Anda di halaman 1dari 7

IDENTIFIKASI LEGIONELLA, KUALITAS UDARA RUANG DAN

KELUHAN SICK BUILDING SYNDROME PADA PETUGAS


INSTALASI TRANSFUSI DARAH RSUD DR.SOETOMO
Identification Of Legionella, Indoor Air Quality And Employee Sick Building Syndrome
Complaints In Installation Of Blood Transfusion- RSUD Dr.Soetomo

Erin Verayani
Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Airlangga, Surabaya
erinverayani@gmail.com

Abstrak: Pencemaran udara dalam ruang adalah salah satu faktor penyebab gangguan kesehatan global karena
sebagian besar manusia melakukan aktivitas didalam ruangan yang tercemar oleh bahan polutan. AC merupakan
salah satu penyebab yang mempengaruhi kualitas udara ruang. Perawatan AC Central yang tidak rutin berpotensi
sebagai tempat perkembangbiakan mikroorganisme patogen salah satunya bakteri Legionella dan terjadi
penurunan kualitas udara sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pekerja yaitu Sick building syndrome.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keberadaan bakteri Legionella, kualitas fisik dan angka kuman udara
ruangan serta keluhan sick building syndrome pada petugas di Instalasi Transfusi Darah RSUD Dr.Soetomo.
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional study dan hasil
dibandingkan dengan standar Kepmenkes No.1204/ Menkes / SK / X / 2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit dan Permenkes RI No.83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah. Hasil identifikasi di
sistem distribusi air untuk air bersih dan AC Central menggunakan metode kultur BCYE, tidak ditemukan
keberadaan bakteri Legionella. Hasil pengukuran angka kuman udara ruang sudah memenuhi persyaratan
kesehatan menurut Kepmenkes RI No.1204 / Menkes /SK/X/2004 Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit tetapi hasil kualitas fisik (suhu dan kelembapan) melebihi standar Kepmenkes RI No.1204 / Menkes
/SK/X/2004 dan Permenkes RI No.83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah. Distribusi petugas yang
mengalami sick building syndrome sebanyak 84%. Keluhan sick building syndrome yang sering dialami adalah
mata kering (66,7%) dan hidung tersumbat (61,9%).
Kata kunci : Kualitas udara ruang, Legionella, Sick building syndrome

Abstract: Indoor air pollution was one of the factors causing global health problems because most people do
activities in the room contaminated by pollutant materials. AC system was one of the factors that influence the air
quality of the room. Improper maintenance to central air conditioning that was potentially as a breeding place for
pathogenic microorganisms such as Legionella bacteria and decrease indoor air quality causing health problems
of workers that is sick building syndrome. The purpose of this research was to know the existence of Legionella
pathogen bacteria, indoor air quality such as physical and air bacteria number and sick building syndrome
complaints on the officer at Blood Transfusion Installation of Dr.Soetomo Hospital. This study was an
observational study with cross sectional study design and the results are compared with Minister of Health Decree
No.1204 / Menkes / SK / X / 2004 about environmental health requirements of hospitals and Permenkes RI No.83
of 2014 about Blood Transfusion Unit. The results of identification in the water distribution system for clean water
and AC Central using BCYE culture method was not found Legionella bacteria. The result of the measurement of
the number of airborne germs has fulfilled the health requirements according to Minister of health Decree No.1204
/ Menkes / SK / X / 2004 Environmental Health Requirements of hospital but the result of physical quality
(temperature and humidity) was more than standart RI Minister of health Decree No.1204 / Menkes / SK / X /
2004 and Rule of Health Minister No.83/2014 about Blood Transfusion Unit. The result of this study showed that
84% staffs get sick building syndrome complaint. The most sick building syndrome complaints were dry eye
(66,7%) and nasal congestion (61,9%).
Keywords : indoor air quality, Legionella, sick building syndrome

PENDAHULUAN mengganggu kualitas udara dalam ruangan


umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
Udara merupakan komponen yang penting
kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber
untuk kelangsungan hidup bagi makhluk hidup.
Komposisi kimiawi, biologis, dan fisik udara kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi
mempengaruhi langsung terhadap kualitas udara. dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan
Kualitas udara yang tidak adekuat akan material bangunan (4%) , lain-lain (13%) (OSHA,
berdampak negatif bagi kesehatan manusia 2011).
terutama terhadap saluran pernafasan. Kualitas Kualitas udara dalam ruangan merupakan
masalah yang perlu mendapat perhatian karena
Udara dikelompokkan menjadi 2 yaitu kualitas
udara luar ruangan dan udara dalam ruangan 4% dari gangguan kesehatan global disebabkan
(indoor air quality). Permasalahan yang oleh pencemaran udara di dalam ruangan
299
Erin Verayani, identifikasi legionella, kualitas udara ruang dan keluhan sick building 300

(Mukono, 2014). Bahkan EPA (Environmental Berdasarkan survey, ditemukan fakta bahwa
Protection Agency of America) menyatakan bahwa sebanyak 8.000 hingga 18.000 kasus sick building
salah satu dari 5 masalah lingkungan yang paling syndrome terjadi setiap tahunnya di Amerika
darurat bagi kesehatan masyarakat yaitu kualitas Serikat (Burge, 2004).
udara ruang (OSHA, 2011). WHO (2009) Gedung dengan sistem sirkulasi air
memperkirakan sekitar 400-500 juta orang pendingin dan air pemanas misalnya gedung-
khususnya di negara-negara berkembang saat ini gedung perkantoran, hotel dan rumah sakit
menghadapi masalah polusi udara di dalam merupakan tempat yang rentan terhadap
ruangan dan diperkirakan setiap tahunnya dari pertumbuhan Legionella (Putri, 2014). Burge
sekitar 3 juta kematian akibat polusi udara, 2,8 (2004) juga menyatakan bahwa kejadian SBS
juta di antaranya akibat polusi udara dalam lebih banyak terjadi didalam gedung yang
ruangan serta 0,2 juta lainnya akibat polusi udara menggunakan AC dibandingkan gedung yang
luar ruangan. Hal tersebut karena 80%-90% berventilasi alami. Instalasi Transfusi Darah RSUD
sebagian besar manusia melakukan aktivitas Dr.Soetomo berada di gedung bertingkat dan
didalam ruangan yang mungkin tercemar oleh tertutup yaitu di lantai 5 gedung GPDT (Gedung
bahan-bahan polutan. Karena itulah para ahli pusat diagnostik terpadu) dimana gedung tersebut
menyimpulkan bahwa masyarakat lebih rentan menggunakan sistem AC central yang berpotensi
menderita gangguan kesehatan karena polusi menyebabkan kualitas udara rendah dan
udara ruang dibandingkan dengan polusi udara pertumbuhan bakteri patogen yang dapat
luar ruangan. Gangguan kesehatan tersebut bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi penghuni
menurunkan produktivitas kerja serta kerugian gedung.
finansial hingga US $10 milyar (OSHA, 2011). Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik
Sistem AC (Air Conditioning) merupakan untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen
salah satu penyebab yang mempengaruhi kualitas Legionella, kualitas udara ruang seperti fisik dan
udara ruangan. AC digunakan sebagai pengganti angka kuman udara serta keluhan sick building
ventilasi alami untuk meningkatkan kenyamanan syndrome pada petugas di Instalasi Transfusi
dan produktivitas penghuni, tetapi AC yang tidak Darah RSUD Dr.Soetomo.
rutin dilakukan perawatan, maka dapat menjadi
tempat perkembangbiakan mikroorganisme (Corie METODE PENELITIAN
dkk, 2005). Menurut EPA (Environmental
Jenis penelitian ini adalah observasonal
Protection Agency of America) gedung yang
dengan desain studi cross sectional. Variabel
menggunakan Air Conditioning (AC) berhubungan
yang diukur adalah angka kuman udara,
dengan pertumbuhan bakteri patogen Legionella
keberadaan Legionella, kualitas fisik (suhu dan
dan Sick Building Syndrome (SBS). Dalam hal ini,
kelembapan) dalam ruang dengan keluhan sick
EPA (Environmental Protection Agency)
building syndrome dimana variabel tersebut diukur
menyatakan salah satu bakteri patogen yang
pada saat yang bersamaan. Teknik pengumpulan
berkaitan dengan ruangan yaitu bakteri Legionella
data dilakukan dengan cara wawancara,
yang dapat menyebabkan legionnaire’s disease
observasi, dan pengukuran. Wawancara dilakukan
dan demam Pontiac.
kepada petugas instalasi transfusi darah, sanitasi
Sick building syndrome (SBS) merupakan
lingkungan serta teknisi pemelihara AC Central di
kumpulan gejala tidak spesifik yang dipicu lama
Gedung Diagnostik Pusat Terpadu (GDPT).
tinggal di dalam gedung dan disebabkan buruknya
Observasi dilaksanakan di salah satu instalasi
kualitas udara ruangan. Gejala tersebut hanya
yang ada di GDPT yaitu di Instalasi Transfusi
dirasakan pada saat beraktivitas di dalam gedung
Darah (ITD). Sedangkan pengukuran dilakukan
dan menghilang secara wajar pada hari libur atau
pada kualitas fisik (suhu dan kelembapan) dan
saat meninggalkan gedung (Mukono, 2014). SBS
angka kuman udara di ruang pelayanan darah dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sistem
laboratorium Crossmatch.
HVAC (Heating, ventilating, air conditioning), kimia
Sampel penelitian untuk identifikasi
dan biologi (EPA, 2017). Sedangkan dari faktor
Legionella berupa air yang berasal dari jaringan
lingkungan yang mempengaruhi terjadinya SBS
distribusi air yaitu eye wash station, tap water, air
yaitu suhu, dan kelembapan (Mukono, 2014).
handling unit (AHU) di ITD, air baku GPDT, air
Faktor lainnya yang berkonstribusi terhadap
boiller AC Central. Pengambilan sampel
kejadian SBS yaitu faktor gender, jenis pekerjaan,
lingkungan untuk identifikasi Legionella sesuai
kebiasaan merokok (Burge, 2004). Karyawan
dengan Kepmenkes RI No.1538 / MENKES /
yang berada di gedung ber AC mempunyai 2-3
SK/XI/2003 tentang Standar Pengelolaan
kali gejala lebih banyak dari karyawan yang
Spesimen Legionella. Identifikasi Legionella
berada di gedung dengan ventilasi alami.
301 Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.10 , No.3, Juli 2018: 299-305

menggunakan metode kultur buffer charcoal yeast merupan sistem pendingin yang rumit dan
extract agar (BCYE). Sampel udara untuk memerlukan banyak jaringan pipa sehingga
pengukuran kualitas fisik dan angka kuman udara sistem perpipaan tersebut rentan terhadap
ruang diambil di dua titik yaitu ruang pelayanan petumbuhan bakteri patogen (Mukono, 2014).
darah dan laboratorium crossmatch. Pengukuran
Keluhan Sick Building Syndrome (SBS)
suhu dan kelembapan menggunakan
thermohygrometer dan angka kuman udara diukur Kuesioner yang dapat dikumpulkan pada
menggunakan microbial air sampler yang penelitian ini berjumlah 25 kuesioner. Dikatakan
kemudian dikultur dimedia nutrient agar. mengalami SBS bila keluhan-keluhan tersebut
Sampel responden untuk identifikasi sick mucul sendiri-sendiri atau bersamaan yang
buiding syndrome yaitu total populasi yang dirasakan selama minimal 2 minggu. Distribusi
berjumlah 25 petugas Instalasi Transfusi Darah terjadinya SBS pada petugas Instalasi Transfusi
dengan menggunakan instrumen kuesioner. Data Darah dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan
pengukuran angka kuman dan fisik udara ruang keluhan SBS yang dirasakan oleh petugas,
yang didapat kemudian dibandingkan dengan distribusi responden yang mengalami SBS
standar Kepmenkes No.1204/ Menkes/ SK / X / sebanyak 23 petugas. Petugas yang dikatakan
2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan mengalami SBS apabila mengalami salah satu
rumah sakit dan Permenkes RI No.83 Tahun 2014 gejala yang memenuhi kriteria kasus SBS yaitu
tentang Unit Transfusi Darah, Bank darah Rumah jika terdapat paling tidak 20% atau lebih penghuni
Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah gedung mengalami gejala selama lebih dari 2
atau Guidelines for Blood Center WHO 2010. minggu (Wahab, 2011).
Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh komite
etik penelitian kesehatan RSUD Dr.Soetomo Tabel 1.
Keluhan SBS pada Petugas Instalasi Transfusi
Surabaya. Darah
Keluhan SBS Jumlah %
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ya 23 92,0
Gambaran umum lokasi penelitian Tidak 2 8,0
Total 25 100,0
Instalasi transfusi darah adalah salah
pelayanan kesehatan modern yang bertempat di Hasil penelitian mengenai kasus SBS yang
GPDT RSUD Dr.Soetomo. Surabaya lantai 5. ada diruangan laboratorium crossmatch dan
Instalasi Transfusi Darah termasuk instalasi yang pelayanan darah menunjukkan gejala yang masuk
baru berdiri yaitu pada tahun 2011. Di Instalasi pada kriteria SBS adalah mata pedih sebanyak 8
Transfusi Darah tersebut terdapat 12 lemari es petugas (32%), mata kering 14 petugas (66,7%),
“Blood Bank”. Semua ruangan di Instalasi hidung berair 8 orang (38,1%), hidung tersumbat
Transfusi Darah sangat tertutup dan 13 petugas (61,9%) dan kulit berminyak (23,8%).
menggunakan sistem AC Central tanpa adanya Dari jumlah 21 petugas yang mengalami SBS
penambahan AC lokal/split. Karyawan yang keluhan yang paling banyak dirasakan adalah
bekerja di gedung AC mempunyai 2-3 kali keluhan mata kering dan hidung tersumbat.
lebih banyak daripada karyawan yang bekerja
dengan ventilasi alami. Selain itu AC Central

Tabel 2.
Kejadian Sick Building Syndrome Berdasarkan karakteristik Responden
SBS Tidak SBS Total
Karakteristik Responden
n % N % N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 2 33,3 4 66,7 6 100,0
Perempuan 19 100,0 0 0 19 100,0
Umur (tahun)
20 – 25 3 75,0 1 25,0 4 100,0
26 – 30 12 100,0 0 0 12 100,0
31 – 35 3 60,0 2 40,0 5 100,0
≥ 36 3 75,0 1 25,0 4 100,0
Masa Kerja (tahun)
≤3 2 66,7 1 33,3 3 100,0
>3 19 86,4 3 13,6 22 100,0
Jam Kerja (jam/hari)
7- 8 2 50,0 2 50,0 4 100,0
7-10 19 90,5 2 9,5 21 100,0
Erin Verayani, identifikasi legionella, kualitas udara ruang dan keluhan sick building 332

SBS Tidak SBS Total


Karakteristik Responden
n % N % N %
Status Gizi
Kurus 1 33,3 2 66,7 3 100,0
Normal 16 100,0 0 0 16 100,0
Overweight 1 50,0 1 50,0 2 100,0
Obesitas 3 75,0 1 25,0 4 100,0

Hasil penelitian ini menunjukkan keluhan selama >3 tahun dibandingkan petugas yang
SBS dirasakan oleh petugas saat berada di dalam bekerja ≤ 3 tahun. Menurut teori, Thorn
gedung dan menghilang secara sendirinya setelah menyatakan bahwa masa kerja seseorang dalam
meninggalkan gedung. Hal ini didukung oleh gedung dapat memicu gangguan kesehatan yang
penelitian EPA (Environmental Protection Agency) bersifat kronis, semakin lama masa kerja maka
bahwa keluhan hanya dirasakan pada saat semakin banyak keluhan kesehatan yang dialami.
beraktivitas di dalam gedung dan menghilang saat Hal tersebut dikarenakan masa kerja dalam
libur bekerja (EPA, 2017). Menurut OSHA gedung mempengaruhi tingkat paparan pekerja
(Occupational safety and health administration) terhadap polutan didalam ruang (Wahab, 2011).
menyatakan bahwa tingginya kasus SBS bisa Berdasarkan hasil tabulasi silang, SBS lebih
disebabkan dari kurangnya ventilasi dalam banyak diderita petugas dengan jam kerja 7-10
gedung dan kinerja AC yang buruk, serta kualitas jam/hari dibandingkan petugas dengan jam kerja
udara dalam ruangan (OSHA, 2011) 7-8 jam/hari. Petugas dengan durasi kerja 7-10
jam/hari adalah petugas dengan sistem 3 shift
Karakteristik Responden dan Kejadian SBS
yaitu pagi, siang, malam dimana shift malam lebih
Sampel penelitian pada penelitian ini adalah panjang dibandingkan shift pagi/sore. Hal tersebut
semua petugas Instalasi Transfusi Darah yang sesuai dengan pernyataan Gomzi bahwa durasi
bekerja di area pelayanan darah dan laboratorium jam kerja di dalam gedung dapat mempengaruhi
crossmatch yang berjumlah 25 orang. kejadian keluhan SBS misalnya petugas yang
Hasil analisis dengan cross tab (tabulasi durasi jam kerjanya lebih panjang dibandingkan
silang) pada tabel 2, keluhan sick building petugas yang jam kerjanya lebih pendek
syndrome berdasarkan jenis kelamin petugas cenderung beresiko mengalami SBS (Gomzi,
yang mengalami keluhan SBS yang berjenis 2009). Status gizi responden sebagian besar
kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (33,3%), 4 adalah normal (64%) yang berarti sebagaian
orang laki-laki tidak mengalami SBS. Sedangkan besar keadaan gizi responden baik. Namun
seluruh petugas perempuan yang mengalami SBS responden yang berstatus gizi normal 100%
yaitu sebanyak 19 orang (100%). Jadi dapat mengalami keluhan SBS. Hal ini sesuai dengan
disimpulkan bahwa petugas perempuan lebih penelitian yang dilakukan oleh Liyastuti (2010)
rentan mengalami keluhan SBS dibandingkan menyatakan bahwa status gizi tidak memiliki
petugas laki-laki. Mayoritas penellitian hubungan bermakna ddengan kejadian SBS. Jadi
menyimpulkan bahwa keluhan SBS sering dialami dapat disimpulkan bahwa status gizi tidak
oleh perempuan (Hansen et al, 2008). Munurut mempengaruhi secara signifikan kejadian SBS.
Brasche (2001) perempuan lebih sensitif terhadap
berbagai faktor dengan lingkungan kerja fisik dan Identifikasi Bakteri Legionella
psikososial. Selain itu perempuan lebih cenderung Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa
sering melaporkan keluhan-keluhan psikosomatik hasil identifikasi bakteri Legionella di enam tempat
yang berhubungan dengan SBS yang dialaminya yang berbeda, menunjukkan hasil negatif yang
(Wahab, 2011). artinya tidak ada pertumbuhan bakteri Legionella
Hasil tabulasi silang keluhan SBS baik di sumber air untuk AC central dan air bersih
berdasarkan umur menunjukkan bahwa keluhan serta saluran perpipaan air bersih (potable water)
SBS banyak dialami petugas dengan umur 26 – di Instalasi Transfusi Darah. Yusmaniar (2008)
30 tahun dan 100% mengalami keluhan sick menyatakan bahwa kemungkinan hasil identifikasi
building syndrome. Sebagian besar yang bakteri Legionella dipengaruhi oleh asal sampel,
merasakan keluhan SBS adalah petugas yang sifat bakteri, serta metode yang digunakan untuk
berusia muda. Hal ini karena Instalasi Transfusi identifikasi. Selain itu, Aksono (2017) juga
Darah termasuk instalasi yang baru berdiri. menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi
Berdasarkan Reese (2004), usia merupakan salah hasil pemeriksaan yaitu senyawa organik terlarut,
satu faktor yang mempengaruhi kejadian keluhan keberadaan logam berat, suhu dan kadar klor
SBS. Keluhan SBS berdasarkan masa kerja, lebih bebas pada sistem distribusi air, sampling serta
banyak diderita petugas yang telah bekerja metode pemeriksaan.
303 Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.10 , No.3, Juli 2018: 299-305

Tabel 3.
Hasil pemeriksaan keberadaan bakteri Legionella
Hasil Suhu Sampel
Sampel Pemeriksaan 0
Pemeriksaan ( C)
Air bersih eye wash station Negatif (-) 24
Tap Water 1 di Instalasi Transfusi Darah Negatif (-) 24
Tap Water 2 di Instalasi Transfusi Darah Negatif (-) 24
Air AHU Instalasi Transfusi Darah Negatif (-) 20
Air baku gedung GPDT RSUD Dr.Soetomo Negatif (-) 22
Air boiller AC sentral GPDT RSUD Dr.Soetomo Negatif (-) 51

Asal sampel identifikasi pada penelitian ini yaitu adanya bakteri lain yang menekan
berasal dari lingkungan. Asal sampel bisa pertumbuhan Legionella sehingga menyulitkan
mempengaruhi hasil karena sampel yang proses isolasi. Hal tersebut terjadi karena
berasal dari lingkungan jarang sekali Legionella Legionella merupakan komponen minor dari total
dalam jumlah besar dan banyak bakteri lain yang populasi bakteri yang ada di sampel lingkungan
akan menekan pertumbuhan Legionella proses (Yusmaniar, 2008).
identifikasi (Batram dkk, 2007). Hasil negatif pada identifikasi Legionella bisa
Faktor lain yang menyebabkan kegagalan disebabkan faktor sistem maintenance pada
kultur dari lingkungan yaitu bakteri Legionella sistem distribusi air untuk AC Central dan air
menunjukkan sifat Viable but noncultivate yang bersih. Berdasarkan standar ASHRAE (American
artinya bakteri hidup namun tidak mengalami Society of Heating, Refrigerating and Air-
pertumbuhan. Hal tersebut merupakan proses Conditioning Engineers), menjaga kebersihan
adaptasi dari perubahan lingkungan. Legionella pada distribusi air pada system AC central dapat
memerlukan lingkungan intraseluler amoeba untuk menghilangkan nutrisi yang dibutuhkan untuk
replikasinya sehingga pada saat bakteri Legionella pertumbuhan Legionella karena bakteri tersebut
keluar dari intraseluler ke suatu tempat, maka sangat suka hidup ditempat yang lembab, kaya
bakteri akan mengalami stress yang diakibatkan akan mineral, zat hara dan besi. Hal tersebut juga
perubahan nutrisi, pH, suhu, salinitas dan oksigen. dilakukan oleh RSUD Dr.Soetomo yaitu dengan
Untuk adaptasi dari lingkungan yang berubah, melakukan perawatan pada sistem AC Central
Legionella memasuki keadaan Viable but seperti penggantian filter setiap 3-6 bulan sekali,
noncultivable yang artinya bakteri hidup namun pemeriksaan dan pembersihan pipa air
tidak berkembang (Yusmaniar, 2008). Hal ini yang condensate dua kali setahun.
sering menyebabkan kegagalan kultur Legionella Apabila pada sistem filtrasi tidak dibersihkan
dari sampel lingkungan yang kemungkinan terjadi rutin, maka berpotensi terjadi pertumbuhan bakteri
pada penelitian ini. Legionella (ASHRAE, 2000). Selain itu juga
Legionella ditemukan dalam lingkungan air dilakukan water treatment pada distribusi air AC
alam maupun buatan pada suhu yang bervariasi Central dengan menggunakan softener untuk
mulai suhu 5,70C – 630C dan hidup subur pada menghilangkan kerak pada pipa-pipa. Hal tersebut
suhu 300C – 450C (Kepmenkes, 2003). Berarti berpotensi untuk menurunkan resiko pertumbuhan
pada suhu dibawah 300C kemampuan Legionella bakteri Legionella. Selain melakukan perawatan
untuk tumbuh berkurang. Bahkan pada suhu pada sistem distribusi air untuk AC Central,
dibawah 200C, bakteri Legionella tidak bisa petugas RSUD Dr.Soetomo juga melakukan
berkembang (Aksono, 2017). perawatan pada sistem distribusi air bersih yaitu
Berdasarkan keenam sampel pemeriksaan, melakukan pengurasan tandon air bersih secara
lima diantaranya berada dibawah suhu 300C yaitu berkala tiap 6 bulan sekali untuk menghindari
berada di range 200C - 240C sehingga pertumbuhan lumut karena koloni bakteri
kemampuan pertumbuhan Legionella berkurang. Legionella dapat tumbuh subur, membentuk
Sedangkan satu sampel pemeriksaan berada biofilm dan melekat pada tempat yang berlumut
pada suhu 510C yang berarti tingkat pertumbuhan (CDC, 2016). Selain itu juga dilakukan kaporisasi
juga berkurang. Metode pemeriksaan juga pada tandon untuk disinfeksi yang bertujuan untuk
merupakan faktor yang mempengaruhi hasil mencegah pertumbuhan bakteri, salah satunya
identifikasi bakteri Legionella. Kultur merupakan bakteri Legionella. Petugas RSUD Dr.Soetomo
metode standar baku emas untuk diagnosis juga melakukan pemantauan pada kualitas air
Legionellosis dan merupakan prosedur yang tandon untuk kebutuhan distribusi air bersih dan
sangat spesifik. Namun kesulitan metode kultur AC Central yaitu tiap 3 bulan sekali melakukan
untuk deteksi Legionella dari sampel lingkungan pengukuran sisa chlor dan kesadahan air bersih.
Erin Verayani, identifikasi legionella, kualitas udara ruang dan keluhan sick building 304

Tabel 4.
Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Udara Ruang Instalasi Transfusi Darah RSUD Dr.Soetomo
Hasil Pengukuran Fisik Udara Ruang
Standar Permenkes
Ruang Kerja RI No.83 Tahun 2014
Suhu Kelembapan Standar Kepmenkes RI
0 / Guidelines for
( C) (%) No.1204/Menkes/SK/X/2004
Blood Center WHO
2010)
0
Laboratorium Suhu : 22 – 26 ( C) 0
28,5 63,5 20 – 24 ( C)
Crossmatch Kelembapan : 35 – 60 (%)
Ruang 0
Suhu : 18 – 28 ( C)
Pelayanan 28,3 62,0 -
Kelembapan : 40 – 60 (%)
Darah

Kualitas Udara Ruangan (Indoor air quality) / Menkes / SK / X / 2004 Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit, meskipun angka kuman
Kualitas Fisik Udara
udara di laboratorium crossmatch sedikit lebih
Berdasarkan tabel 4, terlihat bahwa hasil rendah dari batas standar angka kuman udara
pengukuran suhu dan kelembapan di laboratorium dlaboratorium sehingga berpotensi menyebabkan
crossmatch dan ruang pelayanan darah melebihi gangguan kesehatan seperti keluhan-keluhan
standar Kepmenkes RI No.1204 yang berhubungan dengan sick building syndrome
Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan seperti iritasi mata dan hidung, kulit, bersin, dan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan standar reaksi hipersensitivitas (Mukono, 2014).
Permenkes RI No.83 Tahun 2014 tentang Unit Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Transfusi Darah, Bank darah Rumah Sakit, dan oleh Abdullah (2011) menyatakan bahwa
Jejaring Pelayanan Transfusi Darah atau kelembapan merupakan faktor lingkungan fisik
Guidelines for Blood Center WHO 2010. Suhu terbesar yang sangat mempengaruhi angka
udara yang melebihi standar bisa dikarenakan kuman udara didalam ruangan. Sedangkan suhu
keberadaan blood bank refrigerator yang ada berhubungan dengan kelembapan. Jadi, secara
pada dua ruangan tersebut. Menurut teori udara tidak langsung, suhu juga berpengaruh terhadap
yang terlalu panas bisa disebabkan oleh angka kuman. Selain lingkungan fisik, angka
beberapa faktor salah satunya adalah adanya kuman udara juga dipengaruhi oleh perilaku tidak
tambahan peralatan yang memproduksi panas sehat dan frekuensi pembersihan ruangan
yang cukup besar (Satria, 2008). tersebut.
Suhu udara ruangan yang tidak
memenuhi standar baku maka akan dapat Tabel 5.
mengganggu kenyamanan penghuni gedung Hasil Pengukuran Angka Kuman Udara Instalasi
Transfusi Darah RSUD Dr.Soetomo
dalam bekerja sehingga jika terjadi peningkatan
suhu dapat meningkatkan resiko kejadian Sick Angka Standar
Kuman Kepmenkes RI
Building Syndrome (Wahab, 2011). Berdasarkan Ruang Kerja
Total No.1204
Kepmenkes RI No.1204 / Menkes /SK/X/2004 (CFU/m )
3
Tahun 2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Laboratorium 200 – 500
496 3
Rumah Sakit bahwa batas maksimum Crossmatch (CFU/m )
kelembapan udara yang dianggap nyaman untuk Ruang
200 – 500
Pelayanan 392 3
di laboratorium dan administrasi yaitu 60%. Jika (CFU/m )
Darah
kelembapan tinggi pada ruangan dapat
mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan
penghuni dapat merasakan gangguan kesehatan. KESIMPULAN
Maka, dilaboratorium crossmatch dan ruang Berdasarkan keluhan SBS yang dialami
pelayanan darah berpotensi menjadi tempat oleh petugas maka distribusi responden yang
pertumbuhan mikroorganisme. mengalami SBS sebanyak 21 petugas (84%) dari
Angka Kuman Udara Ruang total 25 petugas. Keluhan SBS banyak dialami
oleh petugas perempuan yang berumur 26-30
Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa tahun dengan masa kerja >3 tahun dan jam kerja
hasil pengukuran angka kuman udara di 7-10 jam/hari serta berstatus gizi normal. Keluhan
laboratorium crossmatch dan ruang pelayanan yang masuk pada kriteria kasus SBS adalah mata
darah memenuhi standar Kepmenkes RI No.1204 pedih, mata kering, mata gatal, hidung berair,
305 Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.10 , No.3, Juli 2018: 299-305

hidung tersumbat, kulit berminyak. Keluhan yang Burge, P.S., 2004. Sick Building Syndrome.
paling banyak dirasakan petugas yaitu mata Occupational Environmental Medical
Journal, 61 : 185-190. Tersedia di :
kering dan hidung tersumbat.
http://oem.bmj.com.
Identifikasi bakteri Legionella di 6 (enam) CDC, 2016. Developing a Water Management
titik di sistem distribusi air untuk air bersih dan AC Program to Reduce Legionella Growth &
Central menggunakan metode kultur BCYE (Buffer Spread in Buildings. USA : U.S. Department
Charcoal Yeast Agar), tidak ditemukan of Health and Human Services. Tersedia di :
http://www.cdc.gov/legionella [diakses
keberadaan bakteri Legionella.
tanggal 20 Mei 2017]
Pengukuran suhu dan kelembapan udara di Corie I.P, Mukono & Sudarmaji. (2005). Pengaruh
ruang laboratorium crossmatch dan pelayanan Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-AC
darah tidak memenuhi persyaratan kesehatan Terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal
menurut Kepmenkes RI No.1204 / Menkes Kesehatan Lingkungan Vol.1, No.2, Januari
2005.
/SK/X/2004 Persyaratan Kesehatan Lingkungan EPA United States. 2017. Indoor Air Facts No.4 Sick
Rumah dan standar Permenkes RI No.83 Tahun Building Syndrome. Diakses dari https : //
2014 tentang Unit Transfusi Darah, Bank darah www.epa.gov/indoor-air-quality
Rumah Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Jawetz, Melnick, & Adelberg’s. (2013). Medical
Microbiology. [e-book]. Tersedia di : http ://
Darah atau Guidelines for Blood Center WHO
www. Microbiology.sbmu.ac.ir
2010. Liyastuti, E. (2010). Jumlah Koloni Mikroorganisme
Pengukuran angka kuman udara di ruang Udara Dalam Ruang dan Hubungannya
laboratorium crossmatch dan pelayanan darah Dengan Kejadian Sick Building Syndrome
berada dibatas maksimal standar persyaratan (SBS) Pada Pekerja Balai Besar Teknologi
Kekuatan Struktur (B2TKS) BPPT di
kesehatan menurut Kepmenkes RI No.1204 / Kawasan Puspitek Serpong. (Tesis).
Menkes /SK/X/2004 Persyaratan Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta. Diakses dari
Lingkungan Rumah, yaitu 496 CFU/m3 untuk http://lib.ui.ac.id/file
laboratorium crossmatch dan 392 CFU/m3 untuk Mukono. (2014). Pencemaran Udara Dalam
ruang pelayanan darah. Ruangan. Surabaya : Airlangga University
Press.
Saran yang dapat diberikan bagi Instalasi Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi Penelitian
Transfusi Darah yaitu Menyediakan alat Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
pengukuran kualitas fisik udara (suhu dan OSHA US. (2011). Indoor Air Quality in Commercial
kelembapan) misalnya thermohygrometer serta and Institutional Building. USA : U.S.
Department of Labor. Tersedia di :
dipantau setiap hari dengan mencatat suhu dan
http://www.osha.gov
kelembapan serta mengkalibrasi secara periodik Putri, I., Marsaulina, I., Dharma, S. 2014.
alat ukur tesebut agar sesuai standar yang telah Keberadaan Bakteri Legionella Pada
ditetapkan. Kemudian melakukan evaluasi setiap Ruangan Ber-AC Dan Karakteristik Serta
3 bulan sekali. Keluhan Kesehatan Pegawai Di Kantor
Gubernur Sumatera Utara Tahun 2014.
Memonitoring kesehatan petugas dengan Jurnal Lingkungan dan Kesehatan Kerja,
melakukan pemeriksaan kesehatan atau skrining 3(3).
kesehatan secara periodik, minimal 1 kali/setahun Wahab, S.A. (2011). Sick Building Syndrome [e-
untuk mengetahui sejak dini gangguan kesehatan book]. Tersedia di
yang dirasakan. http://dlib.bpums.ac.ir/multiMediaFile
Yusmaniar. (2008). Pengembangan Metode Duplex
PCR Untuk Deteksi Legionella Spp Dan
DAFTAR PUSTAKA Legionella Pneumophilia Pada Sampel Air
Cooling Tower. (Tesis). Universitas
Aksono, E.B., & Hermadi, H.A. (2017). Rapid Indonesia, Jakarta. Diakses dari http ://
Detection of Legionella Pneumophilia in lib.ui.ac.id/file
Water Environment in Surabaya-Indonesia.
International Journal of Environment Gomzi, M., Bobic, J., 2009. Sick Building Syndrome :
Biology, ISSN 2277-386X, 7(1) : 5-10. Do we live and work in unhealthy
Tersedia di : https : / / urpjournals.com environment ?. Periodicum Biologorum,
Bartram, J., Chartier, Y., Lee, J.V., Pond, K., and 111 (1) : 79-84
Lee, S.S., 2007. Legionella And The WHO, 2009. WHO guidelines for indoor air quality :
Prevention of Legionellosis. [e-book] Selected Polutants. [e-book]. Tersedia di :
Tersedia di : http : //
http://www.who.int/water_sanitation_health/ www.who.int/indoorair/publications/7989289
emerging/legionella.pdf. 041683/en/

Anda mungkin juga menyukai