecamatan terhadap sektor swasta. Sedangkan faktor pendukungnya adalah

kesediaan aparat pemerintah sebagai fasilitator program dan dukungan dana dari

pemerintah pusat bagi kinerja konsultan.

h. Tingkat ketelitian aparat maupun konsultan masih perlu ditingkatkan bergayutan dengan

kesesuaian laporan dengan kenyataan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
16

Abdul Wahab, Solichin, 1994, “Esensi Nilai Dalam Kebijakan: Perbincangan Teoritikal”,
dalam “Kebijakan Publik dan Pembangunan”, Z.A. Akhmadi, dkk., Penerbit IKIP
Malang.

Islamy, M. Irfan, 2000, “Agenda Kebijakan Pengembangan Good Governance untuk


Mendukung Usaha-usaha Pembangunan Daerah”, Orasi Ilmiah Pada Wisuda Sarjana
STIA Mataram, 26 Agustus 2000.

Lembaga Administrasi Negara, 2000, Modul 1 : Akuntabilitas dan Good Governance, Penerbit
Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.

Lincoln, Yvonna dan Egon G. Guba, 1984, Naturalistic Inquiry, Sage Publications, Baverly
Hills, London.

Miles, B. Mattew dan A. Michael Huberman (terjemahan), 1994, Analisis Data kualitatif, UI
Press, Jakarta.

Moleong, Lexy J., 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nasution, S., 1988, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung.

Setyoko, Paulus Israwan, 2002, “Good Governance di Indonesia : Sebuah Perjuangan”, Pidato
Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis Unsoed ke XXXIX Tahun 2002.

Strauss, Anselm L. & Yuliet Corbin, 1990, Basics of Qualitative Research, Sage Publications,
London.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 2000, Good Governance (Paradigman Baru Manajemen


Pembangunan), Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Yin, Robert K., 1987, Case Study Research : Design and Methods, Baverly Hills, Sage
Publications.

Dokumen/Arsip

Laporan Bulanan Program Pengembangan Kecamatan KM-Kabupatenupaten Banyumas,


Bulan November 2001

Laporan Bulanan Program Pengembangan Kecamatan KM-Kabupatenupaten Banyumas,


Bulan Juni 2002

Pedoman Umum Program Pengembangan Kecamatan (PPK) – Tim Koordinasi Program


Pengembangan Kecamatan

Anda mungkin juga menyukai