Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT DI RUANG ANAK
RUMAH SAKIT TIDAR DAERAH MAGELANG
Disusun oleh :
A. Defenisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan
retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel &
Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan
alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and
Wong; 1991; 1418).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan
organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru
termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring.
2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah.
Merupakan infeksi akut yang menyerang daerah di bawah faring sampai
dengan alveolus paru-paru.
C. Etiologi
1. Virus Utama :
· ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
· ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak
usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya
untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan
yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,
rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu
(WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi
menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di
Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan
antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya
status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya
mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan
anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua
merokok (Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam
rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian
kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran
udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar
(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah
pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta.
D. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran
pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran
nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka
virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan
mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah
batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi
sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas
seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan
staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan
Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi
mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga
timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi
bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan
dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam
saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri
(Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus
diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa
sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa,
tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG
pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA)
sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.
Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
E. Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya
demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai
dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah
atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts;
1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama
terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit.
Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa
selama bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman,
usaha serta irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang
biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan
pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai
dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing.
Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan
peningkatan produksi dari sputum
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai
dengan adanya thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
G. Diagnosis Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa
diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan
agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis
nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing
dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test
Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus
manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akut yang sering
disertai dengan muntah.
H. Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah
makanan yang paling baik untuk bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau
jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral
dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk
mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa
apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI
(2005)
2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu
mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT
salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang
salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber
Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi
pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak
mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit.
Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat,
desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua
tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada
tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung
vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang
terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter
(PD PERSI, 2002)
Perawatan Dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6
jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan
dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
bersihkan hidung , yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat
tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
J. Pemberantasan Ispa
Yang Dilakukan Adalah :
1. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
2. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3. Immunisasi
4. Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA
K. Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1. Meningitis
2. OMA
3. Mastoiditis
4. Kematian
L. Prognosis
Jika penanganannya tepat dan cepat maka prognosis baik. Namun,
jika penanganan lambat dan tidak tepat maka akan terjadi komplikasi
yang menyebabkan prognosis buruk.
Diagnosa Keperawatan
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih
bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume
II book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung
Seto,Jakarta
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah
Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.