Anda di halaman 1dari 21

1

SISTEM SKORING HEMATOLOGI DALAM


DIAGNOSIS AWAL SEPSIS NEONATORUM

TINJAUAN PUSTAKA
Divisi Hematologi Klinik

Rita Rachmayanti

Nadjwa Zamalek Dalimoenthe

Jumat, 27 Juli 2012

DEPARTEMEN/UPF PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
2012
2

BAB I

PENDAHULUAN

Sepsis neonatorum sampai saat ini masih merupakan masalah utama

dibidang pelayanan dan perawatan neonatus. Menurut perkiraan World

Health Organization (WHO), terdapat 5 juta kematian neonatus setiap tahun

dengan angka mortalitas neonatus (kematian dalam 28 hari pertama

kehidupan) adalah 34 per 1000 kelahiran hidup.1

Angka kejadian sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1,8-18 per

1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%, sedangkan di

negara maju angka kejadian sepsis 3 per 1000 kelahiran hidup dengan angka

kematian 10,3%. Angka kejadian sepsis neonatorum di Indonesia belum terdata

pasti. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta

periode Januari-September 2005, angka kejadian sepsis neonatorum sebesar

13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%.1

Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi

sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. 2

Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC, 2001), sepsis

adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan

mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi

multiorgan, dan akhirnya kematian.3

1
3

Diagnosis sepsis neonatorum sering sulit ditegakkan karena gejala klinis

yang tidak spesifik. Pada neonatus, gejala sepsis klasik jarang terlihat karena

gambaran penyakit dapat menyerupai kelainan non-infeksi lain pada neonatus.

Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang seperti biakan darah perlu dilakukan.

Pemeriksaan kultur merupakan baku emas dalam menegakkan diagnosis sepsis.

Pemeriksaan tersebut hasilnya baru dapat diketahui setelah 48-72 jam dan

sering memberikan hasil yang kurang memuaskan. Gambaran klinis yang tidak

spesifik tersebut dapat menyebabkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis

sehingga menyebabkan penanganan yang berlebihan sehingga dapat

menyebabkan resistensi terhadap antibiotik.5

Diagnosis definitif sepsis ditegakkan berdasarkan hasil positif dari kultur

darah.4 Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai petanda infeksi

yang sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis pada neonatus dan bayi

prematur, yaitu pemeriksaan hematologi dengan menentukan sistem skoring

hematologi, pemeriksaan Acute phase proteins dan protein lain, pemeriksaan

komponen pada sistem komplemen, pemeriksaan kemokin, sitokin dan molekul

adhesi, pemeriksaan Cell surface markers pada Netrofil, limfosit dan Monosit

serta pemeriksaan Micro-erythrocyte sedimentation.6

Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai sepsis neonatorum, diagnosis

sepsis neonatorum dan sistem skoring hematologi.


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. SEPSIS NEONATORUM

Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi

sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan. 2 The

International Sepsis Definition Conferences (ISDC, 2001), sepsis adalah

sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome

(SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari

infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multi organ,

dan akhirnya kematian.3

2.2 Klasifikasi Sepsis Neonatorum

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan

menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset

neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal

sepsis).7

2.2.1 Sepsis Awitan Dini

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi pada

72 jam pertama kehidupan dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran

atau in utero. Pada kasus berat gejala muncul saat lahir biasanya dengan distres

pernafasan dan pneumonia. Sumber infeksi pada SAD biasanya berasal dari
5

saluran genitalia maternal.2 Beberapa faktor yang berhubungan dengan

peningkatan risiko SAD adalah:2

a. Bayi lahir rendah (<2500 gr) atau prematuritas.

b. Demam akibat infeksi bakteri pada ibu selama 2 minggu sekitar

persalinan.

c. Ketuban yang berbau busuk atau tercemar mekonium.

d. Membran ketuban pecah lebih dari 24 jam.

e. Pemeriksaan dalam yang dilakukan lebih dari 3 kali

f. Persalinan lama (>24 jam)

g. Asfiksia perinatal (skor Apgar <4 pada menit pertama)

2.2.2 Sepsis Awitan Lambat

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi yang terjadi setelah 72 jam

atau lebih setelah kelahiran yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah

sakit (infeksi nosokomial) biasanya berupa septikemia, pneumonia atau

meningitis.2 Faktor predisposisi dalam meningkatkan risiko sepsis nosokomial

pada SAL adalah berat badan lahir rendah, prematuritas, perawatan di intencive

care unit (ICU), pemasangan ventilator, prosedur invasif termasuk pemasangan

infus, pipa nasogastrik dan kateter urin.2

2.3. Etiologi

Perbedaan pola bakteri penyebab sepsis di negara berkembang telah diteliti

oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di
6

empat negara berkembang yaitu Etiopia, Filipina, Papua New Guinea dan

Gambia. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa isolasi bakteri yang

paling sering ditemukan pada kultur darah adalah Staphylococcus aureus

(23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada biakan

cairan serebrospinal pada penderita meningitis neonatus awitan dini banyak

ditemukan bakteri Gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan

pada awitan lambat selain bakteri Gram negatif juga ditemukan Streptococcus

pneumoniae serotipe 2.8 Selain mikroorganisme tersebut, patogen yang sering

ditemukan adalah Pseudomonas dan Enterobacter.8 Sementara berdasarkan

penelitian Hyde dkk, Streptococcus grup B merupakan penyebab utama sepsis

neonatorum seperti terlihat pada gambar 2.1.9

Gambar 2.1 Bakteri Penyebab Sepsis Neonatorum


Dikutip dari: Payne NR9
7

2.4 Patofisiologi

Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi bakteri

karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput

amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion.

Walaupun demikian kemungkinan kontaminasi bakteri dapat timbul melalui

berbagai jalan yaitu:

a. Infeksi bakteri, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin

melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.

b. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik dan antiseptik

misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau

amniosentesis. Paparan bakteri pada cairan amnion saat prosedur dilakukan

akan menimbulkan amnionitis dan menyebabkan kontaminasi bakteri pada

janin.

c. Pada saat ketuban pecah, paparan bakteri yang berasal dari vagina akan

menyebabkan infeksi pada janin. Pada keadaan ini bakteri vagina masuk ke

dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi bakteri melalui saluran

pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi bakteri pada bayi

yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-

24 jam.

Kontaminasi bakteri setelah bayi lahir terjadi dari lingkungan bayi baik

karena infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan seperti

pemasangan kateter umbilikal, ventilator, tindakan pada bayi yang kurang

memperhatikan septik dan antiseptik serta lamanya waktu perawatan. 10 Bila


8

paparan bakteri ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons

tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan bakteri dari tubuh. Berbagai reaksi

tubuh yang terjadi akan memperlihatkan bermacam gambaran gejala klinis

pada penderita.10

2.5 Diagnosis

2.5.1. Gambaran Klinis

2.5.1.1 Gambaran Non Spesifik

Gambaran klinis awal sepsis neonatorum seringkali tidak tampak dan tidak

spesifik. Neonatus dengan sepsis kemungkinan akan menampakan satu atau lebih

gejala klinik seperti:2

a. Hipotermi atau demam (sering terjadi pada bayi berat lahir rendah)

b. Lethargy (menangis lemah dan malas menetek)

c. Perfusi buruk (pemanjangan capillary refill time)

d. Hipotonia (tidak ada refleks neonatus)

e. Bradikardia atau takikardia

f. Repiratory distress (apneu dan gasping)

g. Hipoglikemia atau hiperglikemia

h. Asidosis metabolik
9

2.5.1.2 Gambaran Spesifik

a. Sistim saraf pusat: Fontanel anterior cembung, tatapan kosong, high-

pitched cry, stupor sampai koma, kejang dan kaku kuduk. Adanya gejala

pada sistem saraf pusat meningkatkan dugaan klinis ke arah meningitis.2

b. Jantung: Hipotensi, perfusi yang buruk atau syok.2

c. Gastrointestinal: Intoleransi makanan, muntah, diare, distensi abdomen,

ileus paralitik atau necritizing enterocolitis (NEC).2

d. Hepar: Hepatomegali atau hiperbilirubinemia.2

e. Renal: gagal ginjal akut.2

f. Hematologi: Perdarahan, ptekie atau purpura.2

g. Kulit: Pustula multipel, abses, atau adanya radang pada umbilikus.2

2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium

2.5.2.1 Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi biakan darah merupakan baku emas dalam

menentukan diagnosis sepsis.2 Pemeriksaan ini memiliki akurasi yang kurang

karena sering terjadi positif palsu akibat pertumbuhan bakteri kontaminan. 5

Pemeriksaan biakan darah merupakan pemeriksaan mikrobiologi yang spesifik

walupun hasil positif hanya terdapat pada 10-60% kasus dan pemeriksaan tersebut

memerlukan waktu lama sekitar 48-72 jam.4

pemeriksaan biakan dari cairan serebrospinal (LCS) dapat dilakukan jika

terdapat kecurigaan terhadap meningitis. Kejadian meningitis pada sepsis


10

kemungkinan terjadi sebesar 1-10%. Pada bayi dengan meningitis biasanya

tidak menunjukkan gejala spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan baik pada

sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut. Apabila hasil biakan positif,

pemeriksaan biakan LCS diulang 24-36 jam setelah pemberian antibiotik untuk

menilai apakah pengobatan cukup efektif.7

Biakan urin dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi di saluran

kemih. Biakan urin lebih baik dilakukan pada kasus sepsis neonatorum awitan

lambat. Spesimen urin diambil melalui kateterisasi steril atau aspirasi suprapubik

kandung kemih.

Selain biakan bakteri, pewarnaan Gram merupakan pemeriksaan yang

masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi bakteri.

Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan apakah

bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram negatif. 7

Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan pembacaan pada 0,7% kasus,

pemeriksaan untuk identifikasi awal bakteri ini dapat dilaksanakan pada rumah

sakit dengan fasilitas laboratorium terbatas dan pemeriksaan tersebut sangat

bermanfaat dalam menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan

sebelum didapatkan hasil pemeriksaan dari biakan bakteri.12

2.5.2.2 Pemeriksaan Petanda Infeksi

Pemeriksaan identifikasi bakteri untuk diagnosis sepsis masih ditemukan

kekurangan. Oleh karena itu, berbagai upaya penegakan diagnosis dengan

mempergunakan petanda sepsis banyak dilakukan oleh para peneliti. Berbagai


11

petanda sepsis banyak dilaporkan di kepustakaan dengan spesifisitas dan

sensitivitas yang berbeda-beda.

Ng et al melakukan studi kepustakaan berbagai petanda sepsis tersebut

dan mengemukakan sejumlah petanda infeksi yang sering dipakai sebagai

penunjang diagnosis sepsis pada neonatus dan bayi prematur, yaitu:6

a. Pemeriksaan hematologi

- Jumlah leukosit

- Jumlah netrofil

- Jumlah netrofil imatur

- Rasio Imatur/total netrofil (I/T Rasio)

- Morfologi Netrofil: vakuolisasi, granula toksik, badan Dӧhle dan

bakteri interseluler

- Jumlah trombosit

b. Pemeriksaan Acute phase proteins dan protein lain

- a1 Antitrypsin

- C Reactive protein (CRP)

- Fibronectin

- Haptoglobin

- Lactoferrin

- Neopterin

- Orosomucoid

- Procalcitonin (PCT)

c. Pemeriksaan komponen pada sistem komplemen


12

- C3a-desArg

- C3bBbP

- sC5b-9

d. Pemeriksaan Kemokin, Sitokin dan molekul adhesi

- Interleukin (IL)1b, IL1ra, IL2, sIL2R, IL4, IL5, IL6, IL8, IL10

- Tumour necrosis factor a (TNFa), 11sTNFR-p55, 12sTNFR-p75

- Interferon c (IFNc)

- E-selectin

- L-selectin

- Soluble intracellular adhesion moleucule-1 (sICAM-1)

- Vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1)

e. Pemeriksaan Cell surface markers pada Netrofil, limfosit dan Monosit

Neutrophil Lymphocyte Monocyte

CD11b CD3 HLA-DR

CD11c CD19

CD13 CD25

CD15 CD26

CD33 CD45RO

CD64 CD69

CD66b CD71

f. Pemeriksaan lain

- Lactat

- Micro-erythrocyte sedimentation rate


13

2.6 Pemeriksaan Hematologi

Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang

diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:

2.6.1 Jumlah Trombosit

Pada bayi baru lahir jumlah pada 10 hari pertama kehidupan jarang

ditemukan jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/μL. Pada penderita

sepsis neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang

dari 100.000/μL) dan mean platelet volume (MPV) serta platelet distribution

width (PDW) yang meningkat secara signifikan.7

2.6.2 Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit

Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun,

walaupun jumlah leukosit yang normal dapat ditemukan pada 50% kasus

sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi

yang tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila

berkaitan dengan stress saat proses persalinan. Jumlah total neutrofil (sel-sel

PMN dan bentuk imatur) lebih sensitif dibandingkan dengan jumlah total

leukosit (basofil, eosinofil, batang, PMN, limfosit dan monosit). Jumlah neutrofil

abnormal yang terjadi pada saat mulainya onset ditemukan pada 2/3 bayi.

Jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang adekuat untuk

diagnosis sepsis karena neutropenia ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu

penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, dan perdarahan ventrikular.7


14

2.6.3 Rasio Neutrofil Imatur Dan Total Neutrofil

Pemeriksaan rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T) ini sering

dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatorum. Semua bentuk neutrofil

imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan

diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada

kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan.

Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan

rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini

dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis

neonatorum dapat ditegakkan.7

2.7 Sistem Skoring Diagnosis Sepsis

Upaya penegakan diagnosis sepsis pada neonatus sangat tergantung dari

fasilitas yang tersedia di rumah sakit. Beberapa klinisi mencoba melakukan

upaya penegakan diagnosis dengan menggunakan faktor-faktor risiko, atau

dengan menggunakan gabungan beberapa gambaran klinis dan pemeriksaan

penunjang ataupun kombinasi berbagai pemeriksaan penunjang dalam melakukan

pendekatan diagnosis.

Sistem skoring hematologi merupakan suatu upaya penegakkan diagnosis

sepsis neonatorum dengan menggunakan beberapa parameter hematologi yang

dapat memprediksi ada atau tidaknya suatu infeksi pada neonatus. 4 Beberapa

penelitian dilakukan untuk mengetahui kegunaan dari temuan klinis dan


15

hematologis yang dijadikan kriteria dalam sistem skoring sebagai uji saring sepsis

neonatorum.13-15

2.7.1 Sistem Skoring Spector

Pada tahun 1981, Spector dkk. menggunakan sistem skoring untuk

menegakkan diagnosis sepsis neonatorum dengan memakai kombinasi gambaran

klinis dan pemeriksaan penunjang. ( tabel 2.1).15

Tabel 2.1 Sistem skoring untuk prediksi sepsis neonatal15


Penemuan Skor
Lebih dari 2 sistem organ terlibat (yaitu terdapat tanda infeksi pada 1
sistem pernafasan, gastrointestinal, hematologi, kardiovaskular, dan kulit).
Jumlah leukosit total <10.000 atau ≥20.000 / mm3 1
Jumlah neutrofil absolut <1000 / mm3 1
Rasio neutrofil batang : neutrofil matur ≥0.1 1
Usia >1 minggu. 1
Sumber: Spector SA, dkk15

Berdasarkan sistem skoring di atas, neonatus dikatakan mempunyai risiko

menderita infeksi apabila skor lebih besar atau sama dengan 3. Pada keadaan ini

penderita harus segera mendapat antibiotik. Sistem skoring dari Spector dkk

hanya dapat dipergunakan untuk pendekatan diagnosis sepsis awitan lambat.15

2.7.2 Sistem Skoring Philip-Hewwit

Pada penelitian lain dipilih kombinasi dari beberapa pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan hematologi dan protein tertentu sebagai faktor penentu

dalam sistem skoring. Philip dan Hewitt pada tahun 1980 melakukan penapisan

sepsis neonatorum awitan dini berdasarkan kombinasi 5 pemeriksaan

laboratorium yaitu :13


16

1. Jumlah leukosit <5.000 / mm3

2. Rasio neutrofil imatur : total neutrofil ≥0,2

3. Laju endap darah ≥15 mm/jam

4. Lateks C-Reactive Protein positif (> 0,8 mg/100 mL)

5. Lateks haptoglobin positif (>25 mg/100 mL)

Penderita ditetapkan sepsis bila terdapat 2 atau lebih faktor tersebut dan

kriteria tersebut mempunyai sensitivitas 93% dan spesifisitas 88%. Kriteria

di atas ternyata juga dapat mendeteksi sepsis neonatorum awitan lambat,

dengan sensitivitas dan spesifisitas 83% dan 74%.13

2.7.3 Sistem Skoring Rodwell

Sistem skoring yang terdiri dari beberapa faktor laboratorium ini juga

dikemukakan oleh Rodwell dkk pada tahun 1987. Faktor yang dipakai adalah

7 parameter pemeriksaan hematologik yang dikenal dengan istilah hematologic

scoring system (HSS) atau sistem skoring hematologi (tabel 2.2).14 Sistem skoring

hematologi ini merupakan suatu sistem yang sederhana, cepat dan murah yang

dapat digunakan sebagai uji saring dalam diagnosis awal sepsis neonatorum. 16

Sistem skoring hematologi yang dikemukakan oleh Rodwell dkk ini lebih baik

karena memasukkan semua parameter hematologi sehingga dapat memprediksi

secara akurat dan dapat dipercaya sebagai petanda sepsis.4 Sistem skoring ini

memberikan angka 1 pada setiap parameter hematologi yang ditemukan dan total

nilai dari ketujuh parameter hematologi tersebut memperlihatkan hubungan yang


17

signifikan dengan keadaan sepsis.4 Parameter pada sistem skoring hemalogi dapat

dilihat pada tabel 2.2.

Sistem skoring hematologi menetapkan nilai sebesar 1 untuk setiap kriteria

yang ditemukan dan jumlah skor yang didapat secara signifikan berhubungan

dengan sepsis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan tujuh

kriteria pada sistem skoring hematologi adalah:16

a. Pemeriksaan jumlah leukosit dan jumlah trombosit.

b. Hitung jenis leukosit untuk menghitung jumlah total netrofil (T), jumlah

granulosit immatur (I) diantaranya promielosit, mielosit, metamielosit dan

termasuk netrofil batang untuk menentukan rasio I/T, serta menghitung

jumlah granulosit matur (M) untuk menentukan rasio I/M.

c. Hitung normoblast untuk mengoreksi jumlah leukosit

d. Menilai perubahan degeneratif pada morfologi netrofil (PMN)

Tabel 2.2 Sistem skoring hematologis untuk menegakkan diagnosis dini


Sepsis neonatorum
Penemuan Skor
Rasio imatur : total neutrofil (rasio I/T) meningkat (>0,2) 1
Jumlah total PMN meningkat atau menurun. (7.800-14.500/mm3 [<72 1
jam], 1.750-4.500/mm3 [>72 jam])
Rasio imatur : matur neutrofil (rasio I/M) ≥ 0,3 1
Jumlah imatur PMN meningkat (≥ 1450 [<72 jam], ≥ 500 [>28hari]) 1
Jumlah total leukosit menurun atau meningkat (≤5000/mm 3 atau 1
≥25.000 /mm3 (saat lahir), 30.000/mm3 (12-24 jam), dan 21.000/mm3
(≥ 2 hari).
Terdapat perubahan degeneratif pada PMN (vakuolisasi, granulasi 1
toksik dan badan Dӧhle)
Jumlah trombosit ≤150.000 / mm3 1
Sumber: Rodwell dkk,14
18

Rasio I/T merupakan hasil pembagian antara jumlah total granulosit immatur

dengan jumlah total netrofil, sedangkan rasio I/M merupakan hasil pembagian

antara jumlah total granulosit immatur dengan jumlah granulosit matur. 4

Perubahan degeneratif pada netrofil yang dinilai dapat berupa granula toksik,

vakuolisasi pada sitoplasma dan adanya badan Dӧhle, seperti terlihat pada gambar

2.2 sampai 2.4.

Gambar 2.2 Granulosit immatur, promielosit


Sumber: Narasimha16

Gambar 2.3 Granulosit immatur, Netrofil batang


Sumber: Narasimha16
19

Gambar 2.4 Vakuolisasi sitoplasma pada netrofil


Sumber: Narasimha16

Interpretasi pada sistem skoring hematologi ini berupa angka dengan nilai paling

rendah 0 dan nilai paling tinggi 8, seperti terlihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Interpretasi Sistem skoring hematologi


Nilai Interpretasi
≤2 Bukan sepsis
3 atau 4 Tersangka sepsis
≥5 Sepsis
Sumber: Khair dkk,4 Narasimha dkk.16

Sistem skoring hematologi merupakan pemeriksaan yang bermanfaat untuk

membedakan neonatus yang terinfeksi dan tidak terinfeksi serta dapat dijadikan
20

pedoman dalam pengambilan keputusan awal dalam pemberian antibiotika

sehingga meningkatkan life saving, menurunkan kematian, memperpendek masa

perawatan serta meminimalkan kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotika.

Sistem tersebut sangat sederhana, cepat dan murah serta memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi dalam diagnosis awal sepsis neonatorum.4

BAB III

RINGKASAN

Diagnosis sepsis neonatorum sulit ditegakkan karena gejala klinis yang

tidak spesifik. Pada neonatus, gejala sepsis klasik jarang terlihat dan

gambaran klinis dapat menyerupai kelainan non-infeksi lain pada neonatus.

Diagnosis definitif sepsis ditegakkan berdasarkan hasil positif dari kultur

darah, namun memerlukan waktu lama. Beberapa pemeriksaan yang dapat

dilakukan sebagai penunjang diagnosis sepsis pada neonatus dan bayi prematur

adalah pemeriksaan hematologi dengan menentukan sistem skoring hematologi.


21

Sistem skoring hematologi terdiri dari 7 parameter pemeriksaan hematologi

yaitu jumlah trombosit, jumlah trombosit, jumlah PMN, rasio I/T, rasio I/M dan

perubahan degeneratif pada PMN.

Sistem skoring hematologi dapat dijadikan pedoman dalam pengambilan

keputusan awal dalam pemberian antibiotika sehingga meningkatkan life saving,

menurunkan kematian, memperpendek masa perawatan serta meminimalkan

kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotika. Sistem tersebut sangat sederhana,

cepat dan murah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam

diagnosis awal sepsis neonatorum.

PUSTAKA ACUAN
20

Anda mungkin juga menyukai