Anda di halaman 1dari 17

Farmasi dan Dunia

pharmacist use pharmacy knowledge to change the world

Rabu, 16 Februari 2011

obat dan bentuk sediaan obat


Untuk menyembuhkan seseorang dari suatu penyakit, suatu terapi dapat dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan obat. Terapi dengan menggunakan obat dikenal sebagai farmakoterapi atau
kemoterapi. Keamanan dan khasiat, serta rasionalitas pemakaian obat menjadi pertimbangan dalam
proses suatu terapi. Namun perlu diketahui bahwa obat tidak hanya digunakan untuk menyembuhkan
(terapi) saja.

Obat merupakan suatu bahan, yang dapat merupakan bahan alam ataupun sintesis, yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi sistem biologis pada tubuh manusia ataupun hewan, dengan tujuan
untuk menyembuhkan, mengurangi/menghilangkan gejala, mencegah, menegakkan diagnosis,
meningkatkan stamina maupun memperelok badan. Dalam hal ini obat didesain sebagai suatu sistem
yang terintegrasi untuk mencapai tujuan terapi secara aman, efektif dan efisien.

Secara umum, pengertian tentang obat dibedakan sebagai zat aktif (drug) dan sediaan obat (medicine).

Zat aktif merupakan zat yang memang terbukti memberikan efek farmakologis pada tubuh manusia atau
hewan dalam dosis tertentu. Zat aktif juga dikenal sebagai drug, active ingredient, dan active
pharmaceutical ingredient (API). Suatu proses penemuan obat (drug discovery) dilakukan untuk
memperoleh suatu zat aktif yang dibutuhkan, baik dari bahan alam, semisintesis maupun sintesis penuh.
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam menemukan suatu senyawa aktif farmakologis tersebut adalah
terbuktinya keamanan dan khasiatnya. Perlu dipertimbangkan benefit to risk ratio dari senyawa aktif yang
baru tersebut.

Zat aktif sangat beragam dalam memberikan efek farmakologis. Zat aktif yang poten, hanya dibutuhkan
dalam jumlah yang sangat sedikit untuk memberikan efek farmakologis yang bermakna, tidak jarang
hanya berkisar microgram saja. Untuk membawa sejumlah kecil zat aktif tersebut, maka dibutuhkan
bahan lain yang dapat membawa zat aktif tanpa memberikan efek farmakologis (inaktif).

Zat inaktif adalah zat yang tidak memberikan efek secara farmakologis, namun dapat menunjang kinerja
penghantaran zat aktif pada aplikasi. Kinerja yang dimaksudkan dalam hal ini adalah:

1. Membawa zat aktif ke tempat pelepasan/lokasi aksi,


2. Memodulasi pelepasan zat aktif,
3. Meningkatkan stabilitas dan mempertahankan kualitas.

Zat inaktif juga dikenal sebagai excipients atau inactive ingredients.


Zat aktif dan inaktif yang disatukan dalam suatu kesatuan sistem dengan desain tertentu, dikenal sebagai
bentuk sediaan obat = BSO (drug dosage form). BSO pada prinsipnya merupakan suatu bentukan yang
membawa zat aktif menuju lokasi terapi atau tempat pelepasan zat aktif. BSO dikenal dengan pengertian
lain sebagai obat (medicine).

Kriteria suatu BSO secara umum adalah:

1. Aman
2. Stabil dalam penyimpanan à menunjukkan kualitas fisik yang baik selama penyimpanan sesuai
dengan batasan kadaluarsanya
3. Dapat bercampur dengan zat aktif, mampu membawa dan melepaskan zat aktif pada lokasi
aksi/tempat pelepasan
4. Mampu melindungi zat aktif dari kemungkinan degradasi
5. Efektif, efisien, ekonomis
6. Dikemas dalam kemasan yang sesuai

Berdasarkan wujudnya, BSO dibedakan sebagai BSO solid, BSO liquid dan BSO semisolid.

Desain BSO memegang peranan penting terutama agar BSO dapat mendukung timbulnya efek
farmakologis suatu zat aktif secara repsodusibel dan agar BSO dapat diproduksi dalam industry skala
besar.

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam desain suatu BSO antara lain:

1. Tujuan terapi dan kondisi anatomi fisiologi pasien.


2. Sifat fisikokimia zat aktif.
3. Pertimbangan biofarmasetis terkait kapasitas absorpsi untuk beberapa jenis zat aktif dalam berbagai
jenis jalur pemberian obat.
4. Desain kemasan sebagai alat yang mewadahi, memberikan proteksi, menjaga stabilitas produk,
memberikan informasi, dan mendukung kenyamanan penggunaan obat sehingga meningkatkan
kepatuhan pasien.

BSO merupakan bagian dari suatu sistem penghantaran obat.

Sistem penghantaran obat merupakan suatu sistem atau cara untuk membawa, menghantarkan dan
melepaskan obat pada tempat aksi / tempat pelepasan dengan aman, efektif dan efisien.
Pengertian “aman” dalam hal ini dimaksudkan bahwa efek obat yang tidak diinginkan (adverse effect)
dapat diminimalkan, dan juga bahwa zat aktif dilindungi dalam perjalanannya menuju lokasi
aksi/pelepasan.
Pengertian “efektif” dalam hal ini terkait dengan khasiat (efficacy) dari obat tersebut, sedangkan “efisien”
terkait dengan perhitungan dosis, frekuensi penggunaan obat dan lama waktu terapi yang tepat, yang
dapat memberikan imbas pada jumlah beaya terapi yang ditimbulkan.

Hal-hal yang terkait dalam suatu sistem penghantaran obat adalah:

1. BSO (termasuk sifat fisikokimia zat aktif maupun excipient),


2. Jalur pemberian obat,
3. Mekanisme pelepasan zat aktif dari BSO,
4. Pertimbangan bioavailabilitas (bagaimana zat aktif dapat mencapai sirkulasi sistemik dengan laju
dan jumlah yang memadai).

Sistem penghantaran obat didesain sedemikian rupa sehingga diharapkan mampu melaksanakan
fungsinya dengan baik. Sistem ini dikategorikan sebagai conventional delivery system dan advanced
delivery system. Dalam conventional delivery system, kondisi obat setelah dilepaskan dari BSO tidak
dimonitor, sedangkan dalam advanced system, pelepasan obat dimanipulasi, dikendalikan bahkan
diarahkan untuk dapat ditargetkan melepaskan zat aktif di dalam sel (targeting drug delivery à untuk
pengobatan dengan menggunakan cancer chemotherapy).

Efek farmakologis suatu obat yang dikehendaki pada suatu terapi sebagai akibat berjalannya sistem
penghantaran obat, dapat dibedakan dalam 2 hal, yaitu: efek local (setempat) dan efek sistemik
(terabsorpsi ke- atau langsung melalui peredaran darah, terdistribusi ke seluruh bagian tubuh). Efek local
dapat dicapai terutama dengan jalur pemberian topical (diaplikasikan pada permukaan kulit dan atau
selaput mukosa) dan jalur parenteral khusus (sub plantar / ginggival à selama tidak terabsorpsi masuk ke
pembuluh darah), sedangkan efek sistemik dapat dicapai terutama dengan jalur oral (telan à zat aktif
terabsorpsi melalui membrane dinding usus), parenteral (intravascular atau ekstravaskular) atau
transdermal
Pada prinsipnya pembeda dari efek local ataupun sistemik adalah apakah zat aktif tersebut diarahkan
menuju ke pembuluh darah atau tidak. Selama obat tersebut tidak diberikan secara intra vascular
(langsung ke sirkulasi sistemik via pembuluh darah) atau terabsorpsi melewati pembuluh darah, maka
efek yang timbul adalah efek local.

BENTUK SEDIAAN SOLID

Bentuk sediaan solid merupakan BSO yang memiliki wujud padat, kering, mengandung satu atau lebih
zat aktif yang tercampur homogen.

Bentuk sediaan solid memiliki suatu keunggulan jika dibandingkan dengan bentuk sediaan liquid, yaitu
bahwa dengan keringnya bentuk sediaan tersebut, maka bentuk sediaan tersebut lebih menjamin
stabilitas kimia zat aktif di dalamnya, sedangkan kelemahan dari bentuk sediaan ini adalah: pada
penggunaan oral (telan), pemberian bentuk sediaan ini pada beberapa pasien terasa cukup menyulitkan,
perlu disertai dengan cairan untuk dapat ditelan dengan baik.

Jika dibandingkan dengan bentuk sediaan semisolid, dalam pemakaian topical, maka bentuk sediaan
solid ini memiliki keunggulan bahwa pemberiannya cukup ditaburkan pada kulit dengan area permukaan
yang luas, sedangkan kelemahannya adalah bahwa serbuk lebih cepat hilang dari permukaan kulit /
waktu tinggal pada permukaan kulit tidak lama.

Banyak ragam bentuk sediaan solid dalam dunia kefarmasian, antara lain: serbuk, tablet, kapsul, pil,
suppositoria.

A. SERBUK

Serbuk, dalam dunia kefarmasian, ada yang berfungsi langsung sebagai bentuk sediaan, ada yang
berfungsi sebagai bahan penolong bagi bentuk sediaan yang lain.

Yang berfungsi langsung sebaga bentuk sediaan, lebih dikenal dengan istilah sediaan serbuk. Sediaan
serbuk ini dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Pulveres / puyer à serbuk terbagi

Pulveres biasa diberikan dalam suatu resep racikan. Pulveres merupakan sediaan padat yang berbentuk
serbuk, yang dikemas dalam beberapa bungkus kertas perkamen, sesuai dengan jumlah yang tertulis
pada resep, biasa digunakan untuk pemakaian oral. Dengan pulveres, dokter dapat lebih leluasa
menentukan jenis dan dosis obat yang dicampurkan. Suatu tanggungjawab bagi apoteker untuk
memastikan bahwa campuran tersebut tidak menunjukkan inkompatibilitas (ke-tak tercampur-an) yang
merugikan. Apoteker dapat menambahkan bahan inaktif sebagai pengisi atau penyamar rasa pahit,
seperti misalnya amylum, saccharum lactis/lactose, atau saccharum album (gula halus). Namun, yang
perlu diperhatikan adalah sifat higroskopisitas dari saccharum album, mengingat syarat / kriteria sediaan
pulveres adalah : aman, kering, homogen, halus dan mudah mengalir (free flowing).

Resep pulveres dapat dituliskan dalam 2 cara:

a. Dengan penambahan “dtd” pada permintaan pembuatan sediaan

Contoh:

R/ A 40 mg

B 50 mg

Sacch.lact q.s
m.f. pulv dtd No XII

“dtd” merupakan singkatan dari pernyataan da tales doses yang berarti berikan sesuai dengan
takarannya.

Dengan demikian, berarti tiap bungkusnya terkandung 40mg A dan 50 mg B

b. Tanpa penambahan “dtd” pada permintaan pembuatan sediaan

Contoh:

R/ A 500 mg

B 100 mg

Sacch.lact q.s

m.f. pulv No XII

Dengan pemberian ini maka 500 mg A dan 100 mg B dicampur homogen bersama Sacch lactis
secukupnya untuk kemudian dibagi sejumlah bungkus yang diminta dalam resep.

Untuk mendapatkan suatu sediaan pulveres yang homogen, maka pencampuran perlu dilakukan dalam
mortar dan menggunakan stamper untuk menggilas dan mencampur, terlebih-lebih apabila zat aktif
tersebut ada dalam tablet-tablet trituratio.

Untuk memudahkan pemberian kepada pasien, pulveres dapat dicampurkan pada makanan atau sedikit
air yang berasa manis (madu, sirup).

2. Pulvis à serbuk tidak terbagi

Pulvis merupakan sediaan serbuk tidak terbagi, yang biasanya dimaksudkan untuk pemakaian luar /
ditaburkan (pulvis adspersorius=serbuk tabur).

Dalam suatu peresepan, hal utama yang dapat dijadikan ciri untuk membedakan apakah resep tersebut
untuk pulveres atau pulvis adalah pada ada tidaknya “No.“(numero) pada permintaan pembuatan
sediaan.

Kriteria dari serbuk tabur (pemberian topical) ini antara lain:

a. Aman à tidak iritatif, tidak allergenic, tidak komedogenic/acnegenik


b. Homogen
c. Kerin
d. Halus (diayak dengan ayakan nomor 100)
e. Kering (tidak lembab/basah)
f. Melekat pada kulit dengan baik

Salah satu metode pencampuran yang dilakukan dalam skala peracikan untuk pulvis adalah geometric
dilution. Pada metode ini, bahan yang akan dicampurkan diambil sama banyak dengan yang telah berada
di mortar, dicampur homogeny, demikian seterusnya sampai semua bahan dipindahkan kedalam mortar.

Untuk keperluan menunjang pembuatan bentuk sediaan yang lain, serbuk dikategorikan menjadi
beberapa tingkat sesuai dengan ukuran serbuknya mulai 10 mm – 1 micron1

Ukuran serbuk dinyatakan dengan bilangan yang biasanya diikuti dengan “mesh”. Mesh merupakan
ukuran pengayak dalam artian bahwa ukuran 100 mesh menunjukkan bahwa dalam 1 inchi (2,54 cm)
panjang kawat pengayak melintang memuat lobang ayakan sebanyak 100 buah.

Untuk serbuk dengan 2 bilangan ukuran (misal 40/60) maka diartikan bahwa serbuk tersebut dapat
melewati pengayak nomor 40 dan tidak lebih dari 40% melewati pengayak nomor 60 2.

Dalam dunia kefarmasian dikenal pula serbuk yang bersifat higroskopis, deliquescent dan serbuk
efflorescent. Serbuk higroskopis merupakan serbuk yang mampu menangkap uap air di lingkungan,
sehingga serbuk menjadi basah. Serbuk yang bersifat deliquescent adalah seperti serbuk higroskopis
namun kemampuan menyerap airnya sangat tinggi, sehingga sejumlah air yang ditangkap justru
melarutka serbuk tersebut. Serbuk efflorescent merupakan serbuk dari senyawa yang memiliki air kristal,
yang pada kondisi kelembaban lingkungan yang rendah justru dapat melepaskan air kristal dari
strukturnya, sehingga serbuk menjadi basah 3.

Arti penting memahami sifat-sifat serbuk ini adalah apabila sekiranya kita meracik suatu sediaan serbuk,
kita harus pastikan sifat-sifat bahan yang kita racik, karena jika bahan-bahan tersebut memiliki sifat
seperti di atas, maka dapat dipastikan kualitas sediaan kita kurang dapat terjaga dalam penyimpanan.

TABLET

Tablet merupakan sediaan padat yang kompak, mengandung satu atau lebih zat aktif, mempunyai bentuk
tertentu, biasanya pipih bundar, yang dibuat melalui proses pengempaan atau pencetakan. Kaplet
merupakan modifikasi bentuk dari tablet yaitu tablet yang berbentuk kapsular.

Menurut mekanisme disintegrasi (penghancuran) sediaan/pelepasan zat aktif, maka tablet dapat
dibedakan menjadi:

1. Fast disintegrating tablet

Tablet jenis ini mengalami disintegrasi dan pelepasan zat aktif yang sangat cepat saat bersentuhan
dengan cairan (saliva, jika diletakkan di atas lidah). Tablet ini didesain untuk mengakomodasi pasien-
pasien geriatric yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet biasa (immediate released tablet).Biasa
didesain dalam ukuran yang cukup kecil.

2. Chewable tablet (tablet kunyah)

Tablet ini dimaksudkan untuk dikunyah terlebih dulu sebelum ditelan, untuk membantu mempercepat
proses disintegrasi dalam lambung. Biasanya tablet ini mengandung zat aktif dan atau eksipien dalam
jumlah besar sehingga tablet ini bervolume besar, sehingga tidak memungkinkan untuk ditelan langsung
tanpa dikunyah terlebih dulu. Tablet dipastikan tidak memiliki kekerasan yang terlalu tinggi untuk
memfasilitasi proses penguyahan dengan mudah. Contoh : tablet antasida

3. Troches/Lozenges (tablet hisap)

Tablet ini dimaksudkan untuk terdisintegrasi pelan-pelan sehingga bertahan lama dalam rongga mulut,
sebagaimana halnya gula-gula. Contoh: tablet hisap Vitamin C

4. Immediate released tablet

Tablet ini dimaksudkan untuk langsung ditelan dengan bantuan cairan atau makanan. Tablet ini akan
terdisintegrasi dalam lambung selama kurang dari 15 menit untuk dapat segera melepaskan zat aktifnya.

5. Sustained released tablet

Tablet ini juga dimaksudkan untuk lansung ditelan, namun diforumulasikan sedemikian rupa sehingga
dapat terdisintegrasi secara perlahan pada lambung dan usus, sehingga dapat melepaskan zat aktif
secara bertahap dalam waktu yang cukup lama. Tablet ini dimaksudkan untuk memfasilitasi pengurangan
frekuensi minum obat dari pasien. Hal ini akan sangat membantu treutama bagi pasien geriatric.

6. Delayed release tablet

Tablet ini juga langsung ditelan, namun didesain untuk memberikan pelepasan zat aktif yang tertunda,
contoh: enteric coated tablet dan pulsatile released tablet

7. Dispersed tablets

Tablet ini dimaksudkan untuk didispersikan terlebih dulu dalam sejumlah cairan, sebelum ditelan. Maksud
didispersikan terlebih dulu adalah untuk lebih memfasilitasi proses disintegrasi dan distribusi zat aktif
terlarut dalam cairan lambung maupun usus.

8. Effervescent tablets

Disintegrasi tablet ini difasilitasi oleh reaksi saturasi (pendesakan oleh gas CO2 yang terjadi dari reaksi
asam lemah (asam sitrat/asam tartrat/asam fumarat) dan garam berkarbonat (NaHCO3/Na2CO3) yang
ada dalam tablet, saat bersentuhan dengan air). Untuk itu, effervescent tablet tidak boleh langsung
ditelan, namun harus di larutkan dulu dalam segelas air dingin. Gas CO2 yang masih ada dalam larutan
tersebut dapat berfungsi sebagai penyegar (sebagaimana CO2 dalam soft drink) dan dapat
menyamarkan rasa pahit, sehingga effervescent tablet ini biasa digunakan untuk minuman tonik yang
mengandung vitamin atau suplemen makanan yang larut air

Menurut lokasi pelepasan zat aktif , tablet dapat dibedakan menjadi:

1. Tablet oral

Tablet oral adalah tablet yang dimaksudkan untuk ditelan, sehingga tablet akan terdisintegrasi dalam
saluran cerna

2. Tablet buccal

Tablet ini diletakkan pada rongga mulut, antara gusi dan mukosa pipi (diaplikasikan secara topical pada
selaput mukosa mulut) untuk mendapatkan onset yang cukup cepat dan mengingat bahwa zat aktif
mudah terdegradasi oleh asam lambung

3. Tablet sublingual

Tablet ini diletakkan di bawah lidah secara topical, dengan maksud yang sama dengan aplikasi tablet
buccal. Namun mengingat struktur sel yang lebih renggang, maka absorpsi obat pada sublingual relative
lebih cepat daripada di daerah buccal, sehingga onset diperkirakan dapat lebih cepat. Kelemahan dari
penempatan di bawah lidah ini adalah kondisi anatomis bawah lidah yang dapat mengakibatkan resiko
cepat hilangnya zat aktif sebagai akibat sekeresi dan mobilisasi saliva.

Berdasar keberadaan salut, tablet dapat dibedakan menjadi:

1. Tablet tak bersalut (uncoated tablets)

Tablet ini tidak ada penyalutan sama sekali, sehingga hanya mengandalkan kelicinan permukaan tablet
hasil pengempaan. Jika zat aktif mudah larut air dan berasa pahit, jika tablet kontak dengan saliva, rasa
pahit tidak akan bisa ditutupi. Hal ini menjadi tidak akomodatif untuk anak-anak.
2. Tablet bersalut gula (sugar coated tablets = dragee)

Dari istilahnya, dapat diketahui bahwa tablet tersebut disalut dengan gula dengan desain dan proses
penyalutan tertentu. Tujuan penyalutan gula lebih pada untuk menyamarkan rasa dan bau, melindungi
terhadap radiasi UV matahari (yang dapat memberikan reaksi degrdasi pada zat aktif yang peka), selain
memberikan rasa manis dan warna yang menarik yang membantu proses pemberian obat, terutama
untuk anak-anak. Mengingat penyalutan dilakukan berkali-kali, maka tablet salut gula terlihat bervolume
sedikit lebih besar, sebagai akibat tebalnya penyalutan gula tersebut. Hal yang perlu diperhatikan adalah
bahwa tablet salut gula tidak sesuai jika diberikan kepada pasien yang menderita diabetes maupun pada
pasien yang melakukan diet rendah gula. Selain itu sifat hiroskopisitas dari gula perlu dipertimbangkan
terutama dalam mendesain kemasan maupun memberikan instruksi penyimpanan, agar terhindar dari
lembab.

3. Tablet bersalut film (film coated tablets)

Saat ini mulai dikembangkan tablet bersalut film sebagai komplemen dari salut gula. Film penyalut
terbuat dari polymer yang aman dimakan (edible), namun tidak berasa. Penyalutan dengan film
menghasilkan tablet yang mengkilap, licin, namun masih menunjukkan bentuk dan warna asli dari tablet
inti. Karena penyalutan tidak perlu berkali-kali, maka volume tablet salut film tidak berbeda jauh dari
tablet intinya. Tablet (atau kaplet) salut inti sesuai diberikan untuk pasien diabetes maupun pasien
dengan diet rendah gula. Jika salut film transparan, maka penyalutan tidak dapat menghindarkan tablet
dari paparan UV matahari.

4. Tablet bersalut enterik (enteric coated tablets)

Tablet ini dimaksudkan untuk mengalami pelepasan zat aktif yang tertunda. Zat aktif pada dasarnya tidak
boleh terlepas pada saat tablet berada di lambung, karena kemungkinan bahwa zat aktif tersebut mudah
rusak oleh asam lambung atau memberikan efek iritasi yang tidak dikehendaki pada lambung. Salut
enteric ini dibuat sedemikian rupa sehingga salut tersebut tahan terhadap pH asam (di lambung), namun
akan rusak terhadap pH basa (di usus). Mengingat konsep ini, maka jika pasien akan mengkonsumsi
tablet jenis ini, perlu dipastikan bahwa pasien tersebut tidak mengkonsumsi tablet ini bersamaan dengan
makanan/minuman yang bersifat basa.

Menurut cara pembuatannya tablet dibedakan menjadi:

1. Tablet cetak

Pada tablet cetak, tablet dicetak dari massa bahan yang lembab, lalu dikeringkan. Metode pembuatan
tablet ini tidak melibatkan tekanan yang tinggi. Metode ini sesuai untuk bahan yang tahan panas dan
lembab, yang dimaksudkan untuk skala kecil pentabletan. Tablet yang dihasilkan memiliki tingkat
kekerasan yang rendah.

2. Tablet kempa.

Untuk tablet kempa, tablet dikempa dari campuran bahan yang kering, dikempa dalam suatu instalasi
mesin pentabletan dengan tekanan kempa yang cukup tinggi. Metode kempa ini memungkinkan untuk
tablet dapat diproduksi delam skala besar (industry) dengan cepat dan reproducible.

Tablet, terutama tablet kempa, memiliki keunggulan pada keakuratan dosis yang dihasilkan, mengingat
pembuatan tablet dilakukan secara otomatisasi mesin. Selain itu, stabilitas zat aktif lebih terjaga terkait
dengan minimumnya kontak zat aktif dengan lingkungan/atmosfer. Bentuk dan warna yang atraktif dari
tablet memberikan ciri dan penampilan yang lebih meyakinkan (contoh: tablet hisap vitamin untuk anak-
anak yang berbentuk berbagai macam binatang, dengan warna yang disukai anak-anak). Bentuk yang
kompak dan praktis juga memberikan keunggulan tersendiri untuk tablet sehingga memudahkan dalam
pengemasan maupun pengeluaran tablet dari kemasan.
Adapun kelemahan dari sediaan tablet adalah tidak sesuai diberikan pada pasien yang tidak kooperatif
dalam menelan sediaan padat kompak (kesulitan menelan sediaan padat kompak, keadaan pingsan), jika
tablet dimaksudkan untuk ditelan.

Pada pembuatan tablet kempa, beberapa sifat fisik campuran yang akan ditablet perlu dipertimbangkan,
yaitu:

1. Sifat alir
2. Kompresibilitas dan kompaktibilitas
3. Ketahanan terhadap panas, lembab atau tekanan tinggi

Dua metode dikenal dalam pembuatan tablet kempa, yaitu metode kempa langsung dan granulasi.
Industri cenderung memilih metode kempa langsung karena kepraktisan dan kecepatannya. Namun,
apabila sifat alir ataupun kompresi-kompaktibilitas bahan campuran yang akan dikempa tidak baik, maka
memilih metode kempa langsung akan menjadi suatu kerugian. Dua sifat utama campuran tersebut perlu
dipastikan atau diusahakan.

Secara umum, eksipien yang digunakan dalam pembuatan tablet adalah:

1. bahan pengikat (binder), dengan fungsi mendukung kekerasan tablet dan kekuatan ikatan tablet
bagian tepi (sebagai lawan dari kerapuhan) melalui pengikatan antar partikel yang intensif contoh:
muscilago amyli 10%, larutan polyvynilpyrolidon (PVP)

2. bahan penghancur (disintegrant), dengan fungsi mendukung disintegrasi tablet saat bersentuhan
dengan cairan lambung, contoh: amylum, Dicafos

Bahan penghancur perlu diberikan, untuk menjamin bahwa tablet tidak hanya mampu membawa obat
dalam bentuknya, namun mampu melepaskan obat di lokasi pelepasan dengan baik.

3. bahan pengisi (filler/diluents), dengan fungsi menambah massa dan volume tablet sehingga dapat
dikempa dengan ukuran punch dan die yang sudah ditentukan, contoh: lactose

Saat ini telah dikembangkan bahan pengisi yang juga berfungsi sebagai pengikat, dengan sifat alir dan
kompaktibilitas yang bagus, dikenal sebagai filler-binder, sebagai eksipien yang mendukung proses
kempa langsung, contoh: Avicel PH 102

4. bahan pelicin (lubricant/anti adherent), berfungsi untuk memperlancar proses pengeluaran tablet dari
die contoh: Mg stearat, talk.

Yang perlu mendapat perhatian lebih adalah bahwa tidak semua bahan penolong tersebut inert.
Formulator perlu mewaspadai kejadian inkompatibilitas yang mungkin terjadi antara eksipient dengan zat
aktif.

Jika bahan-bahan yang akan dikempa ternyata memiliki sifat alir atau kompaktibilitas yang tidak baik,
maka jika mencari bahan lain ternyata justru lebih mahal beaya produksinya, perlu dilakukan usaha untuk
memperbaiki sifat alir dan kompaktibilitas dengan cara melakukan suatu granulasi. Granulasi yang
dilakukan dapat berupa granulasi basah atau granulasi kering (berdasarkan wujud bahan pengikatnya,
apakah cair atau padat).

Granulasi kering pada prinsipnya dilakukan dengan cara melewatkan campuran dengan bahan pengikat
kering pada suatu roller compactor atau slugger bertekanan sangat tinggi, untuk mendapatkan papan
(compacted materials) atau tablet besar hasil slugging (slugs), yang kemudian papan atau slugs tersebut
dihancurkan hingga mencapai granul ukuran tertentu.

Granulasi basah dapat dilakukan dengan metode tray, dengan cara mencampur bahan-bahan yang akan
digranul dengan bahan pengikat cair, sehingga didapat massa yang lembab. Setelah itu massa dibentuk
granul dengan cara dilewatkan pada suatu granulator. Granul basah yang terbentuk lalu ditimbang sesaat
sebelum dikeringkan. Setelah granul mongering, granul tersebut ditimbang untuk dapat menentukan
proporsi penambahan bahan-bahan lain sesuai dengan formula. Selain itu, granulasi basah juga dapat
dilakukan dengan metode fluid bed granulator dengan menyemburkan serbuk-serbuk bahan padat dari
bagian bawah dan menyemprotkan bahan pengikat cair dari bagian atas granulator, lalu dikeringkan
secara simultan sehingga didapat granul kering yang diinginkan. Metode ini sangat praktis dilakukan
dalam skala industry dengan memperhatikan antara lain kapasitas granulator, setting tekanan
penyemburan dan laju peneyemprotan, ukuran droplet bahan pengikat, dan viskositas bahan pengikat.

Untuk menjaga kualitas fisik dari tablet kempa maka perlu dilakukan suatu kontrol kualitas fisik tablet
dalam hal:

1. Tampilan (bentuk, warna, kualitas permukaan) dan ukuran (ketebalan, diameter)


2. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
3. Kekerasan tablet
4. Kerapuhan tablet
5. Waktu hancur tablet
6. Disolusi tablet

A. KAPSUL

Yang menjadi ciri khas dari sediaan solid ini ini adalah adanya cangkang yang terbuat dari gelatin atau
selulosa, yang digunakan untuk mewadahi sejumlah serbuk zat aktif atau cairan obat dan untuk menutupi
rasa dan bau yang ditimbulkan oleh zat aktif.

Kapsul dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Kapsul keras

Cangkang kapsul keras terdiri dari dua bagian terpisah yaitu badan dan tutup, yang dapat disatukan.
Kapsul keras digunakan untuk memfasilitasi satu atau lebih zat aktif dalam bentuk serbuk padat yang
tercampur homogen dengan eksipien, yang dibuat baik dalam skala racikan ataupun industry. Karena
cangkang kapsul keras kebanyakan terbuat dari gelatin maka penyimpanan kapsul harus dihindarkan
dari lembab, dan serbuk yang akan dikapsul perlu dipastikan bukan serbuk yang higroskopis, atau
deliquescent, atau efflorescent.

Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi mulai 00-0-1-2-3-4-5. Cangkang yang paling besar ditunjukkan
dengan ukuran 00. Untuk kapsul dengan satu jenis zat aktif dalam jumlah < 200 mg, cangkang mulai
nomor 2 sampai dengan 5 dapat digunakan, sedangkan untuk keperluan peracikan, cangkang kapsul
yang biasa digunakan adalah 1, 0 atau 00.

2. Kapsul lunak

Kapsul lunak digunakan untuk mengakomodasi cairan-cairan non aqueous, seperti misalnya: minyak,
gliserin karena kapsul tersegel penuh dan tidak terdiri dari bagian-bagian yang terpisah. Namun, kapsul
lunak harus diproduksi dalam skala industry (manufacturing scale) untuk menjamin kualitas integritas
penyegelan penuh (full sealing) pada kapsul lunak tersebut.

B. PIL

Pil merupakan sediaan solid yang berbentuk bulat dengan berat sekitar 100-500 mg, biasanya 300
mg, mengandung satu atau lebih zat aktif. Sediaan padat bulat dengan masaa < 100 mg dikenal dengan
istilah granul, sedangkan yang lebih dari 500 mg dikenal dengan istilah boli (untuk hewan ternak).

Sediaan pil masih digunakan dan dikembangkan dalam industri obat tradisional dalam hal ini jamu dan
obat herbal terstandar, serta makanan suplemen. Zat aktif yang dibuat pil kebanyakan merupakan
simplisia tanaman yang telah dihaluskan atau.sudah berwujud ekstrak. Bahan lain yang digunakan dalam
pembuatan pil ini adalah: bahan pengikat, bahan pengisi, bahan penghancur dan bahan penyalut.

Kontrol kualitas sediaan pil juga dilakukan dengan aspek yang hamper sama dengan yang dilakukan
untuk sediaan tablet, yaitu penampilan dan ukuran, keseragaman bobot, kekerasan dan waktu hancur.

C. SUPPOSITORIA

Suppositoria merupakan sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang larut ataupun
terdispersi pada bahan pembawa, dimaksudkan untuk pemakaian luar (pada rongga tubuh), berbentuk
torpedo (per anal), atau elips (per vaginal) atau batang (per urethral).

Suppositoria didesain untuk:

1. terapi dengan efek lokal pada bagian anal (contoh: hemorrhoid) atau vaginal (contoh: candidiasis)

2. terapi dengan efek sistemik (suppositoria anal) sebagai alternative pengobatan melalui anal bagi
pasien yang tidak kooperatif terhadap pengobatan oral (keadaan pingsan atau mengalami emesis)

Mekanisme pelepasan zat aktif dari suppositoria adalah dengan pelelehan suppositoria pada suhu tubuh
(jenis basis: oleum cacao, Witepsol) atau penglarutan suppositoria pada cairan anal/vaginal (jenis basis:
Polietilen glikol, gliserogelatin).

BENTUK SEDIAAN LIQUID


Bentuk sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terlarut atau terdispersi stabil dalam medium, yang homogen pada saat diaplikasikan.

Bentuk sediaan liquid dalam konsistensi cairnya, memiliki keunggulan terhadap bentuk sediaan solid
dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari sediaan liquid ini. Selain itu,
dosis yang diberikan relative lebih akurat dan pengaturan dosis lebih mudah divariasi dengan
penggunaan sendok takar. Namun, bentuk sediaan ini tidak sesuai untuk zat aktif yang tidak stabil
terhadap air. Dengan kemasan botol dan penggunaan sendok takar untuk sediaan oral, maka tingkat
kepraktisan bentuk sediaan ini relative lebih rendah jika dibanding bentuk sediaan solid.

Untuk pemakaian topical, keunggulan bentuk sediaan liquid, jika dibanding bentuk sediaan solid maupun
semisolid, terletak pada daya sebar dan bioadhesivitasnya, selama viskositasnya optimum. Namun
terkait daya lekat dan ketahanan pada permukaan kulit, bentuk sediaan liquid relative lebih rendah jika
dibanding bentuk sediaan semisolid. Hal ini terutama berhubungan dengan tingkat viskositas dari kedua
bentuk sediaan tersebut.
Ragam bentuk sediaan liquid yang akan didiskusikan dalam modul ini adalah larutan, emulsi dan
suspensi.

A. LARUTAN

Larutan merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif (solute) yang terlarut dalam
medium/pelarut/solvent yang sesuai. Medium/pelarut/solvent yang universal adalah air. Namun demikian,
ada berbagai jenis solvent lain yang digunakan, antara lain minyak dan etanol.

Kriteria yang berlaku untuk suatu sediaan larutan adalah bahwa sediaan tersebut harus:

1. Aman dalam penggunaannya (tidak toksik, tidak iritatif, tidak alergenik)

2. Homogen

3. Zat aktif harus terlarut sempurna dan stabil dalam medium


Dengan persyaratan yang mendasar dari larutan bahwa semua komponen solute harus terlarut, maka
kelarutan (solubility) suatu bahan dalam medium memegang peranan penting. Yang dimaksud dengan
kelarutan (solubility) adalah ratio sejumlah solute yang larut dalam pelarut yang sesuai.

4. Tidak boleh ada partikel yang mengapung, melayang, atau mengendap pada sistem larutan

5. Viskositas dan daya sebar memungkinkan untuk penuangan maupun aplikasi dengan mudah

Dalam larutan oral, dikenal istilah sirup dan elixir. Istilah sirup terkait dengan penggunaan gula dengan
kadar 60-80%, sedangkan elixir terkait dengan keberadaan etanol (dengan proporsi bervariasi) yang
berfungsi sebagai cosolvent1.

Cosolvent merupakan bahan yang dapat membentu kelarutan suatu solute dalam medium utamanya.
Contioh cosolvent selain etanol yang sering digunakan adalah propylene glycol, isopropyl alcohol.
Penggunaan cosolvent selain mempertimbangkan kadar dan kapasitas cosolvensinya, juga harus
mempertimbangkan faktor keamanan pada pemakaian (tidak toksik), halal/tidaknya solvent tersebut saat
digunakan per oral (telan)

Sehubungan dengan pemakaian larutan oral, penggunaan sendok takar memegang peranan penting,
untuk memastikan kebenaran dosis sediaan yang dikonsumsi oleh pasien. Sangat tidak dianjurkan untuk
menggunakan sendok makan atau sendok teh rumah tangga, mengingat volume yang belum tentu
sesuai dengan volume yang tertara sebagai sendok makan (15 mL) atau sendok teh (5 mL) pada standar
peresepan. Di dalam Farmakope Indonesia edisi IV (1995) untuk merujuk takaran sendok sudah
digunakan istilah sendok besar (15 mL) dan sendok kecil (5 mL).

Larutan tidak hanya digunakan untuk keperluan per oral saja, namun juga parenteral dan topical. Larutan
parenteral memerlukan tambahan criteria khusus yaitu sterilitas dan bebas pyrogen.

Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam desain sediaan larutan, antara lain:

1. Tujuan terapi dan jalur pemberian

Dalam tujuan terapi ini perlu dipastikan:

a. Apakah dibutuhkan sediaan yang mampu memberikan onset cepat,

b. Apakah perlu secara per oral atau parenteral.

c. Zat aktif apa yang sekiranya memberikan efikasi dan keamanan dalam terapi tersebut.

2. Zat aktif dan pemilihan medium

a. Kelarutan zat aktif terpilih dalam medium yang sesuai

b. Stabilitas zat aktif dalam medium

c. Kadar zat aktif yang akan diformulasikan

d. Kebutuhan peran viscocity enhancer atau cosolvent

e. Kebutuhan peran additives, seperti misalnya: gula/pemanis, flavoring agent, coloring agent,
preservative,antioksidant

3. Desain kemasan baik primer (yang bersentuhan dengan produk) ataupun sekunder (yang
mengemas kemasan primer)

B. EMULSI

Emulsi dan suspensi tergolong dalam sistem dispersi, yang artinya bahwa bahan tidak larut dalam
medium, namun hanya tersebar merata dalam medium.

Emulsi merupakan sediaan liquid yang mengandung satu atau lebih zat aktif, yang berada dalam 2 atau 3
jenis cairan yang tidak saling menyatu, namun terdispersi homogen, yang distabilkan oleh suatu
emulgator. Zat aktif dalam sediaan ini dapat berupa minyak, atau solid yang terlarut dalam salah satu
fase dalam sistem dispersi ini.

Sediaan emulsi ini didesain dalam dunia kefarmasian untuk memfasilitasi penghantaran zat aktif yang
berupa minyak, atau zat aktif yang larut minyak. Jika hanya diberikan dalam bentuk minyak saja, maka
tingkat penerimaan pasien akan cenderung rendah.

Emulgator adalah suatu bahan yang dalam strukturnya memiliki bagian yang lyofilik maupun lyofobik,
yang mampu mengakomodasi droplet-droplet cairan yang tidak saling campur, untuk dapat terdispersi
dengan stabil.

Contoh dari emulgator adalah: Pulvis Gummi Arabicum (PGA), Tween, dan Span

HLB (hydrophyl-lipophyl balance) merupakan suatu tingkat keseimbangan bagian hidrofil dan bagian
lipofil dari suatu emulgator dalam membentuk emulsi yang stabil. Untuk mendesain suatu emulsi,
seorang formulator perlu memahami HLB dari emulgator atau campuran emulgator yang akan digunakan,
untuk menstabilkan emulsi sesuai tipe emulsi yang dikehendaki. Lebih daripada itu, beberapa fase
minyak juga mengindikasikan kebutuhan HLB (required HLB) yang harus dipunyai oleh emulgator untuk
menstabilkan emulsi pada dua jenis tipe emulsi.

Kriteria emulsi yang baik adalah:

1. Aman

2. Efektif dan efisien à sesuai dengan tujuan terapi

3. Merupakan disperse homogen antara minyak dengan air

4. Stabil baik secara fisik maupun khemis dalam penyimpanan

5. Memiliki viskositas yang optimal, sehingga mampu menjaga stabilitas dalam penyimpanan, serta
dapat dituangkan dengan mudah

6. Dikemas dalam kemasan yang mendukung penggunaan dan stabilitas obat

Dalam emulsi dikenal istilah fase dispers dan medium pendispersi. Ada dua jenis tipe emulsi secara
umum, yaitu:

1. Tipe air/minyak (A/M)

Tipe A/M berarti air (fase terdispersi) terdispersi dalam minyak (medium)

2. Tipe minyak/air (M/A)

Tipe M/A berarti minyak (fase terdispersi) terdispersi dalam air (medium)

Secara khusus dikenal pula tipe air/minyak/air dan tipe minyak/air/minyak.


Untuk membedakan tipe emulsi tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Pemberian pewarna yang larut pada salah satu fase, kemudian dilakukan pengamatan secara
mkiroskopis terhadap kondisi emulsi yang telah terwarnai salah satu fasenya.

Contoh: semisal digunakan methylen blue yang larut air, apabila diamati melalui mikroskop, yang
terwarnai adalah dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe A/M, begitu juga sebaliknya

Jika digunakan Sudan III yang larut minyak, apabila diamati melalui mikroskop, yang terwarnai adalah
dropletnya, maka emulsi tersebut bertipe M/A, begitu juga sebaliknya

Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis pewarna tersebut

2. Pengenceran dengan menggunakan cairan salah satu fase. Jika cairan untuk mengencerkan
tersebut bercampur dengan emulsi, maka dapat dipastikan bahwa cairan tersebut berperan sebagai
medium pendispersi.

Catatan: untuk pemastian hasil, emulsi perlu ditest dengan 2 jenis cairan tersebut

Sistem emulsi merupakan sistem dispersi yang diupayakan untuk memanipulasi dalam waktu tertentu,
dua cairan yang secara alami tidak saling menyatu, sehingga suatu saat fase-fase dalam sistem tersebut
dapat memisah sesuai dengan kealamiannya (by nature). Fenomena ketidakstabilan emulsi dapat
diamati sebagai berikut:

1. Creaming

Creaming merupakan peristiwa pemisahan fase yang terjadi sementara, yang dapat didispersikan
kembali dengan penggojogan ringan

2. Cracking

Cracking merupakan peristiwa pemisahan fase yang permanen, yang tidak dapat didispersikan kembali

3. Inversi

Inversi merupakan persitiwa perubahan fase sekonyong-konyong sebagai akibat dari perubahan
temperature yang ekstrim. Inversi ini dapat berimbas pada penurunan tingkat penerimaan pasien.

C. SUSPENSI

Suspensi merupakan sediaan yang merupakan sistem dispersi dari partikel zat aktif solid yang memiliki
kelarutan yang rendah pada medium. Yang diharapkan dari suatu sediaan suspensi adalah bahwa sistem
terdistribusi homogen saat digunakan.

Untuk itu yang menjadi criteria dalam sediaan suspensi adalah:

1. Aman
2. Efektif dan efisien
3. Partikel solid stabil secara kimia dalam medium
4. Partikel solid terdistribusi merata, tidak boleh cepat mengendap, kalaupun mengendap dapat
diredispersikan kembali dengan penggojogan ringan
5. Tidak membentuk cake (endapan massif yang kompak pada dasar botol yang tidak dapat
diredispersikan kembali)
6. Partikel solid tidak mengapung (floating)
Suspensi didesain dalam dunia kefarmasian untuk mengakomodasi penghantaran zat aktif solid yang
perlu dihantarkan dengan sediaan liquid, yang memiliki kelarutan yang rendah terhadap medium.

Dalam suspense dikenal dua sistem yaitu:

1. Sistem flokulasi

Dalam sistem ini, saat tidak dilakukan intervensi mekanik apa pun, partikel-partikel solid saling bergabung
perlahan membentuk flok dengan ikatan yang lemah. Dengan terbentuknya flok ini, maka flok akan cepat
mengendap dan supernatant/medium akan tampak relatif jernih. Namun dengan adanya kerenggangan
dalam struktur flok ini, apabila sistem digojog, maka partikel akan mudah terdispersi kembali.

2. Sistem deflokulasi

Dalam sistem ini, partikel-partikel solid tidak membentuk flok, dan sebagai akibat gravitasi, mengendap
perlahan pada dasar. Berhubung partikel tersebut mengendap perlahan, maka terjadi suatu penataan
partikel di dasar botol yang cenderung membuat endapan menjadi kompak dan keras (terbentuk cake)
yang relative sulit untuk didispersikan kembali dengan penggojogan ringan.

Kedua sistem tersebut bukan merupakan suatu pilihan. Formulator perlu mengakomodasi kebaikan dari
dua sistem tersebut untuk sediaan suspensi yang berkualitas (lama mengendap, sekalipun mengendap
dapat diredispersikan kembali dengan mudah, sehingga dalam pemakaian/penggunaan obat dapat
memberikan sejumlah partikel yang terdistribusi homogen dalam medium) dalam penyimpanan waktu
yang dikehendaki.

Komposisi dari sediaan suspensi adalah:

1. Zat aktif dengan kelarutan yang rendah pada medium


2. Medium suspensi yang diharapkan (dapat berupa air atau minyak)
3. Wetting agent à surface active agent

Solid yang memiliki kelarutan yang rendah dalam medium cenderung memiliki tegangan permukaan yang
tinggi. Keperluan menyertakan wetting agent disini adalah agar tegangan permukaan solid dapat
diturunkan, sehingga solid dapat terbasahi dengan baik, dapat berada dalam medium, tidak terjadi
pengapungan partikel (floating)

4. Viscocity enhancer

Viscocity enhancer dibutuhkan untuk membentuk struktur pembawa (structured vehicle) yang mampu
menahan laju pengendapan partikel. Semakin kental sistem, maka laju pengendapan partikel akan
semakin rendah (salah satu intepretasi dari Hukum Stokes)

5. Agen pemflokulasi

Agen pemflokulasi dibutuhkan untuk menstimulasi partikel-partikel membentuk flok, sehingga resiko
terbentuknya cake dapat dihindari. Namun, perlu diperhatikan penambahan agen pemflokulasi ini,
diarahkan untuk flokulasi yang terkendali (controlled flocculation)

6. Additives

Sebagai additives disini dapat digunakan: gula (yang juga dapat berfungsi sebagai viscocity enhancer)
atau pemanis, pewarna, antioksidant, pengawet (yang kesemuanya harus larut pada medium)

Suspensi juga dapat digunakan secara oral, topical, maupun parenteral. Namun hal yang perlu
diperhatikan terutama dengan penggunaan parenteral adalah kadar solid, ukuran partikel solid (micro or
nano sized) dan bentuk partikel solid (spheris), selain sterilitas dan kondisi pyrogen-free. Demikian juga
dengan penggunaan topical yang ditujukan pada mata (ophthalmic suspension), perlu juga melihat
ukuran dan bentuk partikel, sealing sterilitas. Dalam ophthalmic suspension, kondisi pyrogen free tidak
dipersyaratkan, mengingat pemberian dilakukan secara topical.

BENTUK SEDIAAN SEMISOLID

Bentuk sediaan semisolid memiliki konsistensi dan wujud antara solid dan liquid, dapat mengandung zat
aktif yang larut atau terdispersi dalam pembawa (basis). Bentuk sediaan semisolid biasanya digunakan
secara topical, yaitu diaplikasikan pada permukaan kulit atau sleput mukosa. Namun demikian sediaan
topical tidak harus semisolid.

Bentuk sediaan semisolid jika dibandingkan dengan bentuk sediaan solid dan liquid, dalam pemakaian
topical, memiliki keunggulan dalam hal adhesivitas sediaan sehingga memberikan waktu tinggal yang
relative lebih lama.Selain itu fungsi perlindungan terhadap kulit lebih nampak pada penggunaan sediaan
semisolid. Namun, sediaan semisolid tidak umum diaplikasikan dalam area permukaan kulit yang luas,
sebagaimana halnya sediaan solid maupun liquid. Kemudahan pengeluaran dari kemasan primer juga
menjadi pertimbangan yang harus diantisipasi dalam desain sediaan semisolid, terutama semisolid steril
(contoh: salep mata), terkait dengan viskositas yang dimiliki oleh sediaan tersebut.

Variasi sediaan semisolid yang umum dalam dunia kefarmasian adalah: salep (unguenta), cream, gel dan
pasta.

A. SALEP

Salep merupakan sediaan semi solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang larut atau
terdispersi dalam basis salep yang sesuai.

Salep memiliki criteria sebagai berikut:

1. Aman (tidak toksik, tidak iritatif)


2. Efektif dan efisien
3. Stabil dalam penyimpanan
4. Basis salep mampu membawa zat aktif dan melepaskannya pada tempat aksi
5. Memiliki viskositas dan daya sebar sedemikian rupa sehingga mudah dikeluarkan dari kemasan dan
mudah dioleskan secara merata

Basis salep yang umum digunakan dalam pembuatan salep adalah:

1. Basis salep hidrokarbon

Basis ini merupakan basis dengan karakteristik berminyak, dapat berasal dari mineral alam, ataupun
dihasilkan oleh serangga (lebah) atau tanaman

Contoh: vaselinum album (White petrolatum), vaselinum flavum (yellow petrolatum), paraffin, cera alba
(white wax), cera flava (yellow wax)

2. Basis salep serap

Basis ini merupakan basis yang mampu menyerap sejumlah air dengan tetap menunujukkan stabilitas
sediaan.

Contoh: adeps lanae, lanolin

3. Basis salep emulsi

Basis ini merupakan basis dengan sistem emulsi, dimana merupakan sistem disperse air dan minyak
yang ditabilkan dengan emulgator. Sering dikenal sebagai basis tercuci air (water washable base)

Contoh : cold cream (tipe A/M);vanishing cream (tipe M/A)

4. Basis salep larut air

Basis ini merupakan basis yang larut dalam air

Contoh: Polietilen glikol


Pada pembuatan salep, dikenal kaidah pembuatan salep yang merupakan warisan dari Farmakope
Belanda edisi V, yaitu:

1. Zat aktif yang larut dalam basis, dilarutkan dalam basis, jika perlu dengan pemanasan rendah
2. Zat aktif yang larut dalam air, dilarutkan dalam air sebanyak yang dapat diserap oleh basis sale
3. Zat aktif yang tidak larut dalam air maupun basis, diayak dengan ayakan ukuran 100 sebelum
didispersikan dalam basis
4. Basis yang dibuat dengan cara peleburan, harus diaduj sampai dingin

B. CREAM

Cream merupakan sediaan semisolid yang menggunakan basis emulsi, dapat bertipe A/M ataupun M/A,
dapat mengandung zat aktif (obat) atau tidak mengandung zat aktif (kosmetika). Cream menjadi alternatif
pillihan sediaan semisolid karena jika dibandingkan dengan salep (unguenta) yang bukan berbasis
emulsi, cream lebih menunjukkan keunggulan yaitu pada aspek kelembutan, kelunakan, dan bahwa
cream relatif tidak meninggalkan kesan berminyak (greasy) jika dibanding salep dengan basis bukan
basis emulsi. Dalam segi absorpsi, cream juga lebih baik jika dibanding salep, karena mengandung air
yang dapat membantu proses hidrasi pada kulit, sehingga kulit akan terlembabkan dan obat dapat
terpenetrasi dengan baik.

Terkait bahwa cream merupakan sediaan semisolid berbasis emulsi, maka kriteria cream sama dengan
kriteria untuk sediaan emulsi.

Basis cream biasanya terdiri dari:

1. Asam lemak, contoh : asam steara2. Basa kuat, contoh : triethanolamin


3. Emulgator eksternal, contoh: tween, span
4. Humektan, contoh: gliserol, sorbitol, propilen glikol
5. Antioksidan, contoh: BHA, BHT
6. Pengawet, contoh: Nipagin, Nipasol

Humektan merupakan bahan yang higroskopis, mampu mempertahankan kandungan air dalam sediaan
(mencegah kekeringan sediaan) serta mendukung hidrasi kulit, sehingga kondisi kelembaban kulit dapat
terjaga.

Dalam pembuatan krim, secara umum ada 2 macam reaksi yang terjadi, yaitu:

1. Reaksi penyabunan

Reaksi ini merupakan reaksi kimia antara sejumlah asam lemak dalam komposisi cream yang direaksikan
dengan basa kuat, membentuk sabun dan gliserol. Sabun yang terjadi, merupakan emulgator internal
yang digunakan dalam reaksi selanjutnya

2. Reaksi emulsifikasi

Reaksi ini merupakan reaksi fisika antara sisa asam lemak yang tidak tersabunkan, dengan air, dalam
kondisi asam lemak yang meleleh, membentuk suatu emulsi yang distabilkan oleh sabun sebagai
emulgator internal. Dalam sediaan cream ini juga sering ditambahkan emulgator eksternal untuk lebih
menjamin stabilitas fisik dari cream tersebut.

C. GEL
Gel merupakan sediaan semisolid yang mengandung cairan yang terperangkap dalam suatu matriks 3
dimensi yang terbentuk dari gelling agent yang mengembang.

Gel dapat dikategorikan menurut:

1. Jenis gelling agent

a. Gel organik
Merupakan gel dengan gelling agent yang memiliki rantai atom C, atau merupakan suatu polymer dengan
kemampuan mengembang setelah bersentuhan dengan cairan. Biasanya terbentuk satu fase, tidak ada
batasan antara gelling agent dengan cairan
Contoh: gel dengan gelling agent CMC-Na, Carbopol

b. Gel inorganik
Merupakan gel dengan gelling agent suatu bahan inorganic. Biasanya nampak batas antara gelling agent
dengan cairaContoh: bentonit magma, Veegum®

2. Jenis cairan yang terperangkap

a. Organogel
Organogel atau oleaogel merupakan gel dengan cairan berwujud minyak.

b. Hydrogel
Merupakan gel dengan cairan berupa air.
Hydrogel sangat umum diaplikasikan dalam desain sediaan semisolid dengan keunggulannya yang
samasekali tidak menimbulkan kesan berminyak (greasy), dapat memberikan daya tarik sehubungan
dengan kejernihan sediaan (namun tidak semua htdrogel jernih, sangat tergantung dengan bahan lain,
apakah terlarut atau terdispersi dalam gel), kehalusan dan kelembutan sediaan, dan bahwa saat
diaplikasikan, meninggalkan lapisan tipis transparan yang elastic pada permukaan kulit.

c. Emulgel
Merupakan gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan minyak yang
merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan mengurangi kesan berminyak dalam aplikasinya.
Suatu gel dapat mengandung komponen:

1. Zat aktif
2. Gelling agent à bahan pembentuk ge
3. Cairan à untuk hidrogel berupa air, yang mengembangkan gelling agent
4. Humektan
5. Pengawet
6. Antoksidan

D. PASTA

Pasta merupakan sediaan semisolid yang mengandung banyak partikel solid yang terdispersi dalam
basis. Pasta dapat digunakan sebagai agen pembersih gigi (pasta gigi, yang mengandung bahan abrasif)
ataupun sebagai bahan intermediet pembuatan salep, sebelum dicampurkan dengan basis yang lain
(contoh: pembuatan pasta ZnO dengan minyak mineral pada peracikan Zinc Oxide ointment, sesaat
sebelum disatukan dengan white ointment dengan metode levigasi).

Anda mungkin juga menyukai