Bab V, IV Fix
Bab V, IV Fix
SKENARIO
Skenario 1
Pak Andi, laki laki berusia 35 tahun datang ke tempat praktek anda dengan keluhan
nyeri ibu jari kaki kanan pada saat bangun tidur. Apa yang terjadi dengan pak Andi ?
BAB II
KATA KUNCI
1. Nyeri ibu jari kaki kanan pada saat bangun tidur.
BAB III
PROBLEM
2. Apa yang membuat nyeri ibu jari kaki kanan pada pak Andi ?
BAB IV
PEMBAHASAN
1. BATASAN
1. Nyeri
Nyeri merupakan rasa tidak nyaman atau suatu gejala yang diakibatkan oleh adanya
stimulasi nociceptor (reseptor nyeri) oleh stimulus noxious yang biasanya terjadi karena
trauma atau inflamasi (Soeroso, 2011).
Tanda-tanda hiperurisemia adalah terjadinya serangan mendadak pada sendi,
terutama sendi ibu jari kaki. Serangan pertama sangat sakit dan sering dimulai pada
pertengahan malam. Sendi menjadi cepat bengkak, panas, dan kemerah-merahan.
Meskipun serangan pertama terjadi pada jari ibu kaki, tetapi sendi-sendi yang lain
seperti lutut, tumit, pergelangan tangan dan kaki juga merasa sakit ( Krisnatuti,2011)
Hiperurisemia adalah konsentrasi monosodium urat dalam plasma yang melebihi
batas kelarutan yaitu lebih dari 7 mg/dl. Hiperurisemia berkaitan dengan resiko
mengalami penyakit gout. Laki-laki tidak memiliki hormone estrogen yang tinggi,
sehingga asam urat sulit dikeluarkan melalui kencing dan resikonya adalah kadar
asam urat bisa menjadi tinggi (hiperurisemia). Berdasarkan penyebabnya
hiperurisemia dibagi menjadi 2 yaitu : Hiperurisemia primer, yang penyebabnya
belum diketahui dan hiperurisemia sekunder, yang diketahui penyebabnya seperti
kelainan glikogen dan ginjal (Utami,2004)
Orang yang merasakan gejala dan serangan pertama, sebaiknya segera di
diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan cairan sendi, atau
melakukan uji radiologis .
b. Patofisiologi
Penyakit gout arthritis merupakan salah satu penyakit inflamasi sendi yang paling
sering ditemukan, ditandai dengan adanya penumpukan kristal monosodium urat di dalam
ataupun di sekitar persendian (Zahara, 2013). Asam urat merupakan kristal putih tidak berbau
dan tidak berasa lalu mengalami dekomposisi dengan pemanasan menjadi asam sianida
(HCN) sehingga cairan ekstraseslular yang disebut sodium urat. Jumlah asam urat dalam
darah dipengaruhi oleh intake purin, biosintesis asam urat dalam tubuh, dan banyaknya
ekskresi asam urat (Kumalasari, 2009). Kadar asam urat dalam darah ditentukan oleh
keseimbangan antara produksi (10% pasien) dan ekskresi (90% pasien). Bila keseimbangan
ini terganggu maka dapat menyebabkan terjadinya 11 peningkatan kadar asam urat dalam
darah yang disebut dengan hiperurisemia (Manampiring, 2011).
Sebuah hubungan kausal langsung ada antara kadar asam urat serum dan risiko gout.
Faktor gaya hidup, termasuk adipositas dan kebiasaan diet, muncul untuk berkontribusi kadar
asam urat serum dan risiko untuk gout. Urat secara luas diserap dari glomerulus yang
ultrafiltrate di tubulus proksimal melalui sikat-perbatasan urat-anion exchanger URAT1.
Sodium-dependent reabsorpsi anion meningkatkan konsentrasi dalam sel tubulus proksimal,
mengakibatkan peningkatannpertukaran urat melalui URAT1, meningkatkan reabsorpsi oleh
ginjal, dan hiperurisemia. Variasi genetik di transporter urat ginjal. Faktor regulasi dapat
menjelaskan kecenderungan herediter untuk kondisi yang berhubungan dengan kadar asam
urat tinggi dan respon tertentu pasien terhadap obat-obatan. Transporter juga dapat berfungsi
sebagai target untuk obat masa depan. Kristal urat dapat langsung memulai, untuk
memperkuat, dan mempertahankan serangan inflamasi yang intens karena mereka
mempunyai kemampuan untuk merangsang sintesis dan pelepasan humoral dan mediator
inflamasi selular. Sitokin, kemokin, protease, dan oksidan yang terlibat dalam urat
peradangan kristal-induced akut juga berkontribusi peradangan kronis yang mengarah ke gout
kronis sinovitis, kehilangan tulang rawan, dan erosi tulang.
b. Histologi
Gout adalah gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan hyperuricemia (serum
asam urat>7,0 mg / dl pada pria dan> 6,0 mg / dl pada perempuan) dan deposisi monosodium
urat monohydrate (MSU) kristal pada sendi dan dalam jaringan lunak peri-artikular. Faktor
predisposisi mencakup asupan alkohol berat, penggunaan berlebihan dari diuretik dan
analgesik (terutama asam asetilsalisilat), diet kaya purin, obesitas, hipertensi, dan kompromi
ginjal.
c. Patomekanisme
1. Gouty Arthritis
2. Rheumatoid Arthritis
4. GEJALA KLINIS
1. Gouty Arthritis
4) Demam
2. Rheumatoid Arthritis
1. Gouty Arthritis
• INSPEKSI
1. Gouty Arthritis
A. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil tes laboratorium menunjukkan adanya peningkatan kadar urat lebih dari
7,0 ml/dl dan 6,0 ml/dl. Nilai normal untuk pria dewasa: 3.5 – 8.0 mg/dL
untuk wanita: 2.8 – 6.8 mg/dL.
Pada penderita gouty arthritis, didapatkan warna dan kejernihan cairan sendi
seperti susu dan terdapat bekuan karena adanya pembengkakan.
B. Pemeriksaan Radiologi
1) X-Ray
HIPOTESIS AWAL
Berdasarkan gejala klinis pasien didapat hipotesis awal yang terdiri dari 2
kemungkinan penyakit yaitu :
1. Gouty Arthritis
2. Rheumatoid Arthritis
BAB VI
ANALISIS DARI DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Pemeriksaan Kepala
A/I/C/D = -/-/-/-
Pemeriksaan leher
Dipsnew : Menahan nyeri
Pemeriksaan Thorak : s1 s2 tunggal
Pemeriksaan Fisik Jantung
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda inflamasi, dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak ada
retraksi dinding dada, pulsasi ictus cordis terlihat di SIC IV linea midclavicularis sinistra.
Palpasi : tidak teraba massa, ictus cordis teraba di di SIC IV linea midclavicularis sinistra.
Perkusi : redup di bagian jantung, batas bawah paru dan jantung di SIC IV linea midclavicula
sinistra dan batas atas setinggi SIC III linea parasternalis kiri.
Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ada bising.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : bentuk dinding perut datar, tidak ada sikatrik
Auskultasi :
Palpasi : pembesaran hepar 1 jari dibawah arcus costae
Perkusi :
Pemeriksaan Ekstremitas
Terdapat benjolan pada ibu jari kaki kanan . Daerah tersebut tampak hangat disertai dengan
nyeri tekan.
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada Pak Andi, kelompok kami
menyimpulkan bahwa Pak Andi di diagnosa mengidap penyakit Gout Arthritis.
Sakit tiba – tiba pada jari
Jari bengkok
Rheumatoid
Arthritis Jari bergeser kearah jari lainnya
Gout
Arthritis
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Asam Urat
Cairan sendi
Radiologi
X-Ray
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
9.1 PENATALAKSANAAN
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan dini agar tidak terjadi kerusakan sendi
ataupun komplikasi lain.1 Tujuan terapi meliputi terminasi serangan akut; mencegah
serangan di masa depan; mengatasi rasa sakit dan peradangan dengan cepat dan aman;
mencegah komplikasi seperti terbentuknya tofi, batu ginjal, dan arthropati destruktif.
Pengelolaan gout sebagian bertolakan karena adanya komorbiditas; kesulitan dalam mencapai
kepatuhan terutama jika perubahan gaya hidup diindikasikan; efektivitas dan keamanan terapi
dapat bervariasi dari pasien ke pasien. Namun, dengan intervensi awal, pemantauan yang
cermat, dan pendidikan pasien, prognosisnya baik.
Terapi pada gout biasanya dilakukan secara medik (menggunakan obat-obatan).
Medikamentosa pada gout termasuk:
2. Kolkisin
Kolkisin efektif digunakan pada gout akut, menghilangkan nyeri dalam waktu 48 jam
pada sebagian besar pasien.10 Kolkisin mengontrol gout secara efektif dan mencegah
fagositosis kristal urat oleh neutrofil, tetapi seringkali membawa efek samping, seperti nausea
dan diare.
Dosis efektif kolkisin pada pasien dengan gout akut berhubungan dengan penyebab
keluhan gastrointestinal. Obat ini biasanya diberikan secara oral pada awal dengan dosis 1
mg, diikuti dengan 0,5 mg setiap dua jam atau dosis total 6,0 mg atau 8,0 mg telah diberikan.
Kebanyakan pasien, rasa sakit hilang 18 jam dan diare 24 jam; peradangan sendi reda secara
bertahap pada 75-80% pasien dalam waktu 48 jam. Pemberian kolkisin dosis rendah dapat
menurunkan efek samping gastro-intestinal ataupun efek toksisitas dari kolkisin itu sendiri.
AGREE (Acute Gout Flare Receiving Kolkisine Evaluation) membandingkan efektivitas
pemberian kolkisin dalam dosis tinggi (4,8 mg dalam 6 jam) dan dalam dosis rendah (1,8 mg
dalam 1 jam) dalam sebuah studi acak. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kolkisin dosis
rendah lebih superior dalam hal efikasi maupun tingkat keamanannya dibandingkan kolkisin
dosis tinggi. Pemberian kolkisin lebih dari 1,8 mg dalam 1 jam (AUC0 43.8 nanograms x
jam/ml) akan meningkatkan efek sampingnya tanpa meningkatkan efek klinisnya.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid biasanya berbentuk pil atau dapat pula berupa suntikan yang lansung
disuntikkan ke sendi penderita. Efek samping dari steroid antara lain penipisan tulang, susah
menyembuhkan luka dan juga penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Steroids
digunakan pada penderita gout yang tidak bisa menggunakan OAINS maupun kolkisin.1
Prednison 20-40 mg per hari diberikan selama tiga sampai empat hari. Dosis kemudian
diturunkan secara bertahap selama 1-2 minggu. ACTH diberikan sebagai injeksi
intramuskular 40-80 IU, dan beberapa dokter merekomendasikan dosis awal dengan 40 IU
setiap 6 sampai 12 jam untuk beberapa hari, jika diperlukan. Seseorang dengan gout di satu
atau dua sendi besar dapat mengambil manfaat dari drainase sendi diikuti dengan injeksi
intraartikular dengan 10-40 mg triamsinolon atau 2-10 mg deksametason, kombinasi dengan
lidokain.10
Profilaksis dengan kolkisin mengurangi tingkat serangan akut berulang, konsentrasi
asam urat serum adalah normal. Dalam suatu penelitian terhadap 540 pasien, kolkisin benar-
benar efektif 82% dari pasien, memuaskan 12% dari pasien, dan efektif hanya pada 6%
pasien. Meskipun diperlukan durasi profilaksis, belum ditetapkan kelanjutan terapi untuk
setidaknya satu tahun setelah konsentrasi urat serum telah kembali ke normal. Myoneuropati
kadang-kadang dilaporkan selama profilaksis dengan kolkisin pada pasien yang memiliki
kreatinin clearence 50 ml per menit.10 Kolkisin yang dikombinasikan dengan probenesid
telah disetuji oleh FDA (Food and Drug Administration) sejak tahun 1982.
Penatalaksaan artritis gout tidak hanya dapat diselesaikan secara farmakologis, namun
dapat juga dilakukan secar non farmakologis dengan melakukan latihan fisik berupa latihan
fisik aerobik dan latihan fisik ringan. Risiko terjadinya gout lebih besar terjadi pada lelaki
yang tidak memiliki aktivitas fisik dan kardiorespiratori fitnes dibandingkan dengan lelaki
yang aktif secara fisik dan kardiorespiratori. Penelitian lain menyebutkan bahwa serum asam
urat dapat diturunkan dengan melakukan olah raga rutin dan teratur, namun jika olah raga
tersebut hanya dilakukan secara intermiten justru akan meningkatkan kadar serum asam urat.
Untuk mencegah kekakuan dan nyeri sendi, dapat dilakukan latihan fisik ringan berupa
latihan isometrik, latihan gerak sendi dan latihan fleksibiltas yang keseluruhan itu tercakup
dalam stabilisasi sendi.
Selain itu penderita gout artritis atau asam urat juga harus membatasi konsumsi zat
purin dikhususkan bagi penderita gangguan asam urat. Dimana sedikit banyak gangguan
tersebut juga dipengaruhi oleh faktor gaya hidup dan pola makan. Diet rendah purin bertujuan
untuk mengurangi makanan yang kaya akan kandungan purin bagi penderita gout artritis.
Berikut jenis makanan dengan kandungan purin tinggi yang harus dihindari penderita gout
artritis dapat meningkatkan kadar asam urat darah:
• Jeroan, seperti hati, usus, limpa, babat, paru, jantung, dan otak
• Ekstrak daging/kaldu, daging bebek, angsa, burung
• Udang, kerang, kepiting, dan cumi-cumi
• Makanan yang diawetkan seperti sarden, kornet, kaldu
• Melinjo dan olahannya seperti emping
• Kacang-kacangan yang dikeringkan beserta olahannya, seperti kacang tanah, kedelai,
kacang hijau, kacang merah kering, taoge, tempe, tahu , oncom, tauco, dan susu
kedelai
• Sayuran dan buah tertentu, seperti bayam, kangkung, daun singkong, asparagus,
buncis,
• Kembang kol, daun jambu mete, nanas, durian, alpukat dan air kelapa
• Minuman beralkohol, seperti bir, wiski, minuman anggur, tuak, tape, ragi, dan
minuman hasilfermentasi lainnya
Selain menghindari makanan yang mengandung purin tinggi, penderita juga harus
menghindari makanan yang berlemak karena lemak cenderung menghambat pengeluaran
asam urat. Penderita penyakit asam urat disarankan banyak minum air putih dan cairan jus
buah karena air membantu mengeluarkan asam urat melalui urin. Makanan yang baik dan
sehat untuk penderita
asam urat adalah yang kadar purinnya rendah tapi harus memenuhi cukup kalori, protein,
mineral dan vitamin. Sumber karbohidrat, seperti beras/nasi, jagung, ubi jalar, dan kentang
semua boleh diberikan.( Prof. H.M. Hembing Wijayakusuma, Sept 2011)
Jika pada kadar normal makanan sehari-hari ambang kandungan purin yang bisa
ditoleransi adalah 600 – 1000 mg, maka pada program diet ini dibatasi berkisar pada 120 –
150 mg.
Dengan pembatasan kandungan purin tersebut, dapat menghasilkan penurunan kadar
asam urat dalam darah dan melancarkan pengeluaran asam urat.
Diet ini dapat dipermudah dengan melakukan kiat sederhana sebagai berikut :
1. Mengonsumsi kalori, protein, mineral, dan vitamin sesuai dengan kebutuhan tubuh
secukupnya.
2. Dengan mengonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat dapat membantu
pengeluaran asam urat melalui air seni. Diperlukan zat karbohidrat kompleks yang
baik dikonsumsi lebih dari 100g/hari. Adapun zat karbohidrat kompleks didapat pada
singkong, roti, dan ubi
3. Melakukan diet rendah lemak, karena lemak cenderung menjadi penghambat
pengeluaran asam urat.
4. Disamping diet rendah lemak, diperlukan pula diet rendah protein, karena kandungan
protein dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Anjuran asupan protein
disarankan pada penderita maksimal di kisaran 50-70 g/hari
5. Guna membantu pengeluaran kelebihan asam urat serta mencegah pengendapan asam
urat pada ginjal cobalah untuk meminum sedikitnya 2 hingga 3 liter/hari.
6. Hindari mengonsumsi alkohol karena kandungan alkohol dapat menjadi penghambat
pengeluaran asam urat dari tubuh.
(dr. Tri Rejeki Herdiana.2011)
Cek gula darah ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Jika
terlampau banyak, maka bisa menyebabkan diabetes. Untuk tes ini, saya sebelumnya sudah
puasa dulu kurang lebih 10-12 jam. Jadi disebut sebagai tes gula darah puasa. Hasil tes
dikatakan normal jika kadar gula dalam darah < 100.
Asam urat adalah hasil metabolisme protein yang berupa purin yang beredar dalam
darah. Dalam kondisi normal hal ini bukan menjadi masalah. Namun ketika ginjal sudah
tidak mampu lagi menyaring purin dalam darah, akibatnya kadar purin dalam darah menjadi
tinggi. Hal ini menyebabkan purin akan terkonsentrasi terutama di persendian-persendian
tubuh dalam bentuk kristal-kristal. Jika hal ini terjadi, maka dapat mengakibatkan nyeri
yang hebat di persendian yang dapat mengakibatkan gout artritis (asam urat).
3. Cek Kolestrol
Kolesterol adalah lemak yang sebagian besar dihasilkan oleh organ hati. Selain itu,
makanan yang dikonsumsi juga menyumbang kadar lemak dalam tubuh. Kolesterol dalam
kadar cukup, baik untuk tubuh. Kolesterol tidak larut dalam darah. Oleh karena itu, untuk
mendukung distribusinya, maka kolesterol akan diangkut oleh protein LDL(Low Density
Lipoprotein) beredar bersama darah. LDLini lebih sering disebut sebagai korestrol jahat ,
Karena dalam jumlah yang besar, dapat menyumbat pembuluh darah. Jika sumbatan
terjadi di otot/arteri jantung, bisa terjadi jantung koroner. Jika sumbatan terjadi di
pembuluh otak, bisa menyebabkan stroke. Dikatakan normal bila : di bawah 200 mg/dl
A. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Konvensional (X-Ray)
• Ditemukan pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus) berbentuk seperti
topi terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.
• Tampak pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.
• Peradangan dan efusi sendi.
B. Pemeriksaan laboratorium
1. Asam Urat (Serum)
• Dijalankan untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout.
• 3-5 ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup merah. Diusahakan
supaya tidak terjadi hemolisis.
• hindari makanan tinggi purin seperti jeroan (hati, ginjal, otak, jantung), remis, sarden
selama 34 jam sebelum uji dilakukan.
• nilai normal : Pria Dewasa : 3,5 – 8,0 mg/dL, Perempuan Dewasa : 2,8 – 6,8 mg/dL
• peningkatan kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout, alkoholisme,
leukimia, limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal jantung kongestif, stress, gagal
ginjal, pengaruh obat : asam askorbat, diuretic, tiazid, levodopa, furosemid, fenotiazin,
6-merkaptopurin, teofilin, salisilat.
2) Tes mikroskopik
a. Jumlah leukosit
• Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3
• 200 – 500/mm3 → penyakit non inflamatorik
• 2000 – 100 000/mm3 → penyakit inflamatorik akut. Contoh : arthritis gout,
arthritis reumatoid
• 20 000 – 200 000/mm3 → kelompok septik (infeksi). Contoh : arthritis TB,
arthritis gonore
• 200 – 1000/mm3 → kelompok hemoragik
c. Kristal-kristal
• Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi
• Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk jarum
memiliki sifat birefringen ketika disinari cahaya polarisasi
• Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol
D. Tes kimia
1. Tes glukosa
• Normal : perbedaan antara glukosa serum dan cairan sendi adalah kurang dari
10mg%
• Pada kelompok inflammatorik : Arthritis gout : perbedaan rata-rata 12 mg%
• Faktor rematoid : perbedaan 6 mg%
2. Laktat Dehidrogenase
• Normal : 100 – 190 IU/l, 70 – 250 U/l
• Meningkat : rematoid arthritis, gout, arthritis karena infeksi
3. Tes mikrobiologi
• untuk kelainan sendi yang disebabkan infeksi
• hasil negatif pada kultur bakteri cairan sendi (Joyce LeFever, 2008 )
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
Eggebeen, Aaron T. 2007. Gout: An Update dalam American Family Physician. 76(6).
(http://www.aafp.org diakses tanggal 22 September 2016).
Al-Allaf, Abdul Wahab. 2012. Gout: Evidence Based Update With New Therapeutic
Strategies dalam Consultant Rheumatologist, Honorary Senior Lecturer and Senior
Academic Tutor, New Cross Hospital & The University of Birmingham, UK. 48(3).
(www.smj.eg.net/journals/pdf/242.pdf diakses tanggal 22 September 2016).
Sholihah, Fatwa Maratus. 2014. Diagnosis And Treatment Gout Arthritis dalam J Majority.
3(7). (http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/475/476
diakses tanggal 22 September 2016).
Syukri Maimun. 2007.Asam Urat dan Hiperuresemia. Depatemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran, Unsyiah/BPK RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh . Majalah
Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 1 Maret 2007.
ACR. 2002. Guidelines For The Management of Rheumatoid Arthritis. Arthritis &
Rheumatism Vol. 46, No. 2, February 2002, pp 328–346 DOI 10.1002/art.10148.
Wiley-Liss, Inc.
http://rematik-autoimun.com/rheumatoid-arthritis.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24610/4/Chapter%20II.pdf
https://id.scribd.com/doc/278298539/Jurnal-Penyakit-Gout-pdf