Anda di halaman 1dari 14

ARSITEKTUR TROPIS

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TROPIS NUSANTARA


DOSEN PEMBIMBING : YENNY NOVIANTI, ST., MT

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

NAMA : CICI ANJANI PITALOKA


NIM : 170160018

PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
PERKEMBANGAN ARSITEKTUR TROPIS NUSANTARA

PENGERTIAN ARSITEKTUR TROPIS


Arsitektur Tropis merupakan salah satu cabang ilmu arsitektur, yang mempelajari
tentang arsitektur yang berorientasi pada kondisi iklim dan cuaca, pada lokasi di
mana massa bangunan atau kelompok bangunan berada, serta dampak ataupun
pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar yang tropis.

Bangunan dengan desain arsitektur tropis, memiliki ciri khas atau karakter
menyesuaikan dengan kondisi iklim tropis, atau memiliki bentuk tropis. Tetapi
dengan adanya perkembangan konsep dan teknologi, maka bangunan dengan
konsep atau bentuk modern atau hitech, bisa disebut bangunan tropis, hal ini diatasi
dengan adanya sistem sirkulasi udara, ventilasi, bukaan, view dan orientasi
bangunan, serta penggunaan material modern/hitech yang tidak merusak
lingkungan.

Arsitektur Tropis meliputi berbagai macam hal yang menyangkut desain bangunan
atau kawasan yang berkarakter bangunan tropis, dengan pengaruh atau dampak
terhadap lingkungannya.

Desain bangunan dengan karakter tropis, memiliki beberapa persyaratan sebagai


berikut, yaitu : harus memiliki view dan orientasi bangunan yang sesuai dengan
standar tropis (building orientation), menggunakan bahan atau bagian pendukung
kenyamanan pada kondisi tropis, seperti; sunshading, sunprotection, sunlouver,
memperhatikan standar pengaruh bukaan terhadap lingkungan sekitar(window
radiation), serta memiliki karakter atau ciri khas yang mengekpos bangunan sebagai
bangunan tropis, dengan penggunaan material ataupun warna-warna yang berbeda.

CIRI-CIRI BANGUNAN ARSITEKTUR TROPIS


Bangunan arsitektur daerah tropis mempunyai ciri-ciri, yaitu:
1. Atap yang sebagian besar berbentuk runcing keatas, walaupun ada pula
yang melengkung.
2. Memaksimalkan pengudaraan dan pencahayaan alami.
3. Memiliki overstek, yang berfungsi untuk menjaga tempias dan cahaya
berlebihan.
4. Banyak bukaan-bukaan, baik jendela atau lobang-lobang angin.
5. Banyak menggunakan material alam, seperti: Kayu, Batu, bambu, dll.
6. Dinding, Lantai, dll biasanya menggunakan warna-warna alam.
Tumbuh-tumbuhan, Air, dll disekitar bangunan sedapat mungkin didesain
agar menjadi satu kesatuan dengan bangunan.
7. Ukuran dan tata ruang bangunan disesuai dengan kebutuhan.
8. Memaksimalkan pengudaraan dan pencahayaan alami.
9. Kriteria Perencanaan pada Iklim Tropis Lembab
Kondisi iklim tropis lembab memerlukan syarat-syarat khusus dalam
perancangan bangunan dan lingkungan binaan, mengingat ada beberapa
factor- faktor spesifik yang hanya dijumpai secara khusus pada iklim
tersebut, sehingga teori-teori arsitektur, komposisi, bentuk, fungsi
bangunan, citra bangunan dan nilai-nilai estetika bangunan yang terbentuk
akan sangat berbeda dengan kondisi yang ada di wilayah lain yang berbeda
kondisi iklimnya.
Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh dalam
perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah, yaitu:

1. Kenyamanan Thermal
Usaha untuk mendapatkan kenyamanan thermal terutama adalah
mengurangi perolehan panas, memberikan aliran udara yang cukup dan
membawa panas keluar bangunan serta mencegah radiasi panas, baik radiasi
langsung matahari maupun dari permukaan dalam yang panas.
Perolehan panas dapat dikurangi dengan menggunakan bahan atau material
yang mempunyai tahan panas yang besar, sehingga laju aliran panas yang
menembus bahan tersebut akan terhambat.Permukaan yang paling besar
menerima panas adalah atap. Sedangkan bahan atap umumnya mempunyai
tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding. Untuk
mempercepat kapasitas panas dari bagian atas agak sulit karena akan
memperberat atap. Tahan panas dari bagian atas bangunan dapat diperbesar
dengan beberapa cara, misalnya rongga langit-langit, penggunaan pemantul
panas reflektif juga akan memperbesar tahan panas.

Cara lain untuk memperkecil panas yang masuk antara lain yaitu:
1. Memperkecil luas permukaan yang menghadap ke timur dan barat.
2. Melindungi dinding dengan alat peneduh. Perolehan panas dapat juga
dikurangi dengan memperkecil penyerapan panas dari permukaan, terutama
untuk permukaan atap.
Warna terang mempunyai penyerapan radiasi matahari yang kecil sedang
warna gelap adalah sebaliknya. Penyerapan panas yang besar akan
menyebabkan temperatur permukaan naik. Sehingga akan jauh lebih besar
dari temperatur udara luar. Hal ini menyebabkan perbedaan temperatur yang
besar antara kedua permukaan bahan, yang akan menyebabkan aliran panas
yang besar.

2. Aliran Udara Melalui Bangunan


Kegunaan dari aliran udara atau ventilasi adalah:
1. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yaitu penyediaan oksigen untuk
pernafasan, membawa asap dan uap air keluar ruangan, mengurangi
konsentrasi gas-gas dan bakteri serta menghilangkan bau.
2. Untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermal, mengeluarkan panas,
membantu
mendinginkan bagian dalam bangunan.
Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal yaitu terdapat perbedaan
temperature antara udara di dalam dan diluar ruangan dan perbedaan tinggi
antara lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
untuk mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah aliran
udara dapat memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil
daripada yang diperlukan untuk memenuhi kenyamanan thermal. Untuk
yang pertama sebaiknya digunakan lubang ventilasi tetap yang selalu
terbuka. Untuk memenuhi yang kedua, sebaiknya digunakan lubang
ventilasi yang bukaannya dapat diatur.

3. Radiasi Panas
Radiasi panas dapat terjadi oleh sinar matahari yang langsung masuk ke
dalam bangunan dan dari permukaan yang lebih panas dari sekitarnya, untuk
mencegah hal itu dapat digunakan alat-alat peneduh (Sun Shading Device).
Pancaran panas dari suatu permukaan akan memberikan ketidaknyamanan
thermal bagi penghuni, jika beda temperatur udara melebihi 40C. hal ini
sering kali terjadi pada permukaan bawah dari langit-langit atau permukaan
bawah dari atap.

(Beberapa jenis shading device)


Penerangan Alami pada Siang Hari
Cahaya alam siang hari yang terdiri dari:
1. Cahaya matahari langsung.
2. Cahaya matahari difus
Di Indonesia seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya cahaya ini
untuk penerangan siang hari di dalam bangunan. Tetapi untuk maksud ini,
cahaya matahari langsung tidak dikehendaki masuk ke dalam bangunan
karena akan menimbulkan pemanasan dan penyilauan, kecuali sinar
matahari pada pagi hari. Sehingga yang perlu dimanfaatkan untuk
penerangan adalah cahaya langit.

Untuk bangunan berlantai banyak, makin tinggi lantai bangunan makin kuat
potensi cahaya langit yang bisa dimanfaatkan. Cahaya langit yang sampai
pada bidang kerja dapat dibagi dalam 3 (tiga) komponen:

1. Komponen langit.

2. Komponen refleksi luar

3. Komponen refleksi dalam

Dari ketiga komponen tersebut komponen langit memberikan bagian


terbesar pada tingkat penerangan yang dihasilkan oleh suatu lubang cahaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya tingkat penerangan pada
bidang kerja tersebut adalah:
1. Luas dan posisi lubang cahaya.
2. Lebar teritis
3. Penghalang yang ada dimuka lubang cahaya
4. Faktor refleksi cahaya dari permukaan dalam dari ruangan.
5. Permukaan di luar bangunan di sekitar lubang cahaya.
Untuk bangunan berlantai banyak makin tinggi makin berkurang pula
kemungkinan adanya penghalang di muka lubang cahaya. Dari penelitain
yang dilakukan, baik pada model bangunan dalam langit buatan, maupun
pada rumah sederhana, faktor penerangan siang hari

rata-rata 20% dapat diperoleh dengan lubang cahaya 15% dari luas lantai,
dengan catatan posisi lubang cahaya di dinding, pada ketinggian normal
pada langit, lebar sekitar 1 meter, faktor refleksi cahaya rata-rata dari
permukaan dalam ruang sekitar 50% – 60% tidak ada penghalang dimuka
lubang dan kaca penutup adalah kaca bening
Desain rumah tropis bekerja menuju satu tujuan utama dasar: tinggal
nyaman tanpa bergantung pada AC. Hal ini dilakukan dengan moderasi dari tiga
variabel: temperatur, kelembaban dan sirkulasi udara. Victor Olgay dalam
bukunya, “Desain dengan Iklim”, mengembangkan garis panduan untuk
arsitektur iklim responsif dalam empat daerah iklim yang berbeda, salah satunya
adalah lingkungan tropis panas lembab. Merancang sebuah rumah pasif
didinginkan dimulai dengan situs dan mencakup setiap aspek dari rumah sampai
ke warna.
CONTOH BANGUNAN TROPIS DI INDONESIA
1. Rumah Gadang
Rumah Gadang merupakan rumah adat yang berasal dari Padang Sumatera
Barat, yang memiliki konsep arsitektur tropis yaitu terdapat adanya over
stek pada sisi luar bangunan.

Dimana overstek sendiri berfungsi sebagai penghalang matahari langsung


masuk ke dalam bangunan juga sebagai tritisan air Mengalirkan curah
hujan, Menciptakan volume ruang atap sebagai fungsi insulasi, Menaungi
badan bangunan, Mengalirkan udara melalui celah material, kisi-kisi,
bukaan atap, Menciptakan ruang transisi luar – dalam, Atap berkarakter
tertutup menahan keluarnya kalor, dan terdapat banyak bukaan sebagai jalur
keluar masuknya angina ke dalam bangunan. Dinding sebagai Penghalang
termal dan ventilasi dan juga Kolong sebagai Ventilasi.

2. Rumah Adat Honai (Papua)


Pada rumah adat Honai, terdapat over stek yang dapat melindungi bangunan
dari teriknya sinar matahari secara langsung. Bahan-bahan yang digunakan
pun juga ramah lingkungan yaitu kayu dan jerami.

Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat
dari jerami atau ilalang. Dimana sifatnya dapat Mengalirkan curah hujan,
Menciptakan volume ruang atap sebagai fungsi insulasi, Menaungi badan
bangunan, Mengalirkan udara melalui celah material, kisi-kisi, bukaan atap,
Menciptakan ruang transisi luar – dalam, Atap berkarakter tertutup menahan
keluarnya kalor. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak
berjendela yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Honai biasanya dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah
disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri.
Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut
Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai). Atap
Setengah lingkaran dapat mengalirkan air hujan, menahan suhu udara dalam
ruang,Dinding sebagai penahan suhu udara hangat dan Kolong pendek
Menjaga kelembaban.

3. Rumah Adat Toraja


Pada rumah toraja terdapat banyak bukaan serta over stek yang merupakan
ciri-ciri dari bangunan arsitektur tropis.

Atapnya melengkung menyerupai perahu (merupakan pengaruh budaya


Cina) terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan
menggunakan atap seng) dan diatasnya dilapisi ijuk hitam. Terbuat dari
bambu pilihan yang disusun tumpang tindih dengan dikait oleh beberapa
reng bambu dan diikat oleh rotan/tali bambu.
Cara ini yang mereka terapkan pada bangunan untuk menghalau sinar
matahari langsung yang masuk kedalam bangunan dan membuat daerah
dalam bangunan menjadi lebih sejuk.

4. Rumah Bolon
Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu yang merupakan ciri khas
arsitektur tropis dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari
papan atau tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk atau daun
rumbiah. Rumah adat ini tidak menggunakan paku, tapi diikat kuat dengan
tali.
Lantai rumah Bolon terbuat dari papan dan atap rumah bolon terbuat dari
ijuk atau daun rumbia. Bagian dalam rumah Bolon adalah ruangan besar
yang tidak terbagi-bagi atas kamar. Sebagian besar dari rumah Bolon terbuat
dari kayu. Rumah Bolon tidak menggunakan paku. Rumah Bolon hanya
menggunakan tali untuk menyatukan bahan-bahan rumah.
Tali ini diikatkan kepada kayu dengan kuat agar rangka rumah tidak longgar
ataupun rubuh suatu saat. Kolong rumah tersebut merupakan ciri utama dan
yang paling kuat dari arsitektur tropis.
Selain itu, atap rumah Bolon rata – rata 45o dan ruangan di bawahnya
merupakan ruang besar tanpa sekat – sekat. Desain atap pada arsitektur
tropis biasanya di atas 30o tujuannya agar ruang di bawahnya berfungsi
untuk meredam panas. Tidak hanya rumah Bolon, begitu pun rumah adat
Indonesia yang lainnya. Bahan – bahan utama yang digunakan adalah kayu
yang mencerminkan arsitektur tropis.

5. Rumah Joglo
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penting di Pulau Jawa. Selain
karena hiruk-pikuk ekonominya, Provinsi ini juga tersohor karena unsur
kebudayaannya yang masih terjaga. Salah satu warisan leluhur yang
menjadi daya pikat provinsi ini adalah Joglo.

Joglo bukan sekedar hunian. Lebih dari itu, ia adalah simbol. Simak saja
kerangka rumahnya yang berupa soko guru. Jika diamati, ada empat pilar
utama yang menjadi penyangga utama rumah.
Konstruksi rangka bangunan joglo rumah adat Jawa Berdasarkan bentuk
keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo dapat
dibedakan menjadi 4 bagian:

 Muda (Nom): Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan


meninggi (melar).
 Tua (Tuwa): Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak
memanjang) dan atapnya tidak tegak / cenderung rebah (nadhah).
 Laki-laki (lanangan): Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif
tebal.
 Perempuan (wadon / padaringan kebak): Joglo yang rangkanya relatif tipis
/ pipih.
 Ornamen khas :
 Ciri khas rumah adat joglo adalah adanya ornamen ukir pada tiang kayu
penyangga atap rumah.
 Bahan bangunan dan perkembangan bahan :
 Kayu, sebagai bahan material utama pada bangunan joglo.
 Genteng / ijuk, sebagai bahan material penutup atap.

Elemen atap Rumah Joglo dapat Mengalirkan curah hujan, Menciptakan


volume ruang atap sebagai fungsi insulasi, Menaungi badan bangunan,
Mengalirkan udara melalui celah material, kisi-kisi, bukaan atap,
Menciptakan ruang transisi luar – dalam dan Atap berkarakter tertutup
menahan keluarnya kalor.

6. Holy Stadium
Bangunan Holy Stadium adalah bangunan bentang lebar berfungsi sebagai
gereja dengan luas total 1,8 hektar mampu menampung 16.000 jemaat,
gedung ini dianugerahi 2009 Asean Energy Award karna mampu
mengefisiensi konsumsi energi, gedung ini diarsiteki oleh Jimmy Priatman
dari surabaya.

Kompleks Grand Marina, Jl. Arteri Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 50144
Bangunan ini diusulkan para dewan gereja untuk dapat menampung sejumlah
besar orang, selain itu bangunan harus ramah lingkungan, hemat energi dan
berkelanjutan. Ternyata bangunan ini juga menerapkan beberapa sistem
arsitektur yang sudah cukup maju selain itu bangunan ini juga menjadi roh di
kawasan tepi pantai grand marina, karna setelah munculnya bangunan ini
kawasan disekitar marina mulai menjadi hidup.
Penerapan arsitektur tropis dan high tech pada bangunanan ini akan diteliti,
tapi sekilas juga dapat dikatakan baik karena, bangunan ini merupakan salah
satu yang merespon iklim dengan baik, sehingga konsep passive building dari
bangunan ini berjalan dengan baik, teknologi yang diimplementasikan pada
bangunan juga tergolong modern, mulai dari struktur, utilitas, maupun yang
difungsikan untuk arsitekturalnya (material dan bahan bangunan)

7. Hotel Niko & Wisma Nusantara

Ada beberapa gedung yang didesain dengan memperhatikan efek/ pengaruh


cuaca terhadap bangunannya, bisa terlihat dari beberapa gedung yang
memiliki sunscreen, fasade. Namun ada pula gedung-gedung yang bergaya
modern yang menggunakan material kaca sebagai lapisan terluar pada
seluruh dinding gedung. Ada beberapa gedung yang akan dibahas disini
yang memperhatikan iklim tropis pada desain bangunannya.

Hotel Niko & Wisma Nusantara

Hotel Niko & Wisma Nusantara juga merupakan salah satu gedung yang
cukup memperhatikan iklim tropis kota Jakarta dalam desainnya. Gedung
Wisma Nusantara karya arsitektur Jepang yang dibangun sekitar tahun 1963
– 1970 ini memiliki façade bangunan ini didominasi dengan elemen
Horisontal dan vertikal lewat permainan antara jendela kaca dan dinding.
Pada Hotel Niko menggunakan sunscreen yang berfungsi sebagai pelindung
dari sinar matahari yang masuk kedalam ruangan, sehingga suhu didalam
tidak terlalu panas akibat intensitas cahaya matahari di Jakarta yang cukup
tinggi pada siang hari. Pemakaian Kaca pada pada loby di bagian bawah
gedung memaksimalkan pemakaian penerangan alami pada siang hari,
sehingga bisa menghemat pemakaian energi.

8. Gedung Intiland
Gedung Intiland atau yang lebih dikenal dengan nama Wisma Dharmala
Sakti merupakan gedung tinggi yang sangat cocok untuk daerah tropis.
Gedung Karya Paul Rudolph yang dibangun 1984 – 1985 ini didesain
gedung yang sangat unik, permainan fasade yang sangat menarik dan
artistik gedung ini memmilki banyak kelebihan dlam kaitannya dengan
iklim tropis.

Dengan pemanfaatan bidang-bidang miring pada fasade yang berfungsi


sebagai canopi dan sunlouver (perisai matahari) membuat udara di dalam
ruangan tidak panas serta adanya void di tengah-tengah gedung membuat
sirkulasi udara berjalan dengan baik. Dengan adanya tanaman rambat yang
hijau membuat atmosfer udara yang sejuk di sekitar bangunan.
9. Gedung Bank Indonesia dan Gedung BAWASLU

Gedung Bank Indonesia dengan desain arsitekurnya yang sangat Indonesia


sekali dengan atap limasan, serta banyak bukaan-bukaan jendela.

Dengan permainan fasade gedung ini yang menggunakan sunlouver sebagai


bagian pendukung kenyamanan pada kondisi tropis terhadap pengguna
didalam gedung ini.

Gedung BAWASLU (Badan Pengawas Pemilu) menggunakan material


sunlouver (perisai matahari) sebagai lapisan terluar gedungnya. Dengan
begitu sinar matahari yang akan masuk kedalam ruangngan melalui jendela
akan terhalang oleh partisi-partisi yang ada, sehingga hanya sebagian sinar
matahari saja yang masuk kedalam ruangan.
10. Gedung Unika Atmajaya
Gedung Unika Atmajaya juga merupakan gedung yang cukup
memperhatikan iklim tropis kota Jakarta dalam desainnya. Gedung yang
dibangun tahun 1970-an ini memiliki atap limasan yang merupakan ciri
khas atap di daerah tropis.

Disetiap lantai gedung ini juga memiliki teras/ balkon yang berfungsi
sebagai penghubung antara ruangan dalam dan ruangan luar yang terbuka.
Dengan adanya teras ini pertukaran udara menjadi sangat baik, sehingga
suhu udara yang panas didalam ruangan bisa dikurangi.

Anda mungkin juga menyukai