Anda di halaman 1dari 130

STUDI KUALITATIF KUALITAS HIDUP MANTAN PECANDU NARKOBA

DI KLINIK REHABILITASI BADAN NARKOTIKA NASIONAL


KOTA KENDARI
TAHUN 2017

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan untuk Mencapai Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

AYNAL MARDIYAH A
J1A1 14 114

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Alhamdulillahi rabbilaalamiin, Subhanallahi wabihamdih

wasubhanallahil adzim, tiada kata yang paling pantas diucapkan selain beribu rasa

syukur yang memenuhi seluruh jiwa penulis yang lemah tanpa daya atas segala

nikmat dan kehendak-Nya. Jika bukan karena kehendak, hidayah dan karunia-

Nya, maka tentulah tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Shalawat

serta salam senantiasa tercurah kepada baginda kekasih Allah, Rasulullah

Muhammad SAW sebagai pendidik terbaik sepanjang peradaban manusia.

Penelitian ini berjudul “Studi Kualitatif Kualitas Hidup Mantan Pecandu

Narkoba di Klinik Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Kendari Tahun

2017” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan proposal penelitian

hingga penyelesaian skripsi ini, penulis senantiasa mendapat bantuan, bimbingan,

pengarahan, petunjuk dan doa dari berbagai pihak yang memungkinkan penelitian

ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya, penghargaan dan penghormatan setinggi-tingginya kepada Drs.

La Dupai, M.Kes selaku Pembimbing I dan Bapak Fikki Prasetya S.K.M., M.Kes

selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan

kepada penulis.

iv
v

Ucapan terimakasih, penghormatan, dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda tersayang Alinurdin dan

Ibunda tercinta Wa Ode Dewi Sri Rahayuni yang telah susah payah melahirkan,

mengasuh, membesarkan serta membimbing dengan seluruh cinta dan kasih

sayang, juga memberikan bantuan, serta dorongan kepada penulis dalam

menyelesaikan studi. Terimakasih untuk kakakku terkasih Fathiyatul Asrariyah,

S.H dan adikku tersayang Umar Al Fakhry, serta semua keluarga yang telah

memberikan motivasi, materi dan kasih saying serta mendoakan perjalanan studi

penulis sampai saat ini.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Rektor UniversitasHalu Oleo Kendari.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.

3. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Halu Oleo Kendari.

4. Dosen pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah banyak

memberikan dukungan dan bimbingan selama mengikuti pendidikan.

5. Koordinator Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo

6. Staf dalam lingkup Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo.

Terimakasih telah membantu penulis selama pengurusan administrasi.

7. Tim penguji yang senantiasa memberikan kritikan yang membangun dalam

perbaikan skripsi ini : Bapak La Ode Muh. Sety, S.KM., M.Epid, Ibu Dr.

Asnia Zainuddin, M.Kes, dan Pak Putu Eka Meiyana Erawan, S.K.M.,

M.PH
vi

8. Seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, bantuan moril

dan materil, semangat dan motivasi dalam pencapaian studi penulis.

9. Sahabat-sahabat yang tulus memberikan bantuan serta dukungan yang tak

terhingga : Nur Ramadhani, Mika Sugarni, Winda Angraini, Rizka

Oktavia, Nur Yolandari, Sri Wahyuningsi, Amin Siddiq Sumi, Ahmat

Samli, Aris Rahmat Kurniawan, Akbari Tumada, La Ode Ahmad

Ikhsanuddin, Roys Sutrisno dan Urisman, Terimakasih atas bantuan,

nasehat, saran, motivasi, dorongan, suka dan derita. Tetaplah berusaha

berjuang meraih impian dan cita-cita bersama.

10. Teman-teman seperjuangan Nurhasanah Azis, Yaumil Chairiah, Nurul

Fadilla Utami, Devica Sarah Putri, Sri Rahayu Hartina, Asmi Ramadhani,

Lilis Marseli dan Muslimin yang selalu membantu dan memberikan

motivasi selama bersama-sama menyelesaikan studi.

11. Teman-teman Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) Desa Wonua Kongga

Kecamatan laeya Kabupaten Konawe Selatan : Yaumil Chairiah, Ali

Muzhafar, Nurul Fadilla Utami, Devica Sarah Putri, Dinda Dwi Kusuma,

Sitti Meydina Cahyani, Nur Kholifah dan Muslimin. Terimakasih telah

menjadi team work terbaik selama 6 minggu (PBL I, II dan III).

12. Teman-teman peminatan Promosi Kesehatan 2014 yang penulis tidak bisa

sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih banyak atas segala bentuk

dukungan moril dan materil serta doa dan semangatnya. Tetap semangat

meraih kesuksesan.
vii

13. Teman-teman angkatan 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan namanya

satu persatu. Terimakasih doa dan bantuannya selama ini.

14. Seluruh kakak senior FKM UHO angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008,

2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 yang selalu member dan berbagi

pengalaman berharga, motivasi, nasehat positif dan bantuan kepada penulis

yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

15. Seluruh adik junior FKM UHO angkatan 2015, 2016 dan 2017.

Terimakasih atas doa dan bantuannya selama ini, yang tidak dapat penulis

sebutkan namanya satu persatu.

16. Kepada siapapun yang telah memberikan doa, motivasi dan dorongan serta

bantuan, hanya Allah SWT Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Insya Allah akan dibalas dengan sebaik-baiknya balasan.

17. Akhirnya penulis berdoa semoga Allah SWT selalu melindungi dan

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu

penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu

pengetahuan, bangsa dan Agama.

Kendari, Desember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN ISTILAH viii
DAFTAR SINGKATAN ix
ABSTRAK x
ABTRACT xi

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Pertanyaan Penelitian 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian 8
F. Definisi dan Istilah, Glosarium 9
G. Organisasi/Sistematika 9

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan tentang Narkoba 10
B. Tinjauan tentang Kualitas Hidup 23
C. Hasil Penelitian Terdahulu 31
D. Kerangka Teori 35
E. Kerangka Konsep 37
F. Definisi Konsep 38

III. METODE PENELITIAN


A. Jenis dan Rancangan Penelitian 39
B. Pengelola Peran Sebagai Penelitian 39
C. Waktu dan Lokasi Penelitian 39
D. Sumber Data 40
E. Teknik Pengumpulan Data 41
F. Instrumen Penelitian 42
G. Teknik Analisis Data 42
H. Pengecekan Validitas Temuan 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 44
B. Gambaran Karakteristik Informan 49
C. Hasil Penelitian 51
D. Pembahasan 60

iv
V. PENUTUP
A. Simpulan 71
B. Saran 73
DAFTAR PUSTAKA 74
LAMPIRAN 80

v
DAFTAR GAMBAR

No. Daftar Gambar

1. Kerangka Teori Penelitian

2. Kerangka Konsep Penelitian

vi
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

1. Informed Consent

2. Pedoman Wawancara

3. Dokumentasi Penelitian

4. Matriks Wawancara

5. Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM UHO ke Badan

Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi Tenggara

6. Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan

Provinsi Sulawesi Tenggara

7. Surat Izin telah Melakukan Penelitian dari BNN Kota Kendari

vii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN ISTILAH

Lambang & Istilah Arti dan Keterangan

( Kurung pembuka
) Kurung penutup
Content Analysis Analisis Konten
Indepth Interview Wawancara Mendalam
Interview Guide Pedoman Wawancara
Legal High Orang dibawah pengaruh mariyuana
Peer Group Teman Sebaya
Tape Recorder Perekam suara
Quality of Life Kualitas Hidup

viii
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti dan Keterangan

BNN Badan Narkotika Nasional

BNNP Badan Narkotika Nasional Provinsi

Depkes Departemen Kesehatan

LAPAS Lembaga Pemasyarakatan

Kemenkes Kementrian Kesehatan Kejadian Luar

Biasa

NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

PCC Paracetamol, Cafein dan Carisoprodol

RI Republik Indonesia

SIN Sistem Informasi Narkoba

SULTRA Sulawesi Tenggara

UI Universitas Indonesia

UNODC United Nations Office on Drugs and

Crime

UU Undang-Undang

WHO World Health Organisation

WHOQoL World Health Organization Quality of

Life

ix
ix
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan sesuatu yang darurat

dan kompleks. Dalam kurun waktu satu dekade terakhir permasalahan ini

menjadi marak. Terbukti dengan bertambahnya jumlah penyalahgunaan atau

pecandu narkoba secara signifikan, seiring meningkatnya pengungkapan kasus

tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan semakin masif

pula jaringan sindikatnya.

Prevalensi penyalahgunaan narkoba di dunia sejak tahun 2006 hingga 2013

mengalami peningkatan. Walaupun kurva terlihat landai namun secara

keseluruhan totalnya cukup tinggi. Besaran prevalensi penyalahgunaan narkoba

di dunia di estimasi sebesar 4,9% atau 208 juta pengguna di tahun 2006

kemudian memiliki sedikit penurunan pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 4,6%

dan 4,8%. Namun kemudian meningkat kembali menjadi 5,2% di tahun 2011

dan tetap stabil hingga 2013. Secara absolut, diperkirakan ada sekitar 167

hingga 315 juta orang penyalahguna dari populasi penduduk dunia yang

berumur 15-64 tahun yang menggunakan narkoba minimal sekali dalam

setahun di tahun 2013 (UNODC, 2015)

WHO menyebutkan bahwa kualitas hidup merupakan persepsi dari individu

dalam kehidupan ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

hidup dan kaitannya dengan nilai-nilai, standar dan kekhawatiran dalam hidup.

Terdapat 4 (empat) dimensi kualitas hidup yaitu dimensi fisik yang berkaitan

dengan fungsi fisik individu, dimensi psikologis yang berhubungan dengan

1
2

keadaan psikologis atau mental individu, dimensi hubungan sosial yang

berkaitan dengan hubungan individu dengan orang lain dan dimensi

lingkungan yang berhubungan dengan apa yang ada di sekitar individu.

Keempat dimensi ini masing-masing memiliki aspek yang berbeda di dalam

pengukurannya (WHOQoL Group, 2012)

Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and Crime menyebutkan

bahwa dalam lima tahun terakhir terindikasi tren jenis ekstasi menurun sekitar

15% di berbagai negara, sementara itu penggunaan amfetamin dilaporkan

stabil. Namun ada yang meningkat drastis sebanyak 15,8% dalam 5 tahun

terakhir yaitu konsumsi jenis metamfetamin. Selain itu, beberapa jenis narkoba

sintetis muncul dan berkembang dalam perdagangan narkoba, bahkan semakin

banyak negara yang melaporkan tiap tahun. Tahun 2014, jenis narkoba baru

dilaporkan di lebih dari 90 negara, jumlah negara yang melaporkan narkoba

jenis baru meningkat sekitar 1,5 kali dibanding tahun 2009. Narkoba jenis

sintetis ini menjadi komoditas “legal highs” (pelegalan) dan menggantikan

narkoba jenis stimulan seperti kokain dan ekstasi, Narkoba sintetis ini dijual

melalui internet dan toko khusus.

Jumlah kasus narkoba berdasarkan penggolongannya yang masuk dalam

kategori narkotika terus mengalami peningkatan sedangkan yang masuk dalam

kategori psikotropika kian menurun, hal ini terlihat jelas pada tahun 2009

jumlah kasus psikotropika 8.779 kasus dan tahun 2010 jumlah kasus

psikotropika menurun secara signifikan menjadi 1.181 kasus. Data yang

diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kemenkes RI (2014),


3

Provinsi Jawa Timur dalam 3 tahun terakhir menempati urutan pertama jumlah

kasus narkoba berdasarkan provinsi. Begitu pula menurut jumlah tersangka

narkoba, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dan mengalami

peningkatan dari tahun 2010 - 2012 (6.395 tersangka di tahun 2010 meningkat

menjadi 8.142 tersangka di tahun 2012). Beberapa provinsi mengalami

peningkatan jumlah tersangka dari tahun 2010 – 2012 antara lain Aceh

(peningkatan 392 tersangka), Sulawesi Utara (peningkatan 789 tersangka), dan

Kalimantan Selatan (peningkatan 802 tersangka).

Hasil survei BNN bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI pada

tahun 2014 telah melahirkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba secara

umum sebesar 2,18%. Berdasarkan hasil survei tersebut telah dilakukan

perhitungan proyeksi angka prevalensi, dimana tahun 2016 telah diproyeksikan

angka prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia secara umum sebesar

2,21% atau setara dengan 4.173.633 orang (BNN, 2016)

Berdasarkan pendataan dari aplikasi Sistem Informasi Narkoba (SIN)

jumlah kasus narkotika di Indonesia yang berhasil diungkap selama 5 tahun

terakhir dari tahun 2012-2016 per tahun sebesar 76,53%. Kenaikan paling

tinggi pada tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu 16,22%. Tahun 2016 jumlah kasus

narkotika yang berhasil diungkap adalah 868 kasus, jumlah ini meningkat

36,05% dari tahun 2015 (BNN, 2017)

Salah satu bentuk pelayanan kesehatan di Indonesia adalah pelayanan

rehabilitasi. Pada tahun 2016, BNN telah memberikan layanan rehabilitasi

terhadap 22.485 pecandu dan penyalahguna narkotika dan layanan pasca


4

rehabilitasi terhadap 10.782 mantan pecandu dan penyalahguna narkotika. Dari

jumlah tersebut terdapat 15.971 pecandu dan penyalahguna narkotika yang

telah selesai program rehabilitasi dan 9.408 mantan pecandu dan penyalahguna

narkotika yang telah selesai program pasca rehabilitasi. Kemudian dari jumlah

tersebut terdata 7.292 mantan pecandu yang tidak kambuh kembali dari

lembaga rehabilitasi instansi pemerintah maupun komponen masyarakat dan

2.131 mantan pecandu dari lembaga pasca rehabilitasi (Kemenkes RI, 2017)

Data prevalensi penyalahgunaan Narkoba di Provinsi Sulawesi Tenggara

pada tahun 2008 yaitu 2,08%, tahun 2011 turun menjadi 1,2% (sekitar 21.684

orang), namun tahun 2014 meningkat menjadi 1,59% (sekitar 27.238 orang),

dan yang memprihatinkan adalah 66% dari 27.328 orang penyalahguna

narkoba atau 18.036 orang adalah pelajar dan mahasiswa (BNNP Sultra, 2016)

Berdasarkan data awal yang diperoleh dari BNN Kota Kendari jumlah kasus

penyalahgunaan narkoba pada tahun 2015 adalah sebanyak 134 kasus yang

keseluruhannya merupakan pasien rawat jalan di klinik rehabilitasi BNN.

Tahun 2016 sebanyak 138 kasus dengan pasien rawat jalan sebanyak 129 kasus

dan rawat inap 9 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 jumlah penyalahgunaan

mengalami penurunan dimana sampai dengan tanggal 17 oktober 2017

sebanyak 117 kasus dengan rawat jalan sebanyak 110 kasus dan rawat inap

sebanyak 7 kasus.

Jumlah penyalahguna narkoba di Kota Kendari pada tahun 2014 usia di

bawah 18 tahun adalah 104 orang (48,15%) dan di atas 18 tahun adalah 112

orang (51,85%). Jumlah ini menurun menjadi 21 orang (15,67%) untuk usia
5

dibawah 18 tahun dan diatas 18 tahun menjadi 113 orang (84,33%). Tahun

2016, jumlah penyalahguna narkoba naik secara signifikan pada rentang umur

di bawah 18 tahun menjadi 101 orang (73,18%) dan jumlah penyalahguna

narkoba di atas 18 tahun menjadi 37 orang (26,82%) (BNN Kota Kendari,

2017)

Berbagai program rehabilitasi napza menjadi salah satu langkah yang serius

dalam penanganan penyalahgunaan napza. Adanya program rehabilitasi di

Indonesia sesuai dengan pasal 54 UU No.35/2009 tentang Psikotropika yang

menyebutkan bahwa Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika

wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Memakai narkoba atau obat terlarang memiliki dampak bagi penggunanya.

Beberapa dampak dari penggunaan narkoba yaitu fisik, mental emosional

(psikologis) dan sosial. Menurut Mayasanti (2006), penghayatan

penyalahgunaan narkoba tentang kondisi fisik dan psikisnya dapat

mempengaruhi gambaran dirinya dan anggapannya bagaimana penampilannya

didepan orang lain serta keberadaannya dilingkungan sosialnya dengan kondisi

fisik dan psikis yang berbeda dari orang normal. Akibat penyalahgunaan

narkoba, pengguna menderita penyakit yang menyebabkan tubuhnya lemah,

penampilannya kurang menarik dan merasa dikucilkan dari lingkungan

sosialnya. Gejala-gejala tersebut merupakan kesadaran diri yang negatif.

Kondisi psikologis yang dialami pengguna narkoba yaitu kehilangan

konsentrasi dan sering melamun, afektif yang terdiri dari kesedihan yang

mendalam, krisis kepercayaan diri, kerugian yang berlebihan, dendam, tertekan


6

dan cemas, hubungan sosial yang terdiri dari pribadi yang tertutup,

pengurungan diri dan antisosial, dan psikomotorik yang terdiri dari jalan

menjadi terhuyung-huyung, gerakan tangan dan kaki yang tidak terkendali dan

tanpa tujuan (Afrinisna, 2013)

Penggunaan narkotika menyebabkan banyak efek samping, baik pada

kondisi fisik maupun mental. Penurunan kondisi fisik dan mental tersebut akan

mempengaruhi kualitas hidup pengguna Narkotika terbukti lebih buruk

dibandingkan individu yang tidak menggunakan Narkotika (Donovan,

Mattson, Cisler, Longabaugh, & Zweben, 2005)

Upaya rehabilitasi dilakukan berguna selain untuk membebaskan

ketergantungan pasien menggunakan Narkotika, juga untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas hidup telah terbukti bagi pasien

yang mengikuti program pengobatan atau pun rehabilitasi (Fassino et al, 2004).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai gambaran kualitas hidup mantan pecandu

narkoba di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari Tahun 2017.

B. Pertanyaan Penelitian

Mengacu pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

perntanyaan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Kualitas Hidup Mantan

Pecandu Narkoba yang sedang menjalani proses pemulihan di Klinik

Rehabilitasi BNN Kota Kendari Tahun 2017?”


7

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang

menjalani rawat jalan di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari Tahun 2017

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana kualitas hidup ditinjau

dari dimensi fisik (energi dan rasa lelah) yang dimiliki oleh mantan

pecandu narkoba di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari.

b. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana kualitas hidup ditinjau

dari dimensi psikologis (perasaan positif dan perasaan negatif) yang

dimiliki oleh mantan pecandu narkoba di Klinik Rehabilitasi BNN Kota

Kendari.

c. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana kualitas hidup ditinjau

dari dimensi hubungan sosial (dukungan sosial) yang dimiliki oleh

mantan pecandu narkoba di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari.

d. Untuk mengetahui secara mendalam bagaimana kualitas hidup ditinjau

dari dimensi lingkungan (keamanan fisik) yang dimiliki oleh mantan

pecandu narkoba di balai rehabilitasi BNN Kota Kendari.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Klinik

Rehabilitasi di BNN Kota Kendari mengenai kualitas hidup mantan pecandu

narkoba yang sedang menjalani terapi rawat jalan di Klinik Rehabilitasi


8

tersebut yang diharapkan dapat memperbaiki tingkat pelayanan yang

diberikan kepada mantan pecandu narkoba.

2. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan dan bahan informasi

yang selanjutnya dapat dikembangkan oleh peneliti lain.

3. Manfaat Bagi Peneliti

a. Sebagai tambahan pengalaman, wawasan serta pengetahuan penulis

tentang gambaran kualitas hidup mantan pecandu narkoba di BNN Kota

Kendari.

b. Penelitian ini bermanfaat sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh

gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Halu Oleo.

E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada :

1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah BNN Kota Kendari.

Penelitian ini dibatasi pada peliputan subjek penelitian yaitu hanya pada

mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani terapi di Klinik

Rehabilitasi BNN Kota Kendari.

2. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan penelitian ini berkaitan dengan kualitas

hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani terapi di Klinik

Rehabilitasi.
9

F. Definisi dan Istilah

Istilah Definisi/Arti

Content Analysis Analisis Konten

Indepth Interview Wawancara Mendalam

Interview Guide Pedoman Wawancara

Kognitif Kemampuan intelektual dalam berpikir,

mengetahui dan memcahkan masalah

Legal High Orang yang sedang dibawah pengaruh mariyuana

(atau drug jenis lain)

Peer Group Teman Sebaya

Tape Recoder Perekam suara

Quality of Life Kualitas hidup

G. Organisasi / Sistematika

Penelitian ini berjudul “Studi Kualitatif Kualitas Hidup Mantan Pecandu

Narkoba di Klinik Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Kendari Tahun

2017” yang dibimbing oleh Pembimbing I, Drs. La Dupai, M.Kes dan

Pembimbing II, Fikki Prasetya, S.KM., M.Kes.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Narkoba

1. Definisi Narkoba

Masyarakat luas mengenal istilah Narkotika dan Obat-obatan berbahaya

(Narkoba) yang kini menjadi fenomena berbahaya yang populer di tengah

masyarakat kita. Adapula istilah yang digunakan Depkes RI (2003) yaitu

NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif

lainnya. Semua istilah tersebut mengacu pada sekelompok zat yang

mempunyai risiko kecanduan atau adiksi. Narkotika dan Psikotropika secara

umum biasa dikenal Narkoba dan NAPZA. Namun karena hadirnya

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang baru,

maka beberapa peraturan mengenai psikotropika dilebur ke dalam

perundang-undangan yang baru.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan narkoba dan narkotika

adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit,

menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,

narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan.

10
11

2. Definisi Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan Narkoba adalah penggunaan narkoba yang dilakukan

untuk maksud pengobatan, tapi karena ingin menikmati pengaruhnya.

Karena pengaruhnya itu narkoba disalahgunakan (Martono & Joewana,

2008).

Penyalahgunaan Narkoba adalah penggunaan narkoba yang bersifat

patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga

menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial (Sumiati, 2009)

Menurut Simangunsong (2015), dampak dari penyalahgunaan narkoba

tidak hanya mengancam kelangsungan hidup dan masa depan penyalahguna

saja, namun juga masa depan bangsa dan negara, tanpa membedakan strata

sosial, ekonomi, usia dan pendidikan. Sampai saat ini tingkat peredaran

narkoba sudah merambah pada berbagai tingkat, tidak hanya pada daerah

perkotaan saja melainkan sudah menyentuh komunitas pedesaan.

3. Jenis-Jenis Narkoba

a. Narkotika

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, menegaskan bahwa

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika dibagi menjadi 3 golongan, yaitu


12

1) Golongan I

Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat

digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan untuk terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Opium, Meskalina,

Katinona, Heroina, dan sebagainya.

2) Golongan II

Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan

digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi

dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :

Morfina, Petidin, Metadon, Fentanil, dan sebagainya.

3) Golongan III

Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan

banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh : Kodeina, Nikokodina, Polkodina, Propiran,

dan sebagainya.

Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan

kesehatan. Namun dalam jumlah terbatas, narkotika Golongan I dapat

digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan

untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah

mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan


13

Pengawas Obat dan Makanan. Untuk kepentingan pengobatan dan

berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika

Golongan II dan Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu

kepada pasien sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

b. Psikotropika

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997, menegaskan bahwa

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas

mental dan perilaku. Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu

1) Golongan I

Psikotropika Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat

digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh : Brolamfetamina, Etisiklidina, Etriptamina,

Lisergida, dan sebagainya.

2) Golongan II

Psikotropika Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat

pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan

sindroma ketergantungan. Contoh : Amfetamina, Mekoklualon,

Metilfedinat, Sekobarbital, dan sebagainya.


14

3) Golongan III

Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan

sindroma ketergantungan. Contoh : Amobarbital, Pentobarbital,

Sekobarbital, Katina, dan sebagainya.

4) Golongan IV

Psikotropika Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat

pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk

tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Alprazolam,

Barbital, Diazepam, Lorazepam, dan sebagainya.

c. Zat Adiktif

Zat adiktif adalah bahan yang menyebabkan adiksi atau ketergantugan

yang membahayakan kesehatan dengan ditandai perubahan perilaku,

kognitif, dan fenomena fisiologis, keinginan kuat untuk mengonsumsi

bahan tersebut, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya,

memberi prioritas pada penggunaan bahan tersebut daripada kegiatan

lain, meningkatnya toleransi dan dapat menyebabkan keadaan gejala

putus zat (Kemenkes RI, 2017).


15

4. Faktor-faktor Penyalahgunaan Narkoba

Harboenangin dikutip dari Purba et al (2009), mengemukakan ada

beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu Narkoba

yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor Internal

1) Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini

lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi

pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri

yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat dengan ditandai

oleh ketidakmampuan mengespresikan emosinya secara wajar, mudah

cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut

mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah

secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari

pemecahan masalah dengan cara melarikan diri.

2) Inteligensia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang

datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada

umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.

3) Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasannya remaja

menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang

membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi,


16

sementara pada usia yang lebih tua, Narkoba digunakan sebagai obat

penenang.

4) Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmataan yang unik dan tersendiri.

Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu

atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman

sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

5) Pemecahan Masalah

Pada umumnya para pecandu Narkoba menggunakan Narkoba

untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh

Narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa

pada permasalahan yang ada.

b. Faktor Eksternal

1) Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab

seseorang menjadi pengguna Narkoba. Berdasarkan hasil penelitian

tim UKM Atma jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada

tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang beresiko tinggi

anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan Narkoba, yaitu :

a) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami

ketergantungan Narkoba.
17

b) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari

pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan

ibu (misalnya ayah bilang iya, ibu bilang tidak).

c) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya

penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik.

Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan

anak, maupun antara saudara.

d) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran

orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus

menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat

istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri tanpa

diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan

ketidaksetujuannya.

e) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut

anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang

harus dicapai dalam banyak hal.

f) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasaan

dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering

berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

2) Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok,

yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk

mempengaruhi seseorang agar berpreilaku seperti kelompok itu. Peer


18

group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-

obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki

dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan

obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya

ketergantungan fisik dan psikologis.

3) Faktor Kesempatan

Ketersediaan Narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat

disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang

sudah menjadi tujuan pasar Narkoba internasional, menyebabkan

obat-obat ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media masa

melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang

dagangannya disekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar (Purba et

al., 2009).

5. Bahaya Pemakaian Narkoba

Menurut (Eleanora, 2017; Hawari, 2009) bahaya dari pemakaian narkoba

adalah sebagai berikut :

a) Otak dan syaraf dipaksa untuk bekerja di luar kemampuan yang

sebenarnya dalam keadaan yang tidak wajar.

b) Peredaran darah dan Jamtung dikarenakan pengotoran darah oleh zat-zat

yang mempunyai efek yang sangat keras, akibatnya jantung di rangsang

untuk bekerja di luar kewajiban.

c) Pernapasan tidak akan bekerja dengan baik dan cepat lelah sekali
19

d) Penggunaan lebih dari dosis yang dapat ditahan oleh tubuh akan

mendatangkan kematian secara mengerikan.

e) Timbul ketergantungan baik rohani maupun jasmani sampai timbulnya

keadaan yang serius karena putus obat.

6. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba

Ada 3 (tiga) cara yang sederhana dalam menanggulangi bencana

narkoba, yaitu :

a. Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan :

1) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang Narkoba

2) Deteksi dini perubahan perilaku

3) Menolak tegas untuk mencoba

b. Pengobatan

Terapi pengobatan bagi klien narkoba misalnya dengan detoksifikasi.

Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala

putus zat, dengan dua cara yaitu:

1) Detoksifikasi tanpa subtitusi

Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan

zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat untuk

menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja

sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.


20

2) Detoksifikasi dengan subtitusi

Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat

misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna

sedative-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya

diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis

secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian

substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala

simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat

tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat

tersebut.

c. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan

terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar

pengguna narkoba yang menderita sindroma ketergantungan dapat

mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya

pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan

spiritual. Sarana rehabilitasai yang disediakan harus memilki tenaga

kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2001).

Menyandang status sebagai seorang mantan pecandu narkoba

bukanlah jaminan bahwa dirinya terbebas dari godaan narkoba

selamanya. Sesekali secara tiba-tiba seorang mantan pecandu narkoba

merasakan badan mereka tidak enak dan terasa sakit, dibagian persendian

terasa begitu ngilu, dan seluruh tubuh terasa sakit seperti ditusuk jarum
21

disetiap pori-pori tubuh. Rasa sakit yang muncul secara tiba-tiba ini

diakui seorang mantan pecandu narkoba seperti sakaw saat mereka masih

menggunakan narkoba. Saat rasa sakit ini muncul, menyerang secara

tiba-tiba dapat mengingatkan seorang mantan pecandu narkoba rasa

nikmat saat menggunakan narkoba yang bisa menghilangkan rasa sakit

yang dirasakan sekarang, sehingga memperkuat keinginan mereka untuk

menggunakan narkoba kembali. Berada dalam kondisi seperti ini diakui

seorang mantan pecandu narkoba sebagai suatu hal yang dapat

menggoyangkan tekad mereka untuk terbebas dari narkoba (Aztri, 2011).

Rehabilitasi adalah bukan sekedar memulihkan kesehatan semula si

pecandu, melainkan memulihkan serta menyehatkan seorang pecandu

secara berkelanjutan dan menyeluruh. Rehabilitasi narkoba adalah suatu

proses yang berkelanjutan dan menyeluruh. Penyakit narkoba bersifat

khusus dan selalu meninggalkan rasa ketagihan mental maupun fisik.

Ada yang berhasil mengatasinya dalam waktu yang relatif singkat, tetapi

ada juga yang harus berjuang seumur hidup untuk menjinakkannya.

Karena itu rehabilitasi korban narkoba harus meliputi usaha-usaha untuk

mendukung para korban, hari demi hari dalam membuat pengembangan

dan pengisian hidup secara bermakna serta berkualitas di bidang fisik,

mental, spritual, dan sosial (Musdalifah, 2015).

Sesudah klien penyalahgunaan Narkoba menjalani program terapi

(detoksifikasi) dan konsultasi medis selama 1 (satu) minggu dan

dilanjutkan dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2


22

(dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program

berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2009).

Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama

karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas,

dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut

(Hawari, 2009), bahwa setelah klien mengalami perawatan selam 1

minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan

terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit

rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6

bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter

sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja

bisa sampai 2 tahun.

Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di

ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di

ruang detoksifikasi (Purba et al, 2009)

Penggunaan narkotika menyebabkan banyak efek samping, baik pada

kondisi fisik maupun mental. Penurunan kondisi fisik dan mental tersebut

akan mempengaruhi kualitas hidup pengguna narkotika terbukti lebih

buruk dibandingkan individu yang tidak menggunakan narkotika

(Donovan et al, 2005)

Upaya rehabilitasi dilakukan berguna selain untuk membebaskan

ketergantungan pasien menggunakan narkotika, juga untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas hidup telah terbukti bagi


23

pasien yang mengikuti program pengobatan atau pun rehabilitasi

(Fassino et al, 2004).

B. Tinjauan tentang Kualitas Hidup

1. Definisi Kualitas Hidup

WHO mendeskripsikan kualitas hidup sebagai persepsi individu sebagai

laki-laki ataupun wanita dalam hidup, ditinjau dari konteks budaya dan

sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar hidup,

harapan, kesenangan dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara

kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan,

hubungan sosial dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka

(WHOQoL Group, 2012).

Kualitas hidup adalah “Individual perception of their position in life in

the context of the culture an value systems in which they live and in relation

to their goals, expectations, standars, and concerns” (WHOQOL Group

dalam Lopez and Snyder, 2004). Kualitas hidup berkaitan dengan

pencapaian kehidupan manusia yang ideal atau sesuai dengan yang

diinginkan. Goodinson dan Singleton (2008) mengemukakan definisi

kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan

saat ini. Adapun Calman (2008) memberikan suatu definisi dari kualitas

hidup yang dapat diterima secara umum, yakni perasaan subjektif seseorang

mengenai kesejahteraan dirinya, berdasarkan pengalaman hidupnya saat ini

secara keseluruhan.
24

Pengertian lain menyebutkan kualitas hidup dapat diartikan sebagai

derajat dimana seseorang menikmati kemungkinan dalam hidupnya,

kenikmatan tersebut memiliki tiga komponen yaitu pengalaman, kepuasan

dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-

kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan

setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal

lingkungan (Chang et al, 2006).

Sementara menurut (Zou, Hu, & McCoy, 2014) kualitas hidup

didefinisikan sebagai sebuah konsep multidimensional yang meliputi

kesejahteraan fisik, kesejahteraan sosial, kesejahteraan emosional,

kesejahteraan dan kepedulian terhadap kanker payudara seorang individu.

2. Dimensi Kualitas Hidup

World Health Organization Quality of Life (WHOQoL)–BREF(2012)

membagi kualitas hidup dalam 4 (empat) dimensi, yaitu dimensi fisik,

dimensi psikologis, dimensi hubungan sosial, dan dimensi lingkungan.

a. Dimensi Fisik

WHOQoL membagi dimensi fisik menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu nyeri

dan ketidaknyamanan, tenaga dan rasa lelah, serta tidur dan istirahat

1) Nyeri dan Ketidaknyamanan

Aspek ini mengeksplor sensasi fisik yang tidak menyenangkan

yang dialami individu, dan selanjutnya berubah menjadi sensasi

yang menyedihkan dan mempengaruhi hidup individu tersebut.

Sensasi yang tidak menyenangkan meliputi kekakuan, sakit, nyeri


25

dengan durasi lama atau pendek, bahkan termasuk penyakit gatal.

Diputuskan nyeri bila individu mengatakan nyeri, walaupun tidak

ada alasan medis yang membuktikannya.

2) Tenaga dan Rasa Lelah

Aspek ini mengeksplor tenaga, antusiasme dan keinginan

individu untuk selalu dapat melakukan aktivitas sehari-hari, sebaik

aktivitas lain seperti rekreasi. Kelelahan membuat individu tidak

mampu mencapai kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup

yang sebenarnya. Kelelahan merupakan akibat dari beberapa hal

seperti sakit, depresi, atau pekerjaan yang terlalu berat.

3) Tidur dan Istirahat

Aspek ini fokus pada seberapa banyak tidur dan istirahat yang

dimiliki individu. Masalah tidur termasuk kesulitan untuk tidur,

bangun tengah malam, bangun di pagi hari dan tidak dapat kembali

tidur dan kurang segar saat bangun di pagi hari.

b. Dimensi Psikologis

WHOQoL membagi dimensi psikologis menjadi 5 (lima) bagian,

yaitu perasaan positif, kognisi, harga diri, gambaran diri, serta

perasaan negatif.

1) Perasaan Positif

Aspek ini menguji seberapa banyak pengalaman perasaan positif

individu dari kesukaan, keseimbangan, kedamaian, kegembiraan,

harapan, kesenangan dan kenikmatan dari hal-hal baik dalam hidup.


26

Pandangan individu dan perasaan pada masa depan merupakan

bagian penting dari segi ini.

2) Kognisi (Berpikir, Belajar, Ingatan dan Konsentrasi)

Aspek ini mengeksplor pandangan individu terhadap pemikiran,

pembelajaran, ingatan, konsentrasi dan kemampuannya dalam

membuat keputusan. Hal ini juga termasuk kecepatan dan kejelasan

individu memberikan gagasan.

3) Harga Diri

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan tentang diri

mereka sendiri. Hal ini bisa saja memiliki jarak dari perasaan

positif sampai perasaan yang ekstrem negatif tentang diri mereka

sendiri. Perasaan seseorang dari harga sebagai individu dieksplor

dalam aspek ini.Aspek dari harga diri fokus dengan perasaan

individu dari kekuatan diri, kepuasan dengan diri dan kendali diri.

4) Gambaran Diri dan Penampilan

Aspek ini menguji pandangan individu dengan tubuhnya.

Apakah penampilan tubuh kelihatan positif atau negatif. Fokus

pada kepuasan individu dengan penampilan dan akibat yang

dimilikinya pada konsep diri. Hal ini termasuk perluasan dimana

apabila ada bagian tubuh yang cacat akan bisa dikoreksi misalnya

dengan berdandan, berpakaian, menggunakan organ buatan dan

sebagainya.
27

5) Perasaan Negatif

Aspek ini fokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan

negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa,

kesedihan, keputusasaan, kegelisahan, kecemasan dan kurang

bahagia dalam hidup. Segi ini termasuk pertimbangan dari seberapa

besar perasaan negatif dan akibatnya pada fungsi keseharian

individu.

c. Dimensi Hubungan Sosial

WHOQoL membagi dimensi hubungan sosial menjadi 3 (tiga)

bagian, yaitu hubungan perorangan, dukungan sosial, serta aktivitas

seksual.

1) Hubungan Perorangan

Aspek ini menguji tingkatan perasaan individu pada

persahabatan, cinta dan dukungan dari hubungan yang dekat dalam

kehidupannya. Aspek ini termasuk pada kemampuan dan

kesempatan untuk mencintai, dicintai dan lebih dekat dengan orang

lain secara emosi dan fisik. Tingkatan dimana individu merasa

mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan

orang yang dicintai.

2) Dukungan Sosial

Aspek ini menguji apa yang individu rasakan pada tanggung

jawab, dukungan dan tersedianya bantuan dari keluarga dan teman.

Aspek ini fokus pada seberapa banyak yang individu rasakan


28

padadukungan keluarga dan teman, faktanya pada tingkatan mana

individu tergantung pada dukungan di saat sulit.

3) Seksualitas

Aspek ini fokus pada dorongan dan hasrat pada seks dan

tingkatan dimana individu dapat mengekspresikan dan senang

dengan hasrat seksual yang tepat.

d. Dimensi Lingkungan

WHOQoL membagi dimensi lingkungan menjadi 8 (delapan)

bagian, yaitu keamanan fisik, lingkungan rumah, sumber penghasilan,

kesehatan dan perhatian sosial, kesempatan untuk memperoleh

informasi baru dan keterampilan, partisipasi dalam kesempatan

berekreasi dan waktu luang, lingkungan fisik, serta transportasi.

1) Keamanan Fisik

Aspek ini menguji perasaan individu pada keamanan dari

kejahatan fisik. Ancaman pada keamanan bisa timbul dari beberapa

sumber seperti tekanan dari orang lain atau politik. Aspek ini

berhubungan langsung dengan perasaan kebebasan individu.

2) Lingkungan Rumah

Aspek ini menguji tempat yang terpenting dimana individu

tinggal (tempat berlindung dan menjaga barang-barang). Kualitas

sebuah rumah dapat dinilai pada kenyamanan seseorang di dalam

rumah sebagai tempat teraman individu untuk tinggal.


29

3) Sumber Penghasilan

Aspek ini mengeksplor pandangan individu pada sumber

penghasilan, termasuk sumber penghasilan dari tempat lain.

Fokusnya pada apakah individu dapat menghasilkan uang atau

tidak dimana hal ini dapat berakibat pada kualitas hidup.

4) Kesehatan dan Perhatian Sosial : Ketersediaan dan Kualitasnya

Aspek ini menguji pandangan individu pada kesehatan dan

perhatian sosial yang berada dekat dengan lingkungan sekitar.

Dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk

mendapatkan bantuan.

5) Kesempatan untuk Memperoleh Informasi Baru dan Keterampilan

Aspek ini menguji kesempatan individu dan keinginan

untukmempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan

baru, dan peka pada apa yang terjadi. Termasuk program

pendidikan formal, pembelajaran orang dewasa, atau aktivitas di

waktu luang baik dalam kelompok atau sendiri.

6) Partisipasi dalam Kesempatan Berekreasi dan Waktu Luang

Aspek ini mengeksplor kemampuan individu, kesempatan dan

keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan dan

relaksasi.

7) Lingkungan Fisik (Polusi/Keributan/Kemacetan/Iklim)

Aspek ini menguji pandangan individu pada lingkungannya. Hal

ini mencakup kebisingan, polusi, iklim dan estetika lingkungan


30

dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk

kualitas hidup.

8) Transportasi

Aspek ini menguji pandangan individu pada seberapa mudah

untuk menemukan dan menggunakan pelayanan transportasi.

3. Pengukuran Kualitas Hidup

Kualitas hidup dapat diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran

kualitas hidup yang telah diuji. Pengukuran kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan semua domain akan diukur dalam dua

dimensi yaitu penilaian objektif dari fungsional atau status kesehatan dan

persepsi sehat yang lebih subjektif. Dimensi objektif penting untuk

menentukan derajat kesehatan, sementara persepsi subjektif dan harapan

membuat penilaian objektif menjadi kualitas hidup yang sesungguhnya.

Suatu instrumen pengukuran kualitas hidup yang baik perlu memiliki

konsep, cakupan, reabilitas, validitas dan sensitivitas yang baik (Silitonga,

2007)

Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh dimana kualitas hidup

dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh

atauhanya mengukur dimensi tertentu saja dimana kualitas hidup diukur

hanya melalui bagian tertentu dari diri seseorang (Skevington et al, 2004)

Pengukuran kualitas hidup meliputi empat domain kualitas hidup yaitu

domain fisik, domain psikologis, domain hubungan sosial dan domain


31

lingkungan. Pengukuran kualitas hidup yaitu semakin tinggi nilainya

semakin baik kualitas hidupnya dan nilai mean dari keempat domain

menunjukkan persepsi individu pada kualitas hidup masing-masing. Salah

satu instrumen dalam pengukuran kualitas hidup yang paling banyak

digunakan adalah adalah instrumen WHOQoL-BREF yang disusun oleh

WHOQoL Group (Butar, 2013).

C. Tinjauan tentang Penelitian Terdahulu

1. Sonita Anggarwati dan Endah Nawangsih

Sonita dan Endah pada tahun 2016 melakukan sebuah penelitian yang

bertujuan untuk menilai kualitas hidup dan mengetahui faktor yang

mempengaruhi quality of life, serta melihat adanya pengaruh dari program

rehabilitasi terhadap kualitas hidup mantan pecandu narkoba dengan

menggunakan metode penelitian Quasy Experiment Pretest and Posttest

Group Design.Sampel dalam penelitian ini berjumlah 7 orang residen di

LSM Rehabilitasi Rumah Cemara Bandung.Alat ukur yang digunakan

adalah skala WHOQoL-BREF yang telah diterjemahkan oleh peneliti.Hasil

penelitian menunjukkan bahwa residen di Rumah Cemara Bandung

mempunyai kualitas hidup pada komponen fisik yang baik, sedangkan

komponen mental buruk.Variasi dari pasien mempengaruhi outcome dari

terapi yang telah digunakan.

2. Gede Indra Surya Lasmawan dan Tience Debora Valentina

Sebuah penelitian dilakukan oleh Gede dan Tience pada tahun 2014

untuk mengetahui kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang


32

menjalani terapi metadon dengan menggunakan metode kualitatif dengan

desain fenomenologi. Responden sebanyak empat orang yang menjalani

terapi metadon. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan metadon

membantu individu dalam berbagai aspek kualitas hidup seperti aspek

kesehatan fisik yaitu individu dapat kembali beraktivitas secara normal.Pada

aspek psikologis, individu memiliki motivasi untuk mecapai harapannya dan

tidak terpuruk dala penyesalan. Terkait hubungan sosial, orang terdekat

memberikan dukungan dan motivasi. Selanjutnya aspek kesejahteraan

lingkungan yaitu individu masih dapat menjalani pekerjaan untuk

memenuhi kebutuhan.

3. Ramadhani Hanwar N, Eka Nugraha dan Kurnia Eka Wijayanti

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2015 untuk menilai kualitas hidup

orang dengan HIV positif, pengguna napza, dan masyarakat miskin kota

yang mengikuti street soccer di LSM Reahabilirasi Rumah Cemara

Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah pemain Timnas Homeless

World Cup 2015 di Rumah Cemara Bandung yang terdiri dari 8 orang

dengan kriteria 2 orang dengan HIV positiv, 2 mantan pengguna napza dan

4 orang masyarakat miskin kota. Instrumen yang digunakan adalah

kuisioner WHOQoL-BREF. Hasil menunjukan terjadi peningkatan kualitas

hidup dari berbagai domain (fisik, psikologis, hubungan sosial dan

lingkungan) baik pada orang dengan HIV positif, mantan pengguna napza,
33

dan masyarakat miskin kota yang mengikuti aktivitas street soccer di

Rumah Cemara Bandung.

4. Siti Sri Rahayu

Siti melakukan penelitian pada tahun 2016 dengan tujuan menganalisis

hubungan dan pengaruh dukungan sosial, konsep diri terhadap kualitas

hidup remaja korban penyalahgunaan narkoba dengan metode

kuantitatif.Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Pamardi Putra (PPSP)

“Galih Pakuan” Bogor.Populasi dari penelitian ini adalah remaja korban

penyalahgunaan narkoba yang berada di panti rehabilitasi dan memiliki

kondisi kesehatan yang baik dan dapat diajak berkomunikasi sebanyak 35

orang.Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel dukungan sosial, konsep

diri dan kualitas hidup berada pada kategorisedang.Variabel dukungan

sosial memiliki hubungan yang positif dengankonsep diri dan kualitas

hidup.Konsep diri memiliki hubungan dan pengaruh yang positif terhadap

kualitas hidup.

D. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori adaptasi

dariWHOQoL, dimana kualitas hidup dipengaruhi oleh 4 (empat) dimensi,

yaitu dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi hubungan sosial dan dimensi

lingkungan. Dimensi fisik berkaitan dengan fungsi fisik individu antara lain

rasa nyeri dan ketidaknyamanan, energi dan rasa lelah, serta tidur dan istirahat.

Dimensi psikologis berhubungan dengan keadaan psikologis atau mental

individu meliputi perasaan positif, kognisi, harga diri, gambaran diri dan
34

perasaan negatif. Dimensi hubungan sosial berkaitan dengan hubungan

individu dengan orang lain meliputi hubungan perorangan, dukungan sosial

dan seksualitas. Dimensi lingkungan berhubungan dengan apa yang ada di luar

individu meliputi keamanan, lingkungan rumah, sumber penghasilan,

pelayanan sosial, akses informasi, waktu luang, lingkungan fisik dan

transportasi. Keempat dimensi kualitas hidup ini kemudian berpengaruh pada

kualitas hidup mantan pecandu narkoba secara khusus. Kerangka teori dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :


35

Nyeri dan tidak


nyaman
Energi dan rasa lelah Dimensi
Fisik
Tidur dan istirahat

Perasaan positif

Kognisi
Dimensi
Harga diri
Psikologis
Gambaran diri

Perasaan negatif Kualitas


Kualitas Hidup
Hidup Mantan
Pecandu
Narkoba
Hubungan perorangan

Dukungan sosial Dimensi Sosial

Seksualitas

Keamanan fisik

Lingkungan rumah

Sumber penghasilan

Pelayanan sosial Dimensi


Lingkungan
Akses informasi

Waktu luang

Lingkungan fisik

Transportasi

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian (WHOQoL, 2012)


36

E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian disusun dari hasil modifikasi kerangka teori

sebelumnya sesuai dengan kebutuhan penelitian dan keterbatasan peneliti

dalam melakukan penelitian. Peneliti melakukan kajian terhadap semua

dimensi dari kualitas hidup yang meliputi energi dan rasa lelah, perasaan

positif dan perasaan negatif, dukungan sosial dan keamanan fisik yang

mempengaruhi kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani

rehabilitasi. Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar berikut :


37

Dimensi
Energi dan rasa
Fisik
lelah

Perasaan positif
Dimensi
Psikologis
Perasaan negatif

Kualitas
Hidup
Mantan
Pecandu
Narkoba

Dukungan sosial Dimensi Sosial

Dimensi
Keamanan fisik
Lingkungan

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


38

F. Definisi Konsep

a. Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh

individu dalam menjalankan aktivitas sehari-hari

b. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan yang menyenangkan yang

dimiliki oleh individu

c. Perasaan negatif digambarkan sebagai sebuah kondisi yang tidak baik atau

negatif yang dimiliki oleh individu.

d. Dukungan sosial menggambarkan adanya bantuan yang didapatkan oleh

individu yang berasal dari lingkungan sekitarnya

e. Keamanan fisik menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat

mempengaruhi kebebasan dirinya


III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Peneltian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi

kasus yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup yang

dimiliki oleh mantan pecandu narkoba. Studi kasus merupakan serangkaian

permasalahan yang akan dipecahkan untuk disajikan kepada pembaca. Setelah

permasalahan disajikan, dilengkapi dengan informasi yang dapat membantu

pembaca memahami permasalahan yang ditawarkan. Dengan informasi

tersebut, pembaca akan mengolah pemikiran-pemikirannya dan melakukan

analisi permasalahan, yang pada akhirnya mengarah pada solusi permasalahan

tersebut (Ghony & Almanshur, 2016).

B. Pengelola Peran Sebagai Peneliti

Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti berperan sebagai instrument

utama penelitian, sementara informan kunci dan informan biasa akan berperan

sebagai instrumen pendukung dengan menggunakan alat bantu pedoman

wawancara sekaligus observasi yang dilakukan dengan bantuan kamera dan

alat rekam suara. Peneliti bersikap aktif dan bertindak sebagai pengamat untuk

mengobservasi secara langsung sekaligus sebagai partisipan untuk melakukan

interaksi dengan subjek penelitian di lapangan

C. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember tahun 2017 di Klinik

Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Kendari.

39
40

D. Sumber Data

1. Data/Informasi Primer

Data/informasi primer dalam penelitian ini merupakan informasi

mengenai kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani

terapi rehabilitasi ditinjau dari dimensi psikologis yang diperoleh langsung

dari informan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan

menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan dengan

memanfaatkan alat bantu berupa alat perekam suara dan kamera.

Penentuan informan penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan

tertentu yang disesuaikan dengan fokus penelitian, dimana informan dipilih

berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Penentuan informan

secara purposif, seimbang disesuaikan dengan tujuan dan hakekat penelitian

(Arikunto, 2014)

Adapun kriteria untuk informan kunci yaitu mantan pecandu narkoba

yang telah menjalani rehabilitasi ≥ 6 bulan, tidak sedang dalam kondisi

kesehatan lemah dan sehat dalam kondisi mental, berdomisili di Kota

Kendari, menjalani rehabilitasi rawat jalan, serta mampu berkomunikasi

verbal dengan baik. Informan kunci dalam penelitian ini berjumlah 3 (tiga)

mantan pecandu yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

Informan biasa dalam penelitian ini terdiri atas 1 (satu) orang anggota

keluarga penderita yang tinggal serumah dengan penderita dan satu orang

perawat yang memberikan perawatan pada mantan pecandu sehingga dapat

memberikan informasi tambahan mengenai kondisi dari informan kunci.


41

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa data kasus penyalahgunaan

narkoba dan penyalahguna narkoba yang sedang menjalani rawat jalan di

Klinik Rehabilitasi di BNN Kota Kendari.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan informasi

dalam penelitian ini antara lain :

1. Wawancara

Wawancara adalah proses mempeoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat

yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir, 2014).

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara mendalam adalah

proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya

jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

(guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam

kehidupan sosial yang relatif lama (Saryono & Anggraeni, 2010)

2. Observasi

Observasi merupakan suatu kegiatan mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk menyajikan gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian

untuk menjawab pertanyaan penelitian, untuk membantu mengerti perilaku


42

manusia dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek

tertentu serta melakukan umpan baik terhadap pengukuran tersebut

(Sujarweni, 2014).

Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap perilaku subjek

selama berinteraksi dengan peneliti sehingga dapat memberikan informasi

tambahan terhadap hasil wawancara.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang berperan sebagai

alat yang dapat mengungkap fakta-fakta lapangan untuk kebutuhan penelitan.

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti dilengkapi dengan panduan wawancara,

alat perekam suara (tape recorder) dan kamera sebagai alat dokumentasi

berupa gambar.

G. Teknik Analisis Data

Kegiatan analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam

dilakukan secara manual sesuai dengan petunjuk pengolahan data kualitatif

serta sesuai dengan tujuan penelitian dan selanjutnya dianalisis dengan metode

conten tanalysis kemudian diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk narasi.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini melalui tiga alur sebagai

berikut:

1. Reduksi Data

Pada tahap ini peneliti mulai melakukan proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan


43

2. Penyajian Data

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan dan mengembangkan uraian

secara keseluruhan dari data yang diperoleh. Kemudian peneliti melakukan

penyajian informasi untuk memberikan kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan serta menyajikannya dalam bentuk

teks naratif.

3. Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari data yang telah

dianalisis dan mendapatkan makna pengalaman mengenai peristiwa yang

telah diteliti.

H. Pengecekan Validitas Temuan

Pengecekan validasi hasil penelitian menggunakan metode triangulasi.

Penggunaan triangulasi adalah untuk menjamin validitas dan reliabilitas

informasi yang diperoleh. Alasan menggunakan metode triangulasi adalah

untuk mendapatkan informasi yang tepat, lengkap dan dapat dipercaya. Data

serta informasi tersebut diperoleh dengan menggunakan alat bantu berupa

pedoman wawancara, alat perekam suara dan kamera sebagai lampiran

dokumentasi. Teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan dari penelitian

menggunakan Triangulasi sumber seperti dokumen, arsip, hasil wawancara

dari informan kunci dan informan biasa.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat Pembentukan BNN Kota Kendari

Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kendari adalah Lembaga

Pemerintah Non Kementerian, merupakan instansi vertikal perwakilan BNN

RI di daerah. Tujuan dibentuknya BNN Kota Kendari untuk melaksanakan

program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkoba (P4GN) dengan fokus pada empat kegiatan utama yakni

pencegahan, pemberdayaan masyarakat, rehabilitasi dan pemberantasan,

dalam rangka mengatasi kondisi bangsa Indonesia yang saat ini

dikategorikan sebagai darurat Narkoba.

Sebelum vertikalisasi, Badan Narkotika Nasional Kota Kendari

merupakan forum yang diberi nama Forum Badan Narkoba Kota Kendari

yang diketuai oleh Wakil Walikota Kendari. Berdasarkan amanah Undang-

Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2010 tentang Badan Narkotika

Nasional, maka dibentuk Badan Narkotika Nasional Kota Kendari yang

dibentuk berdasarkan Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi RI Nomor: B/1068/M. PAN-RB/05/2010, tanggal 12

Mei 2010 tentang Persetujuan Pembentukan Badan Narkotika Nasional

Provinsi (BNNP) dan BNN Kabupaten/Kota, serta Peraturan Kepala BNN

RI Nomor: PER/04/V/2010/BNN tentang Organisasi dan Tata Kerja

BNNP dan BNN Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala BNN RI

44
45

mengangkat pejabat Kepala Badan Narkotika Nasional Kota Kendari, Dra.

Hj. Murniaty M., MPH., Apt. dengan Surat Keputusan Kepala Badan

Narkotika Nasional Republik Indonesia Nomor KEP/170/IX/2011/BNN

tanggal 30 September 2011 dan dilantik pada tanggal 06 Oktober 2011.

Jumlah sumber daya manusia / pegawai pada awal pembentukan BNN

Kota Kendari sebanyak 16 orang berasal dari pegawai otonom Pemerintah

Kota Kendari dengan status dipekerjakan berdasarkan Surat Keputusan

Walikota Kendari nomor 1291 Tahun 2011 tanggal 13 Desember 2011.

Sedangkan gedung kantor BNN Kota Kendari saat itu adalah rumah toko

(Ruko) beralamat di Jalan Bunggasi No. 170 Kelurahan Anduonohu,

Kecamatan Poasia, Kota Kendari, dikontrak menggunakan anggaran revisi

DIPA APBN-P BNN tahun 2011 menjadi DIPA BNN Kota Kendari Tahun

2011.

2. Dasar Hukum

Dasar hukum pembentukan BNN Kota Kendari adalah:

a. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika;

b. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika

Nasional;

c. Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

RI Nomor: B/1068/M.PAN-RB/05/2010, tanggal 12 Mei 2010 Tentang

Persetujuan Pembentukan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)

dan BNN Kabupaten/Kota,


46

d. Peraturan Kepala BNN RI Nomor: PER/04/V/2010/BNN Tentang

Organisasi dan Tata Kerja BNNP dan BNN Kabupaten/Kota.

e. Surat Keputusan Walikota Kendari Nomor: 1291 Tahun 2011 tanggal 13

Desember 2011, Tentang Penempatan Pegawai Otonom Pemerintah Kota

Kendari dipekerjakan pada BNN Kota Kendari

3. Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Badan Narkotika Nasional (BNN) Kota Kendari, sebagaimana

dijelaskan dalam Peratutan Kepala BNN Nomor 3 Tahun 2015 adalah

instansi vertikal Badan Narkotika Nasional yang melaksanakan tugas,

fungsi, dan wewenang Badan Narkotika Nasional dalam wilayah Kota

Kendari berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BNNP.

Dalam melaksanakan tugas BNN Kota Kendari menyelenggarakan fungsi :

a. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana kerja

tahunan di bidang P4GN dalam wilayah Kota Kendari;

b. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pencegahan, pemberdayaan

masyarakat, rehabilitasi dan pemberantasan dalam wilayah Kota Kendari;

c. Pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam wilayah Kota

Kendari;

d. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama P4GN dengan instansi

pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam wilayah Kota

Kendari;

e. Pelayanan administrasi BNN Kota Kendari; dan

f. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan BNN Kota Kendari.


47

4. Susunan Organisasi

Susunan organisasi BNN Kota Kendari terdiri dari Kepala dalam

jabatan eselon III dan 4 (empat) unit kerja dalam jabatan eselon IV, dengan

struktur organisasi sebagai berikut:

a. Kepala;

b. Subbagian Umum;

c. Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat;

d. Seksi Rehabilitasi; dan

e. Seksi Pemberantasan.

Dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan dibidang P4GN,

ditetapkan tugas kepala BNN dan tugas kepala unit kerja BNN Kota sebagai

berikut:

a. Kepala BNN mempunyai tugas:

1) Memimpin BNN Kota Kendari dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan

wewenang BNN dalam wilayah Kota Kendari; dan

2) Mewakili Kepala BNN dalam melaksanakan hubungan kerja sama

P4GN dengan instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat

dalam wilayah Kota Kendari.

b. Sub Bagian Umum mempunyai tugas:

1) Melaksanakan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan

rencana program dan anggaran;

2) Melaksanakan pengelolaan sarana prasarana dan urusan rumah

tangga;
48

3) Melaksanakan pengelolaan data informasi P4GN;

4) Melaksanakan layanan hukum dan kerja sama;

5) Melaksanakan urusan tata persuratan;

6) Melaksanakan urusan administrasi kepegawaian;

7) Melaksanakan urusan keuangan;

8) Melaksanakan tata kearsipan;

9) Melaksanakan dokumentasi kegiatan;

10) Melaksanakan hubungan masyarakat; dan

11) Melaksanakan penyusunan evaluasi dan pelaporan

c. Seksi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas:

1) Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan

rencana strategis, rencana kerja tahunan P4GN dan kebijakan teknis

P4GN;

2) Melaksanakan diseminasi informasi dan advokasi,

3) Melaksaksanakan pemberdayaan alternatif dan peran serta

masyarakat;

4) Melaksanakan evaluasi dan pelaporan di bidang pencegahan dan

pemberdayaan masyarakat.

d. Seksi Rehabilitasi mempunyai tugas:

1) Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan

rencana strategis, rencana kerja tahunan dan kebijakan teknis P4GN;

2) Melakukan asesmen penyalah guna dan/atau pecandu narkotika;


49

3) Melakukan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial penyalah guna dan/atau pecandu narkotika baik

yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat,;

4) Melaksanakan peningkatan kemampuan layanan pascarehabilitasi,

pendampingan penyatuan kembali ke dalam masyarakat; dan

5) Melakukan evaluasi dan pelaporan di bidang rehabilitasi.

e. Seksi Pemberantasan mempunyai tugas:

1) Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan koordinasi penyusunan

rencana strategis, rencana kerja tahunan dan kebijakan teknis P4GN;

2) Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap

tindak pidana narkotika;

3) Melakukan pengawasan distribusi prekursor sampai pada pengguna

akhir; dan

4) Melakukan evaluasi dan pelaporan di bidang pemberantasan.

B. Gambaran Karakteristik Informan

Penelitian ini menggunakan sumber informasi sebanyak 3 orang informan

kunci dari kalangan mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani proses

rehabilitasi (rawat jalan) di Klinik BNN Kota Kendari dan 2 adalah informan

biasa yang merupakan paman dari informan serta seorang perawat di Klinik

BNN Kota Kendari. Kutipan hasil penelitian akan disajkan dalam bentuk hasil

yang telah melewati proses editing oleh peneliti.

Pemilihan informan kunci dilakukan dengan metode purposive sampling,

yaitu informan yang dipilih berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh peneliti.
50

Kriteria yang digunakan dalam penelitian yaitu : seorang mantan pecandu

narkoba yang telah menjalani rawat jalan minimal selama 6 bulan, sehat secara

mental dan bersedia menjadi informan penelitian. Sedangkan informan biasa

dipilih berdasarkan kedekatan dengan informan kunci serta bersedia menjadi

informan penelitian.

Adapun rincian informan kunci dan informan biasa dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Informan kunci AL, berjenis kelamin perempuan dan merupakan pelajar di

salah satu SMA yang ada di Kota Kendari. DA berusia 16 tahun dan telah

melakukan rawat jalan selama 7 bulan di Klinik Rehabilitasi BNN Kota

Kendari sejak bulan Mei tahun 2017. Berdasarkan pengakuan informan

bahwa ia telah mengkonsumsi PCC sejak umur 13 tahun dan PCC tersebut

dikonsumsi hanya ketika informan merasa stress memikirkan masalah

keluarga.

2. Informan kunci BS, usia 15 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Telah

menjalani rawat jalan di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari selama 6

bulan. Informan telah dikeluarkan dari sekolah sejak kelas 2 SMP karena

kedapatan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Sejak saat itu informan

memutuskan tidak melanjutkan sekolahnya hingga saat ini. Informan

mengaku awal mengkonsumsi obat-obatan tersebut karena diajak oleh

teman-temannya dan lama kelamaan ia menjadi kecanduan.

3. Informan kunci AR, berusia 15 tahun dan merupakan pelajar di salah satu

SMA di Kota Kendari. Informan telah menjalani rawat jalan selama kurang
51

lebih 6 bulan. Informan mengkonsumsi obat-obatan terlarang sejak kelas 1

SMP karena ingin “coba-coba” setelah melihat temannya mengkonsumsi

obat-obatan tersebut.

4. Informan biasa C, merupakan paman dari informan BS. C tinggal bersama

BS sejak ia masih kuliah. Berusia 25 tahun dan saat ini bekerja di salah satu

perusahaan di Kendari

5. Informan biasa N, adalah seorang perempuan berusia 39 tahun dan

berprofesi sebagai perawat di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari.

Selama bekerja, ibu N sudah banyak melihat dan menangani pasien rawat

jalan di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari.

C. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 di Kota Kendari.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas hidup mantan pecandu

narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di BNN Kota Kendari.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan informan kunci dan

informan biasa dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth

interview) dengan bantuan pedoman wawancara dan menggunakan instrumen

berupa alat perekam suara (tape recorder/handphone)

Informan dalam penelitian ini terdiri atas informan kunci dan informan

biasa. Adapun informan kunci adalah mantan pecandu narkoba yang sedang

menjalani rehabilitasi. Adapun informan biasa adalah anggota keluarga mantan

pecandu yang tinggal dalam satu atap dengan penderita dan seorang perawat

yang menangani mantan pecandu narkoba.


52

Terdapat 4 (empat) aspek dari kualitas hidup yang telah dihasilkan dari

proses wawancara dimana masing-masing aspek memunculkan komponen

yang berbeda sesuai dengan keterangan informan dalam penelitian ini.

Komponen-komponen dari berbagai aspek yang telah teridentifikasi dari hasil

wawancara tersebut akan dibahas secara rinci untuk mengungkapkan makna

dari kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani rawat jalan

di Klinik Rehabilitasi BNN Kota Kendari

1. Dimensi Fisik (Energi dan Kelelahan)

Energi dan kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh

individu dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Berikut hasil wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan

biasa penelitian, yaitu :

“....Aktivitasku lancar ji sekarang seperti biasa. Perbedaannya dengan


waktu saya pake, dulu itu nda begini badanku. malah kurus sekali, sama
saya mengantuk terus akhirnya kegiatanku di sekolah terganggu....”
(Informan kunci AL, 16 tahun)

“....Aktivitasku membaik seperti kaya bergaul dengan teman-teman lebih


nyaman, lebih tenang karena sebelumnya kan pas menggunakan itu
barang [narkoba] kaya berkurang waktu sama teman-teman karena
lebih suka menyendiri. Bedanya dulu waktu pake dengan sekarang kan
kalau dulu pas lagi berhenti pake harus cari, kalau ndak dapat pastimi
malam puncaknya gelisah bukan main, pokoknya harus konsumsi terus,
...” (Informan kunci BS, 15 tahun)

“..aktivitasku biasa ji karena yang saya pake juga nda terlalu berat cuma
kaya obat-obatan, perbedaannya dulu dengan sekarang sama saja
karena efeknya itu obat-obatan cuma waktu saya pake saja sekitar 30
menit seperti pusing, rese, cepat capek bahkan sering berhalusinasi tapi
setelah itu biasami...” (Informan kunci AR, 15 tahun)

Pernyataan tersebut didukung oleh keterangan anggota keluarga salah

satu informan. Berikut kutipan wawancaranya :


53

“..dari awal dia pake [narkoba] dulu saya sudah tau karena jalannya
agak miring-miring, terus kalau dirumah suka kacau sama adiknya.
Sekarang alhamdulillah ndak mi, sudah nda terlalu bagaimana mi kayak
dulu..” (informan biasa C, 25 tahun)

“..nda bisa kita lihat dari segi fisik [aktivitasnya] karena bukan rawat
inap toh, kalau rawat inap kan dikasi obat-obatan juga. Nah kalau
dirawat inap dilihat apa penyebab yang membuat dia loyo apakah
karena tidak konsumsi lagi atau memang karena penyakit komplikasi
yang lain. kalau dirawat jalan paling kita rujuk ji karena kita cuma
layanan pertama bukan yang utama. Jadi kalau perubahan dari segi
aktivitas paling kita liat cuma dari perilaku ji misalnya dari minggu ke
minggu mereka sudah lebih terbuka tentang dirinya” (Informan biasa
Ibu N, 39 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan kunci yang

didukung oleh pernyataan yang sejalan dengan informan biasa didapatkan

keterangan bahwa informan mantan pecandu narkoba yang sedang di

rehabilitasi dapat menjalankan aktivitasnya secara normal tanpa merasakan

capek dan lelah yang berlebihan, bahkan cenderung merasa lebih baik

setelah melakukan rawat jalan di klinik BNNK Kendari.

2. Dimensi Psikologis (Perasaan positif dan negatif)

Perasaan positif merupakan gambaran perasaan menyenangkan yang

dimiliki oleh individu sedangkan perasaan negatif adalah perasaan tidak

menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Secara keseluruhan informan

kunci serta informan biasa dalam penelitian ini menyatakan perlahan mulai

dapat menerima kondisi dan keadaan dirinya saat ini.

Berikut hasil wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan

biasa penelitian, yaitu :

“...saya sabar saja dengan kondisiku sekarang, saya santai janganmi


saya terbawa karena semakin saya terbawa semakin tumbuh lagi di
pikiranku bagaimana cara-cara supaya hilang lagi ini pikiran jadi
54

munculmi lagi rasa-rasaku mau pake lagi itu barang...” (Informan


kunci AL, 16 tahun)

“..saya sikapi kondisiku sekarang santai ji...” (Informan kunci BS, 15


tahun)

“..saya sabar saja, kalau menyesal jelas menyesal karena saya sudah
pernah rasa bagaimana pas pake dengan sekarang tidak pakemi.

Penerimaan diri juga ditandai dengan adanya rasa optimis dan semangat

juang dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Berikut hasil wawancara dengan informan kunci :

“...saya optimis juga seperti kan dulu semuanya terjadi karena ada
masalah jadi sekarang saya lebih coba hindari masalah. Sekarang yang
saya lakukan supaya saya tidak terbawa lagi ke hal-hal semacam itu
saya mulaimi lagi aktif dalam kegiatanku di sekolah. semangat untuk
sembuh jadi saya datang terus setiap disuruh atau ditelpon pasti saya
datang...” (Informan kunci AL, 16 tahun)

“..saya optimis juga karena didasari rasa ingin berubah, ingin


tinggalkan semua itu jadi optimis bisa. Sekarang juga lebih banyak
bergaul, kalau ada masalah curhat sama orang tua, teman karena kalau
tidak begitu pasti pelariannya lagi ke minuman, obat-obatan juga....”
(Informan kunci BS, 15 tahun)

“..Saya optimis bisa sembuh itumi saya datang terus ke BNN setiap
dipanggil...” (Informan kunci AR, 15 tahun)

Pernyataan tersebut didukung oleh keterangan anggota keluarga salah

satu informan dan perawat yang menangani pasien mantan pecandu

narkoba. Berikut kutipan wawancaranya :

“..semangat terus dia itu, pergi terus di BNN. Semangat sekali mau
sembuh dan ada usahanya karena dari kemarin-kemarin sudah ada
perubahan..” (Informan biasa C, 25 tahun)

“..berbeda-beda setiap orang, ada yang optimis ada yang tidak, ada juga
yang sangat optimis. malah biasanya mereka begitu supaya diperhatikan
orang tua sebenarnya, tapi cuma satu dua ji. Kalau yang lainnya optimis
karena biasanya mereka pake karena ingin coba-coba saja atau juga ada
55

karena terpaksa bukan keinginan sendiri..” (Informan biasa Ibu N, 39


tahun)

Seluruh informan mengungkapkan harapan yang dimiliki yaitu

kesembuhan terhadap ketergantungan dari narkoba dan menjadi pribadi

yang lebih baik seperti yang diungkapkan oleh ketiga informan kunci

sebagai berikut :

“..harapanku untuk masa depan jangan sampai saya kecewakan kedua


orang tuaku untuk kedua kalinya, nda mau lagi terulang..” (Informan
biasa AL, 16 tahun)

“..harapanku sekarang mudah-mudahan jadi orang berhasil, nda


terpengaruh lagi obat-obatan biar diajak sana sini bisa kita jaga diri
sendiri, kedepannya lebih baik juga bisa membanggakan kedua orang
tua...” (Informan kunci BS, 15 tahun)

“...harapanku supaya nda pake lagi, supaya saya jauhmi dari


begituan...” (Informan kunci AR, 15 tahun)

Selain perasaan positif, dari hasil wawancara terhadap informan kunci

maupun informan biasa mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perasaan

negatif yang dimiliki oleh mantan pecandu narkoba yang sedang

direhabilitasi seperti perasaan malu, menyesal serta adanya keinginan yang

terkadang timbul untuk mulai menggunakan narkoba lagi.

Berikut hasil wawancara dengan ketiga informan kunci :

“…Kalau perasaan waktu pertama dibawa di BNN ini kaget saja, tidak
khawatir karena saya berpikir mungkin inimi akhirnya saya pake ini
hanya memang malu karena diganggu-ganggu teman sekolah dan dari
guru juga terutama…” (Informan kunci AL, 16 tahun)

“..Waktu pertama kali dibawa ke BNN kaget karena tiba-tiba dari kelas
dipanggil, dinaikkan ke mobil BNN terus pas disana kaya di interogasimi
begitu, pasti malu juga karena kita tergolong orang-orang yang tidak
baik toh…” (Informan kunci BS, 15 tahun)
56

“…Waktu pertama dijemput BNN malu juga tapi nda terlalu ji, karena
saya pake itu toh kak hanya saya ingin mamaku da perhatikan saya
(tertawa)..” (Informan kunci AR, 15 tahun)

Rasa penyesalan diungkapkan oleh semua informan pada awalnya namun

rasa menyesal itu hilang saat sudah beberapa kali menjalani rehabilitasi

sebab informan merasa bahwa yang dilakukannya saat ini adalah pilihan

yang tepat untuk masa depannya. Berikut hasil wawancara dengan informan

kunci :

“..Penyesalan pasti ada di awal tapi kalau putus asa tidak ji karena saya
pikir misalnya saya berhenti rehab bagaimana saya ke depannya pasti
akan hancur ji karena sedikit saja masalah saya sudah pake [narkoba]
apalagi nanti kalau saya dikasi masalah yang lebih besar pasti saya akan
hantamkan juga dengan dosis yang besar, ujung-ujungnya saya juga
yang hancur…” (Informan kunci AL, 16 tahun)

“…Penyesalan pasti ada karena saya rusaki tubuhku sendiri, tubuhku


bersih tapi saya rusaki dengan narkoba…” (Informan kunci BS, 15
tahun)

“…Pernah juga saya putus asa karena saya rasa di sana itu nda dikasi
obat cuma di tanya-tanya ji jadi ada perubahan itu karena dari diriku ji
sendiri...” (Informan kunci AR, 15 tahun)

Pernyataan tersebut didukung oleh keterangan anggota keluarga salah

satu informan dan perawat yang menangani pasien mantan pecandu

narkoba. Berikut kutipan wawancaranya :

“…pernah memang dia putus asa tapi sekarang tidakmi, dia menyesal
juga karena dari awal kan dia sudah pake begitu nantipi dirawat
sekarang baru dia sadar..” (Informan biasa C, 25 tahun)

Keinginan untuk menggunakan kembali narkoba sempat dirasakan oleh

sebagian informan namun salah satu informan menyatakan bahwa ia sudah

mengetahui cara-cara yang tepat untuk menghilangkan keinginan tersebut.

Ada juga informan yang menyatakan bahwa dengan mengingat masa


57

lalunya serta mengetahui informasi dari perawat di klinik BNN tentang efek

jangka panjang penggunaan narkoba maka keinginan untuk menggunakan

narkoba lagi perlahan mulai menghilang. Berikut hasil wawancara dengan 2

orang informan kunci :

“Sering datang keinginan untuk pake [narkoba] lagi kalau lagi stress
masalah keluarga tapi saya ingat pesannya perawatku cara-caranya
terus saya ingat juga masa laluku bagaimana jadi hilangmi keinginanku
itu..” (Informan kunci AL, 16 tahun)

“…Pernah muncul keinginanku untuk pake [narkoba] lagi tapi kalau


diingat lagi pernah hampir gila toh sampe dibawa ke RS Jiwa akhirnya
hilangmi itu keinginan karena takut..” (Informan kunci BS, 15 tahun)

3. Dimensi Hubungan Sosial (Dukungan Sosial)

Dukungan sosial yang dimaksud disini yaitu menggambarkan adanya

bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari lingkungan

sekitarnya.

Berikut hasil wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan

biasa penelitian, yaitu :

“..keluarga pasti dukung tapi kalau teman-teman tidak, malah kadang


saya dibujuk supaya janganmi saya ke BNN, keluarga juga pertama
responnya pasti marah, mereka nasehati saya tapi memang caranya
keras tapi justru itu da bikin saya semangat karena berarti mereka masih
sayang masih peduli sama saya…” (Informan kunci AL, 16 tahun)

“..iya keluarga pasti dukung karena kan pasti keluarga inginkan yang
terbaik supaya saya berubah tapi memang waktu pertama ditau saya
dibawa ke BNN orang tua marah, keluarga yang lain juga pasti marah,
yang saya rasakan pas dapat dukungan pasti senang, semangat juga
karena berarti mereka masih sayang sama saya, mereka masih ingin
saya berubah, dikembalikan seperti semula....” (Informan kunci BS, 15
tahun)

“...saya dapat dukungan orang tua saja kalau keluarga yang lain mereka
belum tau, kakak selalu suruh saya rajin ke BNN supaya saya bersih
58

(dari narkoba) dengan begitu saya senang karena ada dorongan dari
keluarga…” (Informan kunci AR, 15 tahun)

Pernyataan tersebut didukung oleh keterangan anggota keluarga salah

satu informan dan perawat yang menangani pasien mantan pecandu

narkoba. Berikut kutipan wawancaranya :

“...iya saya dukung ji makanya saya sering ceramahi dia cuma dia ini
keras kepala..” (Informan biasa C, 25 tahun)

“..ada yang didukung, ada juga yang minta dirahasiakan dari


keluarganya karena memang kita juga harus menjaga privasi. Tapi
banyak juga yang diantar langsung sama keluarganya datang...”
(Informan biasa Ibu N, 39 tahun)

Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan kunci dan didukung

dengan pernyataan dari informan biasa didapatkan keterangan bahwa semua

informan mendapatkan dukungan dari keluarga dan kerabat dekatnya.

Kesamaan dalam dukungan yang diberikan yaitu dukungan emosional.

Para informan juga mengungkapkan hubungan dengan keluarga semakin

membaik setelah melakukan rehabilitasi dibanding saat pertama keluarga

mengetahui bahwa informan menggunakan narkoba. Berikut kutipan

wawancaranya :

“…waktu pertama mamaku kaget, sedih, tapi dia sedihkan juga karena
saya harus dibawa ke BNN, tapi namanya kakak, kakakku dia paksa
harus tetap direhab, supaya saya bisa berubah. Sekarang makin kesini
makin baikmi hubunganku dengan mereka…” (Informan kunci AL, 16
tahun)

“…Hubungan dengan keluarga baik-baik mi hanya pas pertama kaya


dimusuh begitu toh karena memang dari dulu hubunganku dengan bapak
tidak baik sampai sekarang juga, malah karena itumi salah satu
penyebabnya saya pake narkoba…” (Informan kunci BS, 15 tahun)

“…pertama yang paling histeris orang tua karena ketauan seperti itu.
Jadi orang tua merasa terbebani gara-gara kelakuanku, tapi saya
59

senang karena sekarang dia sudah lebih perhatikan saya...” (Informan


kunci AR, 15 tahun)

Informan mengatakan bahwa dukungan yang didapatkan dari keluarga

sudah cukup untuk menyemangati para informan agar dapat berubah

menjadi lebih baik lagi karena dengan begitu para informan menyadari

bahwa keluarga masih peduli dan menyanyangi mereka. Berikut hasil

wawancara dengan ketiga informan kunci :

“…Tetangga-tetangga ku mereka tau karena kan anak-anaknya


berteman sama saya dan kita ini cenderung nakal jadi pastimi mereka
suruh anaknya janganmi berteman sama saya. Tapi dukungan-dukungan
yang dikasi keluargaku selama ini pastimi berpengaruh karena sudah
itumi yang kasi saya semangat buat sembuh ..” (Informan Kunci DA,
16 tahun)

“…Kalau tetangga mereka tidak tau hanya keluarga-keluarga yang jauh,


sepupu-sepupu yang tau. Dukungan yang dikasi selama ini pasti
berpengaruh sama saya karena itu tambah motivasiku untuk berubah
jadi lebih baik lagi..” (Informan kunci BS, 15 tahun)

Respon nya tetangga-tetangga ku sama saja karena mereka tidak tau


kalau saya pake. Dukungan yang dikasi orang tua selama ini
berpengaruh sama saya karena dengan adanya dukungan saya jadi lebih
semangat untuk berubah..” (Informan kunci AR, 15 tahun)

4. Dimensi Lingkungan (Keamanan Fisik)

Keamanan fisik yang dimaksud disini yaitu menggambarkan tingkat

keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebiasaan dirinya.

Berikut hasil wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan

biasa penelitian, yaitu :

“..kalau di lingkungan aman ji, tidak ada yang bagaimana hanya teman-
teman saja yang suka ganggu-ganggu..” (Informan kunci AL, 16
tahun)

“..aman ji kayak tidak ada apa-apa karena mereka tidak tau..”


(Informan kunci BS, 15 tahun)
60

“..seperti biasa karena mereka mau apa juga biar mereka tau..”
(Informan kunci AR, 15 tahun)

“..Tetangga tidak ada yang tau jadi aman-aman saja, baru dia itu lebih
banyak diluar..” (Informan biasa C, 25 tahun)

“..tidak pernah kalau alasan keamanan, paling mereka tidak hadir


karena ada jadwal lain..” (Informan biasa ibu N, 39 tahun)

D. Pembahasan

Sebagian besar usia informan termasuk usia remaja tengah (15-17 tahun).

Menurut Pediatri (2010), pada masa ini remaja kurang senang apabila orang tua

terlalu ikut campur dalam kehidupannya, menjauhkan diri dari keluarga dan

lebih senang bergaul dengan teman-temannya, sehingga apabila tidak ditangani

dengan baik maka akan berdampak pada hal-hal negatif. Lama pendidikan

salah satu informan termasuk dalam kategori rendah yaitu 8 tahun. Menurut

Santoso and Silalahi (2000) salah satu dampak yang ditimbulkan dari

penggunaan narkoba yaitu drop out dari sekolah, hal ini disebabkan oleh

kurangnya motivasi dalam diri untuk sekolah.

1. Dimensi fisik (Energi dan kelelahan)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap informan kunci yang

didukung oleh pernyataan yang sejalan dengan informan biasa didapatkan

keterangan bahwa informan mantan pecandu narkoba yang sedang di

rehabilitasi dapat menjalankan aktivitasnya secara normal tanpa merasakan

capek dan lelah yang berlebihan, bahkan cenderung merasa lebih baik

setelah melakukan rawat jalan di klinik BNNK Kendari.


61

Dalam penelitian ini semua informan adalah remaja tengah yang berusia

15-16 tahun, sejalan dengan yang dikemukakan oleh Utami dkk (2014)

yakni seseorang yang usianya muda memiliki kualitas hidup lebih baik

dikarenakan kondisi fisik yang lebih baik dibandingkan yang berusia lebih

tua. Bowling (2005) menyebutkan bahwa kriteria individu yang memiliki

kualitas hidup positif ditandai dengan memiliki kesehatan fisik dan mental

yang baik serta memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang

diinginkan. Begitu pula yang dirasakan informan dalam penelitian ini,

masing-masing informan masih dapat melakukan berbagai aktivitas yang

ingin dilakukannya.

Perbedaan dalam beraktivitas sebelum dan sesudah menjalani rehabilitasi

dirasakan oleh semua informan. Dilihat dari kondisi kesehatan, informan

AL yang telah menyelesaikan masa rehabilitasinya terlihat lebih sehat dan

bugar. Berbeda dengan dulu saat masih menggunakan obat-obatan, AL

merasa cepat capek dan lemas. Kegiatannya di sekolah menjadi terganggu

akibat rasa kantuk yang sering kali AL rasakan. AL juga mengalami

perubahan seperti pola tidur yang teratur dan kondisi badan yang gemuk.

Perubahan yang paling dirasakan oleh AL saat ini adalah tingkat

konsentrasinya dalam menerima pelajaran yang sudah berkurang dan lebih

mudah terkena penyakit dibandingkan sebelumnya.

Informan BS masih dapat menjalankan aktivitasnya seperti biasa dan

merasa kelelahan hanya saat mengerjakan pekerjaan yang berat saja.

Berbeda dengan dulu saat BS melakukan aktivitas sehari-hari, BS akan


62

merasa cepat lelah dan tidak sanggup melakukan aktivitasnya dalam waktu

yg lama meskipun aktivitas yang dilakukannya tergolong ringan. Walaupun

telah dinyatakan pulih, terdapat perubahan-perubahan dari segi fisik pada

diri BS seperti postur tubuh yaitu tinggi dan kurus. Dilihat dari kondisi

kesehatan, BS termasuk individu yang tidak mudah terkena penyakit.

Namun saat belum menjalani rehabilitasi BS pernah dirawat di rumah sakit

karena terkena maag akut, hal ini disebabkan karena BS hanya makan satu

kali dalam sehari.

Begitu pula dengan AR yang juga saat ini dapat menjalankan

aktivitasnya dengan normal tanpa merasa terganggu. AR mengaku

merasakan pusing dan lemas, rasa kantuk yang tidak tertahankan serta

sering mengalami halusinasi saat menggunakan narkoba. Halusinasi yang

dialami AR membuatnya sempat dirujuk ke RS Jiwa dan dirawat disana

selama beberapa hari.

Temuan diatas sejalan dengan pendapat Kusmaryani (2009) yaitu remaja

yang pernah mengkonsumsi narkoba mengalami gangguan kesehatan seperti

sulit tidur dan pengaruh jangka panjang seperti penampilan yang tidak sehat.

2. Dimensi Psikologis (Perasaan positif dan negatif)

Secara keseluruhan informan kunci serta informan biasa dalam penelitian

ini menyatakan perlahan mulai dapat menerima kondisi dan keadaan dirinya

saat ini. Bowling (2005) juga menjelaskan terkait kriteria individu yang

memiliki kualitas hidup positif yaitu dengan memiliki pandangan psikologis

yang positif. Pada dasarnya penerimaan diri merupakan sikap positif yang
63

ditunjukan terhadap diri serta dapat menerima dengan tenang dan puas

dengan keadaan diri baik dalam hal kelebihan maupun kekurangan yang ada

dalam dirinya (Chaplin, 1999).

Penerimaan diri juga ditandai dengan adanya rasa optimis dan semangat

juang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pada informan yang sedang

menjalani rehabilitasi (rawat jalan), rasa optimis dan semangat juang dapat

ditunjukan dengan motivasi serta harapan yang kuat untuk benar-benar

sembuh dan tidak akan menggunakan narkoba lagi. Hal ini terbukti karena

semua informan sangat rajin datang ke klinik BNN untuk mendapatkan

konseling dari dokter dan perawat yang bertugas. Meskipun rehabilitasi

yang mereka jalani hanyalah rawat jalan namun semua informan merasa

optimis akan sembuh seperti sedia kala karena dilandasi niat dari dalam diri

mereka yang kuat.

Para pecandu narkoba harus memiliki harapan untuk sembuh agar

mereka tidak merasa putus asa dengan keadaan. Menurut Primardi and

Hadjam (2010), menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang dalam mecapai

tujuan ditentukan oleh kemampuannya dalam mengatasi rintangan, stress,

kemampuannya dalam menghasilkan emosi positif.

Selain perasaan positif, dari hasil wawancara terhadap informan kunci

maupun informan biasa mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perasaan

negatif yang dimiliki oleh mantan pecandu narkoba yang sedang

direhabilitasi seperti perasaan malu, menyesal serta adanya keinginan yang

terkadang timbul untuk mulai menggunakan narkoba lagi. Semua informan


64

merasa malu pada teman-temannya saat pertama kali menjalani rehabilitasi

di BNN dikarenakan pada saat itu pihak BNN menjemput para informan di

sekolah menggunakan mobil resmi BNN. Salah satu informan juga

mengungkapkan bahwa ia merasa sangat malu terutama pada guru-gurunya

karena informan merupakan murid yang berprestasi di sekolahnya.

Rasa penyesalan diungkapkan oleh semua informan pada awalnya namun

rasa menyesal itu hilang saat sudah beberapa kali menjalani rehabilitasi.

Semua informan menyatakan bahwa mengkonsumsi narkoba adalah salah

satu cara mereka dalam meluapkan emosi yang dirasakannya. Informan AL

mengaku mempunyai trauma mendalam sejak kecil dan trauma itulah yang

menjadi penyebab pertama AL mengkonsumsi narkoba dan hal itu

diperparah dengan rasa stress karena permasalahan keluarga.

Sama halnya dengan informan BS, perasaan stress yang dirasakan BS

akibat sering bertengkar dengan ayahnya membuat BS memilih untuk

menggunakan narkoba. Dalam masa rehabilitasi BS pernah menggunakan

kembali narkoba secara diam-diam, hal ini terjadi akibat BS merasa kesal

pada ayahnya yang selalu memarahinya.

Informan AR justru menggunakan narkoba untuk mendapatkan perhatian

dari orang tuanya. Ayah AR telah lama meninggal dan ibu AR bekerja

sebagai guru sekaligus sebagai pedagang. kesibukan ibunya membuat AR

merasa kurang mendapat perhatian sehingga memutuskan untuk

menggunakan narkoba saat diajak oleh teman-temannya. Hal ini sejalan

dengan pernyataan Hawari (2009), dimana remaja dengan status orang tua
65

tunggal mempunyai pengaruh terhadap gangguan psikologis anak dan

permasalahan dalam perilaku yang menyimpang sehingga remaja akan lebih

cenderung melakukan penyalahgunaan NAPZA.

Keinginan untuk menggunakan kembali narkoba sempat dirasakan oleh

sebagian informan namun salah satu informan menyatakan bahwa ia sudah

mengetahui cara-cara yang tepat untuk menghilangkan keinginan tersebut.

Ada juga informan yang menyatakan bahwa dengan mengingat masa

lalunya serta mengetahui informasi dari perawat di klinik BNN tentang efek

jangka panjang penggunaan narkoba maka keinginan untuk menggunakan

narkoba lagi perlahan mulai menghilang.

Menurut Bastaman (2007) konsep diri berkaitan dengan cara seseorang

memandang positif ataupun negatif tentang dirinya. Mengenal diri sangatlah

penting dalam upaya pengembangan diri, artinya tak mungkin terjadi proses

pengembangan pribadi tanpa terlebih dahulu mengenali kelemahan dan

keunggulan dalam dirinya. Hal ini berarti individu memiliki kemampuan

untuk menentukan apa yang paling baik untuk dirinya sendiri dalam rangka

meningkatkan kualitas hidupnya.

3. Dimensi Sosial (Dukungan sosial)

Taylor, Peplau, and Sears (2009) mengungkapkan bahwa dukungan

sosial diyakini dapat menguatkan individu dalam menghadapi efek dari

stress dan memungkinkan terjadinya peningkatan fisik. Berdasarkan hasil

wawancara terhadap informan kunci dan didukung dengan pernyataan dari

informan biasa didapatkan keterangan bahwa dalam menjalani rehabilitasi,


66

semua informan mendapatkan dukungan dari keluarga dan kerabatnya saja.

Kesamaan dalam dukungan yang diberikan yaitu dukungan emosional dari

keluarganya.

Lingkungan keluarga adalah unsur penting dalam perkembangan

kepribadian anak. Di dalam lingkungan keluarga, anak sering melihat semua

aktivitas yang dilakukan orang dewasa dan bahkan menirunya. Hubungan

keluarga yang tidak harmonis dan selalu terjadi konflik dilihat anak dibawah

umur akan mengakibatkan terganggunya perkembangan jiwa anak yang

tidak stabil dan berpengaruh negatif bagi mereka.

Hubungan dengan keluarga dan orang tua dari semua informan dalam

penelitian ini beragam, dari yang memiliki hubungan yang bagus sampai

dengan hubungan yang kurang bagus. Cara mendidik pun ada yang biasa

hingga tegas. Dan berbagai macam reaksi keluarga ketika mengetahui

anak/saudara mereka terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Sebagian

informan mengaku bahwa penyebab awal menggunakan narkoba justru

datang dari orang tua. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga

mengakibatkan terganggunya perkembangan jiwa anak dan oleh karena

itulah para informan memilih melepaskan stress dengan cara menggunakan

narkoba.

Kondisi keluarga yang tidak harmonis biasanya sering karena terjadi

pertengkaran antar individu dalam keluarga. Seorang anak akan melihat,

mengamati dan memahami apa yang terjadi di sekitar mereka, sehingga

selama terjadi pertengkaran anak akan merasakan kurangnya perhatian dan


67

tidak adanya kedamaian, kehangatan kasih sayang maupun kenyamanan

dalam lingkungan keluarga. Akibatnya anak akan lari untuk bisa dapat

perhatian dari pihak lain dengan melakukan kenakalan diluar rumah

(Dariyo, 2004)

Salah satu informan bahkan mengaku awal menggunakan narkoba adalah

untuk mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Hasil penelitian ini

sependapat dengan hasil penelitian Rustyawati (2005), yang menyatakan

bahwa kesibukan orang tua berpengaruh terhadap penyalahgunaan narkoba

pada remaja. Hasil penelitian didukung oleh teori Yatim (1990),

menyebutkan bahwa kesibukan orang tua yang dilakukan di luar rumah baik

karena pekerjaan atau aktivitas masing-masing sehingga sering membuat

orang tua pulang larut malam yang dapat memberikan akibat waktu untuk

anak akan berkurang sehingga perhatian kepada anak juga akan berkurang.

Hubungan anak dan orang tua telah terbentuk sejak lahir, orang tua

merupakan makhluk sosial pertama yang berinteraksi dengan seorang anak

(Kaplan, 2000). Orang tua merupakan tempat belajar pertama bagi seorang

anak, dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya, hubungan yang

terjalin dengan baik antara anak dan orang tua akan membentuk suatu ikatan

yang kuat.

Menurut Papalia, Feldman et al. (2008) dalam lingkungan yang baik,

dukungan sosial lebih efektif. Sumber dukungan sosial yang paling penting

adalah dari pasangan, orang tua dan keluarga. Dengan pemahaman tersebut

individu akan tahu kepada siapa ia akan mendapatkan dukungan sosial


68

sesuai dengan situasi dan keinginan yang spesifik, sehingga dukungan sosial

mempunyai makna berarti bagi kedua belah pihak.

Masyarakat di lingkungan sekitar tempat tinggal tidak mengetahui bahwa

informan adalah pecandu narkoba itulah sebabnya aktivitas informan di

lingkungan sekitar tidak terganggu. Namun informan mengatakan bahwa

dukungan yang didapatkan dari keluarga sudah cukup untuk menyemangati

para informan agar dapat berubah menjadi lebih baik lagi karena dengan

begitu para informan menyadari bahwa keluarga masih peduli dan

menyanyangi mereka.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Sarason, Levine et al. (1983) bahwa

dukungan sosial dapat dianggap sebagai suatu keadaan yang bermanfaat

bagi individu dan diperoleh dari orang lain yang dipercaya, dari keadaan

tersebut individu akan mengetahui bahwa orang lain memperhatikan,

menghargai dan mencintainya. Dukungan sosial dapat bermanfaat positif

bagi kesehatan bila individu merasakan dukungan tersebut sebagai

dukungan yang layak dan sesuai dengan apa yang individu butuhkan

(Sujono, 2008).

Robert and Greene (2002) mengungkapkan bahwa dukungan emosional

yaitu adanya seseorang yang dapat memberikan dorongan, mendengarkan

serta dapat memahami dan menyenangkan perasaan seseorang. Penelitian

yang dilakukan oleh Lasmawan and Valentina (2015) mengungkapkan

bahwa dukungan emosional yang diterima dari orang tua selain memberikan
69

kasih sayang juga dapat membantu pekerjaan dan dalam beraktivitas sehari-

hari.

Menurut (Primanda, 2015), dukungan sosial bekerja dengan tujuan untuk

memperkecil pengaruh tekanan-tekanan atau stress yang dialami individu

korban penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu, dukungan sosial sangat

berperan dalam kehidupan individu yang mengalami ketergantungan

narkoba. Noviarini, Dewi, and Prabowo (2013) menyatakan bahwa kualitas

hidup dipengaruhi dukungan sosial dimana semakin tinggi dukungan sosial

yang dimiliki oleh subjek semakin tinggi kualitas hidupnya dan sebaliknya

apabila semakin rendah dukungan sosial maka semakin rendah kualitas

hidupnya.

Setiap korban narkoba berhak memperoleh kesehatan dan kesembuhan

yang didambakannya, maka sudah seharusnya tersedia dukungan dan

pertolongan bagi harapannya itu dengan perlengkapan-perlengkapan teknis

lainnya. Penyembuhan pecandu narkoba harus meliputi usaha-usaha dan

dukungan yang diberikan hari demi hari agar bermanfaat secara fisik,

mental, spiritual dan sosial (Somar 2001).

Menurut Amriel (2008) langkah penanganan yang ditujukan untuk

menghentikan kebiasaan buruk pecandu narkoba dengan cara memberi

dukungan dengan memperhatikan perasaan, pikiran, perilaku, dan totalitas

pengalaman pecandu narkoba itu sendiri. Tidak menutup kemungkinan,

justru dengan pendekatan inilah akan terlihat adanya masalah yang pelik

untuk dapat ditangani dalam masa penyembuhan. Dukungan sosial sangat


70

dibutuhkan bagi para pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi

agar memiliki kualitas hidup yang baik.

4. Dimensi Lingkungan (Keamanan fisik)

Mengenai keselamatan fisik serta kenyamanan yang dirasakan informan,

secara keseluruhan informan tinggal bersama orang tuanya dan merasa

aman untuk beraktivitas di lingkungan sekitar serta tidak mendapat tekanan

dari manapun sebab masyarakat dan tetangga-tetangga disekitar rumah tidak

mengetahui status informan sebagai pecandu narkoba. Namun ada satu

informan yang merasa tidak nyaman dikarenakan teman-teman disekitar

rumahnya perlahan mulai menjauh saat mengetahui bahwa informan adalah

mantan pecandu narkoba, namun hal itu tidak sampai mengancam

keselamatan fisik informan.

Bowling (2005) menyebutkan bahwa memiliki tempat tinggal dalam

lingkungan yang aman disertai fasilitas yang baik, dapat memenuhi

kebutuhan secara mandiri menentukan bahwa individu memiliki kualitas

hidup yang baik.


V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

beberapa hal terkait dengan kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang

sedang menjalani rawat jalan di Klinik Rehabilitasi BNNK Kendari sebagai

berikut :

1. Kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani rawat

jalan di klinik rehabilitasi BNNK Kendari ditinjau dari dimensi fisik

(energi dan kelelahan) adalah informan merasa jauh lebih baik dalam

menjalankan aktivitasnya dibanding saat belum menjalani rehabilitasi

informan kerap merasakan kelelahan dan rasa kantuk berlebihan yang

menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.

2. Kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani rawat

jalan di klinik rehabilitasi BNNK Kendari ditinjau dari dimensi psikologis

(perasaan positif dan negatif) adalah perasaan positif meliputi penerimaan

diri, rasa optimis dan semangat dalam menjalani rehabilitasi serta perasaan

negatif meliputi malu, menyesal dan hasrat yang terkadang timbul untuk

menggunakan narkoba kembali.

3. Kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani rawat

jalan di klinik rehabilitasi BNNK Kendari ditinjau dari dimensi sosial

(dukungan sosial) adalah hubungan orang tua yang kurang baik serta

masalah keluarga merupakan penyebab awal informan menggunakan

narkoba. Setelah menjalani rehabilitasi, hubungan informan dengan

71
72

keluarga cenderung membaik sehingga informan mendapatkan dukungan

emosional dari keluarga dan kerabat dekatnya dalam menjalankan

rehabilitasi.

4. Kualitas hidup mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani rawat

jalan di klinik rehabilitasi BNNK Kendari ditinjau dari dimensi

lingkungan (keamanan fisik) yaitu informan tidak merasakan tekanan dari

manapun dan merasa aman untuk beraktivitas di luar rumah.

B. Saran

1. Mantan Pecandu Narkoba

Bagi mantan pecandu narkoba supaya tidak terjerumus kembali dalam

narkoba, khususnya remaja mantan pecandu narkoba sebaiknya mencari

kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dari narkoba sekaligus dapat

menyalurkan bakat yang dimiliki.

2. BNN Kota Kendari

Bagi BNN Kota Kendari khususnya klinik rehabitasi yang menangani

mantan pecandu narkoba, meskipun rawat jalan hanya merupakan layanan

pertama dan bukanlah yang utama namun diharapkan dapat menginovasi

dan mempertahankan program yang dapat memicu motivasi sembuh pada

mantan pecandu. Bekerja sama dengan instansi terkait dan masyarakat agar

lebih meningkatkan pemahaman terhadap masyarakat melalui sosialisasi

tentang bahaya narkoba.


73

3. Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini hanya terbatas pada satu aspek dari masing-masing

dimensi kualitas hidup. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat

mengembangkan penelitian ini menjadi menyeluruh meliputi semua aspek

dari dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi sosial dan dimensi

lingkungan pada mantan pecandu narkoba yang sedang menjalani rawat

jalan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif sebab metode

kualitatif dapat mengungkapkan hal-hal tersembunyi yang belum diketahui

oleh masyarakat secara umum.


DAFTAR PUSTAKA

Afrinisna, R. Y. (2013). Penyebab dan Kondisi Psikologis Narapidana Kasus


Narkoba pada Remaja. EMPATHY Jurnal Fakultas Psikologi, 2(1).
Amriel, R. I. (2008). Psikologi Kaum Muda Penggunaan Narkoba. Jakarta,
Salemba Humanika.
Anggarwati, S., & Nawangsih, E. (2016). Pengaruh Pelayanan Komprehensif
Terhadap Quality of Life pada Pengguna NAPZA di LSM Rehabilitasi
Rumah Cemara Bandung Berdasarkan WHOQOL-BREF. 2(2).
Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Aztri, S. (2011). Rasa Berharga dan Pelajaran Hidup Mencegah Kekambuhan
kembali pada Pecandu Narkoba. (Skripsi), Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru.
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi. Psikologi untuk Menemukan Makna
Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
BNN. (2016). Survei BNN dengan Pusat Penelitian FK-UI. Jakarta: Badan
Narkotika Nasional-FK UI.
BNN Kota Kendari. (2017). Data Pengguna Narkoba Kota Kendari Tahun
2015-2017. Kendari: Badan Narkotika Nasional Kota Kendari.
BNNP Sultra. (2016). Data Pengguna Narkoba di Sulawesi Tenggara 5 Tahun
Terakhir. Kendari: Badan Narkotika Naional Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Bowling, A. (2005). Measuring health : A Review of Quality of Life
Measurement Scales. New York: Bell & Bain Ltd.
Butar, A. B. (2013). Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa di
RSUP H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Calman. (2009). Penilaian Kualitas Hidup HIV-Inected Person.
Chang, Victor, Weissman, & David. (2006). Fast Fact and Concept Quality of
Life. Medical College of Wisconsin.
Chaplin, J. P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi, (Kartini Kartono, pen).
Cetakan kelima: Raja Grafindo Persada.
Çivitci, A. (2015). The Moderating Role of Positive and Negative Affect on the
Relationship between Perceived Social Support and Stress in College
Students. Educational Sciences: Theory and Practice, 15(3), 565-573.

74
75

Dariyo, A. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia


Depkes RI. (2001). Pengertian Rehabilitasi. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. (2003). Pengertian NAPZA. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan, Departemen Kesehatan RI.
Diana, M. (2007). Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri pada
Remaja Putri. Artikel Universitas Sumatera Utara.
Donovan, D., Mattson, M. E., Cisler, R. A., Longabaugh, R., & Zweben, A.
(2005). Quality of life as an outcome measure in alcoholism treatment
research. Journal of Studies on Alcohol, Supplement (15), 119-139.
Eleanora, F. N. (2017). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha
Pencegahan dan Penanggulangannya (Suatu Tinjauan Teoritis). Jurnal
Hukum, 25(1), 439-452.
Fassino, S., Daga, G. A., Delsedime, N., Rogna, L., & Boggio, S. (2004).
Quality of life and personality disorders in heroin abusers. Drug and
alcohol dependence, 76(1), 73-80.
Ghony, M. D., & Almanshur, F. (2016). Metode Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Hanwar, R., Nugraha, E., & Wijayanti, K. E. (2016). Kualitas Hidup Orang
dengan HIV Positif, Pengguna NAPZA, dan Masyarakat Miskin Kota
yang Mengikuti Aktivitas Street Soccer di Rumah Cemara Bandung.
Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga, 1(2).
Hawari, D. (2009). Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza (Edisi Kedua).
Jakarta: FK. UI.
KBBI. (2008). Narkoba (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka.
Kemenkes RI. (2014). Data dan Informasi Kesehatan (Gambaran Umum
Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia). Jakarta.
Kemenkes RI. (2017). Data dan Informasi Kesehatan (Anti Narkoba Sedunia).
Jakarta.
Lasmawan, G. I. S., & Valentina, T. D. (2015). Kualitas Hidup Mantan
Pecandu Narkoba yang Sedang Menjalani Terapi Metadon. Jurnal
Psikologi Udayana, 2(2).
Lopez, S. J., & Snyder, C. R. (2003). Positive psychological assessment: A
handbook of models and measures. Washington DC : American
Psychological Association.
Martono, L. H., & Joewana, S. (2008). Merangkal Narkoba dan Kekerasan
(Edisi Keempat). Jakarta: Balai Pustaka.
76

Mayasanti, L. T. (2006). Hubungan antara Dukungan Orang Tua dan Konsep


Diri pada Remaja Mantan Penyalahgunaan Napza yang Sedang
Menjalani Program Rehabilitasi. (Skripsi), Universitas Kristen
Maranatha.
Musdalifah. (2015). Peran Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN)
Tanah Merah Dalam Merehabilitasi Pecandu Narkoba di Kota
Samarinda. ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id.
Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Nehlig, A. (2010). Is caffeine a cognitive enhancer?Journal of Alzheimer's
Disease, 20(S1), 85-94.
Noviarini, N. A., Dewi, M. P., & Prabowo, H. (2013). Hubungan antara
Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Pecandu Narkoba yang
sedang Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Psikologi Kepribadian, 5(5)(116-
122).
Papalia, D.E., Old, S.W., dan Feldman, R.D. (2008). Human Development
(Psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana
Pediatri, S. (2010). Adolescent development (perkembangan remaja). Jurnal
Kedokteran, 12(1)(21-29).
Poesponegoro, S. D. (2000). Segi Hukum tentang Narkotika Indonesia.
Bandung: Karya Nusantara.
Primanda, W. (2015). Hubungan Dukungan Sosial dengan Motivasi untuk
Sembuh pada Pengguna Napza di Rehabilitasi BNN Tanah Merah
Samarinda Kalimantan Timur. Jurnal Psikologi Kepribadian, 3(3)(589-
595).
Primardi, A. and R. M. Hadjam, Noor (2010). "Optimisme, Harapan,
Dukungan Sosial Keluarga, dan Kualitas Hidup Orang dengan
Epilepsi." Jurnal Psikologi 3(2): 123-133
Purba, J., Wahyuni, S., Nasution, M., & Daulay, W. (2009). Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa: Medan: USU Press.
Rahayu, S. S. (2016). Pengaruh Dukungan Sosial dan Konsep Diri Terhadap
Kualitas Hidup Remaja Korban Penyalahgunaan Narkoba di Panti
Rehabilitasi. (Skripsi), Institut Pertanian Bogor.
Robert, A. R., & Greene, G. J. (2002). Buku Pintar Pekerja Sosial-Jilid 2 (J.
Damanik & C.Pattisiana, pen). Jakarta: Gunung Media.
Rustyawati. (2005). Beberapa Faktor Resiko yang Berhubungan dengan
Penyalahgunaan NAPZA pada Penderita yang di Rawat di Rehabilitasi
(Studi kasus di Semarang dan Sekitar)
77

Saryono, & Anggraeni, M. D. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif dan


Kuantitatif. Yogyakarta: Nuha Medika.
Santoso, T., & Silalahi, A. (2000). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan
Remaja: suatu perspektif. Jurnal Krimonologi Indonesia, 1(1)(37-45).
Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assesing
Sosial Support: the social Support Questionare. Journal of Personality
and Social Psychology, 44(1): (127-130).
Silitonga, R. (2007). Factors associate with Quality of Life on Parkinson
Disease in Neurology Out Patient Department of Dr Kariadi Hospital.
(Magister), Universitas Diponegoro.
Simangunsong, J. (2015). Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja
(Studi kasus pada Badan Narkotika Nasional Kota Tanjungpinang). e-
journal.
Skevington, S. M., Lotfy, M., & O'Connell, K. A. (2004). The World Health
Organization's WHOQOL-BREF quality of life assessment:
psychometric properties and results of the international field trial. A
report from the WHOQOL group. Quality of life Research, 13(2), 299-
310.
Soebagyo. (2006). Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta:
Erlangga.
Somar, L. (2001). Kambuh Relapse. Magelang, Grasindo.
Srisayekti, W., & Setiady, D. A. Harga-diri (Self-esteem) Terancam dan
Perilaku Menghindar. Jurnal Psikologi, 42(2), 141-156.
Sumiati. (2009). Kesehatan Jiwa Remaja dan Konseling (Cetakan 1). Jakarta:
Trans Info Media.
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi Sosial (ed. ke-12).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Undang-Undang Republik Indonesia 1997. Nomor 5. Tentang Psikotropika.
Undang-Undang Republik Indonesia 1997. Nomor 22. Tentang Narkotika.
Undang-Undang Republik Indonesia 2009. Nomor 35. Tentang Narkotika.
UNODC. (2015). World Drug Report. New York: United Nations Office on
Drugs and Crime.
WHOQoL Group. (2012). World Health Organizaton Programme on Mental
Health: Division of Mental Health and Prevention of Substance Abuse.
Yatim, D. I. (1986). Kepribadian, Keluarga, dan Narkoba. Jakarta: Penerbit
Arcan.
78

Zou, Z., Hu, J., & McCoy, T. P. (2014). Quality of life among women with
breast cancer living in Wuhan, China. International Journal of Nursing
Sciences, 1(1), 79-88.
LAMPIRAN
Informed Consent
(Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan)

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama :
Umur :
Pekerjaan :

Setelah mendengarkan penjelasan mengenai manfaat dan tujuan dari penelitian yang
berjudul “Studi Kualitatif Kualitas Hidup Mantan Pecandu Narkoba di Klinik
Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Kendari Tahun 2017” menyatakan
bersedia diikutsertakan sebagai subjek dalam penelitian tersebut.

Dalam pelaksanaaan penelitian ini saya bersedia diwawancarai dan memberi jawaban
yang sesuai dengan kenyataan pada diri saya.

Kendari, November 2017

Penanggung Jawab,

Peneliti Informan

(Aynal Mardiyah A) (______________________)


PEDOMAN WAWANCARA
(Informan Kunci : Mantan Pecandu Narkoba)

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur : ______ Tahun
3. Pendidikan Terakhir :
4. Pekerjaan :
5. Status Pernikahan : kawin/belumkawIn*)

B. Pertanyaan Indepth Interview

1. Dimensi Fisik

a. Setelah mendapatkan rehabilitasi, bagaimana aktivitas bapak/ibu sehari-

hari.

b. Apakah ada perbedaan yang dirasakan bapak/ibu dalam menjalankan

aktivitas sebelum dan sesudah mendapatkan rehabilitasi.

c. Apakah bapak/ibu sering merasakan kelelahan, saat kapan saja dan

seberapa sering.

2. Dimensi Psikologi

a. Bagaimana bapak/ibu menyikapi kondisinya saat ini.

b. Apakah bapak/ibu merasa optimis bisa kembali seperti semula dengan

menjalani rehabilitasi, mengapa informan merasa demikian.


c. Bagaimana semangat bapak/ibu dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

d. Harapan yang dimiliki bapak/ibu untuk memiliki masa depan yang lebih

baik dan bagaimana cara mencapainya

e. Bagaimana perasaan bapak/ibu saat pertama kali menjalani rehabilitasi,

apakah ada perasaan khawatir atau malu terhadap kondisinya dan mengapa

demikian.

f. Bagaimana perasaan sedih dan putus asa bapak/ibu dalam menjalani

rehabilitasi.

g. Apakah bapak/ibu pernah merasa menyesal dan kecewa setelah menjalani

rehabilitasi

h. Apakah bapak/ibu pernah merasakan adanya hasrat yang timbul untuk

kembali mengkonsumsi narkoba dan bagaimana cara mengatasinya.

3. Dimensi Hubungan Sosial

a. Apakah dalam menjalani rehabilitasi bapak/ibu mendapatkan dukungan dari

keluarga dan kerabat dekatnya

b. Apakah yang bapak/ibu rasakan saat mendapat dukungan dari orang-orang

disekitar anda?

c. Bagaimana hubungan dengan keluarga serta kerabat bapak/ibu saat ini

d. Bagaimana respon yang diterima dari masyarakat sekitar tempat tinggal

bapak/ibu

e. Apakah dukungan yang diberikan berpengaruh pada sikap bapak/ibu

menjalani rehabilitasi
4. Dimensi Lingkungan

a. Apakah dalam beraktivitas sehari-hari bapak/ibu mendapat tekanan atau

hambatan dari orang-orang dan lingkungan sekitar

b. Bagaimana keamanan yang bapak/ibu rasakan dalam beraktivitas diluar

rumah
PEDOMAN WAWANCARA
(Informan Biasa : Anggota Keluarga Mantan Pecandu Narkoba)

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur : ______ Tahun
3. PendidikanTerakhir :
4. Pekerjaan :
5. Status Pernikahan : kawin/belumkawIn*)

B. Pertanyaan Indepth Interview

1. Dimensi Fisik

a. Bagaimana aktivitas keluarga bapak/ibu sehari-hari terutama saat di dalam

rumah?

b. Apakah ada perbedaan yang anda liat pada keluarga bapak/ibu dalam

menjalankan aktivitas sebelum dan sesudah menjalani rehabilitasi?

c. Apakah keluarga bapak/ibu dalam menjalani rutinitasnya terlihat lelah atau

tidak bertenaga tidak seperti sebelumnya?

2. Dimensi Psikologi

a. Apakah keluarga bapak/ibu pernah bercerita tentang harapannya akan masa

depan yang lebih baik setelah ini?


b. Bagaimana anda melihat semangat keluarga bapak/ibudalam menjalani

aktivitas sehari-hari?

c. Apakah keluarga bapak/ibu pernah memiliki keinginan untuk berhenti

melakukan rehabilitasi?

3. Dimensi Hubungan Sosial

a. Apakah bapak/ibu dan semua anggota keluarga bapak/ibu memberikan

dukungan kepadanya?

b. Bagaimana respon masyarakat kepada keluarga bapak/ibu?

4. Dimensi Lingkungan

a. Adakah tekanan yang keluarga bapak/ibu dapatkan dari lingkungan sekitar?

b. Apakah keluarga bapak/ibu merasa aman untuk beraktivitas diluar rumah?


PEDOMAN WAWANCARA
(Informan Biasa :Perawat Klinik Rehabilitasi)

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur : ______ Tahun
3. PendidikanTerakhir :
4. Pekerjaan :
5. Status Pernikahan : kawin/belumkawIn*)

B. Pertanyaan Indepth Interview

1. Dimensi Fisik

a. Apakah ada perbedaan secara fisik yang bapak/ibu lihat pada mantan pecandu

narkoba setelah beberapa kali menjalani rehabilitasi? Apakah mantan pecandu

menjadi lebih bertenaga ataukah sebaliknya?

b. Selama menjalani perawatan di klinik apakah mantan pecandu sering terlihat

kelelahan dan tidak bertenaga?

2. Dimensi Psikologi

a. Menurut bapak/ibu apakah mantan pecandu ini merasa optimis bisa kembali

seperti semula dengan menjalani rehabilitasi,mengapa bapak/ibu merasa

demikian?

b. Bagaimana semangat mantan pecandu dalam menjalani perawatan di klinik

rehabilitasi

c. Bagaimana sikap mantan pecandu ini saat pertama kali menjalani rehabilitasi?
3. mensi Hubungan Sosial

a. Apakah dalam menjalani perawatan di klinik mantan pecandu selalu ditemani

keluarga atau kerabatnya?

b. Apakah anggota keluarga mendukung sepenuhnya proses perawatan yg dijalani

mantan pecandu di klinik rehabilitasi ini? Seperti apa misalnya.

4. Dimensi Lingkungan

a. Apakah selama menjalani perawatan di klinik rehabilitasi, mantan pecandu pernah

tidak hadir dengan alasan kemanan atau sejenisnya?


LAMPIRAN 4:

MATRIKS HASIL WAWANCARA INFORMAN STUDI KUALITATIF KUALITAS HIDUP MANTAN PECANDU NARKOBA
DI KLINIK REHABILITASI BNN KOTA KENDARI TAHUN 2017

Data Emik Data Etik


No. Variabel Pertanyaan
(Informan langsung) (Kesimpulan)
1. Dimensi fisik (energi dan Informan Kunci : “. Aktivitasku lancar ji sekarang seperti biasa, sama Semua informan mampu
kelelahan) sebelum saya pake karena kegiatanku juga sehari- menjalankan aktivitasnya seperti
Setelah mendapatkan hari ndada yang terganggu..” (AL, 16 Tahun, Tgl: biasa bahkan cenderung merasa
rehabilitasi, bagaiman 07-12-2017) lebih baik
aktivitas anda sehari-
hari? “..Aktivitasku membaik seperti kaya bergaul dengan
teman-teman lebih nyaman, lebih tenang karena
sebelumnya kan pas menggunakan itu barang kaya
berkurang waktu sama teman-teman karena lebih
suka menyendiri..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“.. aktivitasku biasa ji karena yang saya pake juga


nda terlalu berat cuma kaya obat-obatan..” (AR, 15
tahun. Tgl: 14-12-2017)
Informan biasa (anggota “.. Aktivitasnya sama seperti biasa ji kalau
keluarga) : dirumah..” (C, 25 tahun. Tgl: 14-12-2017)
Bagaimana aktivitas
keluarga anda didalam
rumah?

Informan kunci : Informan menyatakan bahwa


tidak ada perbedaan yang berarti
Adakah perbedaan yang “.. Perbedaannya dengan waktu saya pake, dulu itu dalam menjalankan aktivitas
anda rasakan sebelum nda begini badanku. malah kurus sekali, sama saya sehari-hari sebelum dan sesudah
dan sesudah mengantuk terus akhirnya kegiatanku di sekolah menjalani rehabilitasi
mendapatkan terganggu..” (AL, 16 tahun, 07-12-2017)
rehabilitasi?
“.. Bedanya dulu waktu pake dengan sekarang kan
kalau dulu pas lagi berhenti pake harus cari, kalau
ndak dapat pastimi malam puncaknya gelisah bukan
main, pokoknya harus konsumsi terus, kalau
sekarang karena sudah dapatkan rehabilitasi dan
diajar bahwa penggunaan begini-begini merusak
tubuh, mental, masa depan juga jadi berkurangmi
niat dan ndada mi rasa ingin pake lagi..” (BS, 15
tahun, 14-12-2017)

“..perbedaannya dulu dengan sekarang sama saja


karena efeknya itu obat-obatan cuma waktu saya
pake saja sekitar 30 menit seperti pusing, rese, tapi
setelah itu biasa mi lagi..” (AR, 15 tahun, 14-12-
2017)

Informan biasa (Anggota “..dari awal dia pake dulu saya sudah tau karena
keluarga) : jalannya agak miring-miring, terus kalau dirumah
Apakah ada perbedaan suka kacau sama adiknya. Sekarang alhamdulillah
yang anda lihat pada ndak mi, sudah nda terlalu bagaimana mi kayak
keluarga anda dalam dulu..” (C, 25 tahun, 14-12-2017)
menjalankan aktivitas
sebelum dan sesudah
menjalani rehabilitasi?
Informan biasa “..nda bisa kita lihat dari segi fisik karena bukan
(perawat di klinik rawat inap toh, kalau rawat inap kan dikasi obat-
BNN) : obatan juga. Jadi kalau perubahan dari segi
Apakah ada perbedaan aktivitas paling kita liat cuma dari perilaku ji
secara fisik yang anda misalnya dari minggu ke minggu mereka sudah lebih
lihat pada mantan terbuka tentang dirinya..” (N, 39 tahun, 15-12-2017)
pecndu narkoba
setelah menjalani
rehabilitasi beberapa
kali?

Informan kunci: Informan menyatakan bahwa,


mereka tidak merasakan rasa
Apakah bapak ibu sering “..Memang saya dari dulu aktif sekali di sekolah kak, kelelahan yang berlebihan,
merasa kelelahan? Saat bisa dibilang tiada hari tanpa kegiatan, dari pagi di kelelahan dirasakan hanya pada
kapan saja dan seberapa sekolah sampe sore lagi kan ada les. Jadi kaya saya saat melakukan pekerjaan yang
sering? nda rasami lelah. Tapi pas saya pake itu barang berat
[narkoba] langsung saya cepat sekali mengantuk,
capek, pokonya kacau sekali aktivitasku..” (AL, 16
Tahun, Tgl: 07-12-2017)

“.. Kelelahan saya rasa cuma kalau lagi kerja berat


karena biasa kerja toh kaya angkat pasir, angkat
batu mulaimi cepat kelelahan sudah bedami kayak
dulu …” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-02-2017)

“.. sekarang nda pake jadi sudah mulai baikanmi,


mulai normal sa nda cepat capekmi juga..” (AR, 15
tahun. Tgl: 14-02-2017)

Informan biasa (anggota “..nda, kan dia ini toh sering keluar, banyak
keluarga) : aktivitasnya..” (C, 25 tahun. Tgl: 14-12-2017)
Apakah keluarga
bapak/ibu dalam
menjalani rutinitasnya
terlihat tidak bertenaga
atau kelelahan tidak
seperti sebelumnya?
Informan biasa (perawat
di klinik BNN) :

Selama menjalani “..kalau dirawat inap dilihat apa penyebab yang


perawatan di klinik, membuat dia loyo apakah karena tidak konsumsi
apakah mantan pecandu lagi atau memang karena penyakit komplikasi yang
sering terlihat kelelahan lain. kalau dirawat jalan paling kita rujuk ji karena
dan tidak bertenaga? kita cuma layanan pertama bukan yang utama..” (N,
39 tahun. Tgl: 15-12-2017)

2. Dimensi Psikologis Informan kunci: “…saya sabar saja dengan kondisiku sekarang, saya Seluruh informan
(perasaan positif dan santai janganmi saya terbawa karena semakin saya mengungkapkan rasa sabar
perasaan negatif) Bagaimana anda terbawa semakin tumbuh lagi di pikiranku terhadap kondisinya saat ini
menyikapi kondisi bagaimana cara-cara supaya hilang lagi ini pikiran
seperti ini? jadi munculmi lagi rasa-rasaku mau pake lagi itu
barang...” (AL, 16 Tahun, Tgl: 07-12-2017)
“.. saya sikapi kondisiku sekarang santai ji saya
optimis juga karena didasari rasa ingin berubah,
ingin tinggalkan semua itu jadi optimis bisa...” (BS,
15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“..saya sabar saja” (AR, Butchy 18 tahun. Tgl: 18-


02-2017)

Informan kunci : “..saya optimis juga seperti kan dulu semuanya Seluruh informan mantan
terjadi karena ada masalah jadi sekarang saya lebih pecandu narkoba yang sedang di
Apakah anda merasa coba hindari masalah..” (AL, 16 Tahun, Tgl: 07-12- rehabilitasi merasa optimis
optimis bisa kembali 2017) untuk bisa kembali normal
seperti semula dengan seperti semula
menjalani rehabilitasi ? “.. saya optimis juga karena didasari rasa ingin
berubah, ingin tinggalkan semua itu jadi optimis
bisa..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)
“.. Saya optimis bisa sembuh itumi saya datang terus
ke BNN setiap dipanggil..” (AR, 15 tahun. Tgl: 14-
12-2017)

Informan biasa (perawat “.. berbeda-beda setiap orang, ada yang optimis ada
di klinik BNN) : yang tidak, ada juga yang sangat optimis. malah
biasanya mereka begitu supaya diperhatikan orang
tua sebenarnya, tapi cuma satu dua ji. Kalau yang
lainnya optimis..” (N, 39 tahun. Tgl: 15-12-2017)

Informan kunci : “…Sekarang yang saya lakukan supaya saya tidak Semangat yang dirasakan oleh
terbawa lagi ke hal-hal semacam itu saya mulaimi informan ditunjukan dengan
Bagaimana semangat lagi aktif dalam kegiatanku di sekolah. semangat rajin datang melakukan
anda dalam menjalani untuk sembuh jadi saya datang terus setiap disuruh konseling serta mencari
aktivitas sehari-hari ? atau ditelpon pasti saya datang…” (AL, 15 Tahun, kesibukan yang lebih
Tgl: 07-12-2017) bermanfaat.

“.. Sekarang juga lebih banyak bergaul, kalau ada


masalah curhat sama orang tua, teman karena kalau
tidak begitu pasti pelariannya lagi ke minuman,
obat-obatan juga …” BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-
2017)

“.semangat itumi saya rajin datang ke BNN supaya


saya cepat sembuh…” (AR, 15 tahun. Tgl: 14-12-
2017)

Informan biasa (anggota “… semangat terus dia itu, pergi terus di BNN.
keluarga) : Semangat sekali mau sembuh dan ada usahanya
Bagaimana anda melihat karena dari kemarin-kemarin sudah ada perubahan
semangat keluarga …” (C, 15 tahun. Tgl: 14-12-2017)
baopak/ibu dalam
menjalani aktivitas
sehari-hari ?
Informan kunci: “... harapanku untuk masa depan jangan sampai Harapan informan adalah agar
saya kecewakan kedua orang tuaku untuk kedua tidak menggunakan narkoba
Harapan yang dimiliki kalinya, nda mau lagi terulang...” (AL, 16 Tahun, kembali serta bisa berubah lebih
bapak/ibu untuk Tgl: 07-12-2017) baik kedepannya.
memiliki masa depan
yang lebih baik “..Harapanku sekarang mudah-mudahan jadi orang
berhasil, nda terpengaruh lagi obat-obatan biar
diajak sana sini bisa kita jaga diri sendiri,
kedepannya lebih baik juga bisa membanggakan
kedua orang tua..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“..Harapanku supaya nda pake lagi, supaya saya


jauhmi dari begituan..” (AR, 15 tahun. Tgl: 14-12-
2017)
Informan kunci : “..Kalau perasaan waktu pertama dibawa di BNN Perasaan malu dirasakan oleh
ini kaget saja, tidak khawatir karena saya berpikir informan pada saat pertama kali
Bagaimana perasaan mungkin inimi akhirnya saya pake ini hanya dijemput BNN di sekolah
bapak/ibu saat pertama memang malu sedikit karena diganggu-ganggu masing-masing.
kali menjalani teman sekolah dan dari guru juga terutama..” (AL,
rehabilitasi? Apakah ada 16 tahun, Tgl: 07-12-2017)
perasaan khawatir atau
malu ? “…Waktu pertama kali dibawa ke BNN kaget karena
tiba-tiba dari kelas dipanggil, dinaikkan ke mobil
BNN terus pas disana kaya di interogasimi begitu,
pasti malu juga karena kita tergolong orang-orang
yang tidak baik toh,..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-
2017)

“… Waktu pertama dijemput BNN malu juga tapi


nda terlalu ji, karena saya pake itu toh kak hanya
saya ingin mamaku da perhatikan saya (tertawa),..”
(AR, 15 tahun. Tgl: 14-12-2017)
Informan kunci : “.. Penyesalan pasti ada di awal tapi kalau putus Rasa penyesalan dirasakan
asa tidak ji karena saya pikir misalnya saya berhenti informan di awal dan juga
Apakah bapak/ibu pernah rehab bagaimana saya ke depannya pasti akan informan pernah merasa putus
merasa menyesal dan hancur ji karena sedikit saja masalah saya sudah asa selama menjalani
putus asa setelah pake apalagi nanti kalau saya dikasi masalah yang rehabilitasi.
menjalani rehabilitasi? lebih besar pasti saya akan hantamkan juga dengan
dosis yang besar, ujung-ujungnya saya juga yang
hancur..” (AL, 16 tahun, Tgl: 07-12-2017)

“.. Penyesalan pasti ada karena saya rusaki tubuhku


sendiri, tubuhku bersih tapi saya rusaki dengan
narkoba..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“.. kalau menyesal jelas menyesal karena saya


sudah pernah rasa bagaimana pas pake dengan
sekarang tidak pakemi, Pernah juga saya putus asa
karena saya rasa di sana itu nda dikasi obat cuma di
tanya-tanya ji jadi ada perubahan itu karena dari
diriku ji sendiri..” (AR, 15 tahun. Tgl: 14-12-2017)
Informan biasa (anggota “.. pernah memang dia putus asa tapi sekarang
keluarga) : tidakmi, dia menyesal juga karena dari awal kan dia
sudah pake begitu nantipi dirawat sekarang baru dia
Apakah keluarga sadar..” (C, 25 tahun. Tgl: 14-12-2017)

bapak/ibu pernah

memiliki keinginan

untuk berhenti

melakukan rehabilitasi?
Informan kunci : “… Sering datang keinginan untuk pake lagi kalau Informan pernah merasakan
lagi stress masalah keluarga tapi saya ingat adanya hasrat yang timbul untuk
Adakah bapak/ibu pernah pesannya perawatku cara-caranya terus saya ingat menggunakan narkoba lagi
merasakan adanya hasrat juga masa laluku bagaimana jadi hilangmi namun informan telah
yang timbul untuk keinginanku itu,..” (AL, 16 tahun, Tgl: 07-12-2017) mengetahui cara mengatasinya.
kembali menggunakan
narkoba dan bagaimana “… Pernah muncul keinginanku untuk pake lagi tapi
cara mengatasinya ? kalau diingat lagi pernah hampir gila toh sampe
dibawa ke RS Jiwa akhirnya hilangmi itu keinginan
karena takut …” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“..Kalau keinginan untuk pake lagi semenjak di


rehab nda pernahmi ada..” (AR, 15 tahun. Tgl: 14-
12-2017)
3. Dimensi Sosial Informan kunci : “…keluarga pasti dukung tapi kalau teman-teman Dalam menjalani rehabilitasi,
(dukungan sosial) tidak, malah kadang saya dibujuk supaya janganmi informan mendapatkan
Dalam menjalani saya ke BNN…” (AL, 16 tahun, Tgl: 07-12-2017) dukungan dari keluarga maupun
rehabilitasi, apakah dari kerabat dekatnya.
bapak/ibu mendapatkan “…iya keluarga pasti dukung karena kan pasti
dukungan dari keluarga keluarga inginkan yang terbaik supaya saya berubah
dan kerabat dekat? tapi memang waktu pertama ditau saya dibawa ke
BNN orang tua marah, keluarga yang lain juga pasti
marah.…” (BS 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“…saya dapat dukungan orang tua saja kalau


keluarga yang lain mereka belum tau, orang tua
selalu suruh saya rajin ke BNN supaya saya bersih
(dari narkoba).…” (AR,15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

Informan biasa (anggota “..iya saya dukung ji makanya saya sering ceramahi
keluarga) : dia cuma dia ini keras kepala..” (C, 25 tahun, Tgl:
Apakah bapak/ibu dan 14-12-2017)

semua anggota keluarga


bapak/ibu memberikan

dukungan kepadanya?

Informan biasa (perawat


di Klinik BNN) :

Apakah dalam menjalani

perawatan di klinik “..banyak juga yang diantar langsung sama


keluarganya dating..” (N, 39 tahun, Tgl: 15-12-
mantan pecandu selalu
2017)
ditemani keluarga atau

kerabatnya?
Informan kunci : “..keluarga juga pertama responnya pasti marah, Dukungan emosional yang
mereka nasehati saya tapi memang caranya keras didapatkan informan dari
Apa yang bapak/ibu
tapi justru itu da bikin saya semangat karena berarti keluarganya membuat imforman
rasakan saat mendapat
mereka masih sayang masih peduli sama saya..” merasa diperhatikan dan dicintai
dukungan dari orang- (AL, 16 tahun, Tgl: 07-12-2017) oleh keluarganya.

orang di sekitar anda?


“..Yang saya rasakan pas dapat dukungan pasti
senang, semangat juga karena berarti mereka masih
sayang sama saya, mereka masih ingin saya
berubah, dikembalikan seperti semula. Baru-baru ini
juga orang tua diundang ke hotel zahra kaya
sosialisasi para orang tua murid yang pernah
memakai narkoba jadi berarti memang mereka mau
anaknya berubah..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“..saya senang karena ada dorongan dari


keluarga..” (AR, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)
Informan kunci : “..Hubunganku dengan keluarga sekarang baik- Hubungan informan dengan
Bagaimana hubungan baikmi hanya memang waktu pertama mamaku keluarga saat ini baik-baik saja.
dengan keluarga serta kaget, sedih, tapi dia sedihkan juga karena saya
kerabat bapak/ibu saat harus dibawa ke BNN, tapi namanya kakak, kakakku
ini? dia paksa harus tetap direhab, supaya saya bisa
berubah. Sekarang makin kesini makin baikmi
hubunganku dengan mereka..” (AL, 16 tahun, Tgl:
07-12-2017)

“..Hubungan dengan keluarga baik-baik mi hanya


pas pertama kaya dimusuh begitu toh karena
memang dari dulu hubunganku dengan bapak tidak
baik sampai sekarang juga, malah karena itumi
salah satu penyebabnya saya pake narkoba..” (BS,
15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“.. pertama yang paling histeris orang tua karena


ketauan seperti itu. Jadi orang tua merasa terbebani
gara-gara kelakuanku, tapi saya senang karena
sekarang dia sudah lebih perhatikan saya.” (AR, 15
tahun, Tgl: 14-12-2017)

Informan biasa (perawat “..ada yang didukung, ada juga yang minta
di klinik BNN) : dirahasiakan dari keluarganya karena memang kita
Apakah anggota keluarga juga harus menjaga privasi..” (N, 39 tahun, Tgl: 15-
mendukung sepenuhnya 12-2017)
proses perawatan yg
dijalani mantan pecandu
di klinik rehabilitasi ini?

Informan Kunci : “..Tetangga-tetangga ku mereka tau karena kan Respon yang diterima dari
Bagaimana respon yang anak-anaknya berteman sama saya dan kita ini masyarakat adalah biasa saja
diterima dari masyarakat cenderung nakal jadi pastimi mereka suruh anaknya karena masyarakat tidak
sekitar tempat tinggal janganmi berteman sama saya..” (AL, 16 tahun, Tgl: mengetahui status mereka
bapak/ibu? 07-12-2017) sebagai seorang mantan pecandu
narkoba.
“..Kalau tetangga mereka tidak tau hanya keluarga-
keluarga yang jauh, sepupu-sepupu yang tau..” (BS,
15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

“..Respon nya tetangga-tetangga ku sama saja


karena mereka tidak tau kalau saya pake..” (AR, 15
tahun, Tgl: 14-12-2017)

Informan biasa (anggota “..setauku tetangga-tetangga ndada yang tau, paling


keluarga) : teman-temannya ji di sekolah..” (C, 25 tahun, Tgl:
14-12-2017)

Informan kunci : “..dukungan-dukungan yang dikasi keluargaku Dukungan yang informan


selama ini pastimi berpengaruh karena sudah itumi peroleh dari keluarga dan
Apakah dukungan yang yang kasi saya semangat buat sembuh..” (AL, 16 kerabat menjadi motivasi bagi
diberikan berpengaruh tahun, Tgl: 07-12-2017) informan untuk menyelesaikan
pada sikap bapak/ibu perawatan dan bebas dari
dalam menjalani “..Dukungan yang dikasi selama ini pasti narkoba.
rehabilitasi? berpengaruh sama saya karena itu tambah
4. Dimensi Lingkungan motivasiku untuk berubah jadi lebih baik lagi..” (BS,
(keamanan fisik) 15 tahun, 14-12-2017)

“..Dukungan yang dikasi orang tua selama ini


berpengaruh sama saya karena dengan adanya
dukungan saya jadi lebih semangat untuk berubah..”
(AR, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)

Inorman Kunci : “..kalau di lingkungan aman ji, tidak ada yang Informsn tidak mendapatkan
bagaimana hanya teman-teman saja yang suka tekanan dari manapun dan
Apakah dalam ganggu-ganggu..” (AL, 16 tahun, Tgl: 07-12-2017) merasa aman untuk beraktivitas
beraktivitas sehari-hari di luar rumah.
bapak/ibu mendapat “..aman ji kayak tidak ada apa-apa karena mereka
tekanan dari orang-orang tidak tau..” (BS, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)
di lingkungan sekitar?
“.. seperti biasa karena mereka mau apa juga biar
mereka tau..” (AR, 15 tahun, Tgl: 14-12-2017)
“..Tetangga tidak ada yang tau jadi aman-aman
saja, baru dia itu lebih banyak diluar. Kalau ada
Informan biasa (anggota yang macam-macam sama dia, da buru (tertawa)..”
keluarga) : (C, 25 tahun, 14-12-2017)

“..tidak pernah kalau alasan keamanan, paling


mereka tidak hadir karena ada jadwal lain..” (N, 39
Informan biasa (perawat tahun, 15-12-2017)
di klinik BNN) :
Apakah selama
menjalani perawatan di
klinik rehabilitasi,
mantan pecandu pernah
tidak hadir dengan alasan
kemanan atau sejenisnya
DOKUMENTASI

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Gambar 2. Wawancara bersama AL Gambar 3. Wawancara bersama BS & AR


Gambar 4. Informan kunci BS & AR Gambar 5. Wawancara bersama C

Gambar 6. Wawancara bersama perawat di Klinik BNN

Anda mungkin juga menyukai