Anda di halaman 1dari 16

ISLAM DAN ETIKA BERPOLITIK

Disusun oleh

Nama : Dhio Galih Putrasakti

NIM : 43118310085

Fakultas : Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Manajemen

Bekasi

2019

DAFTAR ISI

1
HALAMAN JUDUL……………………………………………… 1
DAFTAR ISI………………………………………………………. 2
KATA PENGANTAR…………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………. 4
A. Latar Belakang……………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah………………………………………….. 5
C. Tujuan Penulisan……………………………………………. 5
D. Metode Penelitian………………………………………….. 5
BAB II PEMBAHASAN………………………………………….. 5
A. Pengertian Etika……………………………………………. 5
B. Pengertian Sistem Politik…………………………………… 6
C. Sistem Politik Islam……………………………………….... 7
D. Etika Berpolitik Dalam Islam………………………………. 12
E. Kondisi Penerapan Etika Politik di Indonesia………………. 14
BAB III PENUTUP………………………………………………… 15
A. Kesimpulan………………………………………………….. 15
B. Saran…………………………………………………………. 15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada

2
waktunya. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya hingga pada umatnya sampai akhir zaman.

Makalah ini sudah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, saya memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memperbincangkan persoalan etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam
Islam, karena berbagai alasan, diantaranya; Pertama, politik itu dipandang sebagai

3
bagian dari ibadah, karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip
ibadah.Misalnya, dalam berpolitik harus diniatkan dengan lillahi taala. Dalam
berpolitik, kita tidak boleh melanggar perintah-perintah dalam beribadah, karena
pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ibadah akan dapat merusak "kesucian" politik itu
sendiri. Kedua, etika politik dipandang sangat perlu dalam Islam, karena politik itu
berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat (Irfan Idris: 2009).
Dalam berpolitik sering menyangkut hubungan antar-manusia, misalnya saling
menghormati, saling menghargai hak orang lain, saling menerima dan tidak
memaksakan pendapat sendiri. Itulah menurut hemat saya prinsip-prinsip hubungan
antar-manusia yang harus berlaku di dalam dunia politik kita saat ini. Akan tetapi, ada
sebagian pengamat politik yang justru berpendapat sebaliknya, bahkan berpandangan
sinis: "mereka berkata; bahwa membahas tentang etika politik itu seperti 'berteriak di
padang pasir' ". lebih jauh mereka mengatakan bahwa "etika politik itu nonsense".
Menurutnya, realitas politik itu sebenarnya pertarungan kekuatan dan kepentingan dan
tak ada kaitan dengan etika. Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tunduk
kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan
menghalalkan segala cara seperti apa yang diajarkan oleh filsuf Machiavelli. Dari
pandangan singkat di atas, maka wajar jika salah seorang filsuf yakni Immanuel Kant
pernah menyindir bahwa ada dua watak binatang terselip di setiap "insan politik":
watak merpati dan watak ular. Politisi kadang memiliki watak merpati yang lemah
lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, di sisi lain
terkadang ia juga mempunyai watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya
untuk memangsa merpati. Akan tetapi celakanya, yang sering menonjol dimiliki oleh
insan politik adalah "watak sisi ular" ketimbang watak "sisi merpati"-nya. Dari sikap
itu sehingga memunculkan pemikiran bahwa politik itu kotor, akal-akal-an, tipu
muslihat, licik, serta kejam dalam mencapai suatu tujuan, dan anggapan ini hingga
kini masih dianut oleh sebagian bahkan mayoritas orang, dan tentunya hal ini
mencederai pengertian politik itu sendiri yang padahal menurut filosof Aristoteles
bahwa politik itu sendiri justru bertujuan mulia. Disinilah pentingnya etika politik
sebagai alternatif solusi pilihan untuk mewujudkan perilaku politik yang santun demi
terwujudnya kondisi Negara yang tentram, aman dan maju.

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan dibahas diantaranya meliputi:

4
a. Bagaimana pengetian dari etika, sistem politik ?
b. Bagaimana sistem politik dalam islam ?
c. Bagaimana etika berpolitik dalam islam ?
d. Bagaimana penerapannya di Indonesia tentang sistem berpolitik menurut
Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas wajib Agama Islam. Selain itu
juga ada beberapa tujuan lain diantaranya:
a. Mengetahui lebih jauh tentang sistem politik dalam Islam.
b. Mengetahui etika berpolitik dalam Islam.
c. Mengetahui bagaimana penerapannya di Indonesia tentang sistem berpolitik
menurut Islam.

D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode pengumpulan data dari berbagai
sumber yang ada di internet.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat
internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia
bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan
dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai
dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi
umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS

5
yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah
laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini : –
Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. – Drs. Sidi Gajalba dalam
sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia
dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. – Drs. H.
Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.

B. Pengertian Sistem Politik


Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi
yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Menurut Drs.
Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu
kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta
melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau
kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan
Negara. Menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat
fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langgeng. Menurut Almond, Sistem Politik adalah
interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi
integrasi dan adaptasi. Menurut Robert A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap
dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat
tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, atau pun wewenang. Dapat disimpulkan
bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam
struktur politik dalam hubungan satu sama lain yang menunjukan suatu proses yang
langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan
datang).

C. Sistem Politik Islam


a. Pengertian Politik Menurut Islam
Politik dalam Islam menjurus kegiatan ummah kepada usaha untuk
mendukung dan melaksanakan syariat bertujuan untuk menyimpulkan segala
sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai sahsiah untuk

6
menerajui dan melaksanakan undang-undang. Pengertian ini bertepatan
dengan firman Allah: Dan katakan Alamiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum
tertinggi dalam sistem: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang
benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah
kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Al-Isra’: 80)
b. Asas – Asas Sistem Politik Islam
i. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum
tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah. Dan
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah
segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu di kembalikan. (Al-
Qasas: 70). Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian
berikut:
1. Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada
hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia,
dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk
kepada sifat Ilahi-Nya Yang Maha Esa.
2. Bahawasanya hak untuk menghakimi dan mengadili tidak
dimiliki oleh siapapun kecuali Allah.
3. Bahawasanya hanya Allah sajalah yang memiliki hak
mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satu Nya Pencipta.
4. Bahawasanya hanya Allah saja yang memiliki hak
mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satu Nya
Pemilik.
5. Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab
hanya Dia saja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan
hanya di tangan-Nyalah ada penentuan hidayah dan penentuan
jalan yang selamat dan lurus.
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahawa teras utama kepada
sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan
Uluhiyyah.
ii. Risalah

7
Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan
manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w
adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui
landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi
Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul
meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah
dengan ucapan dan perbuatan. Dalam sistem politik Islam, Allah telah
memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan
Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah
Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w
untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara
mereka. Firman Allah: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang
diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-
kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah
dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)”.
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)
iii. Khilafah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi
ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah
diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-
undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka
manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau
wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.Kemudian Kami
jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah
mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.

8
(Yunus: 14). Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah
selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia
menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang
memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima
dan mendukung prinsip-prinsip tanggung jawab yang
terangkum dalam pengertian khilafah.
2. Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai
terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang
ditetapkan oleh-Nya
3. Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat,
memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan
fizikal.
4. Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapat
dipikul kan tanggung jawab kepada mereka dengan yakin dan
tanpa keraguan
c. Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
i. Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan
pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjawat tugas-
tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua
adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan
undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-
Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan
jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul di
dalangan ummah melalui proses ijtihad.
ii. Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh
sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang
luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam
meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku
dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan
pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak
pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan

9
anak-anaknya.kewajipan berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim
adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi
peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut.
Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial
yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia
dalam segala aspeknya.
iii. Kebebasan
Kebebasan yang dipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan
yang berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip
kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem
politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi
undang-undang perlembagaan negara Islam.
iv. Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan
menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut
peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang
perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-
undang.
v. Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat
penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada
kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-
hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah.
Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota
dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan
kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa
rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan
keputusan-keputusan pihak pemerintah.
d. Tujuan Politik Menurut Islam
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunk sebuah sistem
pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan
seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah
negara Islam atau Darul Islam. Dengan adanya pemerintahan yang mendukung
syariat, maka akan tertegaklah Ad-Din dan berterusanlah segala urusan

10
manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para fuqahak Islam telah
menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan
pemerintahan Islam:
i. Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati
oleh ulama salaf daripada kalangan umat Islam.
ii. Melaksanakan proses pengadilan di kalangan rakyat dan
menyelesaikan masalah di kalangan orang-orang yang berselisih.
iii. Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup
dalam keadaan aman dan damai..
iv. Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi
melindungi hak-hak manusia.
v. Menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan bagi
menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar.
vi. Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah
sebagaimana yang ditetapkan syarak.
vii. Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada
perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir.
viii. Melantik pegawai-pegawai yang cakap dan jujur bagi mengawal
kekayaan negara dan menguruskan hal-hal administrasi negara.
ix. Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-ehwal
awam demi untuk memimpin negara dan melindungi Ad-Din.

D. Etika Berpolitik Dalam Islam


a. Pengertian etika politik Islam
Etika politik Islam adalah seperangkat aturan atau norma dalam bernegara di
mana setiap individu dituntut untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan Allah
sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an. Adapun mengenai aplikasi nilai-nilai
etika tersebut merujuk kepada pola kehidupan Nabi Muhammad Saw baik
dalam kehidupan secara umum maupun secara khusus, yaitu dalam tatanan
politik kenegaraan. Tidak diragukan lagi bahwa sistem kepemimpinan yang
paling sempurna dan ideal adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh Nabi
Muhammad Saw. Sistem kepemimpinan yang dipraktikkan Rasulullah
didasarkan atas kapasitasnya sebagai nabi dan rasul Allah yang memiliki sifat-
sifat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Keempat sifat inilah yang

11
mewarnai pola laku dan kebijakan Rasulullah dalam memimpin umatnya.
Setelah kewafatan beliau, sifat-sifat ini tidak dimiliki sepenuhnya oleh empat
khalifah sesudahnya. Namun, salah satu sifat itu tetap menonjol dalam sistem
kepemimpinan mereka, seperti sifat shiddiq sangat menonjol dalam
kepribadian Abu Bakar. Sifat amanah menjadi ciri khas kepemimpinan Umar
bin Khattab. Sifat tabligh sangat menjiwai Utsman bin ‘Affan. Dan sifat
fathanah (cerdas dan berpengetahuan luas) menjadi karakteristik Ali bin Abi
Thalib. Sistem kepemimpinan umat pasca kewafatan Rasulullah menjadi
sebuah model untuk kepemimpinan umat masa-masa berikutnya. Memang
benar bahwa Rasulullah tidak meninggalkan wasiat mengenai penggantinya
untuk meneruskan kepemimpinan, tetapi para sahabat dapat menilai di antara
mareka yang lebih berhak dan pantas untuk memimpin. Maka, tampillah Abu
Bakar sebagai khalifah pertama yang diangkat berdasarkan musyawarah para
sahabat dari golongan Muhajirin dan Anshar. Kemudian, tampil Umar bin
Khattab sebagai khalifah kedua berdasarkan kaderisasi yang dilakukan Abu
Bakar dan dimusyawarahkan bersama sahabat-sahabat lain pada masa
hidupnya. Selanjutnya, khalifah yang ketiga, Utsman bin ‘Affan dipilih
berdasarkan musyawarah tim formatur yang dibentuk oleh Umar bin Khattab
semasa hidupnya, yang diketuai oleh Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah itu,
kepemimpinan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, sebagai khalifah keempat,
yang diangkat oleh mayoritas kaum muslimin. Namun, ada juga pihak yang
tidak setuju karena perbedaan prinsip dan kepentingan. Sejarah mencatat
bahwa sejak akhir pemerintahan Utsman bin ‘Affan sampai pemerintahan Ali
bin Abi Thalib, situasi politik terus bergejolak. Kemudian, sistem
kepemimpinan berganti dengan dinasti, yaitu Dinasti Bani Umayyah dan
Dinasti Bani Abbasiyyah dan dinasti-dinasti lainnya.
b. Tujuan etika politik
Etika, atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan
kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan
menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar
baik? Apakah menurut agama tertentu? Bisa iya, bisa juga tidak! Tapi yang
penting adalah standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik
diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah

12
mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik
yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri kita tercinta ini.
Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun
caranya. Relevansi etika politik terletak pada kemampuannya untuk
menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok
dengan membangun institusi institusi yang lebih adil.
Beberapa prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara saat ini antara lain meliputi kekuasaan sebagai
amanah, musyawarah, prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia, prinsip peradilan bebas
kepentingan, prinsip perdamaian dan keselamatan, prinsip kesejahteraan,
prinsip ketaatan rakyat.

E. Kondisi Penerapan Etika Politik di Indonesia


Jika kita perhatikan semenjak era reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etika
politik para elite dalam setiap jejak perjalanannya membuat kita menjadi “miris”.
Kemunduran etika politik para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya
sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan individualisme
dan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya
melalui kelompoknya. Dan masing-masing kelompok berpikir demikian.
Jika kondisinya seperti itu, maka akan muncul pertanyaan; Ke arah manakah etika
politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktik
keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, dari pada
kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik
dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski
bertentangan dengan pandangan umum.
Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang
mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah
uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa
para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang
politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam istilah
Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu
yang bisa dihargai dengan uang.

13
Kita boleh bangga karena freedom house (2006) memasukkan negara kita sebagai
negara demokrasi yang damai terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Kita boleh
bangga karena pemilu yang kita selenggarakan pasca reformasi berlangsung ramai
dan damai.
Akan tetapi fenomena politik yang menyeruak belakangan ini mengarah pada arus
balik yang cenderung mengotori demokrasi. Demokrasi pada titik ini tercederai oleh
distingsi antara perilaku para politisi dengan nilai-nilai yang dibuatnya sebagai
landasan etis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di negeri ini marak terjadi penyebaran “virus-virus pemikiran” yang menghalalkan
segala cara untuk dipraktekkan demi mempertahankan eksistensi dirinya. Atau dalam
bahasa Fukuyama agar guncangan dalam dirinya bisa ditekan sedemikian rupa dengan
melemparkan beragam isu tanpa peduli validitas dan eksesnya. Maka kemudian
konsekuensinya muncul korban-korban yang sejatinya tak perlu terjadi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika politik di dalam perspektif Islam dimaksudkan untuk mewujudkan
pemerintahan yang bersih, efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang
demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggung jawab, tanggap akan
aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk
menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika Politik dalam
pandangan Islam ini mengamanatkan agar penyelenggaraan negara mampu
memberikan kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etika
Politik ini juga diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan
antar kekuatan sosial politik serta antar kepentingan kelompok lainnya untuk
mencapai kemajuan bangsa dan negara. Selain itu, etika politik Islam senantiasa
merujuk pada ketentuan dalam Al-Qur’an dan hadis. Dalam Al-Qur’an menyerukan
umatnya untuk berlaku adil dan berbuat baik serta berlaku amanah.
B. Saran
Prinsip dasar dalam etika politik Islam adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan
dan menghormati hak-hak asasi manusia, sehingga tercipta suatu kedamaian yang

14
berkelanjutan dibawah norma-norma agama. Dan ketika segala aktivitas politik yang
dilakukan senantiasa dituntut oleh nilai-nilai yang bersumber dari Alquran, maka
aktivitas yang dilakukan mendapat berkah yang berlipat ganda, sehingga terhindar
dari malapetaka yang disebabkan karena melakukan keterpurukan atau kemungkaran.
DAFTAR PUSTAKA

Maloko, Thahir. 2013. “Etika Politik Dalam Islam”. Makkasar: UIN Alauddin
Makassar .
Baasir, Faisal. 2003. “Etika Politik: Pandangan Seorang Politisi Muslim”. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Al-Maududi, Abul A’la. 1975. “Sistem Politik Islam”. Bandung: Penerbit Mizan.
Sukarna,DRS. 1990. “ Perbandingan Sistem Politik”. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Wikipedia. 2017. “Etika”, https://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diakses pada 1 Oktober
2017 Pukul 6.30.
Hakiki, Muhammad, 2009. “Etika Politik Islam”.
http://mhakicky.blogspot.co.id/2009/11/etika-politik-islam.html, diakses pada 5
Oktober 2017 Pukul 12.23.
10 menit. 2014. “Pengertian Etika”, https://10menit.wordpress.com/tugas-
kuliah/pengertian-etika/, diakses pada 3 Oktober 5.16.
Mamien. 2014. “Sistem Politik Dalam Islam”,
http://bagiilmublogspot.blogspot.co.id/2012/06/sistem-politik-dalam-islam.html,
diakses pada 3 Oktober 2017 Pukul 9.20.
Jo_Mblo. 2017. “Makalah Sistem Politik Dalam Islam”,
http://wiwiekhaswinda.blogspot.co.id/2015/12/makalah-etika-politik-dalam-
islam.html, diakses pada 2 Oktobe 2017 Pukul 16.20.
Zainuddin, Ansar. 2017. “Etika Berpolitik Dalam Islam”,
http://www.kumpulanmakalah.com/2015/12/etika-politik-islam.html, diakses pada 30
September 2017 Pukul 22.33.

15
16

Anda mungkin juga menyukai