Anda di halaman 1dari 4

Nama : Anisya Putri Rahmadhini

Nim : D0319012

LATAR BELAKANG TERBENTUKNYA SISTEM EKONOMI NEOLIBERALISME

Saat ini kita dihadapi pada suatu model kapitalisme Dunia Ketiga era
pascakolonialisme atau krisis akibat kegagalan developmentalism. Kegagalan
developmentalism pada negara-negara yang dijadikan model yakni negara-negara yang
dianggap paling sukses dan paling banyak dijadikan contoh bagi kapitalisme. Negara-negara
kapitalisme tersebut seperti model NICs (Newly Industralist Countries), seperti Korea Selatan
dan Taiwan, juga termasuk negara NIC baru seperti Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Berbagai pemaparan terhadap krisis itu sampai saat ini belum selesai. Namun, dari berbagai
penjelasan lebih mengarah kepada menyalahkan faktor korupsi dan bad governance rezim
negara-negara tersebut sebagai akar krisis kapitalisme di Asia. Pada dasarnya krisis
developmentalism merupakan bagian dari krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia
atas manusia lain yang diperkirakan telah berusia lebih dari lima ratus tahun.

Menurut Fakih pada bukunya Ekonomi Politik Digital Journal Al-Manär Edisi I tahun
2004 pada fase pertama adalah periode kolonialisme, yakni fase di mana perkembangan
kapitalisme di Eropa mengharuskan ekspansi secara fisik untuk memastikan perolehan bahan
baku mentah. Berakhirnya era kolonialisme, dunia memasuki era neokolonialisme, dimana
modus dominasi dan penjajahan tidak lagi fisik dan secara langsung, melainkan mela1ui
penjajahan teori dan ideologi. Fase kedua ini dikenal sebagai era developmentalism. Periode
ini ditandai dengan masa kemerdekaan negara-negara Dunia Ketiga secara fisik. Namun,
pada era ini dominasi negara-negara bekas penjajah terhadap bekas koloni mereka tetap
dilanggengkan melalui kontrol terhadap teori dan proses perubahan sosial. Fase ketiga adalah
neoliberalisme (globalisasi). Pendirian neo-liberalisme ini pada prinsipnya tidak bergeser dari
liberalisme yang dipikirkan Adam Smith dalam the Wealth of Nations (1776). Akan tetapi,
krisis yang berkepanjangan menimpa kapitalisme awal abad XIX, yang berdampak depresi
ekonomi tahun 30-an. Akibatnya, tenggelamlah liberalisme dan pendulum beralih pada
perbesaran peran pemerintah sejak Roosevelt dengan New Deal-nya pada tahun 1935.

Salah satu penyebab pertumbuhan dan akumulasi kapital dari golongan kapitalis
melambat di akhir abad XIX adalah proteksi, paham keadilan sosial, kesejahteraan bagi
rakyat, berbagi tradisi adat pengelolaan sumber daya alam berbasis rakyat, dan sebagainya.
Strategi yang ditembuh untuk mempercepat dan pertumbuhan dan ‘akumulasi kapital’ adalah
menyingkirkan segenap rintangan investasi dengan pasar bebas, perlindungan hak milik
intelektual, good governence, penghapusan subsidi dan program proteksi pada rakyat,
deregulasi, dan penguatan civil society, antikorupsi. Oleh karena itu, diperlukan tatanan
perdagangan global dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Globalisasi pada
dasarnva berpijak pada kebangkitan kembali liberalisme yaitu suatu paham sebagai
neoliberalisme.
Sejatinya, neoliberalisme merupakan sebuah fenomena sosial-politik yang biasanya
dialamatkan kepada sekelompok penguasa dan intelektual di Barat yang mendukung dan
ingin menghidupkan kembali gagasan-gagasan liberalisme klasik. Neoliberalisme adalah kata
lain dari "liberalisme baru."

Berikut perbedaan antara Liberalisme dan Neoliberalisme:

NO Liberalisme Neoliberalisme
1 Manusia dianggap sebagai Homo economicus dijadikan prinsip untuk
homo economicus memahami semua “tingkah laku manusia”
2 Manusia adalah otonom, Hal ini dimodifikasi ke arah yang lebih
bebas memilih ekstrim : tidak perlu adanya campur tangan
pemerintah, batas Negara diterobos
3 Wacana politik : social Wacana politik : social ekonomis kapitalis
democrat dengan argument dengan argument “privatisasi aktifitas
“kesejahteraan” ekonomi”
4 Meletakan kebebasan Meletakkan kebebasan dalam tataran
sebagai nilai politik ekonomi, pasar bebas, globalisme
tertinggi
5 Masih mengakui peran Lebih ektrim : sama sekali menolak campur
kerajaan-pemerintah dalam tangan pemerintah, bahkan mereka
arti : system kerajaan harus menghendaki segala macam fasilitas umum
melindungi hak-hak semua seharusnya diswastanisasikan
rakyat secara adil, bijak,
saksama
6 Masih mengakui undang- System aturan, undang-undang-hukum,
undang kerajaan ditolak sama sekali, karena hal ini akan
(pemerintah) dalam arti : menguntungkan pemerintah dan
semua rakyat mempunyai stakeholders lainnya.
hak-hak yang sama rata di
depan hokum dan undang-
undang
7 Menghendaki peran serta Tidak menghendaki peran pemerintah dalam
kerajaan dalam pasar bebas pasar bebas sehingga peluang akan adanya
dalam arti : menjaga agar diskriminasi “terselubung” sangat tinggi
tidak terjadi diskriminasi, (yang kaya semakin kaya dan yang miskin
pemeriksaan barang-barang semakin miskin)
impor ekspor harus
dilakukan secara hikmat

Kebijakan neoliberalisme pada dasarnya berkisar tentang campur tangan pemerintah


dalam ekonomi. Campur tangan ini diperlukan guna menanggulangi berbagai distorsi atau
"kegagalan pasar" (market failure). Akan tetapi, pengalaman di sejumlah negara maju
ataupun negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, menunjukkan campur tangan
pemerintah dalam ekonomi juga bisa menimbulkan "kegagalan pemerintah" (government
failure). Kadang dampak "kegagalan pasar" menimbulkan distorsi ekonomi baru yaitu akibat
campur tangan pejabat yang berlebihan atau membuka pe1uang bagi kegiatan pemburu rente.
Penganut paham neoberalisme murni berpendapat bahwa semua pasar produk dan jasa
ataupun faktor produksi pada dasarnya bekerja sempurna. Maka dari itu, campur tangan
pemerintah tidak diperlukan karena akan menyebabkan “kegagalan pemerintah” yang hanya
akan menimbulkan aneka distorsi dalarn alokasi surnbau rnembuk peluang menguntungkan
bagi pemburu rente.

Penganut paham neoliberalisme moderat meyadari dan mengakui bahwa di negara


maju ataupun sedang berkembang ada berbagai “kegagalan pemerintah” yang memerlukan
campur tangan pemerintah, antara lain campur tangan berupa campur tangan fungsional atau
netral, dan campur tangan selektif. Meski penganut neoliberalisme moderat menyadari
"kegagalan pasar" memerlukan campur tangan pemerintah, mereka cenderung mengutamakan
campur tangan fungsional atau netral yang menunjang bekerjanya mekanisme pasar secara
efisien. Misalnya perluasan dan perbaiki mutu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi atau kegiatan penelitian dan pengembangan yang layak dilakukan untuk
mendorong pengembangan kemampuan teknologi nasional guna meningkatkan daya saing
internasional industri ekspor Indonesia. Preferensi para penganut neoliberalisme moderat
untuk campur tangan fungsional atau netral didasarkan pengalaman di sejumlah negara
sedang berkembang yang menunjukkan bahwa campur tangan pemerintah yang selektif guna
menanggulangi kegagalan pasar di NSB bisa menimbulkan biaya sosial lebih tinggi daripada
biaya sosial yang diakibatkan kegagalan pasar. Oleh karena itu, kubu ekonomi moderat amat
hati-hati dengan menganjurkan campur tangan pemerintah yang selektif, yaitu campur tangan
pemerintah yang bertujuan mengutamakan, misalnya di Indonesia ada suatu industri tertentu
atau perusahaan tertentu (misalnya proyek "mobil nasional" pada tahun-tahun terakhir Orde
Baru). Dampak campur tangan yang selektif ini bisa amat mahal bagi negara dan masyarakat.

Daftar Pustaka

Kuncoro, M. 1997. Ekonomika Pembangunan: teori, masalah, dan kebijakan. Yogyakarta:


Akademi Manajemen Perusahaan YKPN

Anda mungkin juga menyukai