Anda di halaman 1dari 3

Trematoda (cacing isap)

pTrematoda disebut juga flukes. Mereka memiliki tubuh berbentuk lonjong hingga panjang yang dilapisi
kutikula. Cacing dewasa berukuran 0,2 mm – 6 cm. Trematoda hidup endoparasit pada ikan, amfibi,
reptilia, burung, mamalia, termasuk juga manusia. Namun ada pula yang ektoparasit. Pada daur hidupnya,
cacing ini memiliki inang utama sebagai tempat hidup saat dewasa dan inang perantara sebagai tempat
hidup saat stadium larva. Trematoda memiliki satu atau dua alat pengisap untuk menempel pada tubuh
inang. Cacing ini memakan serpihan sel, lendir, dan darah inang. Contohnya cacing hati pada hewan
ternak herbivor (Fasciola hepatica), cacing hati pada manusia (Clonorchis sinensis), dan blood flukes
(Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni).

Fasciola hepatica memiliki inang perantara siput air tawar (Radix auricularia, sinonim Lymnaea
auricularis rubiginosa). Pada saat dewasa menjadi parasit di hati hewan ternak, dan bisa hidup di hati
manusia.

Daur hidup Fasciola hepatica adalah sebagai berikut.

1) Cacing dewasa parasit di hati hewan ternak (manusia), kemudian bereproduksi secara generatif dan
menghasilkan telur. Melalui aliran darah, telur berpindah ke empedu dan usus, kemudian keluar bersama
feses (tinja).

2) Telur menetas menjadi larva bersilia mirasidium.

3) Mirasidium menginfeksi siput air Lymnaea.

4) Di dalam tubuh siput, mirasidium menjadi sporosista. Sporosista berkembang menjadi redia.

5) Redia berkembang menjadi serkaria bersilia, kemudian keluar dari tubuh siput dan menempel pada
tumbuhan air atau rumput. Serkaria menjadi kista metaserkaria.

6) Bila kista metaserkaria yang menempel pada rumput termakan hewan ternak, maka akan tumbuh
menjadi cacing baru di usus ternak, kemudian melalui aliran darah masuk ke hati hingga menjadi cacing
dewasa.

Pada Clonorchis sinensis, inang perantaranya adalah ikan air tawar dan siput, sementara cacing dewasa
hidup parasit pada hati manusia. Cacing dewasa berukuran 2,5 cm, dapat menghasilkan telur hingga 4.000
butir setiap hari, dan umur nya mencapai 8 tahun. Manusia dapat tertular klonorkiasis bila memakan ikan
mentah yang mengandung serkaria.

Schistosoma menginfeksi manusia melalui pori-pori kulit telapak kaki dan tangan atau tertelan melalui
mulut, kemudian mengikuti peredaran darah, ke paru-paru, ke hati, dan menetap di pembuluh darah
dinding usus. Cacing jantan berukuran panjang sekitar 6 mm dengan diameter 0,5 mm. Cacing betina
berukuran lebih kecil dan dapat menghasilkan 300 butir telur per hari. Telur dapat menembus dinding
usus dengan menggunakan enzim dan duri.

d. Cestoda (cacing pita)

Cacing pita hidup parasit di usus vertebrata, misalnya manusia, sapi, anjing, babi, ayam, dan ikan. Tubuh
cacing pita ditutupi oleh kutikula, tidak memiliki mulut dan alat pencernaan, serta tidak memiliki alat
indra. Tubuh cacing dewasa terdiri atas kepala (skoleks), leher pendek (strobilus), dan proglotid. Skoleks
dilengkapi alat pengisap (sucker) dan alat kait (rostellum) untuk melekat pada organ tubuh inang. Leher
merupakan daerah pertunasan, dengan cara strobilasi menghasilkan strobilus berupa serangkaian
proglotid dengan jumlah mencapai 1.000 buah. Proglotid yang paling dekat dengan leher merupakan
proglotid termuda. Semakin jauh dengan leher, proglotid semakin berukuran besar dan dewasa. Setiap
proglotid memiliki alat kelamin jantan maupun betina. Pembuahan dapat terjadi dalam satu proglotid,
serta antar proglotid dari individu yang sama maupun yang berbeda. Telur yang sudah dibuahi akan
memenuhi uterus yang bercabang cabang, sedangkan organ lainnya berdegenerasi. Proglotid yang
mengandung telur akan terlepas bersama tinja.

Daur hidup cacing pita membutuhkan satu atau dua inang perantara. Contohnya Taenia solium yang
hidup parasit pada manusia dan hewan karnivor, dengan inang perantara babi. Dibothriocephalus latus
memiliki inang utama manusia dan hewan karnivor, sedangkan inang perantaranya ikan. Taenia saginata
merupakan parasit di usus manusia dengan inang perantara sapi. Skoleksnya tidak memiliki alat kait
sehingga mudah diberantas. Echinococcus granulosus parasit di usus anjing dan Choanotaenia

infundibulum parasit di usus ayam.

Taenia solium

Reproduksi dan daur hidup Taenia solium dimulai dari lepasnya proglotid tua bersama fesses dari tubuh
manusia. Tiap ruas berisi ribuan telur yang telah dibuahi. Kemudian, ruas-ruas tersebut hancur dan telur
tersebar kemana-mana. Zigot terus berkembang menjadi larva onkosfer di dalam kulit telur. Jika telur
termakan babi, kulit telur dicerna dalam usus, sehingga larva onkosver menembus usus masuk ke
pembuluh darah atau pembuluh limfa dan akhirnya masuk ke otot lurik. Di otot, larva onkosfer berubah
menjadi kista yang terus membesar membentuk cacing gelembung (sistiserkus). Pada dinding sistiserkus
berkembang skoleks. Jika seseorang memakan daging tersebut belum matang, kemungkinan sistiserkus
masih hidup. Di dalam usus manusia yang memakannya, skoleks akan keluar dan menempel pada dinding
usus, sedangkan bagian gelembungnya akan di cerna. Dari bagian “leher” Taenia solium, kemudian
tumbuh proglotid-proglotid. Selanjutnya proglotid tua akan menghasilkan telur yang telah di buahi.

Daur hidup cacing pita (Taenia sp.) adalah sebagai berikut.


1) Cacing dewasa hidup di usus manusia dan menghasilkan proglotid yang mengandung telur yang
sudah dibuahi.

2) Proglotid terlepas dari cacing induk, keluar bersama feses, bisa menempel pada rumput, kemudian
termakan oleh hewan (sapi/babi).

3) Di usus hewan tersebut, telur menetas menjadi larva onkosfer.

4) Onkosfer menembus usus, masuk ke peredaran darah hewan tersebut, kemudian di dalam jaringan
otot membentuk kista sistiserkus.

Bila manusia memakan daging yang mengandung kista sistiserkus, maka sistiserkus akan berkembang
menjadi cacing pita baru dan tumbuh hingga dewasa di usus manusia.

Taenia saginata

Taenia saginata tidak mempunyai rostelum (kait) pada skoleknya, dan secara umum tubunya mirip
dengan T. solium. Cacing dewasa hidup sebagai parasit dalam usus manusia, masuk ke dalam tubuh
manusia melalui sapi sebagai hospes intermediet. Cacing ini tidak begitu berbahaya dibandingkan T.
solium. Namun demikian cacing ini merugikan, karena menghambat penyerapan makanan dalam tubuh
manusia. Siklus hidup cacing ini dimulai dari terlepasnya proglotid tua bersama feses manusia. Di dalam
tiap proglotid terdapat ribuan telur yang telah dibuahi (zigot). Zigot tersebut kemudian berkembang
menjadi larva onkosfer di dalam kulit telur. Jika telur tersebut termakan sapi, larva onkosfer akan
menembus masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limfa dan akhirnya sampai di otot lurik.
Didalam otot sapi, larva onkosfer berubah menjadi krista dan berkembang menjadi cacing gelembung
atau sistiserkus yang membentuk skoleks pada dindingnya. Ketika daging sapi tersebut dimakan manusia
(kemungkinan sistiserkus masih hidup), didalam usus manusia skoleks tersebut akan keluar lantas
menempel pada dinding usus, kemudian tumbuh dewasa dan membentuk progloid-progloid baru.
Kemudian siklus hidupnya terulang kembali.

Anda mungkin juga menyukai