Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PERKEMBANGAN HEWAN

REPRODUKSI BETINA

KELOMPOK II :
1. CLEMENTINA ASUAT (1706050085)
2. JUNIRIUS HALLA (1706050080)
3. ELFINTA ALAUKABELI (1706050121)
4. MEGADIANA KASE (1606050050)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2019
REPRODUKSI BETINA
I.PENDAHULUAN
Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat
penting yang terjadi secara proses biologis untuk menghasilkan keturunan.
Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah. Oleh karena itu,
perlu dihasilkan sejumlah besar individu baru yang akan mempertahankan
jenis suatu hewan. Proses pembentukan individu baru inilah yang disebut
reproduksi (Urogenital).
Reproduksi dapat terjadi secara generative atau vegetatif. Reproduksi
secara vegetatif tidak melibatkan proses pembentukan gamet, sedangkan
reproduksi generatif diawali dengan pembentukan gamet.
Sistem reproduksi vertebrata jantan terdiri atas sepasang testis, saluran
reproduksi jantan, kelenjar seks asesoris (pada mamalia) dan organ
kopulatoris (pada hewan-hewan dengan fertilisasi internal). Sistem reproduksi
betina terdiri atas sepasang ovarium pada beberapa hanya satu dan saluran
reproduksi betina. Pada mamalia yang dilengkapi organ kelamin luar (vulva)
dan kelenjar susu.
II. PENYAJIAN
Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang
melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila
makhluk hidup khususnya hewan ternak dalam hal ini sudah memasuki
seksual maturity atau dewasa kelamin. Setelah mengalami dewasa kelamin,
alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan proses reproduksi dapat
berlangsung baik ternak jantan maupun betina. Sistem reproduksi pada betina
terdiri atas ovarium dan sistem duktus. Sistem tersebut tidak hanya menerima
telur-telur yang diovulasikan oleh ovarium dan membawa telur-telur ke
tempat implantasi yaitu uterus, tetapi juga menerima sperma dan
membawanya ke tempat fertilisasi yaitu oviduk.
Pada mamalia, ovarium dan bagian duktus dari sistem reproduksi
berhubungan satu dengan yang lain dan melekat pada dinding tubuh dengan
sebuah seri dari ligamen-ligamen. Ovarium menerima suplai darah dan suplai
saraf melalui hilus yang juga melekat pada uterus. Oviduk berada di dalam
lipatan mesosalpink, sedangkan mesosalpink melekat pada ligamen ovarium.
Ligamen ini melanjutkan diri ke ligamen inguinal, yang homolog dengan
gubernakulum testis. Bagian ligamen ini membentuk ligamen bulat pada
uterus yang kemudian melebarkan diri dari uterus ke daerah inguinal.
Sistim reproduksi hewan betina terdiri dari sepasang ovarium dan sistim
duktus (saluran) betina. Sistim duktus betina meliputi oviduct, uterus, cervix,
vagina, dan vulva. Embrional ovarium berasal dan secondary sex cord dan
genital ridge, sedangkan sistim duktus dan mullerian ducts, yaitu sepasang
duktus yang muncul saat perkembangan embrio awal.
Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga
pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum, vertebra
coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh
ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi
menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva.

A. STRUKTUR OVARIUM

Gambar 1. Struktur Ovarium pada Wanita.


(Sumber: Blakely, 1998)
Struktur ovarium pada wanita terdiri atas beberapa bagian,
antara lain sebagai berikut :
1) Epitel Germinativum
Epitel germinativum atau germinal epithelium adalah bagian paling luar
dari ovarium, yaitu epitel selapis gepeng atau kuboid yang menutupi
permukaan ovarium.
2) Tunika Albuginea
Tunika albuginea (tunica albuginea) adalah selapis jaringan ikat padat
yang menyebabkan warna ovarium menjadi keputihan. Tunika albuginea
terletak di bawah epitel germinativum.
3) Korteks Ovarium
Korteks ovarium adalah bagian yang terletak di bawah tunika albuginea.
Bagian ini menjadi tempat dari folikel ovarium dan telurnya, terbenam
dalam jaringan ikat (stroma) di dalam korteks.
4) Medulla Ovarium
Medula ovarium adalah bagian terdalam dari ovarium, terletak di bawah
daerah korteks. Medula tersusun dari jaringan ikat longgar dan berisi
pembuluh limfe, pembuluh darah, dan saraf.
5) Folikel Ovarium
Folikel ovarium adalah bagian yang terdiri atas telur yang dikelilingi oleh
satu atau lebih sel folikel. Folikel ovarium terletak di daerah korteks.
6) Folikel Matang
Folikel matang adalah folikel dominan yang dapat mengalami ovulasi dan
umumnya hanya satu untuk setiap siklus menstruasi.
7) Korpus Luteum
Korpus luteum (corpus luteum) disebut juga dengan badan kuning, adalah
folikel matang setelah ovulasi. Bagian inilah yang menghasilkan estrogen,
progesterone, relaxin, dan inhibin akibat rangsangan LH (Luteinizing
Hormone).
Ovarium atau yang sering disebut juga dengan dinding telur adalah satu
dari organ reproduksi pada wanita yang fungsinya memproduksi sel telur dan
hormon. Ovarium merupakan organ penghasil sel telur yang teletak di daerah
pinggang, memiliki bentuk lonjong dengan dimensi panjang sekitar 2-2,5 cm,
lebar 1-1,5 cm dan tebal 0,5-1,5 cm serta mampu menahan berat hingga 15
gram. Ovarium wanita berjumlah sepasang yakni disebelah kanan dan kiri.
Sel telur seorang wanita berkembang di sebuah kantung khusus yang
dinamakan folikel de Graaf atau biasa disebut sebagai folikel. Sebelum seorang
wanita berada dalam usia matang, sel telur yang terbungkus folikel akan
terlihat seolah-olah mati namun seiring bertambahnya usia seorang wanita
tersebut (usia matang), maka fungsionalitas dan ukuran sel telur semakin besar.
Hal ini disebabkan karena adanya rangsangan dari hormon FSH (Folicle
Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Hormone) yang berasal dari
kelenjar hipofisis di pusat saraf otak. Nah, pada saat begini, seorang wanita
masuk dalam tahap masa subur.
Selain sel telur, folikel juga akan bertambah semakin besar dan mampu
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron yang nantinya hormon tersebut
akan memberikan rangsangan agar produksi hormon FSH dan LH menjadi
terhenti. Selain itu, hormon estrogen dan progesteron juga dapat
mempengaruhi sifat-sifat pada wanita untuk menjadi seorang wanita dewasa.
Sel telur seorang wanita akan terus mengalami pertumbuhan hingga
akhirnya kantung folikel pecah sehingga sel telur keluar dari ovarium. Adapun
proses keluarnya sel telur ini dari ovarium dinamakan sebagai ovulasi. Proses
ovulasi pada seorang wanita bisa berkisar 28 hari atau 1 bulan sekali. Sel telur
yang sudah keluar ini kemudian akan masuk ke dalam oviduk (tuba falopi)
melalui infundibulum yakni bagian yang berbentuk seperti jari-jari. Nah, disini
sel telur akan dihanyutkan ke dalam suatu cairan khusus. Sel telur ini baru bisa
dibuahi setelah sekitar waktu 24 jam yakni saat dalam perjalanan menuju
rahim.
Selepas sel telur keluar dari folikel, maka keadaan folikel menjadi
kosong dimana seiring berjalannya waktu, kemudian akan berubah menjadi
korpus luteum atau badan kuning. Pembentukan korpus luteum mendapat
pengaruh oleh hormon LH (Luteinizing Hormone). Sedangkan pembentukan
korpus luteum sendiri akan memacu terbentuknya hormon lain yakni hormon
estrogen dan progesteron. Untuk lebih jelasnya bisa di lihat gambar di bawah
ini.
Gambar 2. Stadium peretumbuhan folikel pada ovarium wanita.
(Sumber: Blakely, 1998)

B. OVIDUK

Gambar 3. Organ reproduksi dalam pada wanita.


(Sumber: Blakely, 1998)
Oviduk (tuba fallopi) adalah saluran telur berbentuk tabung (tuba)
dengan panjang sekitar 7-14 cm dan diameter sekitar 3-8 mm. Setiap wanita
memiliki dua buah oviduk (tuba fallopi) di kanan dan kiri. Masing-masing
ujungnya terhubung dengan ovarium dan uterus (rahim). Ujung yang terhubung
dengan ovarium, memiliki rumbai-rumbai yang disebut fimbrae. Rumbai ini
berfungsi untuk menangkap sel telur (ovum) yang dilepaskan pada proses
ovulasi.
Setelah sel telur melekat pada fimbrae, selanjutnya akan diteruskan ke
dalam oviduk (tuba fallopi). Di dalam oviduk (tuba fallopi), sel telur akan
diteruskan ke dalam rahim. Dalam perjalanannya menuju rahim, sel telur bisa
juga mengalami proses pembuahan (fertilisasi) di sepanjang saluran ini,
tepatnya pada bagian ampula tuba.

Gambar 3. Struktur tuba fallopi (Oviduk) pada wanita.


(Sumber: Toliehere, 1981)
Struktur tuba fallopi (oviduk) terdiri dari lima bagian utama, yaitu
infundibulum, ampula tuba, isthmus, dan intramural.
1. Infundibulum
Struktur pertama dari tuba fallopi (oviduk) adalah infundibulum, yaitu
ujung tuba fallopi yang berdekatan dengan ovarium. Infundibulum
memiliki bentuk menyerupai corong yang dilengkapi oleh rumbai-rumbai
(fimbriae) penangkap sel telur yang dikeluarkan dari ovarium (ovulasi).
Fimbriae bergabung dengan infundibulum membentuk struktur tubular
tunggal pada bagian akhir distal infundibulum.
2. Ampula Tuba
Ampula tuba adalah bagian tuba fallopi (oviduk) yang menjadi tempat
terjadi pembuahan (fertilisasi). Bagian ini terdiri dari lipatan mukosa. Sel
telur (ovum) akan masuk ke bagian ampula tuba, menunggu untuk dibuahi
oleh spermatozoa. Ada ratusan dari jutaan spermatozoa yang masuk ke
dalam tuba fallopi, dan hanya 1 yang dapat membuahi sel telur.
3. Isthmus
Isthmus adalah saluran sempit pada tuba fallopi dengan diameter sekitar
0,5-1 mm. Isthmus berfungsi sebagai penghubung antara ampula tuba
dengan rongga rahim. Isthmus akan melebar pada saat proses kehamilan
berlangsung.
4. Intramural
Intramural adalah bagian tuba fallopi (oviduk) yang menembus dinding
uterus. Bagian ini merupakan saluran akhir dari perjalanan sel telur
menuju uterus (rahim). Dengan kata lain, intramural adalah pintu masuk
sel telur ke dalam rahim.
Tuba fallopi (oviduk) memiliki empat fungsi utama, yaitu menangkap
ovum hasil ovulasi, penghubung antara ovarium dan uterus (rahim), tempat
terjadinya pembuahan (fertilisasi), tempat pertumbuhan dan perkembangan
zigot. Berikut ini penjelasan dari masing-masing fungsi tuba fallopi (oviduk)
tersebut:
a) Menangkap Ovum Hasil Ovulasi
Tuba fallopi (oviduk) berfungsi untuk menangkap ovum yang dilepaskan
oleh ovarium pada peristiwa ovulasi. Bagian tuba fallopi yang bertugas
untuk melakukan fungsi ini adalah infundibulum. Infundibulum dilengkapi
dengan rumbai-rumbai (fimbriae), terdiri dari serabut/silia lembut yang
dapat ditempeli oleh sel telur (ovum).
b) Penghubung Antara Ovarium dan Uterus
Tuba falopi (oviduk) juga berfungsi sebagai penghubung antara ovarium
(indung telur) dengan bagian uterus (rahim) wanita. Setelah sel telur
ditangkap oleh fimbriae, selanjutnya akan masuk ke saluran telur (tuba
fallopi) agar bisa diteruskan ke dalam uterus (rahim).
c) Tempat Terjadinya Pembuahan (Fertilisasi)
Tuba fallopi (oviduk) juga menjadi tempat terjadinya proses pembuahan
(fertilisasi). Bagian tuba fallopi yang bertugas untuk melakukan fungsi ini
adalah ampula tuba. Setelah sel telur (ovum) sampai di ampula tuba,
proses pembuahan akan terjadi saat ada spermatozoa yang masuk ke dalam
tuba fallopi.
d) Tempat Pertumbuhan dan Perkembangan Zigot
Tuba fallopi (oviduk) juga berfungsi sebagai tempat pertumbuhan dan
perkembangan zigot setelah terjadinya pembuahan. Zigot akan membelah
menjadi dua setelah 12-20 jam pembuahan. Sambil membelah dan
membelah lagi, zigot akan bergerak melintasi tuba fallopi menuju rahim.
Tuba fallopi memiliki peraba mirip rambut yang akan mendorong zigot
bergerak maju.
C. UTERUS
Uterus atau yang juga kita kenal dengan sebutan rahim adalah organ
kompleks yang merupakan bagian dari sistem reproduksi pada wanita. Uterus
manusia terletak dibawah pusat, tepatnya di daerah pinggul.
Biasanya panjang uterus adalah sekitar 7-7,5 cm, lebar 5 cm dan tebal 2,5
cm. Dinding uterus tebalnya sekitar 1,25 cm dan berat uterus biasanya
sekitarnya 60 gram. Fungsi utama dari uterus adalah sebagai tempat hidup dan
tumbuhnya janin sebelum dilahirkan.
Sebagian besar komponen penyusun uterus adalah otot yang dapat
melakukan relaksasi dan kontraksi sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan janin di sekitarnya. Berdasarkan strukturnya uterus dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu:
1. Fundus Uteri
Fundus uteri adalah bagian atas uterus yang mirip dengan kubah. Pada
bagian ini Tuba fallopi masuk ke uterus pada masa kehamilan, tinggi dari
fundus uteri dapat membantu untuk memperkirakan usia kehamilan
seseorang.
2. Korpus Uteri
Korpus uteri adalah bagian badan uterus yang paing utama dan terbesar,
korpus uteri akan tampak menyempit di bagian bawahnya dan berlanjut
sebagai serviks.
3. Serviks Uteri
Serviks uteri atau yang juga sering kita sebut sebagai serviks saja
merupakan bagian penonjolan ke dalam vagina pada dinding depan uterus,
serviks uteri terdiri dari dua bagian yaitu:
a) Pars vaginalis atau yang biasa juga disebut porsio serviks.
b) Pars Supravaginalis, bagian serviks uteri yang terletak di atas vagina.
Saluran yang terbentuk pada serviks disebut kanalis serviks, saluran ini
berupa saluran lonjong dengan panjang sekitar 2,5 cm. Pintu saluran serviks
yang berada di dalam uterus disebut ostium uteri internum, sedangkan pintu
yang berada di vagina disebut ostium uteri eksternum.

Gambar 4. Lapisan – lapisan uterus pada wanita.


(Sumber: Frandson, 1992)
Dari dalam ke luar dinding uterus di susun oleh 3 lapisan utama yaitu:
1. Endometrium
Merupakan lapisan selaput lendir yang disusun oleh jaringan epitel,
kelenjar dan banyak pembuluh darah. Epitel penyusunnya adalah epitel
selapis silindris, banyak kelenjar yang memproduksi lendir pada bagian
ini. Dua pertiga bagian atas dari uterus dalam dilapisi oleh epitel silindris
dengan selaput lendir, sedangkan bagian sepertiga bawahnya dilapisi oleh
epitel berlapis gepeng yang menyatu dengan epiter vagina.
Endometrium merupakan lapisan yang memegang peran penting selama
proses menstruasi “haid”. Dinding endometrium inilah yang akan luruh
bersamaan dengan sel ovum matang yang tidak dibuahi saat masa
menstruasi.

2. Myometrium
Myometrium merupakan lapisan otot yang disusun oleh kumpulan otot
polos. Bagian dalam lapisan ini kebanyak disusun oleh otot yang
berbentuk sirkuler “melingkar”, sedangkan bagian luarnya berbentuk
longitudinal dan diantara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan oblik
“lapisan paling kuat dan mengandung banyak pembuluh darah”.
Myometrium merupakan lapisan dinding yang paling tebal dari uterus,
fungsinya juga sangat penting pada masa pertumbuhan dan perkembangan
janin.
3. Perimetrium
Perimetrium merupakan lapisan terluar dari uterus, lapisan ini juga sering
disebut dengan lapisan serosa. Perimetrium merupakan membran berlapis
ganda yang akan berlanjut ke abdomen dan disebut peritoneum.
Uterus sebenarnya terapung didalam rongga pelvis, untuk mendukung
posisinya tersebut ada beberapa jaringan ikat dan ligamentum yang
menjadi penyokongnya sehingga dapat terfikasasi dengan baik.
Fungsi utama dari uterus adalah sebagai tempat pertumbuhan dan
perkembangan dari hasil pembuah sel ovum oleh sel sperma. Hasil fertilisasi
ini akan tumbuh dan berkembang menjadi janin, ukurannya akan terus
bertambah hingga tiba waktunya melahirkan.
Uterus juga berfungsi untuk mengalirkan darah ke organ seksual selama
berhubungan intim. Uterus juga dapat mempermuah proses persalinan dengan
kontraksi otot-otot penyusunnya.
D. SERVIKS
Servix terletak di antara uterus dan vagina sehingga dikatakan sebagai
pintu masuk ke dalam uterus karena dapat terbuka dan tertutup dan tergantung
pada fase siklus birahi hewan. Serviks memiliki dinding yang sangat tebal
terletak diujung uterus dan diujung vagina, pada serviks terdapat cairan yang
berfungsi membantu jalannya spermatozoa.
Selama birahi dan kopulasi, serviks berperan sebagai jalan masuknya
sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan, saluran uterin itu tetutup dengan
sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat sebelum kelahiran, pintu itu
mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus dan membran dapat
melaluinya pada saat kelahiran (Hardjopranjoto, 1995).
Fungsi dari cervix adalah menutup lumen uterus sehingga menutup
kemungkinan untuk masuknya mikroorganisme ke dalam uterus dan sebagai
tempat reservoir spermatozoa.
E. VAGINA

Gambar 6. Vagina pada ayam (Sumber: Blakely, 1998).


Vagina adalah organ reproduksi hewan betina yang terletak di dalam
pelvis di antara uterus dan vulva. Vagina memiliki membran mukosa disebut
epitel squamosa berstrata yang tidak berkelenjar tetapi pada sapi berkelenjar.
pada bagian kranial dari vagina terdapat beberapa sel mukosa yang berdekatan
dengan cervix.
Vagina terdiri dari 2 bagian yaitu vestibulum yang letaknya dekat dengan
vulva serta merupakan saluran reproduksi dan saluran keluarnya urin dan yang
kedua adalah portio vaginalis cervixis yang letaknya dari batas antara keduanya
hingga serviks. Vestibulum dan portio vaginalis serviks dibatasi oleh suatu
selaput pembatas yang disebut himen.
Fungsi dari vagina adalah sebagai alat kopulasi dan tempat sperma
dideposisikan; berperan sebagai saluran keluarnya sekresi serviks, uterus dan
oviduk, dan sebagai jalan peranakan saat proses beranak. Vagina akan
mengembang agar fetus dan membran dapat keluar pada waktunya.
Menurut Toelihere (1981), pada hewan yang tidak bunting panjang
vagina sapi mencapai 25,0 sampai 30,0 cm. Variasi ukuran vagina ini
tergantung pada jenis hewan, umur dan frekuensi beranak (semakin sering
beranak, vagina semakin lebar).
F. VULVA
Vulva merupakan organ reproduksi bagian luar berada pada bagian
paling luar organ reproduksi ternak betina pada vulva terdapat bulu-bulu halus.
Vulva terdiri dari atas labia mayora dan labia minora. Labia mayora berwarna
hitam dan tertutupi oleh rambut. Labia mayora merupakan bagian terluar dari
vulva. Sedangkan bagian dalam vulva yang tidak terdapat rambut yaitu labia
minora (Bearden and Fuquay, 1997).
Pertautan antara vagina dan vulva ditandai oleh orifis uretral eksternal
atau oleh suatu pematang pada posisi kranial terhadap uretral eksteral yaitu
himen vestigial. Himen tersebut rapat sehingga mempengaruhi kopulasi. Vulva
akan menjadi tegang karena bertambahnya volume darah yang mengalir ke
dalamnya. Pada saat estrus vulva akan merah, hangat dan bengkak disertai
dengan selaput lendirnya (Saliasbury, (1985).
G. SIKLUS MENSTRUASI

Gambar 7. Siklus menstruasi pada wanita (Sumber: Toliehere, 1981).


Menstruasi, haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam
tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon
reproduksi baik FSH-Estrogen atau LH-Progesteron. Periode ini penting dalam
hal reproduksi. Pada manusia, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia
remaja sampai menopause. Selain manusia, periode ini hanya terjadi pada
primata-primata besar, sementara binatang-binatang menyusui lainnya
mengalami siklus estrus.
Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun
hal ini berlaku umum, tetapi tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi
yang sama, kadang-kadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari.
Biasanya, menstruasi rata-rata terjadi 5 hari, kadang-kadang menstruasi juga
dapat terjadi sekitar 2 hari sampai 7 hari paling lama 15 hari. Jika darah keluar
lebih dari 15 hari maka itu termasuk darah penyakit. Umumnya darah yang
hilang akibat menstruasi adalah 10mL hingga 80mL per hari tetapi biasanya
dengan rata-rata 35mL per harinya.Siklus menstruasi dibagi atas empatfase
yaitu:
1). Fase menstruasi
Yaitu, luruh dan dikeluarkannya dinding rahim dari tubuh. Hal ini
disebabkan berkurangnya kadar hormon seks. Hal ini secara bertahap
terjadi pada hari ke-1 sampai 7.
2). Fase pra-ovulasi
Yaitu, masa pembentukan dan pematangan ovum dalam ovarium yang
dipicu oleh peningkatan kadar estrogen dalam tubuh. Hal ini terjadi
secara bertahap pada hari ke-7 sampai 13.
3). Fase ovulasi
Masa subur atau Ovulasi adalah suatu masa dalam siklus menstruasi
wanita dimana sel telur yang matang siap untuk dibuahi. Menurut
beberapa literatur, masa subur adalah 14 hari sebelum haid selanjutnya.
Apabila wanita tersebut melakukan hubungan seksual pada masa subur
atau ovulasi maka kemungkinan terjadi kehamilan.
4). Fase pascaovulasi
Yaitu, masa kemunduran ovum bila tidak terjadi fertilisasi. Pada tahap
ini, terjadi kenaikan produksi progesteron sehingga endometrium
menjadi lebih tebal dan siap menerima embrio untuk berkembang.
Jika tidak terjadi fertilisasi, maka hormon seks dalam tubuh akan
berulang dan terjadi fase menstruasi kembali.
H. SIKLUS ESTRUS
Pada hewan betina sekali pubertas telah tercapai dan musim reproduksi
telah dimulai, estrus akan terjadi pada hewan betina yang tidak bunting
menurut suatu siklus yang teratur dan khas. Estrus atau birahi adalah periode
atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk melakukan
perkawinan. Interval waktu antara timbulnya satu periode estrus kepermulaan
periode estrus berikutnya disebut siklus estrus. Saluran reproduksi hewan
betina akan mengalami perubahan-perubahan pada interval-interval tersebut.
Siklus estrus dikontrol secara langsung oleh hormon-hormon ovarium dan
secara tidak langsung oleh hormon-hormon adenohipofise.
Berdasarkan frekuensi terjadinya siklus estrus, hewan dibedakan menjadi
tiga golongan. Golongan pertama,hewan monoestrus yaitu hewan yang hanya
satu kali mengalami periode estrus per tahun, contohnya beruang, srigala, dan
kebanyakan hewan liar. Golongan kedua, hewan poliestrus yaitu hewan-hewan
yang memperlihatkan estrus secara periodik sepanjang tahun, contohnya sapi,
kambing, babi, kerbau dan lain-lain. Golongan ketiga, hewan poliestrus
bermusim yaitu hewan-hewan yang menampakkan siklus estrus periodik hanya
selama musim tertentu dalam satu tahun, contohnya domba yang hidup di
negara dengan empat musim.

Pada sapi terdapat beberapa fase utama dalam siklus estrus yaitu fase
Proestrus, Fase Estrus, Fase Metestrus, dan Fase Diestrus.
1. Fase Proestrus
Fase Proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan merosotnya
progesteron serta melanjut sampai terjadinya fase estrus selama 1-3 hari.
Akibat kehilangan hambatan progesteron, GnRH meningkat dan
menyebabkan stimulasi LH dan FSH. FSH menyebabkan maturasi akhir
folikel yang tumbuh. Folikel yang tumbuh menghasilkan estrogen oleh sel-
sel granulosa dan sel theka interna. Fase ini dianggap sebagai fase
penumpukan. Dalam fase ini folikel ovarium dengan ovumnya yang
menempel membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang
berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran
darah merangsang peningkatan vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital
dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang terjadi.
2. Fase Estrus
Fase Estrus didefinisikan sebagai periode waktu ketika betina resepsif
terhadap jantan dan akan membiarkan untuk dikawini (Anonim, 2003a).
Menurut Frandson (1993), fase estrus ditandai dengan sapi yang berusaha
dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva dan
peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah.
Lama estrus pada sapi sekitar 12-24 jam. Estrus pada sapi biasanya
berlangsung selama 12 – 18 jam. Variasi terlihat antar individu selama
siklus estrus, pada sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode estrus
yang lebih pendek sekitar 10-12 jam. Selama atau segera setelah periode
ini, terjadilah ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH dalam
darah dan penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel membesar
dan turgid serta ovum yang ada di situ mengalami pemasakan. Estrus
berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovari atau terjadinya ovulasi.
3. Fase Metestrus
Fase Metestrus adalah fase pasca ovulasi di mana corpus luteum berfungsi.
Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya LTH (Luteotropik
Hormon) yang disekresi oleh adenohipofisis. Selama periode ini terdapat
penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang dibentuk oleh ovari.
Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel mulai
terisi dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut korpus
hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai berubah
menjadi jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum atau CL. Fase ini
sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh
korpus luteum. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang lebih 10-12 jam
sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah birahi. Metestrus terjadi
2-4 hari pada siklus estrus.
4. Fase Diestrus
Fase Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi, korpus
luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran
reproduksi menjadi nyata. Pada sapi dimulai kira-kira sampai hari ke-5
siklus, ketika suatu peningkatan progesteron dalam darah dapat dideteksi
pertama kali, dan berakhir dengan regresi corpus luteum pada hari 16 dan
17.
I. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Reproduksi Betina
Faktor – faktor yang mempengaruhi reproduksi betina, yaitu faktor
lingkungan, hormonal, genetik, dan infeksi penyakit. Faktor – faktor
tersebut dapat menganggu proses reproduksi pada berbagai kondisi. Akibat
gangguan proses reproduksi tersebut menyebabkan anestrus, infertilitas
akibat kegagalan fertilisasi dan kematian embrio dini, kematian embrio,
kematian fetus, kematian perinatal, dan neonatal.
III. RANGKUMAN
Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat
penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan punah.
Reproduksi hewan betina adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan
seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup
khususnya hewan ternak dalam hal ini sudah memasuki seksual maturity atau
dewasa kelamin. Setelah mengalami dewasa kelamin, alat-alat reproduksinya
akan mulai berkembang dan proses reproduksi dapat berlangsung baik ternak
jantan maupun betina. Sistem reproduksi pada betina terdiri atas ovarium dan
sistem duktus. Sistem tersebut tidak hanya menerima telur-telur yang
diovulasikan oleh ovarium dan membawa telur-telur ke tempat implantasi yaitu
uterus, tetapi juga menerima sperma dan membawanya ke tempat fertilisasi
yaitu oviduk.
Alat-alat reproduksi betina terletak di dalam cavum pelvis (rongga
pinggul). Cavum pelvis dibentuk oleh tulang-tulang sacrum, vertebra
coccygea kesatu sampai ketiga dan oleh dua os coxae. Os coxae dibentuk oleh
ilium, ischium dan pubis. Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi
menjadi : ovarium, oviduct, uterus, cervix, vagina dan vulva.
 SIKLUS MENSTRUASI
Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi
secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik FSH-Estrogen
atau LH-Progesteron. Periode ini penting dalam hal reproduksi. Pada manusia,
hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause.
Selain manusia, periode ini hanya terjadi pada primata-primata besar,
sementara binatang-binatang menyusui lainnya mengalami siklus estrus
 Siklus Estrus
Pada hewan betina sekali pubertas telah tercapai dan musim reproduksi
telah dimulai, estrus akan terjadi pada hewan betina yang tidak bunting
menurut suatu siklus yang teratur dan khas. Estrus atau birahi adalah periode
atau waktu hewan betina siap menerima pejantan untuk melakukan
perkawinan. Interval waktu antara timbulnya satu periode estrus kepermulaan
periode estrus berikutnya disebut siklus estrus. Saluran reproduksi hewan
betina akan mengalami perubahan-perubahan pada interval-interval tersebut.
Siklus estrus dikontrol secara langsung oleh hormon-hormon ovarium dan
secara tidak langsung oleh hormon-hormon adenohipofise.
 Fase-fase Siklus Estrus
Menurut perubahan-perubahan yang kelihatan maupun yang tidak
kelihatan selama siklus estrus maka siklus estrus dibedakan menjadi empat fase
yaitu proestrus, estrus, metestrus/postestrus, dan diestrus. Pembagian yang lain
berdasarkan perkembangan folikel dan pengaruh hormon maka siklus estrus
dibedakan menjadi fase folikuler atau estrogenik yang meliputi proestrus dan
estrus, serta fase luteal atau progestational yang terdiri atas
metestrus/postestrus dan diestrus. Lama berbagai periode siklus estrus pada
beberapa hewan tercantum pada Tabel 8. Secara umum, siklus birahi pada babi,
sapi, dan kuda berkisar antara 20—21 hari, sedangkan pada domba 16—17
hari.
Faktor – faktor yang mempengaruhi reproduksi betina, yaitu faktor
lingkungan, hormonal, genetik, dan infeksi penyakit. Faktor – faktor tersebut
dapat menganggu proses reproduksi pada berbagai kondisi. Akibat gangguan
proses reproduksi tersebut menyebabkan anestrus, infertilitas akibat kegagalan
fertilisasi dan kematian embrio dini, kematian embrio, kematian fetus,
kematian perinatal, dan neonatal.
IV. SOAL
1. Jelaskan secara singkat faktor – faktor yang mempengaruhi siklus Estrus !
2. Jelaskan fase – fase dalam siklus menstruasi !
3. Jelaskan bagaimana fase- fase siklus estrus yang terjadi pada Sapi !
4. Jelaskan bagian-bagian dari tuba fallopi (oviduk) !
5. Jelaskan tiga bagian dari lapisan uterus !
V. JAWAB
1. Siklus Estrus adalah perubahan fisiologis yang terjadi secara berkala pada
kebanyakan hewan mamalia betina akibat hormone – hormone reprduksi.
Siklus ini dimulai setelah betina matang secara seksual. Faktor – faktor yang
mempengaruhi siklus estrus yaitu :
a. Keadaan makanan dan keadaan sekeliling yang baik dapat menimbulkan
lebih banyak berahi pada hewan yang monoestrus atau diestrus,
misalnya pada anjing yang umumnya hanya dua kali mengalami siklus
estrus dalam satu tahun, dapat mengalami siklus estrus lebih dari dua
kali dalam setahun. Pada domba dan babi dikenala “flushing” yaitu
pemberian makananyang berlebihan sebelum musim berahi, sehingga
dicapai masa berahi yang dipercepat . Sebaliknya setiap kekurangan
makanan yang hebat, sehingga mengakibatkan kelaparan dan kekurusan
pada hewan betina itu, dapat menghasilkan kekurangan produksi
hormon gonadotropin dari kelenjar Hypophysa anterior, sehingga siklus
berahi dapat sangat diperpanjang atau tidak berlangsung sama sekali.
b. Musim dan cahaya matahari
c. Suhu udara
Pengaruh dari suhu disekitarnya terhadap berlangsungnya siklus birahi
masih ada walaupun hal ini tidak terlalu menonjol. Hal ini sangat berkaitan
dengan faktor banyaknya cahaya matahari yang diterima oleh hewan
ternak itu.
d. Umur
Pada sapi dan babi, umumnya betina yang masih mudah menunjukan
birahi dan siklus birahi yang sedikit lebih pendek dai pada yang dewasa.
Ketuaan yang disertai kehilangan gigi, sehingga hewan sukar makan dan
menjadi kurus, umumnya mengakibatkan berhentinya siklus birahi.
e. Penyakit – penyakit
Penyakit umum yang kronis dan hebat sehingga menyebabkan kekurusan
pada hewan betina itu dapat memberhentikan berlangsungnya siklus
birahi.
2.

Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu :


a. Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak
dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat juga
dikarenakan berhentinya sekresi hormone estrogen dan progesterone
sehingga kandungan hormone dalam darah menjadi tidak ada
b. Fase Proliferasi/ Fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormone
progesterone sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan
FSH dan merangsang folikel dalam ovarium serta dapat membuat
hormone estrogen di produksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi
folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone estrogen yang
merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat
sekresi FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.
c. Fase Ovulasi/ Fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu
matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah menstruasi 1. Sel ovum yang
matang akan meninggalkan folikel dan folikel akan mengkerut dan
berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk
menghasilkan hormone progesterone yang berfungsi untuk mempertebal
dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
d. Fase Pasca Ovulasi/ Fase Sekresi ditandai dengan corpus luteum yang
mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang
berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesterone
sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya
sekresi progesterone maka penebalan dinding endometrium akan terhenti
sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah
fase perdarahan atau menstruasi.
3.
Pada sapi terdapat beberapa fase utama dalam siklus estrus yaitu fase
Proestrus, Fase Estrus, Fase Metestrus, dan Fase Diestrus.
a. Fase Proestrus
Fase Proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan merosotnya
progesteron serta melanjut sampai terjadinya fase estrus selama 1-3 hari.
Akibat kehilangan hambatan progesteron, GnRH meningkat dan
menyebabkan stimulasi LH dan FSH. FSH menyebabkan maturasi akhir
folikel yang tumbuh. Folikel yang tumbuh menghasilkan estrogen oleh sel-
sel granulosa dan sel theka interna. Fase ini dianggap sebagai fase
penumpukan. Dalam fase ini folikel ovarium dengan ovumnya yang
menempel membesar terutama karena meningkatnya cairan folikel yang
berisi cairan estrogenik. Estrogen yang diserap dari folikel ke dalam aliran
darah merangsang peningkatan vaskularisasi dan pertumbuhan sel genital
dalam persiapan untuk birahi dan kebuntingan yang terjadi.
b. Fase Estrus
Fase Estrus didefinisikan sebagai periode waktu ketika betina resepsif
terhadap jantan dan akan membiarkan untuk dikawini (Anonim, 2003a).
Menurut Frandson (1993), fase estrus ditandai dengan sapi yang
berusaha dinaiki oleh sapi pejantan, keluarnya cairan bening dari vulva
dan peningkatan sirkulasi sehingga tampak merah.
Lama estrus pada sapi sekitar 12-24 jam. Estrus pada sapi biasanya
berlangsung selama 12 – 18 jam. Variasi terlihat antar individu selama
siklus estrus, pada sapi-sapi di lingkungan panas mempunyai periode
estrus yang lebih pendek sekitar 10-12 jam. Selama atau segera setelah
periode ini, terjadilah ovulasi. Ini terjadi dengan penurunan tingkat FSH
dalam darah dan penaikan tingkat LH. Sesaat sebelum ovulasi, folikel
membesar dan turgid serta ovum yang ada di situ mengalami
pemasakan. Estrus berakhir kira-kira pada saat pecahnya folikel ovari
atau terjadinya ovulasi.
c. Fase Metestrus
Fase Metestrus adalah fase pasca ovulasi di mana corpus luteum
berfungsi. Panjangnya metestrus dapat tergantung pada panjangnya LTH
(Luteotropik Hormon) yang disekresi oleh adenohipofisis. Selama
periode ini terdapat penurunan estrogen dan penaikan progesteron yang
dibentuk oleh ovari.
Selama metestrus, rongga yang ditinggalkan oleh pemecahan folikel
mulai terisi dengan darah. Darah membentuk struktur yang disebut
korpus hemoragikum. Setelah sekitar 5 hari, korpus hemoragikum mulai
berubah menjadi jaringan luteal, menghasilkan korpus luteum atau CL.
Fase ini sebagian besar berada dibawah pengaruh progesteron yang
dihasilkan oleh korpus luteum. Pada masa ini terjadi ovulasi, kurang
lebih 10-12 jam sesudah estrus, kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah
birahi. Metestrus terjadi 2-4 hari pada siklus estrus.
d. Fase Diestrus
Fase Diestrus adalah periode terakhir dan terlama pada siklus berahi,
korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap
saluran reproduksi menjadi nyata. Pada sapi dimulai kira-kira sampai
hari ke-5 siklus, ketika suatu peningkatan progesteron dalam darah dapat
dideteksi pertama kali, dan berakhir dengan regresi corpus luteum pada
hari 16 dan 17.

4.

a. Infundibulum
Struktur pertama dari tuba fallopi (oviduk) adalah infundibulum, yaitu
ujung tuba fallopi yang berdekatan dengan ovarium. Infundibulum
memiliki bentuk menyerupai corong yang dilengkapi oleh rumbai-rumbai
(fimbriae) penangkap sel telur yang dikeluarkan dari ovarium (ovulasi).
Fimbriae bergabung dengan infundibulum membentuk struktur tubular
tunggal pada bagian akhir distal infundibulum.
b. Ampula Tuba
Ampula tuba adalah bagian tuba fallopi (oviduk) yang menjadi tempat
terjadi pembuahan (fertilisasi). Bagian ini terdiri dari lipatan mukosa. Sel
telur (ovum) akan masuk ke bagian ampula tuba, menunggu untuk dibuahi
oleh spermatozoa. Ada ratusan dari jutaan spermatozoa yang masuk ke
dalam tuba fallopi, dan hanya 1 yang dapat membuahi sel telur.
c. Isthmus
Isthmus adalah saluran sempit pada tuba fallopi dengan diameter sekitar
0,5-1 mm. Isthmus berfungsi sebagai penghubung antara ampula tuba
dengan rongga rahim. Isthmus akan melebar pada saat proses kehamilan
berlangsung.
d. Intramural
Intramural adalah bagian tuba fallopi (oviduk) yang menembus dinding
uterus. Bagian ini merupakan saluran akhir dari perjalanan sel telur
menuju uterus (rahim). Dengan kata lain, intramural adalah pintu masuk
sel telur ke dalam rahim.

a) Endometrium
Merupakan lapisan selaput lendir yang disusun oleh jaringan epitel,
kelenjar dan banyak pembuluh darah. Epitel penyusunnya adalah epitel
selapis silindris, banyak kelenjar yang memproduksi lendir pada bagian ini.
Dua pertiga bagian atas dari uterus dalam dilapisi oleh epitel silindris dengan
selaput lendir, sedangkan bagian sepertiga bawahnya dilapisi oleh epitel
berlapis gepeng yang menyatu dengan epiter vagina. Endometrium
merupakan lapisan yang memegang peran penting selama proses menstruasi
“haid”. Dinding endometrium inilah yang akan luruh bersamaan dengan sel
ovum matang yang tidak dibuahi saat masa menstruasi.
b) Myometrium
Myometrium merupakan lapisan otot yang disusun oleh kumpulan otot
polos. Bagian dalam lapisan ini kebanyak disusun oleh otot yang berbentuk
sirkuler “melingkar”, sedangkan bagian luarnya berbentuk longitudinal dan
diantara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan oblik “lapisan paling kuat dan
mengandung banyak pembuluh darah”. Myometrium merupakan lapisan
dinding yang paling tebal dari uterus, fungsinya juga sangat penting pada
masa pertumbuhan dan perkembangan janin.
c) Perimetrium
Perimetrium merupakan lapisan terluar dari uterus, lapisan ini juga sering
disebut dengan lapisan serosa. Perimetrium merupakan membran berlapis
ganda yang akan berlanjut ke abdomen dan disebut peritoneum. Uterus
sebenarnya terapung didalam rongga pelvis, untuk mendukung posisinya
tersebut ada beberapa jaringan ikat dan ligamentum yang menjadi
penyokongnya sehingga dapat terfikasasi dengan baik berikut ini adalah
beberapa ligamen tersebut:
 Ligamentum Kardinale Sinistrum Et Dekstrum
Merupakan ligamentum terpenting yang mencegah uterus agar tidak turun.
Ligamentum ini terdiri dari jaringan tebal yang berjalan dari serviks dan
puncak vagina menuju arah samping dinding perlvis.
 Ligamentum Sakro Uterinum Sinistrum Et Dekstrum
Ligamentum ini berfungsi untuk menahan uterus agar tidak terlalu banyak
bergerak baik ke kiri maupun ke kanan.
 Ligamentum Rotundum Sinistrum Et Dekstrum
Ligamentum yang mempertahankan uterus dalam posisinya dari sudut
fundus uteri kiri ke kanan. Pada masa kehamilan seorang wanita biasanya
merasa sakit saat berdiri di daerah pangkal pahan karena tarikan dari
ligamentum rotundum yang berkontraksi.
 Ligamentum Latum Sinistrum Et Dekstrum
Sebenarnya ligamentum ini tidak banyak membantu dalam fiksasi uterus
ia merupakan bagian dari peritoneum yang meliputi uterus dan tuba fallopi
dan berbentuk sebagai lipatan.
 Ligamentum Infundibulo Pelvikum
Ligamentum yang memfiksasi tuba fallopi dan ovarium ke dinding pelvis.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press, Yogyakrta.
Hardjopranjoto, S. 1993. Ilmu Perkembangan Hewan. Airlangga University Press,
Surabaya.
Toliehere, M.R., 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Manusia. Penerbit Angkasa,
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai