Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV/AIDS

Di Susun Oleh :

ANGGIA JELITA PRATIWI


P2.06.20.2.17.044
3B KEPERAWATAN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
CIREBON
2019
1. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang
dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai
CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai
nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem
pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain).

2. Anatomi Fisiologi
Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hamper semua
organisme atau toksin yang cenderung masuk ke jaringan dan organ. Kemampuan ini
dinamakan imunitas (kekebalan/yang khusus untuk membentuk antibody serta limfosit
untuk menyerang dan menghancurkan mikroorganisme spesifik atau toksin. Factor yang
mempengaruhi sistem imun yaitu usia, jenis kelamin, nutrisi, factor psikoneuroimunologi
dan kelainan organ lain. Abnormalitas fungsi sistem imun menyebabkan timbulnya
penyakit imun. Penyakit defisiensi imun misalnya AIDS yang disebabkan oleh virus HIV
yang menyerang dan melumpuhkan sel T Helper.
Limfosit sel T merupakan limfosit yang ada dalam sirkulasi pada awal
perkembangan dalam korteks timus. Sel T disebut juga Pro-T. sel T tidak mengeluarkan
antibody, hanya berkontak langsung dengan sasaran suatu proses yang dikenal dengan
imunitas yang diperantarai oleh sel T. Setiap sel T mempunyai protein-protein reseptor
yang diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen yang berada dipermukaan sel dapat
mengikat sel asing.
Terdapat tiga subpopulasi sel T bergantung pada perannya setelah diaktifkan:
1) Sel T sitoksik, menghancurkan sel pejamu yang memiliki antigen asing. Misalnya
sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker, sel cangkokan.
2) Sel T penolong, yang meningkatkan sel B aktif menjadi sel plasma.
3) Sel T penekan, yang menekan produksi antibody sel B dan aktifitas sel T sitoksik
dan penolong.

3. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV
dari kelompok virus yang dikenal dengan retrovirus yang disebut Lympadenophaty
Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus HTL-III yang juga disebut
Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam
rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deolsiribunukleat (DNA) setelah masuk ke dalam
sel pejamu. Penularan virus ditularkan melalui:
1) Hubungan seksual (anal, organ, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
dengan orang yang telah terinfeksi HIV
2) Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
3) Mendapat tranfusi darah yang mengandung HIV
4) Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan,
melalui air susu ibu (ASI)

4. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe,
limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu
antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi
dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,
dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang
asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan
penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap
tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini,
jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi
mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Ketika sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru
akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang
didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah,
atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
5. Manifestasi Klinis
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1) Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2) Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Retinitis virus Sitomegalo

6. Kemungkinan Data Fokus Hasil Wawancara


A. Biodata
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, status perkawinan, suku, pendidikan,
pekerjaan, No. Register, diagnose medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian.
b. Identitas Penanggungjawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan
pasien, alamat.
B. Keluhan Utama
Biasanya pasien akan merasakan demam dan diare terus menerus (Katiandagho,
2015).
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Terkait dengan gejala infeksi HIV/AIDS Klien sering datang dengan gangguan sistem
pernafasan / sistem pencernaan ( diare lama )
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien sering mengalami infeksi (demam) yang hilang timbul, penyakit pernafasan,
saluran pencernaan (kandidiasis oral s.d diare)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya penyakit HIV di tularkan dari ibu ke anaknya (Jauhar & Bararah, 2013)
F. Riwayat Psikososial
Biasanya pasien mengalami kehilangan pekerjaaan dan penghasilan, perubahan pola
hidup.
G. Data Biologis
1. Penampilan Umum : Biasanya pasien HIV tampak lemah dan kurus
2. Activity Daily Living :
a. Pola Nutrisi
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga
mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓ porsi makanan,
Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan
terapi cairan intravena.
b. Pola Istirahat
Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah.
c. Pola Eliminasi
BAK pasien jarang mengalami gangguan, BAB pasien biasanya cair bahkan
sampai diare.
d. Pola Kebersihan/Personal Hygiene
Kebersihan diri pasien biasanya baik sampai kurang baik karena mengalami
kelemahan yang mengakibatkan pasien tirah baring.
e. Mobilitas dan Aktivitas
Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px mampu
untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
7. Kemungkinan Data Fokus Hasil Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Persarafan
Perubahan mental, demam yang tidak diketahui asalnya dan/atau perubahan fungsi
sensori/motor (Doenges, 2001:836).
b. Sistem Pernapasan
Dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot bantu pernapasan, batuk
produktif atau non produktif.
c. Sistem Pencernaan
Intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia,
perut kram, hepatosplenomegali.
d. Sistem Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
e. Sistem Integument
Kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif
f. Sistem Muskuloskeletal
Focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
g. Sistem Genitourinaria
Lesi atau eksudat pada genital

8. Kemungkinan Hasil Pemeriksaan Diagnostik


1) ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan teknik
ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno). Biasanya
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan
antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).
2) Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu
protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya
protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang mempunyai
makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum, 2009).
3) PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal
masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun status
infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai tes
konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno,
2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu
dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting
(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan alat
untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan
memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-
masing secara otomatis melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser.
Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang
dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik
molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, alat itu
dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah masing-
masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).

9. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan menumpukan secret
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
3) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko.
5) Resiko tinggi penularan infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan
10. Tujuan NIC dan NOC
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keadaan pasien 1. Memantau kondisi pasien
keperawatan selama 3x24 jam 2. Posisikan pasien untuk 2. Memudahkan pasien
diharapkan bersihan jalan memaksimalkan ketika bernapas
napas ketidakefektifan hilang ventilasi 3. Mengeluarkan secret
dengan kriteria hasil: 3. Ajarkan untuk batuk 4. Pemberian oksigen untuk
1. Tidak terdapat sputum efektif memperlancar napas
2. Frekuensi napas 16- 4. Monitor respirasi dan 5. Memberikan kenyamanan
20x/menit berikan terapi oksigen untuk pasien
3. Tidak ada suara napas sesuai indikasi
tambahan 5. Berikan pasien posisi
4. Retraksi dinding dada (-) semi fowler

2 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kemampuan 1. Intake menurun


keperawatan selama 3x24 jam mengunyah dan dihubungkan dengan nyeri
diharapkan pasien mempunyai menelan. tenggorokan dan mulut
intake kalori dan protein yang 2. Monitor BB, intake dan 2. Menentukan data dasar
adekuat untuk memenuhi ouput 3. Mengurangi muntah
kebutuhan metaboliknya 3. Atur antiemetik sesuai 4. Meyakinkan bahwa
dengan kriteria hasil mual dan order makanan sesuai dengan
muntah dikontrol, pasien 4. Rencanakan diet keinginan pasien
makan TKTP, serum albumin dengan pasien dan
dan protein dalam batas orang penting lainnya.
normal, BB mendekati seperti
sebelum sakit

3 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor respon 1. Respon bervariasi dari


keperawatan selama 3x24 jam fisiologis terhadap hari ke hari
diharapkan pasien aktivitas 2. Mengurangi kebutuhan
berpartisipasi dalam kegiatan, 2. Berikan bantuan energi
dengan kriteria bebas dyspnea perawatan yang pasien 3. Ekstra istirahat perlu jika
dan takikardi selama aktivitas. sendiri tidak mampu karena meningkatkan
3. Jadwalkan perawatan kebutuhan metabolik
pasien sehingga tidak
mengganggu isitirahat.

4 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk pengobatan dini


keperawatan selama 3x24 jam infeksi baru. 2. Mencegah pasien terpapar
diharapkan pasien akan bebas 2. gunakan teknik aseptik oleh kuman patogen yang
infeksi oportunistik dan pada setiap tindakan diperoleh di rumah sakit.
komplikasinya dengan kriteria invasif. Cuci tangan 3. Mencegah bertambahnya
tak ada tanda-tanda infeksi sebelum meberikan infeksi
baru, lab tidak ada infeksi tindakan. 4. Meyakinkan diagnosis
oportunis, tanda vital dalam 3. Anjurkan pasien metoda akurat dan pengobatan
batas normal, tidak ada luka mencegah terpapar 5. Mempertahankan kadar
atau eksudat. terhadap lingkungan darah yang terapeutik
yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen
untuk tes lab sesuai
order.
5. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai order

5 Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien atau 1. Pasien dan keluarga mau
keperawatan selama 3x24 jam orang penting lainnya dan memerlukan
diharapkan Infeksi HIV tidak metode mencegah informasikan ini
ditransmisikan, tim kesehatan transmisi HIV dan 2. Mencegah transimisi
memperhatikan universal kuman patogen lainnya. infeksi HIV ke orang lain
precautions dengan kriteria, 2. Gunakan darah dan
kontak pasien dan tim cairan tubuh precaution
kesehatan tidak terpapar HIV, bial merawat pasien.
tidak terinfeksi patogen lain Gunakan masker bila
seperti TBC. perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Syaifuddin. (2012). Anatomi Fisilogi : Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan &
Kebidanan, Ed. 4. Jakarta: EGC
Nurafif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction
Jogja
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/16725/Chapter%20II.pdf?sequence=4&
isAllowed=y
https://www.academia.edu/14954720/PATHWAY_PATOFISIOLOGI_HIV_AIDS
https://www.academia.edu/36355563/Asuhan_Keperawatan_HIV_AIDS
https://www.academia.edu/38475014/LAPORAN_PENDAHULUAN_HIV.docx

Anda mungkin juga menyukai