Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma buli-buli merupakan suatu tumor yang berasal dari jaringan pada buli-buli.
Karsinoma buli merupakan 2% dari keganasan dan merupakan keganasan kedua terbanyak
pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Rata-rata usia penderita adalah 65
tahun. Karsinoma ini lebih sering terjadi pada kelompok golongan kulit putih dibanding orang
kulit hitam dimana rasio laki-laki dibanding perempuan yaitu 2,7:1. 85% terlokalisasi di buli-
buli dan 15% menyebar ke limfonodus regional atau ke tempat yang lebih jauh. Sekali
diagnosis ditegakkan maka tendensi untuk berulang sepanjang waktu dan lokasi yang baru
pada traktus urinarius dapat terjadi sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan.

Karsinoma kandung kemih adalah suatu penyakit keganasan yang mengenai kan-
dung kemih dan menempati urutan ke empat keganasan pada laki-laki, dan urutan ke 10 pada
perempuan.Kejadian penyakit ini lebih tinggi pada orang kulit putih dibanding kulit hitam,
2,5 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan, dan ter- banyak dijumpai pada
usia 60-70 tahun. Etiologi penyakit ini diduga berhu- bungan dengan beberapa faktor, seperti:
kebiasaan merokok, pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia yang bersifat kar- sinogenik
(golongan aromatik amin), obat- obatan antara lain siklofosfamid, dan infeksi parasit
schistosoma haematobium. Trauma fisik terhadap lapisan uroepitelial yang diinduksi infeksi,
instrumensasi, dan kalkulus dapat meningkatkan resiko terjadinya keganasan.

Melihat karsinoma buli sebagai keganasan kedua setelah karsinoma prostat, tentu
perlunya diagnosis yang tepat mulai dari anamnesis, pemeriksaan, hingga penatalaksanaanya.
Bahkan melihat tendensi kekambuhannya, perlu juga ada pemeriksaan yang berkelanjutan.
Untuk itu dari pembuatan makalah ini ditujukan mempelajari karsinoma buli, dari awal
anamnesis hingga diagnosis, dan menyingkirkan diagnosis banding lainnya hingga rencana
penatalaksanaan.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki - laki
Tanggal lahir / Umur : 56 tahun
Alamat : Jl.Trans Sulawesi Kel. Tendeadongi Kec. Pamona Utara
Pekerjaan : Petani
Suku : Pamona
Status Perkawinan : Menikah
Masuk Rumah Sakit : 2 Mei 2019
No. Catatan Medik : 182779

II. Anamnesis
a. Keluhan utama : BAK berdarah

b. Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien MRS dengan keluhan buang air kecil bercampur darah yang dialami sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah. Rasa nyeri hilang
setelah keluar gumpalan darah dari saluran ken- cing. Kencing bercampur darah sudah di-
alami sejak tiga bulan lalu sebelum masuk rumah sakit, sedikit-sedikit, pada awalnya hilang-
timbul, dan tanpa rasa nyeri. Penderita sudah beberapa kali berobat ke poli- klinik penyakit
dalam dan diberikan obat antibiotika dan penghilang rasa nyeri. Lama-kelamaan kencing
bercampur darah semakin sering dan disertai rasa nyeri yaitu di daerah kemaluan sampai perut
bagian bawah. Riwayat demam, batuk, mual, muntah, nyeri tulang, dan kencing batu disangkal
penderita.

Penderita juga mengeluh nafsu makan berkurang, dan berat badan turun dalam tiga
bulan terakhir kurang lebih 5 kilogram. Tidak terdapat gangguan buang air besar. Riwayat
tekanan darah tinggi sejak tiga. bulan lalu, dan penderita datang kontrol dipoliklinik hipertensi
dan diberiakan obat lisinopril 5 mg sekali sehari. Riwayat kencing manis juga disangkal.
Penderita mempunyai kebiasaan merokok selama 20 tahun terakhir sebanyak satu sampai dua
bungkus sehari, peminum kopi, serta tidak mempunyai riwayat penggunaan obat sitostatika.

c. Riwayat penyakit dahulu : Tidak ada


d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluhan serupa pasien
e. Riwayat sosial :

2
Pasien adalah seorang petani. Tidak ada riwayat merokok, maupun anggota keluarga yang
merokok di rumah. Pasien tidak pernah ada riwayat bekerja di pabrik ataupun industri
rumahan. Rumah pasien juga tidak berdekatan dengan daerah industri.

III. Pemeriksaan fisik


Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4 M6 V5 = 15

Tanda Vital : Tekanan darah : 140/80 mmHg

Frekuensi nadi : 90 x/menit, kuat, teratur

Frekuensi napas : 22x/menit

Suhu : 36,5°C

1. Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, tebal, tidak rontok
Simetris : Kiri - Kanan
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
Konjungtiva : Anemis (+/+),
Sklera : Ikterus (-/-), perdarahan (-)
Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Bibir : Kering (-), pecah-pecah, sianosis (-),
Lidah kotor : (-)
Caries gigi : -
6. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
DVS : R-4 cm
7. Kulit
Hiperpigmentasi :-
Ikterus :-
Ekimosis :-
Purpura :-
Sianosis :-
Pucat :+

3
8. Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri-kanan. Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Vocal fremitus kiri – kanan simetris
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : sulit di evaluasi
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri,
Batas atas : ICS II lineaparasternaliskanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop(-)

10. Abdomen
Inspeksi : Simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada tanda-radang, benjolan
(-), caput medusae (-)
Palpasi : Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Nyeri tekan suprapubik (+)
Ginjal : Ballotement kedua ginjal (+)
Nyeri tekan tidak ada
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

11. Punggung
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang

12. Genitalia
Terpasang foley catether, urin 100cc, darah (+)

13. Ekstremitasatasdanbawah
Pitting edema kedua extremitas inferior (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium 2 Mei 2019

Pemeriksaan Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 10.8 11,5-16 g/dL


Leukosit 12.76 4.0-10.0 103/mm3
Hematokrit 31,6 37-47%

4
Eritrosit 5.64 3.80-5.80x106/
Trombosit 306 150000-500000/L

Kimia Klinik
SGOT 21 <31 U/L
SGPT 19 <32 U/L
Ureum 16,9 10-50 mg/dL
Creatinin 0.8 0,60-0,90 mg/dL
GDS 148 ≤ 200 mg/dL
Na+ 140,6
K+ 4,1
Ca2+ 8,8

Urinalisis

Darah +4 (N: Negatif)

Protein +1 (N: Negatif)

b. USG Pelvic

Kesan : Polip Vesica Urinaria dengan kecurigaan suatu keganasan

5
c. Histopatologi

Sediaan biopsi mengesankan suatu karsinoma sel transisional papiler kelas II

V. Resume
Pasien MRS dengan keluhan buang air kecil bercampur darah yang dialami sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit disertai rasa nyeri pada perut bagian bawah. Rasa nyeri hilang setelah
keluar gumpalan darah dari saluran kencing. Kencing bercampur darah sudah di alami sejak tiga
bulan lalu sebelum masuk rumah sakit, sedikit-sedikit, pada awalnya hilang-timbul, dan tanpa rasa
nyeri. Penderita sudah beberapa kali berobat ke poliklinik penyakit dalam dan diberikan obat
antibiotika dan penghilang rasa nyeri. Lama-kelamaan kencing bercampur darah semakin sering
dan disertai rasa nyeri yaitu di daerah kemaluan sampai perut bagian bawah. Riwayat demam,
batuk, mual, muntah, nyeri tulang, dan kencing batu disangkal penderita. Penderita juga mengeluh
nafsu makan berkurang, dan berat badan turun dalam tiga bulan terakhir kurang lebih 5 kilogram.
Tidak terdapat gangguan buang air besar. Riwayat tekanan darah tinggi sejak tiga. bulan lalu, dan
penderita datang kontrol dipoliklinik hipertensi dan diberiakan obat lisinopril 5 mg sekali sehari.
Riwayat kencing manis juga disangkal. Penderita mempunyai kebiasaan merokok selama 20 tahun
terakhir sebanyak satu sampai dua bungkus sehari, peminum kopi, serta tidak mempunyai riwayat
penggunaan obat sitostatika.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, nyeri tekan suprapubik (+), pada
foley catether tampak gross hematuria 800cc. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Anemia
dan Leukositosis dan pemeriksaan urinalisis urin mengandung darah +4 dan protein +1.
Pemeriksaan USG kesan Polip Vesika Urinaria dengan kecurigaan suatu keganasan.

VI. Diagnosis
 Hematuria ec susp polip vesica urinaria
 Infeksi Saluran Kemih
VII. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
 IVFD NaCl 0.9 % 500cc/8jam
 Injeksi Asam Tranexamat 500mg/8jam/iv
 Vit K 1x 10mg
 Injeksi Cefoperazone Subactam 1gr/12jam/iv
 Injeksi Santagesij/24jam/iv

b. Tindakan
 Sistoskopi
 Trans-urethral resection

VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Functionam : dubia
Quo ad Sanactionam : dubia

6
DISKUSI KASUS

Karsinoma dapat terjadi di pelvis ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra, namun 90 %
1
karsinoma ditemukan di kandung kemih, 8 % di pelvis ginjal, dan 2 % terjadi di ureter dan uretra.
Karsinoma kandung kemih 95% adalah janis karsinoma sel transisional, 3 % karsinoma sel
skuamosa, 2% adenokarsinoma, dan < 1% tumor sel kecil (dengan sindrom paraneoplastik).
Karsinoma sel skuamosa sering berhubungan dengan iritasi kronik oleh benda asing seperti batu,
pemasangan kateter, dan invasi schistosoma haematobium, sedangkan adenokarsinoma sering
terjadi di puncak kubah dari kandung kemih. Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan patologi
anatomi dan didiagnosis sebagai karsinoma sel transisional papiler kelas II di kandung kemih.

Keluhan utama yang paling sering adalah hematuri, yaitu sebanyak 80-90% kasus. Disuri,
frekuensi, dan urgensi ditemukan sebanyak 25% kasus. Pada sekitar 5 % kasus terdapat penurunan
berat badan, demam, nyeri tulang, serta tanda dan keluhan yang berhubungan dengan metastasis ke
hati dan paru-paru.Tanda klasik dari karsinoma kandung kemih adalah makroskopik hematuri
tanpa rasa nyeri. Awalnya mikroskopik dan makroskopik hematuri sering timbul dan hilang
dengan sendirinya pada saat kencing, tanpa disertai nyeri baik pada saat bergerak atau istirahat.
Karsinoma kandung kemih merupakan penyebab utama terjadinya makroskopik hematuri (40%
kasus). Keluhan disuri, frekuensi, dan urgensi menunjukkan telah terjadi invasi tumor pada otot
detrusor kandung kemih. Pada kasus ini keluhan hematuri telah dialami sejak tiga bulan sebelum
masuk rumah sakit, bersifat progresif dan disertai disuri, frekuensi, penurunan berat badan, dan
nyeri di kemaluan sampai ke perut bagian bawah.

Karsinoma kandung kemih menyebar secara limfogen dan hematogen. Metastasis jauh
sering ke tulang, hati, dan paru-paru. Anemia dapat terjadi bila metastasis ke sumsum tulang atau
kehilangan darah yang kronis. Edema pada kedua tungkai disebabkan karena obstruksi pembuluh
vena atau saluran limf. Bekuan darah dapat menyebabkan obstruksi uretra dengan akibat terjadi
pembesaran dan nyeri pada kan- dung kemih dan pinggang; dapat terjadi hidroureter,
hidronefrosis, dan pielonefritis.Pada pemeriksaan fisik kasus ini di- temukan konjungtiva anemis,
nyeri tekan pada perut bagian bawah, ballottement kedua ginjal positif, tanpa terabanya hepar dan
pembesaran kelenjar limf regional.

Hasil biopsi transuretral menunjukkan gambaran histo- patologik sesuai dengan karsinoma
sel transisional papiler kelas II.

7
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Karsinoma buli (vesica urinaria) adalah tumor ganas buli/ kandung kencing yang
berkembang dari epitel yang atipik atau displasia yang berupa lesi yang mengalami
proliferasi.1 Perbedaan antara yang jinak dan ganas terletak pada perubahan sel dan inti,
dimana pada kelainan jinak, epitel atipis mengalami hiperplasia tanpa perubahan sel dan inti,
sedangkan pada keganasan didapat pertumbuhan displasia disertai perubahan sel dan inti.

B. Anatomi

Kandung kemih atau buli-buli adalah sebuah organ tubuh yang menyerupai sebuah
‘kantung’ dalam pelvis yang menyimpan urin yang diproduksi ginjal. Urin dialirkan ke
kandung kemih melalui saluran yang dikenal sebagai ureter. Kandung kencing sendiri terletak
di rongga retropubik bagian ekstraperitoneal. Tetapi bagian kubah kandung kencing terdiri
dari peritoneum.2,3

Kandung kemih dibagi menjadi beberapa lapisan, yaitu :

 Epitelium, bagian transisional dari epitel yang menjadi asal datangnya sel kanker.
 Lamina propria, lapisan yang terletak di bawah epitelium.
 Otot detrusor, lapisan otot yang tebal dan dalam terdiri dari lapisan-lapisan otot halus
yang tebal yang membentuk lapisan dinding otot kantung kemih.
 Jaringan perivesikal lembut, lapisan terluar yang terdiri dari lemak, jaringan-jaringan,
dan pembuluh darah.

Buli-buli sendiri terdiri dari 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Di bagian dalam
adalah otot longitudinal, di tengah otot sirkuler, dan yang terluar otot longitudinal. Mukosa
buli-buli terdiri atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis
renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.3

8
Gambar 3.1 Anatomi Buli3

Secara anatomik, buli-buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum, dua permukaan inferolateral, dan permukaan posterior.
Permukaan superior merupakan lokus minoris (daerah terlemah) dinding buli-buli

Buli-buli berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya


melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, buli-buli
mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih 200-400
ml.3 Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh
berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi.

Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini akan
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi sfingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.3

C. Epidemiologi

Berdasarkan data dari Global Cancer Statistic, pada tahun 2012 ditemukan 386.300
kasus baru karsinoma buli-buli di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai
150.200. Insiden terbanyak ditemukan di negara-negara Eropa, Amerika Utara dan Afrika
Utara dan insiden paling rendah di negara-negara Melanesia dan Afrika Tengah. Di Asia
Tenggara ditemukan pada pria 4,5/100.000 penduduk dan pada wanita 1,3/100.000
penduduk.4 Di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan di Universitas Indonesia pada
tahun 1991, karsinoma buli-buli menempati urutan ke 9 dari 10 kanker terbanyak pada laki
laki dengan jumlah 3,97%.5

D. Patofisiologi

Kanker pada saluran urotelium ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami


kekambuhan, baik di tempat yang sama ataupun di tempat yang jauh dari saluran urotelial.
Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya defek pada urotelium dapat
berkembang dan memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu tumor yang baru.
Meskipun pendapat bahwa tumor yang tumbuh pada tempat yang berbeda pada saluran
urotelial berasal dari klon yang sama masih kontroversial, namun beberapa penelitian
mendukung hal ini.3

9
Karsinoma buli-buli yang masih dini merupakan tumor superfisial. Tumor ini lama
kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot, dan lemak perivesika yang
kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya. Di samping itu tumor dapat menyebar
secara limfogen maupun hematogen. Penyebaran limfogen menuju kelenjar limfe, perivesika,
obturator, iliaka eksterna, dan iliaka komunis. Penyebaran hematogen paling sering ke hepar,
paru-paru dan tulang.

Serangkaian peristiwa genetik cenderung mengarahkan ke perkembangan (peristiwa


primer) dan progresi (peristiwa sekunder) dari karsinoma buli-buli. Hal ini diyakini
mengakibatkan aktivasi protoonkogen dan/atau inaktivasi gen supresor tumor.

E. Etiologi dan faktor resiko

Penyebab-penyebab tumor buli semakin banyak dan rumit, dan beberapa substansi-
substansi dalam industri kimia diyakini bersifat karsinogenik. Salah satunya adalah sifat
karsinogenisitas dari β-naphthylamine yang telah ditemukan. Substansi ini diyakini terbawa
dalam urine dan menyebabkan asal tumor dalam kaitannya dengan kontak dengan permukaan
mukosa vesika dalam waktu lama. Substansi kimia lainnya yang diwaspadai bersifat
karsinogenik adalah benzidine.

Kurang lebih 80% dari kasus kanker buli berhubungan dengan polusi lingkungan. Di Amerika
sendiri penyebab utama yang diduga adalah rokok, dan mulai berkembang juga di negara-
negara berkumbang. Keganasan buli-buli tejadi karena induksi bahan karsinogen yang banyak
terdapat di sekitar kita. 2,3

Beberapa faktor resiko yang mempermudah seseorang menderita karsinoma buli-buli adalah:3

1. Pekerjaan
25% dari kasus kanker buli berhubungan dengan pekerjaan seperti, pekerja pabrik kimia,
terutama pabrik cat, laboratorium, pabrik korek api, tekstil, pabrik kulit, dan pekerja
salon/ pencukur rambut yang sering terpapar oleh bahan karsinogen berupa senyawa
amin aromatik (2-naftilamin, benzidine, dan 4-aminobifamil).
2. Perokok
Resiko untuk mendapat karsinoma buli-buli pada perokok 2-6 kali lebih besar dibanding
dengan bukan perokok. Rokok mengandung bahan karsinogen amin aromatik dan
nitrosamin.
3. Infeksi saluran kemih
Telah diketahui bahwa kuman-kuman E. Coli dan Proteus spp menghasilkan nitrosamin
yang merupakan zat karsinogen.
4. Kopi, pemanis buatan, dan terapi pengobatan
Kebiasaan mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin dan siklamat,
serta pemakaian obat-obatan siklofosfamid yang diberikan intravesika. Khusus untuk
siklofosfamid, terdapat metabolitnya di dalam urin berupa akrolein yang berhubungan
secara tidak langsung dengan perubahan epitel pada kandung kencing. Terapi radiasi
pada pelvis juga dikatakan secara tidak langsung beresiko terhadap angka terjadinya
kanker buli.

F. Jenis histopatologi

10
Sebagian besar (± 90%) tumor buli-buli adalah karsinoma sel transisional. Tumor ini
bersifat multifokal yaitu dapat terjadi di saluran kemih yang epitelnya terdiri atas sel
transisional yaitu di pielum, ureter, atau uretra posterior. Sedangkan jenis yang lainnya adalah
karsinoma sel squamosa (± 10%) dan adenokarsinoma (± 2%).2,3,5

1. Karsinoma sel transisional

Sebagian besar dari seluruh tumor buli adalah karsinoma sel transisional. Tumor ini
biasanya berbentuk papiler, lesi eksofitik, sesile atau ulcerasi. karsinoma in situ
berbentuk datar (non papiler anaplastik), sel-sel membesar dan nukleus tampak jelas.
Dapat terjadi dekat atau jauh dari lesi oksofitik, dapat juga fokal atau difus. CIS adalah
tumor yang sangat agresif dan bertumbuh lebih cepat dari tumor papilari. CIS memiliki
pola perkembangan yang awalnya pada lumen, lalu invasi ke membran basal, diteruskan
hingga ke lamina propia, hingga ke otot-otot buli.3

Gambar 3.2 Gambaran histopatologi dari karsinoma transisional papiler kelas II.

2. Karsinoma non sel transisional

 Adenokarsinoma

Terdapat 3 kelompok adenokarsinoma pada buli-buli, di antaranya adalah:

a) Primer terdapat di buli-buli


Biasanya terdapat di dasar dan di fundus buli-buli. Pada beberapa aksus sistitis
glandularis kronis dan ekstrofia vesika pada perjalanan lebih lanjut dapat mengalami
degenerasi menjadi adenokarsinoma buli-buli.
b) Urakhus persisten
Adalah sisa duktus urakhus yang mengalami degenerasi maligna menjadi
adenokarsinoma.
c) Tumor sekunder

11
Tumor yang berasal dari fokus metastasis dari organ lain, diantaranya adalah prostat,
rektum, ovarium, lambung, mamma, dan endometrium.

 Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada buli-buli sehingga sel
epitelnya mengalami metaplasia berubah menjadi ganas. Rangsangan kronis itu dapat
terjadi karena infeksi saluran kemih kronis, batu buli-buli, kateter menetap yang dipasang
dalam jangka waktu lama, infestasi cacing schistosomiasis pada buli-buli, dan pemakaian
obat siklofosfamid secara intravesika.

Perlu pertimbangan untuk mendiagnosis suatu tumor buli sebagai karsinoma sel
skuamosa, mengingat jumlah sel skuamosa pada kandung kencing sangat sedikit.
Diagnosis baru ditegakkan juga sudah mendapat hasil patologi anatomi.3

 Karsinoma yang tidak berdiferensiasi

Merupakan tipe tumor yang jarang (kurang dari 2 % dari seluruh tipe tumor buli).
Tumor ini tidak memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dari tumor lain,
dan kata undifferentiated merujuk kepada sifat alamiah sel-sel tersebut yang bersifat
anaplastik. Dalam karsinoma yang tidak terdiferensiasi, sel-selnya belum matang
sehingga diferensiasi ke arah pola yang jelas seperti papilari, epidermoid atau
adenokarsinoma tidak terjadi.

G. Manifestasi klinik

85% pasien dengan karsinoma buli-buli memberikan gejala hematuria yang bersifat
total atau mikroskopik, tidak nyeri, dan bersifat kambuhan (intermitten). Pada sebagian kecil
kasus dapat disertai gejala-gejala iritasi seperti poliuria, urgensi dan disuria. Gejala ini sering
ditemukan pada pasien dengan karsinoma insitu atau karsinoma yang telah mengadakan
infiltrasi luas yang menurunkan kapasitas buli-buli atau juga disebabkan oleh overaktivitas
dari buli-buli.1,2,5,6 Untuk itu pada pasien-pasien usia tua dengan gejala-gejala poliuria,
urgensi yang berulang dan tanpa ada sebab yang jelas, perlu dipertimbangkan adanya kanker
buli.3

Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang dengan
keluhan tidak dapat miksi. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa obstruksi saluran
kemih bagian atas atau edema tungkai. Edema tungkai disebabkan karena penekanan aliran
limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar pada daerah pelvis. 5

Nyeri pada karsinoma buli-buli disebabkan karena tumor lokal yang makin
berkembang atau karena telah bermetastasis. Nyeri pada daerah panggul dapat
mengindikasikan adanya obstruksi uretra. Nyeri pada daerah suprapubik dapat disebabkan
karena invasi tumor ke jaringan lunak perivesika, obstruksi pada muara buli-buli dan adanya
retensi urin. Nyeri pada tulang mengindikasikan bahwa tumor telah bermetastasis ke tulang.3

H. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, tidak dapat ditemukan temuan khas. Mungkin pada
pemeriksaan colok dubur atau bimanual masih bisa menilai adanya kanker buli tersebut.
Nyeri tekan sudut kosto vertebra ataupun nyeri tekan suprapubik tidak begitu khas pada

12
keadaan ini, kecuali jika sudah terjadi perluasan kanker buli sehingga menimbulkan
hidronefrosis, yang nantinya masih bisa memungkinkan adanya nyeri tekan CVA. Pada
palpasi langsung di suprapubik, hampir tidak mungkin teraba adanya massa, kecuali massa
sudah mendorong kandung kencing bahkan sudah meluas ke jaringan perivesika.1,3

Colok dubur dengan bimanual dapat dilakukan dengan analgetik umum (agar otot
buli-buli relaks) pada saat sebelum dan setelah reseksi tumor TUR buli-buli. Jari telunjuk
kanan melakukan colok dubur sedangkan tangan kiri melakukan palpasi pada daerah
suprasimfisis untuk memperkirakan infiltrasi tumor. Selain itu pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya massa dan penyebarannya, ukuran, mobilitas, dan
derajat fiksasi pada organ lain. Jika buli-buli tidak mobile, hal ini menunjukkan fiksasi tumor
pada struktur didekatnya melalui invasi langsung. 3

I. Pemeriksaan penunjang

Pada kanker buli, pemeriksaan dapat dimulai dari pemeriksaan dasar yang non invasif
hingga pemeriksaan paling invasif untuk menentukan derajat serta penyebaran kanker.
Pemeriksaan dilakukan bukan hanya menentukan diagnosis, tetapi juga dapat menentukan
diagnosis banding serta menentukan komplikasi serta menilai hasil terapi.

 Laboratorium darah
Dapat menentukan derajat anemia akibat adanya hematuria yang dilihat dari jumlah
hemoglobin. Peningkatan leukosit juga bisa dijadikan penanda adanya infeksi dari traktus
urinarius sehingga bisa menyingkirkan adanya kanker buli, namun 50 % dari karsinoma
sel skuamosa menunjukan adanya peningkatan dari leukosit.3
Selain itu dapat juga diperiksa ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Pada
kanker buli yang dimana massa menyumbat satu ataupun kedua ureter, terjadi gangguan
pada ginjal. Selain itu pemberian media kontras atau obat-obatan intravesika hanya bisa
dilakukan jika fungsi ginjal baik.3
Enzim liver juga tidak lupa diperiksakan pada pasien dengan kanker buli. Salah satu
terapi untuk karsinoma in situ adalah pemberian vaksin BCG intravesika. Penyerapan
sistemik vaksin ini dapat menginduksi hepatitis akut. Untuk itu sebelum pemberian terapi
ini, perlu dinilai terlebih dahulu fungsi hati. Selama pemberian terapi juga dinilai fungsi
hati untuk menilai apakah terapi masih bisa dilanjutkan atau malah harus dihentikan.3,5

 Urinalisis
Pada urinalisis, dapat dinilai adanya sel darah merah, maupun sel darah putih. Sel
darah merah menunjukan adanya darah pada urin. Menurut American Urological
Association Guideline Committee, definisi hematuria adalah, adanya lebih dari 3 sel
darah merah per lapang pandang besar, dari 2 sampai 3 spesimen urin. Sel darah putih
juga diperiksakan, untuk menunjukan adanya infeksi.
Untuk menyingkirkan diagnosis infeksi, perlu juga diperiksakan kultur urin. Mengingat
gejala kanker buli yang hanya berupa hematuria sangat mirip dengan gejala dari infeksi
traktus urinarius.3

 Sitologi urin

13
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan standar non invasif untuk mendiagnosis kanker
buli. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat sel-sel urotelium yang terlepas bersama
urin. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya tumor pada pasien dengan gejala
simptomatik dan untuk mengevaluasi pengobatan. Sel urotelium yang terlepas dinilai
apakah sudah perubahan morfologi ke arah displasia yang ditandai dengan adanya
eksofiliasi pada sel urotelium.3,7,8
Sampel pemeriksaan berupa 100 ml urin segar hasil berkemih. Sampel sebaiknya
tidak diambil pagi hari, karena pada urin pagi hari sel-sel urotelium banyak yang berubah
akibat ditampung di kandung kencing semalaman sehingga sulit untuk dinilai. Pada urin
yang encer juga sulit dinilai akibat banyaknya jumlah air dibanding sel yang terlihat.
Pada orang yang sedang dipasang kateter, dapat juga dilakukan bilas buli menggunakan
air saline.
Namun pemeriksaan ini memiliki kelemehan karena angka sensitivitasnya rendah
berkisar antara 11%-76%, terutama pada kanker grade rendah dimana angka akurasinya
adalah 10%-50%. Namun pada kanker grade tinggi angka akurasinya cukup tinggi bisa
mencapai 95%. Semua hal ini tetap bergantung pada keahlian sitopatologis dan
ketersediaan fasilitas penunjang yang ada.3,7
 Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen dan Pielografi Intra Vena (PIV) digunakan sebagai
pemeriksaan baku pada penderita yang diduga memiliki keganasan saluran kemih
termasuk juga keganasan buli-buli. Pada pemeriksaan ini selain melihat adanya filling
defek pada buli-buli juga mendeteksi adanya tumor sel transisional yang berada di ureter
atau pielum, dan dapat mengevaluasi ada tidaknya gangguan pada ginjal dan saluran
kemih yang disebabkan oleh tumor buli-buli tersebut. Didapatkannya hidroureter atau
hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara
ureter.3,6,7
Jika penderita alergi terhadap zat yang digunakan pada pemeriksaan IVP, maka dapat
dilakukan pemeriksaan USG. Foto toraks juga perlu dilakukan untuk melihat bila ada
metastasis ke paru-paru.3

Gambar 3.3 Filling defect pada pemeriksaan IVP 3

14
 CT-scan
Berguna untuk menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya. CT scanning
merupakan x-ray detail dari tubuh, yang menunjukkan persimpangan-persimpangan
dari organ-organ yang mana tidak ditunjukkan oleh sinar x-ray konvensional. MRI
lebih sensitif dari CT Scan, yang memberikan keuntungan dapat mendeteksi kelenjar
limfe yang membesar di dekat tumor yang menunjukkan bahwa kanker telah
menyebar ke kelenjar limfe.3,6,7,8

Gambar 3.3 CT-scan non-contrast dengan Ca buli 7

 Sistoskopi
Sistoskopi dilakukan oleh urologis, mengevaluasi kantung kemih dengan
pemeriksaan visual langsung dengan menggunakan sebuah alat khusus yaitu
sistoskop. Identifikasi dari sebuah tumor biasa dilakukan dengan sistoskopi.
Sistoskopi adalah modalitas utama untuk diagnosis kanker buli karena memiliki
resiko yang kecil serta sekaligus mampu mengambil jaringan untuk spesimen biopsi.
Hal ini tercatat dalam European Association of Urology (EAU) guideline 2011 bahwa
pada seluruh pasien dengan gejala kanker buli harus dilakukan sistoskopi dan tidak
ada pemeriksaan non invasif lain yang dapat menggantikannya.3
Pemeriksaan sistoskopi (teropong buli-buli) dan biopsi mutlak dilakukan
pada penderita dengan persangkaan tumor buli-buli, terutama jika penderita berumur
40-45 tahun. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat ada atau tidaknya tumor di buli-
buli sekaligus dapat dilakukan biopsi untuk menentukan derajat infiltrasi tumor yang
menentukan terapi selanjutnya. Selain itu pemeriksaan ini dapat juga digunakan
sebagai tindakan pengobatan pada tumor superfisial (permukaan) dalam satu prosedur
sekaligus.3,7

J. Diagnosis

15
Gambar 3.4 Staging karsinoma buli 8

Tabel 3.1 Klasifikasi TNM karsinoma buli menurut American Joint Committee on Cancer
2002 1

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan


Tis Intraepitelial (karsinoma insitu)
TA Papillar, terbatas pada mukosa
T1 Subepitel
T2a Lapisan otot superficial
T2b Lapisan otot dalam
T3a Jaringan perivesika secara mikroskopik
T3b Jaringan perivesika secara makroskopik
T4a Invasi ke organ sekitar seperti prostat, uterus, atau vagina
T4b Invasi dinding pelvis atau abdomen
NX Kelenjar limfe tidak dapat ditentukan
N0 Tidak ada penyebaran
N1 Kelenjar tunggal <2cm
N2 Kelenjar >2cm tetapi <5cm, multiple multipel masing-masing<5cm
N3 Kelenjar >5cm
MX Metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 Tidak ada metastasis jauh
M+ Terdapat metastasis jauh

K. Penatalaksanaan

 TUR buli-buli

TUR merupakan bentuk penatalaksanaan awal karsinoma buli-buli.TUR ini


memungkinkan hasil yang lebih akurat dalam memperkirakan stadium dan tingkat tumor

16
serta merupakan pengobatan tambahan pada karsinoma buli-buli. Jadi TUR merupakan
sarana diagnosis, penentuan staging, serta terapi untuk tumor yang terlihat. 1,2,3,7,8

Menurut EAU tahun 2011 merekomendasikan terapi operatif. Pasien dengan tumor
besar, grading tinggi, atau multifokal diharuskan untuk melakukan prosedur TUR kedua
untuk memastikan reseksi yang menyeluruh dan staging yang akurat saat 4-6 minggu
setelah TUR pertama.3 Selain itu faktor lain yang menentukan dilakukannya TUR kedua
adalah, jika pada TUR pertama, tidak terdapat jaringan otot pada spesimen.

 Kemoterapi dan imunoterapi intravesika

Agen imunoterapi atau kemoterapi diinstilasi kedalam buli-buli via kateter untuk
menghindari morbiditas sistemik yang terjadi pada banyak kasus.Terapi intravesika dapat
menjadi profilaksis maupun terapi objektif dimana dapat menurunkan rekurensi tumor
pada pasien yang telah diberikan TUR komplit.

Kemoterapi intravesika digunakan pada dua keadaaan. Diberikan saat setelah


dilakukan TUR yang bertindak sebagai profilaktik untuk mengurangi terjadinya implantasi
sel tumor. Hal ini juga dapat digunakan sebagai terapi untuk mengurangi resiko terjadinya
kekambuhan dan progresifitas tumor superfisisal dengan resiko rendah. Oleh karena itu
kemoterapi atau imunoterapi intravesika dapat diberikan dalam 3 bentuk yakni adjuvan,
profilaksis, maupun terapi. 2,8

Salah satu agen yang digunakan untuk imunoterapi intravesika adalah vaksin
Bacillus-Calmette-Guerin (BCG). Vaksin BCG berguna sebagai profilaksis maupun terapi.
Vaksin ini biasa diberikan pada saat 2-4 minggu pasca TUR pertama. Pertimbangan waktu
tersebut adalah waktu pemulihan buli pasca TUR untuk menghindari distribusi sistemik
organisme vaksin, terutama melalui luka TUR. Vaksin BCG berguna terutama pada
stadium Tis. Hal ini dibuktikan melalui perbandingan rekurensi masing-masing staging
pada pemberian BCG.

Tabel 3.2 Rekurensi kanker buli per 5 tahun pada pemberian vaksin BCG 3

 Operasi

Operasi/pembedahan dilakukan jika penyebaran karsinoma sudah mencapai otot buli-


buli. Jenis operasi yang dapat digunakan dalam menangani karsinoma buli-buli adalah
sistektomi parsial, sistektomi total, dan sistektomi radikal. Sistektomi parsial merupakan
indikasi untuk tumor soliter dengan batas tegas pada mukosa. Sistektomi total merupakan
terapi definitif untuk karsinoma superfisialis yang mengalami kekambuhan. Sistektomi

17
radikal merupakan suatu tindakan pilihan jika terapi lain tidak berhasil atau timbul
kekambuhan.2,3,5,7,8

Sistektomi radikal memiliki prosedur dengan cara mengangkat buli-buli, prostat,


vesika seminalis, lemak perivesika pelvis peritonium, urakus remnant, uretra dan 1/3-1/4
bawah ureter dengan tambahan dilakukan diseksi pada limfatik disepanjang bifurkasio
aorta. Indikasi dilakukan sistektomi radikal yakni jika ukuran tumor terlalu besar untuk
dilakukan sistektomi parsial, posisi tumor tidak memungkinkan untuk dilakukan resesksi
misalnya pada dasar buli-buli, tumor multipel, karsinoma sel squamosa dan sarkoma yang
radio resisten, ditemukannya leukoplakia dimana dapat berkembang ke arah keganasan.8

 Terapi Pasca Operasi

I. Radioterapi
Penyinaran dengan irradiasi eksternal (5000-7000 cGy) diberikan selama 5-8 minggu
merupakan alternatif pilihan pada pasien dengan sistektomi radikal dimana karsinoma
sangat berinfiltrasi. Pengobatan pada umumnya ditoleransi dengan baik. Namun kira-kira
15% pasien memberikan komplikasi usus, buli-buli atau rektal yang signifikan. Angka
harapan hidup lima tahun pada pasien dengan T2-T3 berada pada rentang 18-41%.
Namun sayangnya angka ketahanan hidup 5 tahun dari radioterapi begitu kecil sekitar 20-
40% dibanding dengan sistektomi radikal, dimana bisa mencapai 90%. Untuk itu
radioterapi selain sebagai alternatif dari infiltrasi karsinoma yang luas, juga sebagai
pengganti tindakan sistektomi jika terdapat kontraindikasi tindakan operatif.3
II. Kemoterapi
Sekitar 15% dari pasien dengan karsinoma buli-buli ditemukan adanya metastasis
regional maupun metastasis jauh dan 30-40% pasien dengan penyakit yang invasif dapat
mengalami metastasis jauh meskipun telah dilakukan sistektomi radikal. Tanpa adanya
pengobatan, kelangsungan hidup pasien akan terbatas.

Pemberian agen kemoterapi tunggal dan yang paling sering kombinasi beberapa obat
menunjukkan respon terapi parsial ataupun komplit yang signifikan terhadap sejumlah
pasien karsinoma buli-buli dengan metastasis. Cisplatin merupakan agen tunggal yang
paling aktif yang jika digunakan secara tunggal, memberikan respon terapi sekitar
30%. Agen efektif lainnya yakni methotrexate, doxorubicin, vinblastin, siklofosfamid,
gemcitabin, dan 5-fluorouracil. Tingkat respon meningkat dengan mengkombinasikan
beberapa bahan aktif. Regimen methotrexate, vinblastin, doksorubicin (adriamicin) dan
cisplatin (MVAC) merupakan regimen yang sering digunakan pada pasien karsinoma buli-
buli tahap lanjut dan sekitar 15-20% pasien yang menerima regimen ini memberikan
respon komplit. Namun demikian angka harapan hidup 2 tahun sekitar 15-20%.
Pengobatan dengan MVAC kadang dikaitkan dengan adanya toksisitas substansial
meliputi kematian akibat keracunan sekitar 3-4%. 3

 Skema terapi pada karsinoma buli

Tabel 3.3 Penentuan terapi berdasarkan staging 8

18
 Kontrol berkala

Semua pasien karsinome buli harus mendapatkan pemeriksaan secara


berkala, dan secara rutin. Menurut EAU 2011, pada setiap kontrol dilakukan
pemeriksaan klinis, sitologi urin serta sistoskopi. Pada pasien dengan hasil sistoskopi
tidak terlihat tumor, namun pemeriksaan sitologi urin positif, biopsi harus dilakukan
saat kontrol. Jadwal pemeriksaan berkala ini adalah 3 bulan sekali sejak TUR
pertama, dan dilanjutkan tiap 6 bulan sekali, pada satu tahun berikutnya. 3

L. Komplikasi

Dapat terjadi infeksi sekunder kandung kemih yang parah bila terdapat ulserasi
tumor. Pada obstruksi ureter, jarang terjadi infeksi ginjal. Bila tumor menginvasi leher buli,
maka dapat terjadi retensi urin. Cystitis, yang mana sering kali berada dalam tingkat yang
harus diwaspadai, merupakan hasil dari nekrosis dan ulserasi dari permukaan tumor. Ulserasi
ini terkadang dapat dilihat dalam kasus tumor-tumor yang tidak menembus, dari beberapa
gangguan dengan aliran darah, tetapi muncul dalam 30 persen kasus dimana tumor
menembus. Kantung kemih yang terkontraksi dengan kapasitas yang sangat kecil dapat
mengikuti ulserasi dengan infeksi dan infiltrasi ekstensif dalam dinding kantung kemih. 2,5,7

Kembalinya tumor dalam kandung kemih dapat menunjukkan tipe lain dari
komplikasi. Jika pertumbuhan tumor kembali terjadi di area yang sama, kemungkinan hal
tersebut adalah hasil dari perawatan yang kurang profesional dan kurang layak pada tumor
asalnya. Namun tumor, yang muncul di tempat lain di dalam kandung kemih harus berasal
dari asal yang berbeda.

Kematian tidak jarang terjadi dikarenakan oleh komplikasi yang timbul karena
disebabkan oleh tumor itu sendiri atau perawatan atas tumor tersebut. Hidroneprosis dan
urosepsis, dengan gagal ginjal, toxemia, cachexia, dan kelelahan fisik dari iritabilitas vesikal,
sering kali menjadi suatu gambaran yang harus diperhatikan. Hidronefrosis dapat disebabkan
oleh oklusi ureter. Bila terjadi bilateral, terjadilah uremia.5

M. Prognosis

19
Karsinoma buli yang tidak diterapi menimbulkan morbidtas yang signifikan, termasuk
Hematuria, Disuria, Gejala iritatif, Retensi urin, Inkontinensia urin, Nyeri pinggang dan
Obstruksi ureter.

Hal signifikan yang mempengaruhi prognosis karsinoma buli adalah grading, kedalaman
invasi, dan ada tidaknya karsinoma in situ. Sementara untuk pasien yang telah dilakukan
sistektomi, hal yang mempengaruhi prognosis adalah adanya nodul limfe atau tidak.

Angka ketahanan hidup 5 tahun semakin turun seiring dengan peningkatan staging seperti
berikut: 3

 Ta, T1, CIS – 82-100%


 T2 – 63-83%
 T3a – 67-71%
 T3b – 17-57%
 T4 – 0-22%

Sementara pada pasien dengan metastasis menunjukan prognosis yang buruk, hanya 5-10%
pasien yang bertahan hidup 2 tahun setelah diagnosis.3

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong D. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3. Jakarta:EGC.2013;896-8.


2. Brunicardi F.C, Andersen D.K, Billiar T.R, Dunn D.L, Hunter J.G, Matthews J.B, et al.
Schwartz’s principles of surgery, 10th ed.USA:Mc Grawhill. 2013;1653-4.
3. Steinburg G.D. Bladder cancer, in medscape. April 2014. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/438262-overview#aw2aab6b2b7 . 5 maret 2016
4. International Agency of Research Cancer. Estimated cancer incidence, mortality, dan
prevalence worldwide in 2012. 2012. Diunduh dari
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx . 5 Maret 2016

5. Purnomo,BB. Dasar-dasar urologi, edisi. Jakarta: Sagung Seto. 2003; 75-6.


6. Raftery A.T, Delbridge M.S, Wagstaff M.J.D. Churchill’s pocketbooks surgery, 4 th ed. USA:
Elsevier.2012;325-6
7. Doherty G.M. Current diagnosis and treatment surgery, 13th ed. USA: Mc Grawhil. 2010;
ebook
8. Acosta J, Adams C.A, Alarcon L.H, Anaya D.A, Ashley S.W, Auerbach P.S, et al. Towsend:
Sabiston textbook of surgery, 18th ed. USA: Elsevier. 2007; ebook

20

Anda mungkin juga menyukai