Anda di halaman 1dari 2

E. granulosus adalah cacing cestoda kecil, panjangnya 3-8,5 mm.

Terdiri dari kepala (


scolex), leher (neck) dan proglottid (3-4 segmen). Scolex mempunyai empat alat penghisap
(oral suckers), dan mempunyai dua deret kait (hooks). Segmen terakhir (gravid
proglottid),panjangnya lebih dari setengah dari panjang total cacing dewasa dan mengandung
sekitar 5000 butir telur. Setiap telur berbentuk ovoid dengan diameter 30 – 40 mikron.
Didalam telur terdapat hexacanth embrio, yaitu embrio yang memiliki tiga pasang kait
menjadi sumber utama untuk transmisi kista hidatid, karena metacestoda ini daya
fertilitasnya tinggi. (1) Cacing dewasa di dalam usus halus anjing atau Canidae lain. (2)
Proglottid dengan telur-telurnya dikeluarkan bersama feses, (3) Telur, (4) ISA -
domba.Metacestoda (kista hidatid ) berkembang dalam hati, paru-paru dan organ viscera
lainnya. (4a) Infeksi secara asidental pada manusia (5) Hati yang terinfeksi metacestoda (5a)
Metacestoda fertile dengan protoscolex. Ini merupakan stadium infectif. Siklus hidup
lengkap, bila metacestoda fertile dimakan oleh carnivora yang peka.

Siklus hidup
Echinococcus granulosus dimulai dari cacing dewasa (panjang 3-6 mm) tinggal dalam usus
kecil hospes defi nitif (anjing,serigala, kucing, jackal). Proglotid yang matang (gravid) akan
melepaskan telur dan dikeluarkan bersama feses hospes defi nitif. Jika termakan oleh
hospes perantara yang cocok (di alam: domba, lembu, unta, babi, kuda), telur pecah di
usus kecil, melepaskan onkosfer yang berpenetrasi ke dinding usus dan bermigrasi
mengikuti sistem sirkulasi ke organ, terutama hati dan paru. Pada hati dan paru, onkosfer
akan berkembang menjadi kista, perlahan-lahan membesar dan menghasilkan protoskoleks
dan kista anak (daughter cyst), yang kemudian mengisi ruang kista. Hospes defi nitif akan
terinfeksi jika memakan organ hospes perantara yang terinfeksi kista. Di usus, protoskoleks
mengalami evaginasi dengan menempel pada dinding usus menjadi cacing dewasa (32-80
hari). Siklus hidup yang sama juga terjadi pada E. multilocularis(ukuran cacing dewasa 1,2
-2,7 mm), E. oligarthrus (ukuran cacing dewasa 2,9 mm), dan E. vogeli (ukuran cacing
dewasa 5,6 mm), tetapi berbeda hospes defi nitifnya dan hospes perantaranya.

Diagnosis dilakukan dengan imaging menggunakan CT scan, magnetic resonance imaging


(MRI), radiologi, dan ultrasonografi . Kini terdapat metode serologi pengenalan antibody
Echinococcus spp dalam serum menggunakan coproantigen enzyme linked immunosorbent
assay(CA-ELISA), indirect immunofl uorescence, indirect hemagglutination, immunoblotting,dan
latex agglutination. Metode complement fi xation sudah jarang digunakan. Pada beberapa
penderita, perkembangan kista tidak terdeteksi oleh antibodi. Hasil positif palsu dapat dijumpai
jika terjadi reaksi silang dengan Taenia spp. Penggunaan antigen dan PCR berguna untuk
mendeteksi kista yang mengalami kalsifikasi

Pencegahan penyakit akibat larva (metasestoda) dilakukan dengan cara memutus siklus
hidup. Echinococcus spp melalui kontrol hewan peliharaan, seperti mencegah anjing
memakan bagian visera hewan ungulata. Pajanan telur Echinococcus spp dari hewan liar
ke bahan makanan sulit dicegah, diperlukan perilaku higienis dan keamanan bahan
makanan. Sayuran dan buah-buahan terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkan telur
Echinococcus spp. Area perkebunan sayur atau buah dipagari untuk mencegah akses
anjing atau kucing buang feses. Biasakan mencuci tangan setelah memegang hewan
peliharaan, dari kebun, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum makan. Sumber air
tidak diolah, seperti sungai dan air danau, mungkin tercemar telur Echinococcus spp
sehingga sebaiknya dihindari untuk keperluan sehari-hari.

EKINOKOKOSIS/HIDATIDOSIS, SUATU ZOONOSIS


PARASIT CESTODA PENTING TERHADAP KESEHATAN
MASYARAKAT TARMUDJI Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata No. 30, P.O. Box 151,
Bogor 16114
﹡ Cacing dewasa Echinococcus granulosus (panjangnya 3 - 6 mm) berada di usus halus hospes
definitif misalnya anjing. Lalu proglotid melepaskan telur yang keluar bersama feses. Kemudian
tertelan oleh hospes intermediat yang sesuai (biri-biri, kambing, babi, sapi, kuda, onta) setelah
itu telur menetas di usus halus dan onkosfer keluar onkosfer menembus dinding usus dan
menuju sistem peredaran ke berbagai organ, terutama hati dan paru-paru.
Di hati dan paru-paru onkosfer berkembang menjadi kista kemudian berkembang secara berangsur-
angsur, menghasilkan protoskoleks dan anak kista yang mengisi kista interior. Hospes definitif
dapat terinfeksi dengan cara memakan daging hospes intermediet yang mengandung kista
hidatid. Setelah tertelan, protoskoleks melakukan evaginasi, menuju ke mukosa usus dan
berkembang menjadi cacing dewasa setelah 32 sampai 80 hari kemudian proglotid melepaskan
telur. Hospes intermediat terinfeksi dengan cara menelan telur kemudian menetas
menghasilkan onkosfer pada usus dan menjadi kista di dalam berbagai organ

Anda mungkin juga menyukai