Anda di halaman 1dari 5

BERILMU DAN BERAMAL

Jogja Never Ending Asia, 19 Juli 2002 sore menjelang maghrib

'Orang yang terpesona harta dan angan-angan tidak mengetahui dua hal yang
menyelamatkan; ilmu dan amal'

Ilmu merupakan pelita yang menerangi kehidupan dan dapat mengangkat tirai
kebodohan. Selama kita hidup hendaknya kita terus belajar yang merupakan usaha
untuk mencari ilmu. Proses belajar dimulai sejak kita masih bayi sampai kelak kita
mati. Proses belajar tidak berhenti ketika kita telah menyelesaikan proses belajar kita
di sekolah. Tempat untuk mencari ilmu tidak hanya di sekolah, tetapi di semua tempat
kita dapat belajar untuk menemukan ilmu.

Lalu ilmu yang bagaimanakah yang harus kita cari? Ilmu yang harus dicari adalah
ilmu keimanan kepada Tuhan, ilmu-ilmu agama dan ilmu tentang keduniaan. Ilmu
keimanan dan agama wajib kita pelajari agar proses ibadah kita benar dan tidak sia-
sia. Ilmu tentang keduniaan ada banyak sekali jenisnya misalnya ilmu tumbuhan, ilmu
astronomi dan lain-lain.

Tentang ilmu keduniaan ini, kita hendaknya memilih salah satu bidang ilmu untuk
kita pelajari secara mendalam. Mengapa hanya satu bidang ilmu saja yang dipilih?
Karena manusia merupakan makhluk yang sangat lemah. Manusia tidak akan mampu
mempelajari dan mengetahui semua hal secara baik dan benar, padahal di dunia ini
ilmu Tuhan tersebar dimana-mana bahkan mungkin di "suatu tempat" dan "di suatu
waktu" yang belum terpikirkan oleh otak manusia yang paling pintar sekalipun.

Anda tidak percaya? Kita lihat contoh yang paling sederhana di sekitar kita. Tanyalah
pada seorang dokter gigi yang sangat berpengalaman dan terkenal, apakah dia mampu
melakukan operasi 'cesar' untuk menolong ibu yang kesulitan melahirkan, secara
aman dan profesional layaknya seorang dokter kandungan yang ahli dibidangnya
tersebut. Begitu pula untuk kasus sebaliknya. Jadi terbukti bahwa (hanya !) dari tubuh
manusia ada begitu banyak ilmu yang harus dipelajari, apalagi jika melihat lebih luas
lagi di sekitar kita.

Yang menjadi pertanyaan adalah apa yang harus dilakukan setelah memiliki ilmu ?
Beramal ! Beramal dengan ilmu yang telah kita pelajari. Sebenarnya proses mencari
ilmu dan proses beramal adalah dua proses yang saling beriringan. Mengapa harus
beriringan ? Sebab proses belajar hanya akan berakhir dengan kematian kita. Jadi bagi
orang yang hanya mencari ilmu saja tanpa mengamalkannya sesungguhnya orang itu
merugi karena tidak mengamalkan ilmu yang dipelajarinya. Orang yang berilmu tanpa
beramal dapat diibaratkan sebagai pemanah tanpa busur.

Orang yang belajar (dan beramal/bekerja) akan sering melakukan kesalahan. Hal itu
wajar saja. Mengapa ? Karena yang menjadikan kita "tahu" adalah "ketidaktahuan"
atau bisa penulis katakan bahwa "Keberhasilan adalah akhir dari kegagalan". Apa
contohnya ? Ada banyak contoh di sekeliling kita. Sebuah contoh yang terkenal yaitu
tentang proses penemuan bola lampu oleh Thomas Alva Edison. Sebelum Edison
berhasil menciptakan sebuah lampu, dia telah melakukan berpuluh-puluh kesalahan.
Kegagalan demi kegagalan ketika proses menciptakan lampu tidak membuatnya putus
asa dan berhenti di tengah jalan. Dari kegagalan dia belajar untuk mengatasi
kesalahan yang telah dilakukannya. Akhirnya pada "kegagalan yang terakhir"
terciptalah bola lampu yang saat ini dapat menerangi bumi, berdampingan dengan
matahari, bulan dan bintang serta sumber cahaya lainnya.

Jadi orang yang beramal/bekerja dapat jatuh pada kesalahan, sedangkan orang yang
tidak beramal TIDAK AKAN MELAKUKAN KESALAHAN. Tetapi ingatlah bahwa
dengan melakukan kesalahan kita akan memperoleh ilmu untuk mengatasi kesalahan
tersebut. Jangan takut ketika melakukan kesalahan di dalam proses mencari ilmu.
Bersikaplah bijaksana dan sabar. Suatu ketika kita pasti akan berhasil mengatasi
kesalahan yang pernah dilakukan dan akan memperoleh ilmu yang berguna dan
jangan lupa mengamalkan ilmu yang telah kita peroleh untuk kebaikan.

Memperbaiki Masyarakat

Islam menetapkan bahwa masyarakat tidak akan baik kecuali dengan enam faktor
berikut ini sebagai syaratnya:

1. agama yang dipeluk dan dipatuhi


2. pemerintahan yang arif bijaksana

3. keadilan yang merata dan menyeluruh

4. keamanan umum yang stabil dan mantap

5. kemudahan di segala urusan (birokrasi yang tidak berbelit-belit)

harapan yang ditanamkan di hati rakyat

Rumah Tangga yang Menyenangkan

Banyak orang yang menyangka bahwa pernikahan itu indah. Padahal sebetulnya? Indah
...sekali. Tak sedikit yang menyesal, kenapa tak dari dulu menikah.

Sahabat, itu adalah secuplik ungkapan yang lazim terdengar tentang pernikahan. Namun
jelas, tak segampang yang dibayangkan untuk membina sebuah keluarga. Membangun
sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang
diam tanpa masalah. Namun lebih kepada adanya keterampilan untuk manajemen konflik.

Ada tiga jenis manajemen konflik dalam rumah tangga, yaitu pencegahan terjadinya konflik,
menghadapai tatkala konflik terlanjur berlangsung, dan apa yang harus dilakukan setelah
konflik reda.

Pada kesempatan pertama, insya Allah kta akan mengurai tentang bagaimana meminimalkan
terjadinya konflik di dalam rumah tangga kia.

1. Siap dengan hal yang tidak kita duga


Pada dasarnya kita selalu siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Mudah bagi
kita bila yang terjadi cocok dengan harapan kita. Namun, bagaimanapun, setiap orang itu
berbeda-beda. Tidak semuanya harus sama 'gelombangnya' dengan kita. Maka yang
harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan ini
tidak merusak.
Dalam rumah tangga, bisa jadi pasangan kita teryata tidak seideal yang kita impikan.
Maka kita harus siap melihat ternyata dia tidak rapi, tidak secantik yang dibayangkan atau
tidak segesit yang kita harapkan., misalnya. Kita harus berlapang dada sekali andai
ternyata apa yang kita idamkan, tidak ada pada dirinya. Juga sebaliknya, apabila yang
luar biasa kita benci. Ternyata isteri atau suami kita memiliki sikap tersebut.

2. Memperbanyak pesan Aku


Tindak lanjut dan kesiapan kita menghadapi perbedaan yang ada, adalah
memeperbanyak pesan aku. Sebab, umumnya makin orang lain menegetahui kita, makin
siap dia menghadapi kita. Misalnya sebagai isteri kita terbiasa katakanlah mengorok
ketika tidur. Maka agar suami dapat siap menghadapi hal ini, kita bisa mengatakan 'Mas,
orang bilang, kalau tidur saya itu suka ngorok,.... jadi Mas siap-siap saja. Sebab,
sebetulnya, saya sendiri enggak niat ngorok.'

Lalu sebagai suami, misalnya kita menyatakan keinginan kita: 'Saya kalau jam tiga suka
bangun. Tolonglah bangunkan saya. Saya suka menyesal kalau tidak Tahajjud. Dan kalau
sedang Tahajjud, saya tidak ingin ada suara yang mengganggu.'

Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi riak-riak masalah akaibat satu sama lain tidak
memahami nilai-nilai yang dipakai oleh pasangan hidupnya. Sebab sangat mungkin orang
membuat kesalahan akibat dia tidak tahu tata nilai kita. Yang dampaknya akan banyak
muncul ketersinggungan-ketersinggungan. Maka di sinilah perlunya kita belajar
memberitahukan. Memberitahukan apa yag kita inginkan. Inilah esensi dari pesan aku.

Dengan demikian ini akan membuat peluang konflik tidak membesar. Karena kita telah
mengkondisikan agar orang memahami kita. Sungguh tidak usah malu menyatakan
harapan ataupun keberatan-keberatan kita. Sebab justru dengan keterbukaan seperti ini
pasangan hidup kita dapat lebih mudah dalam menerima diri kita. Termasuk dalam hal
keberadaan orang lain.

Misalnya orang tua kita akan datang. Maka adalah suatu tindakan bijaksana apabila kita
mengatakan kepada suami tentang mereka. Sebagai contoh, orang tua kita mempunyai
sikap cukup cerewet, senang mengomentari ini itu. Maka katakan saja: 'Pak... saya tidak
bermaksud meremehkan. Namun begitulah adanya. Orang tua saya banyak bicara.
Jangan terlalu difikirkan, itu memang sudah kebiasaan mereka. Juga dalam hal makanan,
yang ikhlas saja ya Pak...kalau nanti mereka makannya pada lumayan banyak...'

Sungguh sahabat, makin kita jujur maka akan semakin menentramkan perasaan masing-
masing di antara kita.

Alkisah, ada sebuah keluarga. Sering sekali terjadi pertengkaran. Akhirnya, suatu ketika si
isteri bicara 'Pak, maaf ya, keluarga kami memang bertabiat keras. Sehingga bagi kami
kemarahan itu menjadi hal yang amat biasa.'

Lalu suaminya membalas 'Sedangkan Papa lahir dari keluarga pendiam, dan jarang sekali
ada pertempuran...'

Jelas itu akan membuat keadaan berangsur lebih baik dibanding terus menerus bergelut
dalam pertengkaran-pertengkaran yang semestinya tak terjadi.

Jadi kita pun harus berani untuk mengumpulkan input-input tentang pasangan kita.
Misalnya ternyata dia punya BB atau bau badan. Maka kita bisa menyarankan untuk
meminum jamu, sekaligus memberitahukan bahwa kadar ketahanan kita terhadap bau-
bauan rendah sekali. Sehingga ketika kita tiba-tiba memalingkan muka dari dia, isteri kita
itu tidak tersinggung. Karena tata nilainya sudah disamakan.

Tentunya, dengan saling keterbukaan seperti itu masalah akan menjadi lebih mudah
dijernihkan dibanding masing-masing saling menutup diri. Ketertutupan, pada akhirnya
akan membuat potensi masalah menjadi besar. Kita menjadi mengarang kesana kemari,
membayangkan hal yang tidak tidak berkenaan dengan pasanagan hidup kita. Dongkol,
marah, benci dan seterusnya. Padahal kalau saja didiskusikan, bisa jadi masalahnya
menjadi sangat mudah diselesaikan. Dan potensi konflik pun menjadi minimal

3. Tentang aturan Kita harus memiliki aturan-aturan yang disepakati bersama. Karena kalau
tak tahu aturan, bagaimana orang bisa nurut? Bagaimana kita bisa selaras? Jadi kita
harus membuat aturan sekaligus...sosialisasikan!

Misalnya isteri kita jarang mematikan kran setelah mengguanakan. Bisa jadi kita dongkol.
Disisi lain, boleh jadi isteri malah tak merasa bersalah sama sekali. Sebab dia berasal dari
desa. Dan di desa.. pancuran toh tak pernah ditutup.

Begitu pula pada anak-anak. Kita harus mensosialisasikan peraturan ini. Tidak usah kaku.
Buat saja apa yang bisa dilaksanakan oleh semua. Makin orang tahu peraturan, maka
peluang berbuat salah makin minimal.

MANFAAT PERJALANAN

Lakukanlah perjalanan, karena banyak manfaat yang akan diperoleh yaitu :

1. mencari nafkah
2. memperoleh/memperbaiki hiburan

3. memperoleh kawan baru

4. meningkatkan ilmu pengetahuan

5. menambah pengalaman

Pengalaman

Seorang yang arif bijaksana berkata,

"Aku mencari kesenangan bagi diriku, tetapi tidak aku temukan kecuali dengan
meninggalkan segala urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan diriku.

Aku menyepi seorang diri di hutan, ternyata tidak ada yang melebihi kesepian bila
berkumpul dengan kawan yang buruk.

Aku telah mencoba segala rasa yang enak, tetapi tidak kudapatkan sesuatu yang
melebihi enaknya sehat afiat.

Aku telah mencoba segala macam rasa pahit, tetapi tidak aku dapatkan sesuatu yang
melebihi pahitnya perasaan pada saat kebutuhanku kepada orang lain.

Aku telah mengangkat batu-batu yang besar dan besi yang berat, tetapi tidak kudapati
sesuatu yang melebihi beratnya berhutang.

Aku melihat kepada segala yang dapat merendahkan derajat kemampuan dan yang
dapat melumpuhkan kekuatan, ternyata tidak ada yang melebihi kemelaratan."
Pengalaman

Seorang yang arif bijaksana berkata,

"Aku mencari kesenangan bagi diriku, tetapi tidak aku temukan kecuali dengan
meninggalkan segala urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan diriku.

Aku menyepi seorang diri di hutan, ternyata tidak ada yang melebihi kesepian bila
berkumpul dengan kawan yang buruk.

Aku telah mencoba segala rasa yang enak, tetapi tidak kudapatkan sesuatu yang
melebihi enaknya sehat afiat.

Aku telah mencoba segala macam rasa pahit, tetapi tidak aku dapatkan sesuatu yang
melebihi pahitnya perasaan pada saat kebutuhanku kepada orang lain.

Aku telah mengangkat batu-batu yang besar dan besi yang berat, tetapi tidak kudapati
sesuatu yang melebihi beratnya berhutang.

Aku melihat kepada segala yang dapat merendahkan derajat kemampuan dan yang
dapat melumpuhkan kekuatan, ternyata tidak ada yang melebihi kemelaratan."

Anda mungkin juga menyukai