TINJAUAN PUSTAKA
A. Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains (scientific literacy) berasal dari gabungan dua kata Latin, yaitu
literatus, artinya ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan, dan
scientia, yang artinya memiliki pengetahuan. DeBoer (2000) mengungkapkan
bahwa orang yang pertama menggunakan istilah literasi sains adalah Paul de Hart
Hurt dari Stanford University. Hurt science literacy berarti tindakan memahami
sains dan mengaplikasikannya bagi kebutuhan masyarakat (Toharudin, dkk, 2011).
Penilaian literasi sains dalam PISA tidak semata-mata berupa pengukuran
tingkat pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap
berbagai aspek proses sains, serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan
proses sains dalam situasi nyata yang dihadapi peserta didik, baik sebagai individu,
anggota masyarakat, serta warga dunia.
Definisi ini dikembangkan lebih lanjut oleh Olsen dan dioperasionalkan
melalui tiga dimensi utama yang harus mencakup item:
a. Dimensi konten yang mengidentifikasi beberapa area dalam ilmu dilihat sebagai
definisi keseluruhan sangat relevan
b. Dimensi kompetensi yang mengidentifikasi tiga kompetensi ilmiah:
I) Menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi fenomena ilmiah
II) Memahami penyelidikan ilmiah
III) Menafsirkan bukti ilmiah dan kesimpulan
Yang utama dari kompetensi tersebut melibatkan pengertian konsep-konsep
ilmiah, sedangkan yang kedua dan ketiga dapat dilabel ulang sebagai
pemahaman proses ilmiah. Bobot item ketiga kompetensi adalah 50% pada
kompetensi I dan 50% pada kompetensi II dan III.
c. Dimensi Situasi mengidentifikasi tiga konteks atau bidang utama aplikasi;
“Kehidupan dan Kesehatan”, “Bumi dan Lingkungan”, dan “Ilmu dalam
Teknologi”.
Literasi sains menurut National Science Education Standards adalah “scientific
literacy is knowledge and understanding of scientific concepts and processes
required for personal decision making, participation in civic and cultural
affairs, and economic productivity. Literasi sains yaitu suatu ilmu pengetahuan
dan pemahaman mengenai konsep dan proses sains yang akan memungkinkan
seseorang untuk membuat suatu keputusan dengan pengetahuan yang
dimilikinya, serta turut terlibat dalam hal kenegaraan, budaya dan pertumbuhan
ekonomi. Literasi sains dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan
aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan bahwa literasi sains adalah penggunaan pengetahuan seseorang
dalam menanggapi dan isu-isu atau fenomena-fenomena di lingkungan sekitar
yang terkait dengan sains.
Chabalengula dkk. (2008) mengemukakan bahwa literasi sains mencakup 4
aspek yaitu: (a) pengetahuan tentang ilmu pengetahuan, (b) sifat investigasi ilmu
pengetahuan, (c) ilmu sebagai cara untuk mengetahui dan (d) interaksi ilmu
pengetahuan, teknologi dan masyarakat. Menurut Shen mengemukakan bahwa
literasi sains diidentifikasi menjadi enam komponen yaitu: (a) konsep dasar sains,
(b) sifat sains, (c) etika kerja ilmuan, (d) keterkaitan antara sains dan masyarakat,
(e) keterkaitan antara sains dan humaniora, dan (f) memahami hubungan dan
perbedaan antara sains dan teknologi. (Toharudin,dkk.2011)
PISA mendefinisikan literasi sains dengan ciri yang terdiri dari empat aspek
yang saling terkait, yaitu konteks, pengetahuan, kompetensi, dan sikap. Berikut ini
adalah bagan yang menunjukan kerangka literasi sains PISA (OECD, 2016).
Pengetahuan
Konten
Kompetensi.
Prosedural
Menjelaskan
fenomena ilmiah Epistemic
Konteks
Personal Mengevaluasi dan Bagaimana seseorang
Mengharuskan merancang
Lokal/nationa anda untuk melakukannya
l penyelidikan ilmiah dipengaruhi oleh Siswa
Global Menafsirkan data
dan bukti secara Sikap
ilmiah
Minat sains
Menilai pendekatan
ilmiah
Kesadaran
lingkungan
Tabel 2.2 Proses Dasar Inquiry dan Jenis-jenis Kegiatan yang Terkait
Proses Dasar Jenis Kegiatan
Mengobservasi Mengidentifikasi objek, sifat objek, dan perubahan dalam
(Observing) sistem, merancang observasi terkontrol, dan mengurutkan
rangkaian pengamatan.
Mengklasifikasi Membuat klasifikasi sederhana dan kompleks, mentabulasi
(Classifying) dan mengkode hasil observasi.
Membuat Inferensi Menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan,
(Inferring) mengkonstruksi situasi untuk menguji kesimpulan sementara
yang telah dibuat.
Menghitung (Using Mengidentifikasi data dan melakukan proses matematis yang
Number) lebih kompleks.
Mengukur (Measuring) Mengidentifikasi dan mengukur panjang, luas, volume,
berat, temprature, dan kecepatan.
Menggunakan relasi Mengidentifikasi gerakan dan arah gerak, mempelajari
ruang dan waktu aturan-aturan yang mempengaruhi perubahan posisi.
Proses Dasar Jenis Kegiatan
(Using space time
relationship)
Merumuskan hipotesis Membedakan hipotesis dan inferensi, observasi dan prediksi,
(Formulating merancang cara pengujian hipotesis.
hypothesis)
Menginterpretasi data Mendeskripsikan data, mengembangkan inferensi,
(Interpreting data) berdasarkan data, mengkonstruksi rumus yang relevan
dengan data, menguji hipotesis, membuat generalisasi.
Mengontrol variable Mengidentifikasi variabel independen dan dependen,
(Kontrolling variables) melaksankan eksperimen, mendeskripsikan bagaimana
variable dikontrol.
Melaksanakan Melakukan eksperimen dengan prosedur yang sesuai dan
eksperimen telah dirancang sebelumnya.
(Eksperimenting)
(Jupri, 2013)
W Gulo (2008) menyatakan proses inquiry berarti suatu rangkaian kegiatan
belajar mengajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa
untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis, sehingga
mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Sasaran untuk kegiatan mengajar ini adalah:
a) Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Kegiatan
belajar di sini adalah kegiatan mental intelektual dan sosial emosional.
b) Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis pada tujuan pengajaran.
c) Mengembangkan sikap percaya diri (self belief) pada diri siswa tentang apa yang
ditemukan dalam proses inquiry.
2. Pengertian Inquiry terbimbing
Inquiry terbimbing (guided inquiry) didefinisikan oleh David A. Jacobsen
yang dikutip dari Sofiana (2011) sebagai salah satu model pengajaran yang
dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep. Ketika
menggunakan model pembelajaran ini, guru menyajikan contoh-contoh pada siswa,
memandu mereka saat mereka berusaha menemukan pola-pola dan contoh-contoh
tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika siswa telah mampu
mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh guru.
Berdasarkan paparan David A. Jacobsen, dapat kita ketahui bahwa model
pembelajaran inquiry terbimbing masih memegang peranan guru dalam memilih
topik/bahasan, pertanyaan dan menyediakan materi. Namun demikian siswa
diharuskan untuk mendesain atau merancang penyelidikan, menganalisa hasil, dan
sampai pada kesimpulan.
Tujuan umum dari pembelajaran Inquiry terbimbing adalah menolong siswa
mengembangkan pikiran dan kemampuan secara mandiri melalui suatu pola
penyelidikan yang teratur (Suchman, 1962). Berdasarkan pernyataan Suchman
tersebut, dalam penerapan model pembelajaran inquiry terbimbing siswa dilatih
mengembangan pikiran dan keterampilan mereka dalam melakukan penyelidikan
berdasarkan fenomena-fenomena yang terdapat di lingkungan sekitar. Sehingga
siswa akan terlatih untuk berpikir kreatif dan kritis.
Pada dasarnya inquiry terbimbing dapat diterapkan pada setiap jenjang
pendidikan. Namun, perlu dikembangkan secara perlahan sesuai dengan tingkat
emosional, psikologis dan kesiapan belajar siswa. Berikut ini adalah tabel yang
memberi gambaran mengenai aspek inquiry yang dapat dikembangkan dalam
proses pembelajaran di jenjang pendidikan dasar yang digambarkan oleh
Toharudin, dkk (2006).
Tabel 2.3 Aspek Inquiry yang Dapat Dikembangkan diadaptasi dari NRC (2000)
Kelas Aspek Inquiry Peserta Didik yang Dikembangkan
1-4 Mengajukan pertanyaan mengenai objek organisme, dan kejadian yang
terjadi di lingkungan.
Merencanakan dan melakukan sebuah percobaan sederhana
Menggunakan alat untuk mengumpulkan data dan mengembangkan
kemampuan observasi.
Menggunakan data yang diperoleh untuk menjawab pertanyaan atau
menjelaskan fenomena yang ditemukannya.
Mengomunikasikan hasil penelitian dan menjelaskan hasilnya.
5-8 Mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang dapat dijawab secara
inquiry ilmiah.
Mendesain dan melakukan sebuah penelitian sederhana.
Menggunakan alat dan teknik pengumpulan data, melakukan analisis data
dan menginterpretasikan data tersebut.
Mengembangkan kemampuan mendeskripsikan, menjelaskan,
memprediksi, dan membuat model berdasarkan bukti yang diperoleh.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan logis untuk menemukan
hbngan antara bukti dengan penjelasannya.
Mengenali dan memprediksi alternatif penjelasan dan prediksi.
Menggunakan matematika dalam aspek setiap inquiry ilmiah.
9-12 Mengidentifikasi pertanyaan dan konsep yang melandasi penyelidikan
ilmiah.
Merencanakan dan melakukan penyelidikan ilmiah.
Menggunakan teknologi dan matematika untuk mengembangkan
penyelidikan ilmiah dan mengkomunikasikannya.
Menyusun dan memperbaiki penjelasan ilmiah dan pemodelan dengan
menggunakan logika dan fakta.
Mengenali dan menganalisis penjelasan alternatif dan pemodelan.
Mengkomunikasikan dan mempertahankan argumen ilmiah.
3. Langkah-Langkah Inquiry Terbimbing
Literasi sains menuntut kemampuan menggunakan proses penyelidikan IPA,
seperti mengidentifikasi bukti-bukti yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan
ilmiah, mengenal permasalahan yang dapat dipecahkan melalui penyelidikan
ilmiah, dan sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran IPA perlu
mengembangkan kegiatan pembelajaran yang berorientasi inquiry dalam rangka
memperoleh ilmu dan pengetahuan atas dasar rasa ingin tahu.
Proses penyelidikan IPA tersusun dalam langkah-langkah model Inquiry
terbimbing yang dimodifikasi Wenning (2007) dalam meliputi 6 langkah yaitu
introduction (pembukaan), questioning (permasalahan), implementing
(pengimplementasian), planning (perencanaan), concluding (penyimpulan), dan
reporting (pelaporan). Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan langkah-langkah
inquiry terbimbing tersebut.
C. Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. lingkungan hidup meliputi
komponen biotik dan komponen abiotik.
1. Satuan Ekosistem
Akibat terjadinya saling interaksi antarorganisasi maka terjadilah tingkatan-
tingkatan organisasi kehidupan. Dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu
individu, populasi, komunitas, ekosistem, bioma, dan yang tertinggi adalah biosfer.
Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi makhluk hidup adalah sebagai berikut :
a. Individu
Individu merupakan organisme tunggal, seperti seekor tikus, seekor kucing,
sebatang pohon jambu, sebatang pohon kelapa, dan seorang manusia
b. Populasi
Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan
waktu tertentu. Dalam membicarakan populasi harus diikuti nama jenis, waktu,
tempat, serta kuantitasnya. Misalnya, jumlah populasi badak Jawa di Ujung Kulon
pada tahun 2002.
c. Komunitas
Seluruh populasi yang menempati suatu daerah dikenal dengan komunitas. Karena
komunitas terdiri dari seluruh populasi, maka komunitas dapat juga disebut
komponen biotik dari suatu ekosistem .
d. Ekosistem
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi. Interaksi ini
menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Komponen penyusun
ekosistem adalah produsen (tumbuhan hijau), konsumen (herbivora, karnivora,
dan omnivora), dan dekomposer/pengurai (mikroorganisme). Berdasarkan
prosesnya ekosistem terbagi menjadi dua yaitu ekosistem alami dan ekosistem
buatan.
e. Bioma
Beberapa ekosistem akan membentuk bioma. Bioma adalah komunitas ekologi
regional yang utama pada suatu areal alamiah yang luas dan ditandai dengan
vegetasi dan iklim yang khas. Beberapa macam bioma antara lain hutan hujan
tropis, hutan gugur, padang rumput, savana, gurun, dan tundra.
f. Biosfer
Seluruh ekosistem di dunia disebut biosfer. Dalam biosfer, setiap makhluk hidup
menempati lingkungan yang cocok untuk hidupnya. Lingkungan atau tempat yang
cocok untuk kehidupannya disebut habitat.
2. Komponen Ekosistem
Berdasarkan fungsi dan aspek penyusunannya, ekosistem dapat dibedakan
menjadi dua komponen, yaitu komponen abiotik dan komponen biotik. Komponen
Abiotik, yaitu komponen yang terdiri atas bahan-bahan tidak hidup (nonhayati), yang
meliputi komponen fisik dan kimia, seperti tanah, air, matahari, udara, dan energi.
Komponen biotik dalam suatu ekosistem terbagi menjadi dua, yaitu Organisme
Autotrof dan Organisme Heterotrof
3. Interaksi Antar Komponen
Ada beberapa interaksi antar makhluk hidup. Interaksi tersebut dapat saling
menguntungkan, merugikan satu pihak, menguntungkan satu pihak tetapi pihak lain
tidak diuntungkan maupun dirugikan, dua pihak saling memperebutkan satu hal,
serta pihak yang satu menghambat pihak yang lain. Adapun interaksi tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Netral
Hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama
yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak.
b. Predasi
Hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat
sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga
berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa.
b. Simbiosis Parasitisme
Hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup
pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga
bersifat merugikan inangnya.
c. Simbiosis Komensalisme
Hubung antara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan
bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan
spesies lainnya tidak dirugikan.
d. Simbiosis Mutualisme
Hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada
bintil akar kacang-kacangan, lebah atau kupu-kupu dengan bunga. Lebah madu
diuntungkan karena mendapatkan makanan dari bunga, sedangkan bunga juga
diuntungkan karena dibantu dalam proses penyerbukan.
e. Kompetisi
Merupakan interaksi antar makhluk hidup yang berbeda jenis untuk
memperebutkan satu hal yang sama. Kompetisi terutama terjadi dalam hal
perebutan sumber makanan, habitat, atau pasangan. Kompetisi terbagi ke dalam
2 kelompok yaitu kompetensi intraspesifik dan kompetisi interspesifik..
f. Alelopati
Bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya
populasi lain. Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa.
Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
4. Pola Interaksi
a. Rantai Makanan
Rantai makanan adalah perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan
dimakan dengan urutan tertentu. Setiap pertukaran energi dari satu tingkat trofik
ke tingkat trofik lainnya, sebagian energi akan hilang
b. Jaring-jaring Makanan
Jaring-jaring makanan yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu
sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-
jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan
satu jenis makhluk hidup lainnya.