Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains (scientific literacy) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu
literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan, dan
scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. DeBoer (2000) mengungkapkan
bahwa orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart
Hurt dari Stanford University. Hurt science literacy berarti tindakan memahami
sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat (Toharudin, dkk, 2011).
Penilaian literasi sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran
tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap
berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan
proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik, baik sebagai individu,
anggota masyarakat, serta warga dunia.
Definisi ini dikembangkan lebih lanjut oleh Olsen dan dioperasionalkan
melalui tiga dimensi utama yang harus mencakup item:
a. Dimensi konten yang mengidentifikasi beberapa area dalam ilmu dilihat sebagai
definisi keseluruhan sangat relevan
b. Dimensi kompetensi yang mengidentifikasi tiga kompetensi ilmiah:
I) Menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi fenomena ilmiah
II) Memahami penyelidikan ilmiah
III) Menafsirkan bukti ilmiah dan kesimpulan
Yang utama dari kompetensi tersebut melibatkan pengertian konsep-konsep
ilmiah, sedangkan yang kedua dan ketiga dapat dilabel ulang sebagai
pemahaman proses ilmiah. Bobot item ketiga kompetensi adalah 50% pada
kompetensi I dan 50% pada kompetensi II dan III.
c. Dimensi Situasi mengidentifikasi tiga konteks atau bidang utama aplikasi;
“Kehidupan dan Kesehatan”, “Bumi dan Lingkungan”, dan “Ilmu dalam
Teknologi”.
Literasi sains menurut National Science Education Standards adalah “scientific
literacy is knowledge and understanding of scientific concepts and processes
required for personal decision making, participation in civic and cultural
affairs, and economic productivity. Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan
dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan
seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang
dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan
ekonomi. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan
aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa literasi sains adalah penggunaan pengetahuan seseorang
dalam menanggapi dan isu-isu atau fenomena-fenomena di lingkungan sekitar
yang terkait dengan sains.
Chabalengula dkk. (2008) mengemukakan bahwa literasi sains mencakup 4
aspek yaitu: (a) pengetahuan tentang ilmu pengetahuan, (b) sifat investigasi ilmu
pengetahuan, (c) ilmu sebagai cara untuk mengetahui dan (d) interaksi ilmu
pengetahuan, teknologi dan masyarakat. Menurut Shen mengemukakan bahwa
literasi sains diidentifikasi menjadi enam komponen yaitu: (a) konsep dasar sains,
(b) sifat sains, (c) etika kerja ilmuan, (d) keterkaitan antara sains dan masyarakat,
(e) keterkaitan antara sains dan humaniora, dan (f) memahami hubungan dan
perbedaan antara sains dan teknologi. (Toharudin,dkk.2011)
PISA mendefinisikan literasi sains dengan ciri yang terdiri dari empat aspek
yang saling terkait, yaitu konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap. Berikut ini
adalah bagan yang menunjukan kerangka literasi sains PISA (OECD, 2016).

Pengetahuan
 Konten
Kompetensi.
 Prosedural
 Menjelaskan
fenomena ilmiah  Epistemic
Konteks
 Personal  Mengevaluasi dan Bagaimana seseorang
Mengharuskan merancang
 Lokal/nationa anda untuk melakukannya
l penyelidikan ilmiah dipengaruhi oleh Siswa
 Global  Menafsirkan data
dan bukti secara Sikap
ilmiah
 Minat sains
 Menilai pendekatan
ilmiah
 Kesadaran
lingkungan

Bagan 2.1 Aspek Literasi Sains


Bybee (2009) mengusulkan pertimbangan teori menyeluruh yang lebih
cocok untuk penilaian literasi sains di sekolah, karena pada hakikatnya akan
mempermudah dalam penyampaian tujuan instruksional. Pertimbangan ini
mengusulkan untuk mengikuti tingkatan literasi sains:
a. Scientific illiteracy: siswa tidak dapat menghubungkan, atau merespon sebuah
pertanyaan yang memerlukan alasan tentang sains. Siswa tidak mempunyai
pembendaharaan kata, konsep, konteks dan kemampuan kognitif untuk
mengidentifikasi pertanyaan secara ilmiah.
b. Nominal scientific literacy. Siswa mengenal konsep yang berhubungan dengan
sains, tetapi tingkatan pemahaman yang benar diindikasikan miskonsepsi.
c. Functional scientific literacy. Siswa dapat menerangkan sebuah konsep dengan
benar, tetapi pemahamannya masih terbatas.
d. Conceptual scientific literacy. Siswa mengembangkan beberapa pemahaman
dari skema konsep mata pelajaran dan menghubungkan skema tersebut dengan
pemahaman sains siswa secara umum. Kemampuan prosedur dan pemahaman
tentang proses penemuan sains dan teknologi termasuk juga dalam tingkatan
literasi ini.
e. Multidimensional scientific literacy. Pandangan literasi sains menggabungkan
pemahaman sains yang luas melebihi dari konsep mata pelajaran dan prosedur
penyelidikan ilmiah. Siswa mengembangkan beberapa pemahaman dan
penghargaan terhadap sains dan teknologi yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Khususnya mereka mulai membuat hubungan-hubungan antara
sains, teknologi dan isu-isu di kehidupan masyarakat dalam mata pelajaran sains.
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menilai tingkatan literasi
sains. Pertama, penilaian literasi sains tidak ditujukan untuk membedakan
seseorang literasi sains atau tidak. Kedua, pencapaian literasi sains merupakan
proses yang kontinu dan terus menerus berkembang sepanjang hidup manusia. Jadi
penilaian literasi sains selama pembelajaran di sekolah hanya melihat adanya
“benih-benih literasi” dalam diri siswa bukan mengukur secara mutlak tingkat
literasi sains siswa (Schwartz, 2006).
2. Literasi Sains IPA
Firman (2000) literasi secara sempit didefinisikan sebagai kemampuan
untuk membaca dan menulis yang juga berkaitan dengan pembiasaan dalam
membaca dan mengapresiasi karya sastra (literature) serta melakukan penilaian
terhadapnya. Akan tetapi, secara lebih luas literasi berkaitan dengan kemampuan
berpikir dan belajar seumur hidup untuk bertahan dalam lingkungan sosial dan
budayanya. Sejalan dengan pernyataan Firman (2005) menyebutkan bahwa dahulu
literasi diartikan hanya sebagai kemampuan baca-tulis-hitung, yakni kemampuan
essensial yang diperlukan oleh orang dewasa untuk memberdayakan pribadi,
memperoleh dan memberdayakan pekerjaan dan serta berpartisipasi dalam
kehidupan sosial, kultural, dan politik secara lebih luas.
Definisi literasi IPA dapat ditransformasikan ke dalam penilaian
(assessment) literasi IPA, PISA mengidentifikasi tiga dimensi besar literasi IPA,
yakni proses IPA, konten IPA, dan konteks aplikasi IPA. Proses IPA merujuk pada
proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan
masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan
kesimpulan. Konten IPA merujuk pada konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk
memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui
aktivitas manusia. Konteks IPA merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari
yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep IPA, sepertinya
misalnya kesehatan dan gizi dalam konteks pribadi dan iklim dalam konteks global
(Hayat dan Suhendra, 2010). Namun pada tahun 2015, PISA mengidentifikasi
Literasi Sains IPA menjadi empat dimensi yaitu konteks, kompetensi, pengetahuan
dan sikap.

3. Dimensi Literasi Sains


Berikut ini adalah penjelasan dari setiap dimensi literasi sains yang
dipaparkan oleh PISA (OECD, 2016).
a. Konteks
Definisi modern tentang literasi sains menekankan pentingnya mengenal
dan memahami konteks aplikasi sains, serta mampu mengaplikasikan sains
dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapinya, baik yang terkait pada
pribadi anak (contohnya makan), komunitas lokal tempat anak berada
(contohnya pasokan air), maupun kehidupan muka bumi secara lebih global
(contohnya pemanasan global). PISA membagi bidang aplikasi sains ke dalam
tiga kelompok berikut: (Hayat dan Suhendra, 2010).
1) Kehidupan dan kesehatan
2) Bumi dan lingkungan, dan
3) Teknologi
Konteks tersebut dikembangkan oleh OECD (2016) menjadi lebih
kompleks. Adapun gambaran detail dari konteks literasi sains disajikan dalam
Tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Konteks Penilaian PISA


Personal Lokal/nasional Global
(diri, keluarga (masyarakat) (kehidupan di seluruh
dan kelompok dunia)
sebaya)
Kesehatan Pemeliharaan Pengendalian Epidemi, penyebaran
& penyakit kesehatan, penyakit, penularan penyakit menular.
kecelakaan, gizi sosial, pilihan
makanan, kesehatan
masyarakat.
Sumber Konsumsi Pemeliharaan Sumber terbarukan dan
Daya Alam pribadi bahan populasi manusia, non-energi terbarukan,
dan energi. kualitas hidup, sistem alam,
keamanan, produksi pertumbuhan penduduk,
dan distribusi pemanfaatan
makanan, pasokan berkelanjutan dari
energi. spesies
Kualitas Prilaku ramah Distribusi penduduk, Keanekaragaman hayati,
Lingkungan lingkungan, pembuangan limbah, keberlanjutan ekologis,
penggunaan dan dampak lingkungan. pengendalian
pembuangan pencemaran, produksi
bahan. dan hilangnya
tanah/biomassa
Bahaya Penilaian risiko Perubahan cepat Perubahan iklim,
dari pilihan (gempa bumi, cuaca dampak komunikasi
gaya hidup buruk), perubahan modern
lambat dan progresif
(erosi pantai,
sedimentasi),
penilaian risiko.
Pembatas Ketertarikan Bahan baru, Kepunahan spesies,
Ilmu dalam perangkat dan proses, eksplorasi ruang, asal
Pengetahuan penjelasan sains modifikasi genetik, dan struktur alam
dan dari fenomena teknologi kesehatan semesta.
Teknologi alam, dan transportasi.
sciencebased
hobi, teknologi
pribadi, musik
dan kegiatan
olahraga
Sumber : OECD, 2016.
b. Kompetensi
Kompetensi yang dimaksudkan oleh PISA adalah menjelaskan
fenomena ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah, dan
menafsirkan data dan bukti ilmiah. Berikut ini penjelasan lebih lanjut menurut
PISA (2015).
1) Menjelaskan fenomena ilmiah
a) Mengingat dan menerapkan pengetahuan ilmiah yang sesuai
b) Mengidentifikasi dan membuat model penjelasan dan representasi
c) Membuat dan membenarkan prediksi yang tepat
d) Tawarkan hipotesis jelas
e) Jelaskan implikasi potensial pengetahuan ilmiah bagi masyarakat
2) Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah
a) Mengidentifikasi pertanyaan yang dieksplorasi dalam sebuah penelitian
ilmiah
b) Membedakan pertanyaan yang mungkin untuk menyelidiki secara
ilmiah
c) Mengusulkan cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara
ilmiah
d) Mengevaluasi cara mengeksplorasi pertanyaan yang diberikan secara
ilmiah
e) Menjelaskan dan mengevaluasi untuk memastikan keandalan data dan
objektivitas, generalisability penjelasan
3) Menafsirkan data dan bukti ilmiah
a) Mentransformasikan data dari satu representasi ke yang lain
b) Menganalisis dan menginterpretasikan data dan menarik kesimpulan
yang tepat
c) Mengidentifikasi asumsi, bukti dan penalaran dalam teks-teks ilmu yang
berhubungan
d) Membedakan antara argumen yang didasarkan pada bukti ilmiah dan
teori dan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan lain
e) Mengevaluasi argumen ilmiah dan bukti dari sumber yang berbeda
(misalnya koran, internet, dan jurnal)
c. Pengetahuan Ilmiah
Pengetahuan ilmiah menurut OECD 2016 terdapat tiga kompetensi yang
dibutuhkan untuk literasi sains untuk membentuk pengetahuan yaitu
pengetahuan konten, pengetahuan prosedural dan pengetahuan epistemic.
berikut ini merupakan penjelasan dari tiga kompetensi yaitu sebagai berikut:
1) Pengetahuan konten
Pengetahuan ilmiah mengacu pada baik pengetahuan ilmu
(pengetahuan tentang dunia alam) dan pengetahuan tentang ilmu
pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan dinilai akan dipilih dari bidang utama
fisika, kimia, biologi, bumi dan ruang ilmu pengetahuan, sehingga memiliki
kriteria sebagai berikut:
a) Relevansi dengan situasi kehidupan nyata: pengetahuan ilmiah berbeda
dalam sejauh mana hal ini berguna dalam kehidupan individu.
b) Pengetahuan yang dipilih merupakan konsep-konsep ilmiah yang
penting atau teori dan tentunya memiliki abadi utilitas.
c) Pengetahuan yang dipilih sesuai dengan tingkat perkembangan siswa 15
tahun.
Pengetahuan konten sains (knowledge of the content science)
dikategorikan menjadi tiga, yaitu sistem fisik, sistem kehidupan serta bumi
dan sistem ruang. Berikut ini adalah cakupan dari keempat kategori tersebut
menurut OECD (2016).
1) Sistem fisik
a) Struktur materi (misalnya model partikel, obligasi)
b) Sifat materi (misalnya perubahan negara, panas dan listrik
konduktivitas)
c) perubahan kimia materi (misalnya reaksi, transfer energi, asam /
basa)
d) Gerakan dan kekuatan (kecepatan misalnya, gesekan) dan tindakan
dari jauh (misalnya magnet, gaya gravitasi dan elektrostatik)
e) Energi dan transformasi (misalnya konservasi, disipasi, reaksi
kimia)
f) Interaksi energi dan materi (misalnya cahaya dan gelombang radio,
suara dan gelombang seismik)
2) Sistem kehidupan
a) Sel (misalnya struktur dan fungsi, DNA, tanaman dan hewan)
b) Konsep dari suatu organisme ( misalnya uniseluler dan
multiseluler)
c) Manusia (misalnya kesehatan, gizi, subsistem seperti pencernaan,
respirasi, sirkulasi, ekskresi, reproduksi dan hubungan mereka)
d) Populasi (misalnya spesies, evolusi, keanekaragaman hayati,
variasi genetik)
e) Ekosistem (misalnya rantai makanan, materi dan aliran energy)
f) Biosfer (misalnya ekosistem, keberlanjutan jasa)
3) Bumi dan sistem ruang
a) Struktur sistem Bumi (misalnya litosfer, atmosfer, hidrosfer)
b) Energi dalam sistem bumi (misalnya sumber, iklim global)
c) Perubahan dalam sistem Bumi (lempeng tektonik, siklus geokimia,
konstruktif dan destruktif)
d) sejarah Bumi (misalnya fosil, asal dan evolusi)
e) Bumi di ruang angkasa (misalnya gravitasi, sistem tenaga surya,
galaksi)
f) Sejarah dan skala alam semesta (misalnya tahun cahaya dan teori
big bang)
Dalam sumber lain yaitu Hayat dan Suhendra (2010) pengetahuan
ilmiah ini serupa dengan konten literasi sains. Adapun konten tersebut
mencakup 13 konten IPA, yaitu sebagai berikut.
1) Struktur dan sifat materi,
2) Perubahan atmosfer,
3) Perubahan fisis dan perubahan kimia,
4) Transformasi energi,
5) Gaya dan gerak,
6) Bentuk dan fungsi,
7) Biologi manusia,
8) Perubahan fisiologis
9) Keragaman makhluk hidup (biodiversitas),
10) Pengendalian genetik,
11) Ekosistem,
12) Bumi dan tempatnya di alam semesta, dan
13) Perubahan geologis
2) Pengetahuan prosedural
Sedangkan pengetahuan prosedural menurut OECD 2016 yaitu
sebagai berikut:
a) Konsep variabel (misalnya variabel dependen, variabel independen dan
kontrol)
b) Konsep pengukuran (misalnya kuantitatif [pengukuran], kualitatif
[pengamatan], penggunaan skala, variabel kategori dan
berkesinambungan)
c) Cara menilai dan meminimalkan ketidakpastian seperti mengulangi dan
pengukuran rata-rata
d) Mekanisme untuk memastikan peniruan (kedekatan kesepakatan antara
diulang ukuran kuantitas yang sama) dan akurasi data (kedekatan
kesepakatan antara kuantitas yang diukur dan nilai sebenarnya dari
ukuran)
e) Cara umum abstrak dan mewakili data menggunakan tabel, grafik dan
grafik
f) Kontrol strategi variabel dan peranya dalam desain eksperimen atau
penggunaan uji coba terkontrol secara acak untuk menghindari temuan
yang membingungkan dan mengidentifikasi kemungkinan penyebab
mekanisme kausal
g) Sifat desain yang tepat untuk pertanyaan ilmiah ( misalnya eksperimen,
mencari pola)
3) Pengetahuan epistemik
Pengetahuan epistemik adalah pengetahuan tentang konstruksi dan
mendefinisikan peran penting dalam proses membangun pengetahuan sains
dan peran mereka adalah membenarkan pengetahuan yang dihasilkan oleh
ilmu pengetahuan misalnya hipotesis, teori, dan pengamatan. Dalam
peranya memberikan kontribusi untuk bagaimana kita tahu apa yang kita
ketahui (Duschl. 2007). Dengan demikian pengetahuan epistemik
menyediakan alasan untuk prosedur dan praktek dimana para ilmuan terlibat
pengetahuan tentang struktur dan peran sebagai penyelidikan ilmiah, dan
sebagai dasar atas keyakinan dalam klaim bahwa ilmu membuat tentang
dunia alami. Berikut ini merupakan penjelasan dari pengetahuan epistemik
menurut OECD 2016 yaitu sebagai berikut:
a) Konstruksi dan fitur mendefinisikan ilmu pengetahuan
i. Penjelasan terbaik (abduktif), analogis, dan berbasis model)
b) Peran konstruksi dan fitur dalam membenarkan pengetahuan yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan
i. Bagaimana klaim ilmiah didukung oleh data dan penalaran dalam
sains
ii. Fungsi berbagai bentuk empiris dalam membangun pengetahuan,
(tujuannya untuk menguji hipotesis penjelasan atau
mengidentifikasi pola) dan desain mereka (observasi, eksperimen
terkontrol, studi korelasional)
iii. Bagaimana kesalahan pengukuran mempengaruhi tingkat
kepercayaan dalam pengetahuan ilmiah
iv. Penggunaan dan peran fisik, sistem dan model
v. Peran kolaborasi dan kritik dan bagaimana peer review membantu
membangun keyakinan akan klaim ilmiah
vi. Peran pengetahuan ilmiah, bersama dengan bentuk-bentuk
pengetahuan, mengidentifikasi dan menangani isu-isu sosial dan
teknologi
d. Sikap
Sikap yang dimaksudkan menurut OECD tahun 2016 adalah
mengevaluasi sikap siswa terhadap ilmu pengetahuan dalam tiga bidang, seperti
minat sains, menilai pendekatan ilmiah dan kesadaran lingkungan. Berikut
merupakan penjelasan dari tiga bidang sikap yaitu sebagai berikut:
1) Minat sains
a) Rasa ingin tahu dalam ilmu dan masalah ilmu
b) Kesediaan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah tambahan dan
keterampilan menggunakan berbagai sumber daya dan metode
c) Minat dalam sains termasuk pertimbangan karir ilmu yang berhubungan
2) Menilai pendekatan ilmiah
a) Bukti sebagai dasar keyakinan untuk penjelasan materi dunia
b) Pendekatan ilmiah untuk penyelidikan
c) Valuing kritik sebagai sarana membangun validitas ide
c) Kesadaran Lingkungan
a) Kepedulian terhadap lingkungan dan hidup berkelanjutan
b) Disposisi untuk mengambil dan mempromosikan perilaku ramah
lingkungan
B. Inquiry Terbimbing
1. Pengertian Inquiry
Mulyasa (2003), berpendapat bahwa pembelajaran inquiry adalah model
pembelajaran yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa yang
telah ditetapkan selama belajar. Inquiry menempatkan peserta didik sebagai subjek
belajar yang aktif.
National Science Education Standar mendefinisikan inquiry sebagai
aktivitas beraneka ragam yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, memeriksa
buku-buku atau sumber informasi lain untuk melihat apa yang telah diketahui,
merencanakan investigasi, memeriksa kembali apa yang telah diketahui menurut
bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisa, dan
menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi, serta
mengkomunikasikan hasil. Inquiry memerlukan identifikasi asumsi, berpikir kritis
dan logis, dan pertimbangan keterangan atau penjelasan alternatif (Sofiani, 2011).
Menurut Jupri (2013) Pembelajaran Berbasis Inquiry (PBI) merupakan
salah satu model pembelajaran yang berperan penting dalam membangun
paradigma pembelajaran konstruktivistik yang menekankan pada keaktifan belajar
peserta didik. Melalui model pembelajaran inquiry, siswa dilatih untuk
mengembangkan kemampuan ilmiah mendasar yang meliputi mengobservasi,
mengklasifikasi, menghitung, merumuskan hipotesis, membuat relasi ruang dan
waktu, mengukur, menginterpretasi data, dan merancang eksperimen. Berikut ini
adalah tabel yang menggambarkan proses dasar inquiry dan jenis kegiatan terkait.

Tabel 2.2 Proses Dasar Inquiry dan Jenis-jenis Kegiatan yang Terkait
Proses Dasar Jenis Kegiatan
Mengobservasi Mengidentifikasi objek, sifat objek, dan perubahan dalam
(Observing) sistem, merancang observasi terkontrol, dan mengurutkan
rangkaian pengamatan.
Mengklasifikasi Membuat klasifikasi sederhana dan kompleks, mentabulasi
(Classifying) dan mengkode hasil observasi.
Membuat Inferensi Menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan,
(Inferring) mengkonstruksi situasi untuk menguji kesimpulan sementara
yang telah dibuat.
Menghitung (Using Mengidentifikasi data dan melakukan proses matematis yang
Number) lebih kompleks.
Mengukur (Measuring) Mengidentifikasi dan mengukur panjang, luas, volume,
berat, temprature, dan kecepatan.
Menggunakan relasi Mengidentifikasi gerakan dan arah gerak, mempelajari
ruang dan waktu aturan-aturan yang mempengaruhi perubahan posisi.
Proses Dasar Jenis Kegiatan
(Using space time
relationship)
Merumuskan hipotesis Membedakan hipotesis dan inferensi, observasi dan prediksi,
(Formulating merancang cara pengujian hipotesis.
hypothesis)
Menginterpretasi data Mendeskripsikan data, mengembangkan inferensi,
(Interpreting data) berdasarkan data, mengkonstruksi rumus yang relevan
dengan data, menguji hipotesis, membuat generalisasi.
Mengontrol variable Mengidentifikasi variabel independen dan dependen,
(Kontrolling variables) melaksankan eksperimen, mendeskripsikan bagaimana
variable dikontrol.
Melaksanakan Melakukan eksperimen dengan prosedur yang sesuai dan
eksperimen telah dirancang sebelumnya.
(Eksperimenting)
(Jupri, 2013)
W Gulo (2008) menyatakan proses inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar mengajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran untuk kegiatan mengajar ini adalah:
a) Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan
belajar di sini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
b) Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
c) Mengembangkan sikap percaya diri (self belief) pada diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inquiry.
2. Pengertian Inquiry terbimbing
Inquiry terbimbing (guided inquiry) didefinisikan oleh David A. Jacobsen
yang dikutip dari Sofiana (2011) sebagai salah satu model pengajaran yang
dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep. Ketika
menggunakan model pembelajaran ini, guru menyajikan contoh-contoh pada siswa,
memandu mereka saat mereka berusaha menemukan pola-pola dan contoh-contoh
tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika siswa telah mampu
mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh guru.
Berdasarkan paparan David A. Jacobsen, dapat kita ketahui bahwa model
pembelajaran inquiry terbimbing masih memegang peranan guru dalam memilih
topik/bahasan, pertanyaan dan menyediakan materi. Namun demikian siswa
diharuskan untuk mendesain atau merancang penyelidikan, menganalisa hasil, dan
sampai pada kesimpulan.
Tujuan umum dari pembelajaran Inquiry terbimbing adalah menolong siswa
mengembangkan pikiran dan kemampuan secara mandiri melalui suatu pola
penyelidikan yang teratur (Suchman, 1962). Berdasarkan pernyataan Suchman
tersebut, dalam penerapan model pembelajaran inquiry terbimbing siswa dilatih
mengembangan pikiran dan keterampilan mereka dalam melakukan penyelidikan
berdasarkan fenomena-fenomena yang terdapat di lingkungan sekitar. Sehingga
siswa akan terlatih untuk berpikir kreatif dan kritis.
Pada dasarnya inquiry terbimbing dapat diterapkan pada setiap jenjang
pendidikan. Namun, perlu dikembangkan secara perlahan sesuai dengan tingkat
emosional, psikologis dan kesiapan belajar siswa. Berikut ini adalah tabel yang
memberi gambaran mengenai aspek inquiry yang dapat dikembangkan dalam
proses pembelajaran di jenjang pendidikan dasar yang digambarkan oleh
Toharudin, dkk (2006).

Tabel 2.3 Aspek Inquiry yang Dapat Dikembangkan diadaptasi dari NRC (2000)
Kelas Aspek Inquiry Peserta Didik yang Dikembangkan
1-4 Mengajukan pertanyaan mengenai objek organisme, dan kejadian yang
terjadi di lingkungan.
Merencanakan dan melakukan sebuah percobaan sederhana
Menggunakan alat untuk mengumpulkan data dan mengembangkan
kemampuan observasi.
Menggunakan data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan atau
menjelaskan fenomena yang ditemukannya.
Mengomunikasikan hasil penelitian dan menjelaskan hasilnya.
5-8 Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dapat dijawab secara
inquiry ilmiah.
Mendesain dan melakukan sebuah penelitian sederhana.
Menggunakan alat dan teknik pengumpulan data, melakukan analisis data
dan menginterpretasikan data tersebut.
Mengembangkan kemampuan mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksi, dan membuat model berdasarkan bukti yang diperoleh.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan logis untuk menemukan
hbngan antara bukti dengan penjelasannya.
Mengenali dan memprediksi alternatif penjelasan dan prediksi.
Menggunakan matematika dalam aspek setiap inquiry ilmiah.
9-12 Mengidentifikasi pertanyaan dan konsep yang melandasi penyelidikan
ilmiah.
Merencanakan dan melakukan penyelidikan ilmiah.
Menggunakan teknologi dan matematika untuk mengembangkan
penyelidikan ilmiah dan mengkomunikasikannya.
Menyusun dan memperbaiki penjelasan ilmiah dan pemodelan dengan
menggunakan logika dan fakta.
Mengenali dan menganalisis penjelasan alternatif dan pemodelan.
Mengkomunikasikan dan mempertahankan argumen ilmiah.
3. Langkah-Langkah Inquiry Terbimbing
Literasi sains menuntut kemampuan menggunakan proses penyelidikan IPA,
seperti mengidentifikasi bukti-bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
ilmiah, mengenal permasalahan yang dapat dipecahkan melalui penyelidikan
ilmiah, dan sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran IPA perlu
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang berorientasi inquiry dalam rangka
memperoleh ilmu dan pengetahuan atas dasar rasa ingin tahu.
Proses penyelidikan IPA tersusun dalam langkah-langkah model Inquiry
terbimbing yang dimodifikasi Wenning (2007) dalam meliputi 6 langkah yaitu
introduction (pembukaan), questioning (permasalahan), implementing
(pengimplementasian), planning (perencanaan), concluding (penyimpulan), dan
reporting (pelaporan). Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan langkah-langkah
inquiry terbimbing tersebut.

Tabel 2.4 Langkah-langkah Model Inquiry Terbimbing


Tahapan Aktivitas
Pembelajaran Guru Siswa
Introduction 1. Memperkenalkan dan mengarahkan 1. Memperhatikan apa
(pembukaan) siswa terhadap topik yang akan yang disampaikan
dipelajari. oleh guru.
2. Menemukan pengetahuan awal yang 2. Menjawab pertanyaan
dimiliki oleh siswa terhadap topik. yang diajukan oleh
3. Menemukan kesalahan konsep yang guru.
dimiliki oleh siswa.
Questioning Menuntun siswa merumuskan Merumuskan
(permasalahan) permasalahan dan hipotesis. permasalahan dan
hipotesis.
Planning Menuntun siswa untuk merencanakan 1. Membuat prosedur
(perencanaan) eksperimen dengan beberapa eksperimen.
pertanyaan. 2. Menentukan alat dan
1. Apa bahan dan alat yang kalian bahan yang akan
butuhkan? digunakan.
2. Apa prosedur yang akan kalian 3. Menentukan teknik
lakukan untuk mengumpulkan data? observasi yang akan
3. Bagaimana kalian melakukan dilakukan.
observasi dan merekam data? 4. Menentukan teknik
merekam data
Implementing 1. Menuntun siswa dalam 1. Menggunakan alat
(pengimplementa menggunakan alat dan bahan. dan bahan.
sian) 2. Menuntun siswa dalam melakukan 2. Melakukan prosedur
prosedur eksperimen. eksperimen.
3. Menuntun siswa dalam 3. Melakukan kegiatan
mengobservasi dan merekam data. observasi dan
merekam data yang
diperoleh.
Tahapan Aktivitas
Pembelajaran Guru Siswa
Concluding Menuntun siswa untuk merumuskan Merumuskan suatu
(penyimpulan) suatu kesimpulan berdasarkan bukti- kesimpulan berdasarkan
bukti yang didapat dan hipotesis yang bukti-bukti yang di dapat
telah dirumuskan. dan hipotesis yang telah
dirumuskan.
Reporting Menuntun siswa dalam melaporkan Melaporkan hasil yang
(pelaporan) hasil eksperimen yang telah dilakukan telah diperoleh dalam
melalui kegiatan diskusi. bentuk makalah, dan
dipresentasikan kepada
teman-temannya dengan
menggunakan media
(powerpoint, gambar)

4. Kelebihan dan Kekurangan Inquiry Terbimbing


a. Kelebihan Model Inquiry Terbimbing
Kelebihan model Inquiry yang dikemukakan oleh Faizi (2013), yaitu:
1) Mendorong siswa berpikir positif secara alamiah dalam setiap pemecahan
masalah yang dihadapi.
2) Membantu siswa dalam menggunakan ingatan dan transfer pengetahuan
pada situasi proses pengajaran yang baru.
3) Mendorong siswa berpikir kreatif dan bekerja atas dasar inisiatif sendiri.
4) Menumbuhkan sikap objektif, jujur, dan terbuka.
5) Situasi proses belajar mengajar menjadi hidup dan dinamis.
6) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
7) Situasi pembelajaran menggairahkan .
8) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.
b. Kekurangan Model Inquiry Terbimbing
Adapun kekurangan model inquiry terbimbing adalah sebagai berikut. (Faizi,
2013)
1) Diperlukan keharusan kesiapan mental untuk cara belajar. Dengan percaya
diri yang kuat. Peserta didik harus mampu menghilangkan hambatan.
2) Kalau teknik inquiry diterapkan dalam kelas dengan jumlah peserta didik
yang besar, kemungkinan besar tidak berhasil.
3) Peserta didik yang terbiasa belajar dengan pengajaran tradisional yang telah
dirancang pengajar, biasanya agak sulit untuk memberi dorongan. Lebih-
lebih kalau harus belajar mandiri. Dampaknya dapat mengecewakan
pengajar dan peserta didik sendiri.
4) Lebih mengutamakan dan mementingkan pengertian, sikap dan
keterampilan memberi kesan terlalu idealis. Ada kesan dananya terlalu
banyak, lebih-lebih kalau penemuannya kurang berhasil, hanya merupakan
suatu pemborosan belaka.
Penerapan model pembelajaran inquiry terbimbing dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk belajar dengan mengalami sendiri kemudian, dapat
bermakna pada pengetahuannya, untuk membangun pengetahuannya sendiri siswa
harus aktif dalam proses pembelajaran. Adapun cara guru untuk dapat membangun
keaktifan siswa adalah guru memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk
bertanya dan mengemukakan ide. Hal ini akan bertambahnya wawasan yang
dimiliki siswa dan akan timbul minat yang tinggi dalam diri siswa. Belajar dengan
minat yang tinggi akan menghasilkan belajar yang lebih baik dibandingkan dengan
belajar tanpa adanya minat (Hamalik, 2012). Dengan demikian, siswa mampu
menerapkan pengalaman belajarnya dalam memecahkan masalah yang dihadapkan
kepadanya dan dapat meningkatkan minat belajar siswa. Sehingga, siswa akan
mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Namun minat tanpa adanya usaha yang
baik maka belajar juga sulit untuk berhasil. Berdasarkan hal di atas faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa baik itu faktor dari dalam, maupun
luar, yang paling utama adalah minat, motivasi, dan guru (Aritonang, 2008).

C. Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. lingkungan hidup meliputi
komponen biotik dan komponen abiotik.
1. Satuan Ekosistem
Akibat terjadinya saling interaksi antarorganisasi maka terjadilah tingkatan-
tingkatan organisasi kehidupan. Dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu
individu, populasi, komunitas, ekosistem, bioma, dan yang tertinggi adalah biosfer.
Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :
a. Individu
Individu merupakan organisme tunggal, seperti seekor tikus, seekor kucing,
sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia
b. Populasi
Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan
waktu tertentu. Dalam membicarakan populasi harus diikuti nama jenis, waktu,
tempat, serta kuantitasnya. Misalnya, jumlah populasi badak Jawa di Ujung Kulon
pada tahun 2002.
c. Komunitas
Seluruh populasi yang menempati suatu daerah dikenal dengan komunitas. Karena
komunitas terdiri dari seluruh populasi, maka komunitas dapat juga disebut
komponen biotik dari suatu ekosistem .
d. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun
ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora,
dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme). Berdasarkan
prosesnya ekosistem terbagi menjadi dua yaitu ekosistem alami dan ekosistem
buatan.
e. Bioma
Beberapa ekosistem akan membentuk bioma. Bioma adalah komunitas ekologi
regional yang utama pada suatu areal alamiah yang luas dan ditandai dengan
vegetasi dan iklim yang khas. Beberapa macam bioma antara lain hutan hujan
tropis, hutan gugur, padang rumput, savana, gurun, dan tundra.
f. Biosfer
Seluruh ekosistem di dunia disebut biosfer. Dalam biosfer, setiap makhluk hidup
menempati lingkungan yang cocok untuk hidupnya. Lingkungan atau tempat yang
cocok untuk kehidupannya disebut habitat.
2. Komponen Ekosistem
Berdasarkan fungsi dan aspek penyusunannya, ekosistem dapat dibedakan
menjadi dua komponen, yaitu komponen abiotik dan komponen biotik. Komponen
Abiotik, yaitu komponen yang terdiri atas bahan-bahan tidak hidup (nonhayati), yang
meliputi komponen fisik dan kimia, seperti tanah, air, matahari, udara, dan energi.
Komponen biotik dalam suatu ekosistem terbagi menjadi dua, yaitu Organisme
Autotrof dan Organisme Heterotrof
3. Interaksi Antar Komponen
Ada beberapa interaksi antar makhluk hidup. Interaksi tersebut dapat saling
menguntungkan, merugikan satu pihak, menguntungkan satu pihak tetapi pihak lain
tidak diuntungkan maupun dirugikan, dua pihak saling memperebutkan satu hal,
serta pihak yang satu menghambat pihak yang lain. Adapun interaksi tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama
yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak.
b. Predasi
Hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat
sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga
berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa.
b. Simbiosis Parasitisme
Hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup
pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga
bersifat merugikan inangnya.
c. Simbiosis Komensalisme
Hubung antara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan
bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan
spesies lainnya tidak dirugikan.
d. Simbiosis Mutualisme
Hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada
bintil akar kacang-kacangan, lebah atau kupu-kupu dengan bunga. Lebah madu
diuntungkan karena mendapatkan makanan dari bunga, sedangkan bunga juga
diuntungkan karena dibantu dalam proses penyerbukan.
e. Kompetisi
Merupakan interaksi antar makhluk hidup yang berbeda jenis untuk
memperebutkan satu hal yang sama. Kompetisi terutama terjadi dalam hal
perebutan sumber makanan, habitat, atau pasangan. Kompetisi terbagi ke dalam
2 kelompok yaitu kompetensi intraspesifik dan kompetisi interspesifik..
f. Alelopati
Bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya
populasi lain. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.
Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
4. Pola Interaksi
a. Rantai Makanan
Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan
dimakan dengan urutan tertentu. Setiap pertukaran energi dari satu tingkat trofik
ke tingkat trofik lainnya, sebagian energi akan hilang
b. Jaring-jaring Makanan
Jaring-jaring makanan yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu
sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-
jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan
satu jenis makhluk hidup lainnya.

Rantai Makanan Jaring-jaring Makanan

Anda mungkin juga menyukai