Anda di halaman 1dari 29

PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK BIJI PEPAYA (Carica papaya L.

) MELALUI
PROSES TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KULIT TELUR

Skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana sains

Program Studi Kimia

oleh

Rizki Maulida

4311410018

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015
1

BAB 1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Semakin bertambahnya jumlah populasi di dunia dan meningkatnya jenis

kebutuhan manusia seiring dengan berkembangnya zaman, mengakibatkan kebutuhan

akan energi semakin meningkat sehingga persediaan energi khususnya energi yang tidak

dapat diperbarui (Unrenewable Energy) semakin berkurang kuantitasnya, bahkan lama-

kelamaan akan habis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah konsumsi BBM Indonesia terus

meningkat. Saat ini, hampir 80% kebutuhan energi dunia dipenuhi oleh bahan bakar

fosil. Padahal, penggunaan bahan bakar fosil bisa mengakibatkan pemanasan global.

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan

karena biodiesel dapat mengurangi emisi gas karbon monoksida (CO) sekitar 50%, gas

karbon dioksida (CO2) sekitar 78,45% dan bebas kandungan sulfur. Biodiesel dapat

diperoleh dari minyak tumbuhan yang berasal dari sumber daya yang dapat diperbarui

seperti minyak nabati, lemak binatang, dan minyak goreng bekas (jelantah) melalui

esterifikasi dan/atau transesterifikasi dengan alkohol serta bantuan katalis (Nugroho,

2013:127).

Tanaman pepaya termasuk komoditas utama dari kelompok buah-buahan yang

mendapat prioritas penelitian dan pengembangan di lingkungan Puslitbang Holtikultura.

Tanaman ini layak disebut multiguna, antara lain digunakan sebagai bahan makanan dan

minuman, obat tradisional, pakan ternak, industri penyamakan kulit, pelunak daging dan
2

sebagai bahan kosmetik. Diantara susunan buah pepaya yang diduga memiliki potensi

yang cukup besar dan belum banyak dikembangkan adalah bijinya karena terdapat

kandungan minyak dan protein yang cukup tinggi. Minyak biji pepaya yang berwarna

kuning diketahui mengandung 71,60 % asam oleat; 15,13 % asam palmitat; 7,68 % asam

linoleat; 3,60% asam stearat, dan asam-asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau

terbatas(Warisno, 2003). Jika dibandingkan dengan kedelai 19,63%, biji bunga matahari

22,23% dan kelapa 54,74% maka kandungan minyak dalam biji pepaya relatif besar

(Gusmarwani, 2009), sehingga sangat prospek untuk dikembangkan menjadi bahan

bakar alternatif. Buah pepaya tidak diproduksi musiman, sehingga waktu panennya

dapat dilakukan setiap waktunya. Minyak pada biji pepaya tidak dapat digunakan

sebagai minyak goreng karena adanya senyawa benzyl isothiocyanate (Sammarphet,

2008).

Menurut Nguyen, kandungan minyak biji pepaya yang ditanam di Vietnam

adalah sebesar 28% dari berat kering biji pepaya. Komposisi asam lemak dan

trigliserida minyak biji pepaya hampir sama dengan minyak zaitun (olive oil) dan

merupakan sumber bahan alam yang bagus.

Pembuatan biodiesel umumnya dilakukan dengan menggunakan katalis basa

homogen seperti NaOH dan KOH karena memiliki kemampuan katalisator yang lebih

tinggi dibandingkan dengan katalis lainnya. Akan tetapi, penggunaan katalis ini

memiliki kelemahan yaitu sulit dipisahkan dari campuran reaksi sehingga tidak dapat

digunakan kembali dan pada akhirnya akan ikut terbuang sebagai limbah yang dapat
3

mencemarkan lingkungan. Untuk mengatasi hal ini, pembuatan biodiesel dapat

dilakukan dengan menggunakan katalis basa heterogen seperti CaCO3.

Salah satu sumber CaCO3 yang mudah diperoleh disekitar kita adalah kulit telur.

Kulit telur mengandung CaCO3 sebanyak 94%, MgCO3 sebanyak 1%, Ca3(PO4)2

sebanyak 1% serta bahan-bahan organik sebanyak 4%.

Meskipun kulit telur merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk

menghasilkan katalis basa heterogen dalam pembuatan biodiesel, informasi mengenai

cara pembuatan katalis kulit telur tersebut, karakteristik fisik dan kimianya, serta

kinerjanya dalam pembuatan biodiesel masih sangat terbatas.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang akan

dibahas adalah:

1. Menentukan massa optimum dari katalis kulit telur pada reaksi transesterifikasi

minyak biji pepaya.

2. Bagaimanakah karakterisasi biodiesel yang dihasilkan dari minyak biji pepaya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memanfaatkan biji pepaya sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel.

2. Mengetahui massa optimum dari katalis kulit telur pada reaksi transesterifikasi

minyak biji pepaya.


4

3. Mengetahui karakterisasi biodiesel yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Memberikan informasi mengenai pemanfaatan biji pepaya sebagai bahan baku

dalam pembuatan biodiesel.

2. Memberikan informasi pemanfaatan katalis heterogen berbahan kulit telur

sebagai katalis dalam pembuatan biodiesel.

3. Memberikan informasi massa optimum dalam pembuatan biodiesel dengan

katalis kulit telur.


5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Biodiesel

Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk ke dalam kelompok bahan

bakar nabati (BBN). Bahan bakunya bisa berasal dari berbagai sumber daya nabati, yaitu

kelompok minyak dan lemak (Sudradjat, 2006).

Biodiesel mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari

minyak bumi. Bahan bakar biodiesel dapat diperbaharui. Selain itu, juga dapat

memperkuat perekonomian negara dan menciptakan lapangan kerja. Biodiesel

merupakan bahan bakar ideal untuk industri transportasi karena dapat digunakan pada

berbagai mesin diesel, termasuk mesin-mesin pertanian.

Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana

gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil

esters (biodiesel)/mono alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping.

Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani,

lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam

lemak bebas (ALB) dan zat-pencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan

dari bahan baku tersebut. Dan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada

pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan

karena alkohol larut dalam minyak. Minyak nabati kandungan asam lemak bebasnya

lebih rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati biasanya selain mengandung ALB
6

juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat dihilangkan pada proses

degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining. Minyak nabati yang digunakan

dapat dalam bentuk minyak Produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang

digunakan sebagai bahan baku serta pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut

(Sri, 2010) .

Hampir semua biodiesel diproduksi dengan metode transesterifikasi dengan

katalisator basa karena merupakan proses yang ekonomis dan hanya memerlukan suhu

dan tekanan rendah. Hasil konversi dari proses ini bisa mencapai 98%. Proses ini

merupakan metode yang cukup krusial untuk memproduksi biodiesel dari minyak atau

lemak nabati. Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari trigliserin (lemak/minyak)

dengan bioalkohol (metanol atau etanol) untuk membentuk ester dan gliserol

(Martini,2005).

Pepaya

Morfologi Tanaman Pepaya

Pepaya (Carica papaya L.), atau betik adalah tumbuhan yang berasal dari

Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, dan kini menyebar luas

dan banyak ditanam di seluruh daerah tropis untuk diambil buahnya. C. papaya adalah

satu-satunya jenis dalam genus Carica. Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil

dari bahasa Belanda, "papaja", yang pada gilirannya juga mengambil dari nama bahasa

Arawak, "papaya". Dalam bahasa Jawa pepaya disebut "katès" dan dalam bahasa Sunda

"gedang..
7

Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheophyta
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dicotyledoneae
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Jenis : Carica papaya
Gambar 2.1 Tanaman Pepaya

Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga

setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon

bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di

bagian tengah. Bentuknya dapat bercangap ataupun tidak. Pepaya kultivar biasanya

bercangap dalam.

Kandungan Biji Pepaya

Gambar 2.2 Biji Pepaya


8

Biji pepaya boleh jadi hanya dikenal dan dimanfaatkan sebagai bibit untuk

budidaya. Selebihnya, biji pepaya lebih banyak dijadikan limbah buangan setelah daging

buahnya diambil. Padahal, berdasarkan uji klinis, biji pepaya bisa diolah dan diambil

minyaknya. Minyak biji pepaya yang berwarna kuning diketahui mengandung 71,60 %

asam oleat, 15,13 % asam palmitat, 7,68 % asam linoleat, 3,60% asam stearat, dan asam-

asam lemak lain dalam jumlah relatif sedikit atau terbatas. Selain mengandung asam-

asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan

fenol, alkaloid, dan saponin (Warisno, 2003).

Transesterifikasi

Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang memerlukan grup alkoholis pada

senyawa ester dengan alkohol. Untuk mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan

katalisator berupa asam atau basa. Asam mengkatalis reaksi dengan memberikan proton

yang dimilikinya kedalam grup alkoholis sehingga lebih reaktif ( Tuti et al., 2011).

Secara umum reaksi transesterifikasi antara minyak nabati (trigliserida) dan

alkohol (metanol) dapat digambarkan sebagai berikut :

2HC OCOR' OCOR' 2HC OH


katalis
HC OCOR" 3 ROH OCOR" HC OH

2HC OCOR''' OCOR''' 2HC OH

trigliserida alkohol alkil ester gliserol

Jika dipakai CaCO3 sebagai katalis maka akan terbentuk reaksi :

ROH CaCO3 RO- CaCO3H+


9

R'COO CH2 R'COO CH2

- CH OR
R"COO CH OR R"COO

H2C OCR''' H2C O C R'''

O O-

R'COO CH2 CH2


R'COO

R"COO OR ROOCR'''
R"COO CH

H2C O C R''' H2C O-

O-

R'COO CH2 R'COO CH2

+HCaCO
R"COO CH 3 R"COO CH CaCO3

H2C O- H2C OH

Hal-hal yang mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi

Tahapan reaksi transesterifikasi pada pembuatan biodiesel diharapkan

memperoleh produk biodiesel dengan jumlah yang tinggi (maksimum). Beberapa

kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui

transesterifikasi, sebagai berikut:

a. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang

lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang meyarankan agar kandungan asam lemak

bebas lebih kecil dari 0,5%. Semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari

air (anhydrous) karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis

menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak

mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida (Freedman, 1984:1639)
10

b. Pengaruh rasio molar alkohol dengan bahan mentah

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol untuk

setiap 1 mol trigliserida agar memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol

(Freedman, 1984:1640). Brandshaw et al. (1944:2) menggunakan rasio mol

alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 yang dapat menghasilkan konversi 98%.

Secara umum jika semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, konversi

yang diperoleh semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi

yang dihasilkan 98-99%, sedangkan pada 3:1 sebesar 74-89%. Nilai

perbandingan yang terbaik 6:1 karena dapat memberikan konversi yang

maksimum.

c. Pengaruh jenis katalis

Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi

aktivasi, namun tidak dapat menggeser letak keseimbangan. Reaksi

transesteifikasi merupakan reaksi yang berjalan lambat. Tanpa katalis, reaksi

baru dapat berjalan pada suhu 250 °C. Penambahan katalis diperlukan untuk

mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat

digunakan untuk reaksi transesterifikasi yaitu katalis asam, basa atau enzim (Kirk

et al., 1992)

d. Pengaruh suhu

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30-65 °C (titik didih

metanol sekitar 65 °C). Reaksi antara minyak nabati dengan metanol pada fase

cair tekanan atmosfer, suhu operasi maksimum yang disarankan sesuai suhu titik
11

didih metanol pada keadaan normal (Setyawardhani, 2003). Semakin tinggi

temperatur, konversi yang diperoleh semakin tinggi.

e. Pengaruh waktu reaksi

Makin lama waktu reaksi, kesempatan zat-zat untuk bereaksi semakin besar

sehingga konversi reaksi semakin besar pula. Akan tetapi jika kesetimbangan

reaksi telah tercapai, maka bertambahnya waktu reaksi tidak dapat memperbesar

hasil. Penelitian Darnoko et al. (2000:24) mendapatkan waktu kontak optimum

untuk reaksi transesterifikasi selama 60 menit.

f. Pengaruh pengadukan

Suatu reaksi berjalan dengan baik, apabila terjadi pencampuran dengan baik

yaitu dengan cara pengadukan yang bertujuan untuk menaikkan frekuensi proses

tumbukan, karena frekuensi tumbukan yang semakin besar menyebabkan

kesempatan terjadi reaksi makin besar pula.

Katalis

Katalis merupakan zat yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi suatu

kesetimbangan tanpa adanya zat yang dikonsumsi, setelah proses selesai katalis dapat

dihasilkan kembali. Katalis akan mengubah energi aktivasi suatu reaksi dengan cara

mencari jalur yang lebih cepat daripada reaksi tanpa katalis.

Dalam reaksi transesterifikasi, katalis dapat digolongkan menjadi dua bagian

besar yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen merupakan katalis
12

yang berada satu fasa dengan reaktannya, sedangkan katalis heterogen berada dalam fasa

yang berbeda dengan reaktannya (Santoso, 2013).

Katalis Basa

Terdapat dua jenis katalis basa yang dapat digunakan dalam pembuatan

biodiesel, yaitu katalis basa homogen dan katalis basa heterogen.

Katalis basa homogen seperti NaOH (natrium hidroksida) dan KOH (kalium

hidroksida) merupakan katalis yang paling umum digunakan dalam proses pembuatan

biodiesel karena dapat digunakan pada temperatur dan tekanan operasi yang relatif

rendah serta memiliki kemampuan katalisator yang tinggi. Akan tetapi, katalis basa

homogen sangat sulit dipisahkan dari campuran reaksi sehingga tidak dapat digunakan

kembali dan pada akhirnya akan ikut terbuang sebagai limbah yang dapat mencemarkan

lingkungan.

Di sisi lain, katalis basa heterogen seperti CaO, meskipun memiliki kemampuan

katalisator yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa homogen, dapat

menjadi alternatif yang baik dalam proses pembuatan biodiesel. Katalis basa heterogen

dapat dengan mudah dipisahkan dari campuran reaksi sehingga dapat digunakan

kembali, mengurangi biaya pengadaan dan pengoperasian peralatan pemisahan yang

mahal serta meminimalisasi persoalan limbah yang dapat berdampak negatif terhadap

lingkungan.
13

Meskipun katalis basa memiliki kemampuan katalisator yang tinggi serta

harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan katalis asam, untuk

mendapatkan performa proses yang baik, penggunaan katalis basa dalam reaksi

transesterifikasi memiliki beberapa persyaratan penting, diantaranya alkohol yang

digunakan harus dalam keadaan anhidrous dengan kandungan air < 0.1 - 0.5 %-berat

serta minyak yang digunakan harus memiliki kandungan asam lemak bebas < 0.5%

(Lotero et al., 2005). Keberadaan air dalam reaksi transesterifikasi sangat penting untuk

diperhatikan karena dengan adanya air, alkil ester yang terbentuk akan terhidrolisis

menjadi asam lemak bebas. Lebih lanjut, kehadiran asam lemak bebas dalam sistem

reaksi dapat menyebabkan reaksi penyabunan yang sangat menggangu dalam proses

pembuatan biodiesel.

RCOOH + KOH R COOK + H2O

asam lemak bebas alkali sabun air

Akibat reaksi samping ini, katalis basa harus terus ditambahkan karena sebagian

katalis basa akan habis bereaksi membentuk produk samping berupa sabun. Kehadiran

sabun dapat menyebabkan meningkatnya pembentukkan gel dan viskositas pada produk

biodiesel serta menjadi penghambat dalam pemisahan produk biodisel dari campuran

reaksi karena menyebabkan terjadinya pembentukan emulsi. Hal ini secara signifikan

akan menurunkan keekonomisan proses pembuatan biodiesel dengan menggunakan

katalis basa (Santoso, 2013).


14

Katalis Asam

Alternatif lain yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel adalah dengan

menggunakan katalis asam. Selain dapat mengkatalisis reaksi transesterifikasi minyak

tumbuhan menjadi biodiesel, katalis asam juga dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi

asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak menjadi biodiesel mengikuti reaksi

berikut ini:

R COOH + CH3OH R COOCH3 + H2O

asam lemak bebas Metanol biodiesel air

Katalis asam umumnya digunakan dalam proses pretreatment terhadapat bahan

baku minyak tumbuhan yang memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi namun

sangat jarang digunakan dalam proses utama pembuatan biodiesel. Katalis asam

homogen seperti asam sulfat, bersifat sangat korosif, sulit dipisahkan dari produk dan

dapat ikut terbuang dalam pencucian sehingga tidak dapat digunakan kembali sekaligus

dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Katalis asam heterogen seperti

Nafion, meskipun tidak sekorosif katalis asam homogen dan dapat dipisahkan untuk

digunakan kembali, cenderung sangat mahal dan memiliki kemampuan katalisasi yang

jauh lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa (Santoso, 2013).

Katalis kulit telur

Salah satu sumber CaCO3 yang mudah diperoleh disekitar kita adalah kulit telur.

Kulit telur memiliki kandungan CaCO3 (kalsium karbonat) sebanyak 94%, MgCO3
15

(magnesium karbonat) sebanyak 1%, Ca3(PO4)2 (kalsium fosfat) sebanyak 1% dan

bahan-bahan organik sebanyak 4% (Stadelman, 2000).

Analisis Katalis dengan SEM (Scanning Electro

Microscopy) dan BET (Brunauer-Emmett-Teller)

SEM adalah alat yang paling teliti yang digunakan untuk menentukan ukuran

partikel karena resolusinya yang sangat tinggi. Partikel dengan ukuran beberapa

nanometer dapat diamati dengan jelas menggunakan SEM. Bahkan dengan high

resolution SEM seperti FE-SEM kita dapat mengamati posisi atom-atom dalam partikel.

Uji SEM bertujuan untuk mengetahui struktur tiga dimensi dari katalis yang

dihasilkan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al. katalis kulit telur yang

terbentuk ukurannya mencapai skala mikrometer, mempunyai bentuk yang tidak

seragam dan juga teragregasi sebagian serta tidak menyerupai batang (rod).

Uji karakterisasi katalis yang dilakukan terakhir adalah uji BET (Brunauer-

Emmett-Teller). Uji BET terhadap katalis CaCO3 yang terbentuk bertujuan untuk

mengetahui luas permukaan katalis, jumlah pori, dan radius dari pori katalis yang

terbentuk. Dari hasil uji BET yang dilakukan oleh Santoso et al. pada katalis kulit telur

diperoleh luas permukaan katalis bernilai 62,04 m2/g, total volume pori bernilai 0,1596

cc/g, dan radius pori rata-rata sebesar 51,44 Å.

Kromatografi gas

Kromatografi merupakan teknik pemisahan suatu campuran berdasarkan pada

perbedaan distribusi sampel di antara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak.

Kromatografi gas merupakan suatu teknik analisis pemisahan campuran zat yang mudah
16

menguap. Sampel dibawa oleh fasa gerak yang berupa gas pembawa, yang kemudian

dialirkan ke dalam kolom. Proses pemisahan komponen-komponen sampel dalam

kromatografi gas, berlangsung dalam kolom berdasarkan pada interaksi komponen

sampel dan fasa diam. Interaksi tersebut dapat berupa absorpsi atau partisi. Jika fasa

diamnya berupa padatan berpori maka pemisahannya adalah absorpsi, sedangkan bila

fasa diamnya berupa cairan, peristiwanya adalah partisi gas-cair (Rizki, 2008).

Kromatografi kebanyakan digunakan sebagai alat analisis kuantitatif, tetapi juga

dipakai secara kualitatif (perbandingan terhadap senyawa-senyawa referansi)

(Sastrohamidjojo,2002). Pada analisis kuantitatif didasarkan pada perhitungan luas

puncak yang dihasilkan pada kromatogram

Gambar 2.3 Alat GC

Pada Penelitian yang telah dilakukan oleh Susilowati, menunjukkan bahwa pada

massa katalis 2 gram dan pada waktu 50 menit menghasilkan area persen metil ester
17

0,053 dan yield metil ester sebesar 0,2431%. Sedangkan pada massa katalis 4 gram dan

pada waktu 50 menit menghasilkan area persen metil ester 0,141 dan yield metil ester

sebesar 0,6582%.

Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa

Spektrometer massa merupakan instrument yang dapat memberikan informasi

kualitatif dan kuantitatif tentang susunan atom dan molekul zat organik dan anorganik.

Pada spektrometer, sampel ditembak dengan berkas elektron yang berenergi tinggi

sehingga menyebabkan fragmentasi molekul-molekul yang membentuk sejumlah ion-ion

positif berbagai massa (Silverstein, 1991).

Sistem pemasukan cuplikan dapat berasal dari kromatografi gas. Gabungan

spektrometer massa dan kromatografi gas ini disebut “GC-MS” (Gas Chromatography –

Mass Spectroscopy). Sampel yang dianalisis menggunakan GC-MS akan menunjukkan

berat molekul senyawa yang dianalisis.

Analisis Spektrofotometer Infra Merah (IR)

Analisis inframerah dilakukan untuk penentuan gugus aktif di padatan katalis

alat spektrofotometer IR. Spektrum ini meyatakan jumlah radiasi inframerah yang

diteruskan melalui cuplikan sebagai fungsi frekuensi atau bilangan gelombang. Analisis

kualitatif dengan menggunakan spektroskopi infra merah dilakukan pada bilangan

gelombang 4000-300 cm-1 menggunakan pelet KBr. Analisis dilakukan untuk

mengetahui perubahan struktur yang terjadi setelah proses transesterifikasi.

Penelitian yang dilakukan Siswani et al. (2012) menyatakan bahwa daerah

serapan biodiesel meliputi, serapan tajam yang merupakan gugus karbonil C=O, serapan
18

lemah yang merupakan C-O ester, serapan lemah yang merupakan ester asam lemak,

dan serapan kuat yang merupakan gugus alkil, metil dan metilen.
19

BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi variabel terikat, variabel bebas, dan

variabel terkendali.

Adapun variabel bebas adalah variabel yang nilainya divariasi. Pada penelitian

ini variabel bebasnya adalah massa katalis heterogen berbahan kulit telur (1, 2, 3, 4, dan

5 gram).

Variabel terikat adalah variabel yang besarnya tergantung dari variabel bebas

yang diberikan dan diukur untuk menentukan ada tidaknya pengaruh (kriteria dari

variabel bebas). Pada penelitian ini adalah randemen metil ester sebagai hasil reaksi

transesterifikasi minyak biji pepaya.

Variabel terkendali adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil reaksi,

tetapi dapat dikendalikan. Variabel terkendali pada penelitian ini adalah minyak biji

pepaya (50 ml), kecepatan pengadukan (100 rpm), suhu reaksi (60°C), waktu reaksi (50

menit) dan ukuran katalis heterogen berbahan kulit telur (80 mesh).

Alat dan Bahan

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

Labu Erlenmeyer 250 mL Iwake Pyrex, Beakerglass (50 mL, 100 mL, 250 mL)

Iwake Pyrex, Gelas ukur (50 mL, 100 mL) Iwake Pyrex, Corong pisah, Alat pres

hidrolik, Refluks leher tiga, Ayakan 50 mesh, Magnetic stirrer merk Cimarec 2
20

Thermolyne, Neraca analitik Mettler AE200 dengan ketelitian 0,0001, Gas

Kromatografi gas Hewlett Pacard 5890 series II, seperangkat alat GC-MS merk

shimadzu QP-5000, seperangkat alat SEM, seperangkat alat BET, dan seperangkat

alat IR

Bahan

Bahan Baku

Bahan Baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji buah pepaya dengan

katalis kulit telur.

Bahan Kimia

Metanol MR 32,04 g/mol ρ 1,11 gr/cm3 buatan E Merck, Asam fosfat MR 97,97

g/mol ρ 3,4 gr/cm3 buatan E Merck, Aquades, Air panas, Na2SO4 anhidrat.

Cara Kerja

Pengepresan Biji Pepaya

Biji pepaya dipres dengan menggunakan mesin pres hidrolik. Minyak yang

keluar dari mesin pres mengandung kotoran dari kulit dan senyawa kimia: alkaloid,

dan lain-lain. Proses selanjutnya adalah pemisahan getah (degumming terhadap

minyak biji pepaya yang dihasilkan oleh mesin pres).

Degumming

Degumming dilakukan dengan memanaskan minyak biji pepaya sampai suhu

80°C kemudian ditambahkan asam fosfat 20% sebanyak 0,2% volume minyak dan

diaduk selama 15 menit. Proses pencampuran menghasilkan campuran minyak biji

pepaya, asam fosfat, gum. Campuran tersebut ditambahkan air sebanyak 3% volume
21

minyak dan diaduk selama 30 menit. Maka akan menghasilkan minyak biji pepaya

netral dan gum. Campuran minyak biji pepaya netral dan gum kemudian didiamkan

selama 12 jam dan dilakukan pemisahan gum dengan corong pisah, maka akan

dihasilkan minyak biji pepaya.

Pembuatan Katalis Kulit Telur

Katalis yang akan digunakan dalam pembuatan biodiesel adalah katalis

CaCO3 dari bahan dasar kulit telur. Mula-mula, kulit telur dicuci kemudian di

jemur, setelah itu dihancurkan dan diayak dengan ukuran 50 mesh. Kulit telur yang

telah dihancurkan ini dikeringkan di dalam oven pada suhu 100°C selama 24 jam.

Katalis kulit telur yang dihasilkan disimpan di dalam eksikator untuk menjaga

kondisi katalis tetap kering. Kemudian diuji dengan instrument Scanning Electron

Microscopy (SEM), IR (Infra Red) dan Brunauer-Emmett-Teller (BET).

Karakterisasi katalis menggunakan SEM untuk mengetahui struktur dan morfologi

permukan katalis kulit telur yang dihasilkan, sedangkan karakterisasi katalis

menggunakan BET untuk mengetahui luas permukaan katalis kulit telur yang

dihasilkan.

Transesterifikasi Minyak Biji Pepaya dengan Variasi Massa Katalis

Transesterifikasi dilakukan pada labu leher tiga dengan kapasitas satu liter

dilengkapi kondensor dan pengaduk yang ditempatkan pada lempeng pemanas

listrik. Diambil rasio volume metanol : minyak adalah 6:1. Minyak biji pepaya

sebanyak 50 ml dipanaskan hingga mencapai suhu yang diinginkan 60°C. Pada saat

yang sama, katalis heterogen berbahan kulit telur sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 gram
22

dilarutkan dalam metanol dengan volume 300 ml. Menuangkan katalis tersebut

dalam labu leher tiga, aduk campuran tersebut pada skala 100 rpm dan suhu dijaga

konstan selama 1 jam. Kemudian diambil variasi waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 menit

pada hasil biodiesel yang menghasilkan persen yield lebih bagus. Setelah 75 menit,

pemanasan dan pengadukan dihentikan dan selanjutnya dilakukan pemurnian

produk.

Pemurnian produk

Produk yang dihasilkan dari kondisi optimal proses didiamkan selama 12 jam

untuk memisahkan dengan sempurna biodiesel dan gliserol. Lapisan atas adalah

biodiesel yang berwarna kuning dan lapisan bawah adalah gliserol berwarna putih.

Setelah dipisahkan dari gliserol, kemudian metanol sisa reaksi transesterifikasi

dimurnikan dengan menggunakan destilasi sampai suhu mencapai 74°C, dan

biodiesel ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan sisa air (Bahtiar,

2008).

Karakterisasi Biodiesel

Karakterisasi biodiesel menggunakan Kromatografi gas (GC) untuk

mengetahui waktu retensi pembentukan biodiesel dan persen area biodiesel.

Sedangkan untuk mengetahui jenis biodiesel yang diperoleh dilakukan dengan alat

kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS).


44

BAB 5
PENUTUP

Simpulan

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan:

3. Massa optimum dari katalis kulit telur pada reaksi transesterifikasi minyak biji
pepaya yaitu pada penambahan katalis 4 gram yang menghasilkan randemen
terbanyak sebesar 32,92 % pada waktu retensi 15,551 menit.
4. Biodiesel yang dihasilkan pada proses transesterifikasi diketahui mengandung
asam oleat dan metil 9,12-oktadekadienoat.

Saran

1. Dilakukan variasi rasio katalis kulit telur dengan komposisi yang lebih banyak

lagi untuk mendapatkan randemen biodiesel yang lebih tinggi.

2. Dilakukan variasi rasio minyak:methanol yang lebih banyak lagi untuk

mendapatkan hasil biodiesel yang paling efektif dan lebih tinggi.

3. Dilakukan proses transesterifikasi yang lebih akurat dan teliti agar didapatkan

hasil biodiesel yang lebih banyak lagi dengan hasil randemen terbanyak.
45

Daftar Pustaka

Apriani, R. 2008. Studi Ekstraksi dan Penentuan Sifat Fisiko-Kimia serta Komposisi
Asam Lemak Penyusun Trigliserida dari Minyak Biji Pepaya (Carica papaya).
Skripsi Depok: Universitas Indonesia.

Bahtiar, A. 2008. Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Karet, Uji Kinetik, dan
Fisisnya. Tugas Akhir II. Kimia-FMIPA. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.

Bradshaw, George B., Meuly W. C. 1944. Preparation of Detergent. US Patent Office.

Darnoko, D. dan Cheryan, M. 2000. Continous Production of Palm Methyl Ester. J. Am.
Oil Chem. Soc, 77, 1269-1272.

Daryono, D.E. 2013. Biodiesel dari minyak biji pepaya dengan Transesterifikasi insitu.
Jurnal Teknik Kimia, Vol.8, No.1, September 2013.

Freedman, B., Pryde, E. H., Mounts, T. L. 1984. Variable Affective the Yields of Fatty
Esters from Transesterified Vegetable Oil.

Gusmarwarni, S.R., 2009. Pengaruh Perbandingan Berat Bahan dan Waktu Ekstraksi
terhadap Minyak Biji Pepaya Terambil. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa
Teknologi Industri dan Informasi, IV, pp.147-151.

Kartika, I.A., M. Yani, Dede H., 2011. Transesterifikasi In Situ Biji Jarak Pagar:
Pengaruh Jenis Pereaksi, Kecepatan Pengadukan dan Suhu Reaksi Terhadap
Rendemen dan Kualitas Biodiesel. Jurnal Teknologi Industri Pertanian Vol. 21
(1), 24-33

Kartika, I.A., Yuliani, S., Ariono, D. dan Sugiarto. 2009. Rekayasa Proses Produksi
Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha Curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. pp.129-139.

Kirk, R.E. and Othmer, D. F. 1980. Encyclopedia of Chemical Technology. 3rd ed. vol.
9. John Wiley and Sons. New York.

Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., & Goodwin, J.G., Jr.
2005. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, South Carolina: Journal.

Martini, R. 2005. Teknologi Proses Produksi Biodiesel. Jurnal BPPT.


46

Mora, E., Emrizal, Nandhana S. 2013. Isolasi dan Karakterisasi Asam Oleat dari Kulit
Buah Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia
1(2), Maret 2013: 47-51

Nugroho, T. 2013. Peluang Besar Usaha Membuat Bensin & Solar dari Bahan Nabati.
Yogyakarta: Pustaka Mahardika.
Nguyen, T. 2008. Lipid Classes, Fatty Acids and Triglycerides in Papaya Seed Oil.
Institute of Organnic Chemistry with Center of Phytochemistry. Bulgaria:
Bulgarian Academy of Sciences.
Puangsri, T., Abdulkarim, S.M. and Ghazali, H.M. 2005. Properties of Carica Papaya L.
(Papaya) Seed Oil Following Extractions Using Solvent and Aqueous Enzymatic
Methods. Journal of Food Lipids, 12, pp. 62-76.

Rosmelina, L. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Katalis Nanopartikel NiMo/Al2O3


dengan Metode Simple Heating untuk Sintesis Renewable Diesel. Jakarta:
Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Sammarphet, P. 2006. “Investigation of The Papaya Seed Oil Properties for


Development in to Edible Oil”. Master Tesis. Mahidol University.

Santoso, H., Ivan K., Aris S. 2013. Pembuatan Biodiesel Menggunakan Katalis Basa
Heterogen Berbahan Dasar Kulit Telur . Universitas Katolik Prahayangan:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.

Sastrohamidjojo, H. 2002. Kromatografi. Yogyakarta : FMIPA UGM.

Sastrohamidjojo, H. 1992. Spektroskopi Inframerah. Cetakan Pertama. Yogyakarta :


Liberti.

Silverstein, R.M., G.C. Basler and T.C. Moril. 1991. Spectronic Identification of
Organik Compounds, John Wiley Sons Inc, New York.

Siswani, Endang D., Susila K. dan Suwardi. 2012. Sintesis dan karakterisasi biodiesel
dari Minyak jelantah pada berbagai waktu dan suhu. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA

Sri, R. 2010.Biodiesel From Avocado Seeds By Transesterification Process. Jurnal


Teknik Kimia : Vol.5, No.1.
47

Stadelman, W.J. 2000. Eggs and egg products. In: Francis, F.J. (Ed.), Encyclopedia of
Food Science and Technology. 2nd ed. John Wiley and Sons. New York, 593-
599.

Sudradjat, H.R. 2006. Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Jakarta: Penebar Swadaya .

Susilowati. 2006. Biodiesel Dari Minyak Biji Kapuk Dengan Katalis Zeolit. Jurnal UPN
“Veteran” JATIM.

Tuti I. S., M. Said A. S.W. dan Ani .K. S. 2011. Katalis Basa Heterogen Campuran CaO
& SrO pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit. Palembang: Jurnal
Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3.

Warisno, 2003. Budidaya Pepaya. Yogyakarta: Kanisius.

Wei, Z., Xu, C., and Li, B., 2009. Application of Waste Eggshell as Low-Cost Solid
Catalyst for Biodiesel Production. New York: Bioresource Technology.
48

Lampiran 2

FOTO PENELITIAN

1. Sokletasi dengan pelarut n-hexane

2. Minyak biji pepaya hasil sokletasi


3. Minyak biji pepaya hasil degumming

4. Minyak biji pepaya hasil

Anda mungkin juga menyukai