Osteoarthritis, Osteoporosis, Rheumatoid Arthritis, Dan Gout Arthritis.
Osteoarthritis, Osteoporosis, Rheumatoid Arthritis, Dan Gout Arthritis.
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
OSTEOARTHRITIS
DEFINISI
OA disebabkan oleh perubahan biomekanikal dan biokimia tulang rawan yang terjadi
oleh adanya penyebab multifaktorial antara lain karena faktor umur, stress mekanis,
atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, dan
humoral, dimana akan terjadi ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang
rawan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan pengeluaran enzim-enzim degradasi dan
pengeluaran kolagen yang akan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendi dan
sinovium (sinuvitis sekunder) akibat terjadinya perubahan matriks dan struktur. Selain
itu juga akan terjadi pembentukan osteofit sebagai suatu proses perbaikan untuk
membentuk kembali persendian sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang
progresif.
- Fase inisiasi : Ketika terjadi degradasi pada rawan sendi, rawan sendi berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar
sel, faktor tersebut seperti Insulin-like growth factor (IGF-1), growth hormon,
transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor-faktor ini menginduksi khondrosit untuk mensintesis asam deoksiribo
nukleat (DNA) dan protein seperti kolagen dan proteoglikan. IGF-1 memegang
peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
- Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-
1 sehingga meningkatnya pro-inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. IL-1(Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis faktor-α (TNF-
α) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk
membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki
dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan
menghasilkan kerusakan pada sendi.
- Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus
dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga menyebabkan
terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya
mediator kimia seperti prostaglandin dan interleukin yang dapat
menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa akibat lepasnya mediator
kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan peregangan tendo, ligamen serta
spasme otot-otot. Nyeri juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan
tekanan vena intramedular akibat stasis vena pada pada proses remodelling
trabekula dan subkondrial.
- Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran makrofag
didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas mekanis,
material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan memproduksi sitokin
aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan merangsang khondrosit untuk
memproduksi CSFs. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan
sendi.
MANAJEMEN
a. Edukasi pasien.
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi
gaya hidup.
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25.
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises).
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation): pakai tongkat pada sisi yang sehat.
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan
splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari.
Tahap kedua: Terapi Farmakologi (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi
nonfarmakologi diatas)
Tahap Ketiga
- Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi: bursitis, efusi
sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan teurapeutik (rujuk ke
dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
- Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus gawat
darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah Sakit).
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai dengan
rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik (gagal terapi
konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas fisik
sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan gangguan
tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri, timbul
gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular medial,
distal patella realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya kelainan
struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan tindakan
artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement or
osteotomy/realignment osteotomies.
g. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral unicompartmental) pada
pasien dengan:
o Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
o Kekakuan sendi yang berat
o Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
OSTEOPOROSIS
DEFINISI
PATOFISIOLOGI
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal
ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi
dan paparan sinar matahari yang rendah. Akibat defisiensi kalsium, akan timbul
hiperparatiroidisme sekunder yang persisten sehingga akan semakin meningkatkan
resorpsi tulang dan kehilangan massa tulang, terutama pada orang-orang yang tinggal
di daerah 4 musim. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena
akan meningkatkan karboksilasi protein tulang, misalnya osteokalsin.
Faktor lain yang juga ikut berperan dalam terhadap kehilangan massa tulang
pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan,
imobilisasi lama). Dengan bertambahnya umur, remodeling endokortikal dan
intrakortikal akan meningkat, sehingga kehilangan tulang terutama terjadi pada tulang
kortikal dan meningkatkan risiko fraktur tulang kortikal, misalnya pada femur
proksimal. Total permukaan tulang untuk remodeling tidak berubah dengan
bertambahnya umur, hanya saja berpindah dari tulang trabekular ke tulang kortikal.
DIAGNOSIS
1. Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1
selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di bawah
rata-rata orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau sama
dengan -1 SD).
2. Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral
tulang lebih dari 1 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, tapi tidak
lebih dari 2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 10 – 25%
di bawah rata-rata (T-score antara -1 SD sampai -2,5 SD).
3. Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5
selisih pokok di bawah nilai ratarata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-
rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).
4. Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari
2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah rata-
rata ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang
osteoporosis(T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih patah
tulang osteoporosis).
TATALAKSANA
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologi seharusnya diberikan pada wanita pascamenopause dan pria yang
berusia >50 tahun dengan faktor risiko osteoporosis berikut:
DEFINISI
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit
autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis
kelamin, keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai
pencetus awal RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan
ikut sebagai faktor pencetus.
PATOFISIOLOGI
DIAGNOSIS
TATALAKSANA
DEFINISI
1. Gout primer Penyebab kebanyakan belum diketahui (idiopatik). Hal ini diduga
berkaitan dengan kombinasi faktor genetik dan faktor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya
produksi asam urat. Hiperurisemia atau berkurangnya pengeluaran asam urat dari
tubuh dikatakan dapat menyebabkan terjadinya gout primer.
2. Gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kelainan yang
menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang menyebabkan
peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang
menyebabkan sekresi menurun.
Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri dari
kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada syndome Lesh-Nyhan,
kekurangan enzim glukosa-6 phosphate pada glycogen storage disease dan
kelainan karena kekurangan enzim fructose-1 phosphate aldolase melalui
glikolisis anaerob.
Hiperurisemia sekunder karena produksi berlebih dapat disebabkan karena
keadaan yang menyebabkan peningkatan pemecahan ATP atau pemecahan asam
nukleat dari dari intisel. Peningkatan pemecahan ATP akan membentuk AMP dan
berlanjut membentuk IMP atau purine nucleotide dalam metabolisme purin,
sedangkan hiperurisemia akibat penurunan ekskresi dikelompokkan dalam
beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi
glomerulus, penurunan fractional uric acid clearence dan pemakaian obat- obatan.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa
kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi asam
urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal
monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau
penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat
mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan
terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang-ulang, penumpukan
kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh
seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Akibat penumpukan Nefrolitiasis urat (batu
ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dari artritis gout ditentukan hanya dengan membuktikan adanya
kristal asam urat dalam cairan sinovia/bursa atau tophus. Diagnosis dapat dikonfirmasi
melalui aspirasi persendian yang mengalami inflamasi akut atau dicurigai topus. Bila
tak ada cairan, sinovia/bursa atau tophus sebagai bahan untuk diperiksa, maka
diagnosis yang dibuat, adalah sementara dan dasardasar kriteria klinik ialah:
1. Serangan-serangan yang khas dari arthritis yang hebat dan periodik dengan
kesembuhan yang nyata diantara serangan.
2. Podagra
3. Tofi
4. Hiperurekemia
5. Hasil yang baik dengan pengobatan kolkisin.
TATALAKSANA
Serangan gout akut harus mendapat penanganan secepat mungkin. Pasien harus
diedukasi dengan baik untuk dapat mengenali gejala dini dan penanganan awal
serangan gout akut. Pilihan obat untuk penanganan awal harus mempertimbangkan ada
tidaknya kontraindikasi obat, serta pengalaman pasien dengan obat-obat sebelumnya.
Rekomendasi obat untuk serangan gout akut yang onsetnya <12 jam adalah
kolkisin dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg. Terapi pilihan lain
diantaranya OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila dibutuhkan aspirasi sendi diikuti
injeksi kortikosteroid. Kolkisin dan OAINS tidak boleh diberikan pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi ginjal berat dan juga tidak boleh diberikan pada pasien
yang mendapat terapi penghambat P-glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti siklosporin
atau klaritromisin.
Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan memulai terapinya
pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam terapi rutin
obat penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan.
Obat penurun asam urat seperti alopurinol tidak disarankan memulai terapinya
pada saat serangan gout akut namun, pada pasien yang sudah dalam terapi rutin
obat penurun asam urat, terapi tetap dilanjutkan. Obat penurun asam urat
dianjurkan dimulai 2 minggu setelah serangan akut reda. Terdapat studi yang
menunjukkan tidak adanya peningkatan kekambuhan pada pemberian alopurinol
saat serangan akut, tetapi hasil penelitian tersebut belum dapat digeneralisasi
mengingat besar sampelnya yang kecil dan hanya menggunakan alopurinol.
Fase interkritikal merupakan periode bebas gejala diantara dua serangan gout
akut. Pasien yang pernah mengalami serangan akut serta memiliki faktor risiko perlu
mendapatkan penanganan sebagai bentuk upaya pencegahan terhadap kekambuhan
gout dan terjadinya gout kronis.
Pasien gout fase interkritikal dan gout kronis memerlukan terapi penurun kadar
asam urat dan terapi proϐilaksis untuk mencegah serangan akut. Terapi penurun kadar
asam urat dibagi dua kelompok, yaitu: kelompok inhibitor xantin oksidase (alopurinol
dan febuxostat) dan kelompok urikosurik (probenecid).
Alopurinol adalah obat pilihan pertama untuk menurunkan kadar asam urat,
diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimal 900 mg/hari (jika fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi
300 mg/hari, maka pemberian obat harus terbagi. Jika terjadi toksisitas akibat
alopurinol, salah satu pilihan adalah terapi urikosurik dengan probenecid 1−2 gr/hari.
Probenecid dapat diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun
dikontraindikasikan pada pasien.
Alopurinol adalah obat pilihan pertama untuk menurunkan kadar asam urat,
diberikan mulai dosis 100 mg/hari dan dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimal 900 mg/hari (jika fungsi ginjal baik). Apabila dosis yang diberikan melebihi
300 mg/hari, maka pemberian obat harus terbagi. Jika terjadi toksisitas akibat
alopurinol, salah satu pilihan adalah terapi urikosurik dengan probenecid 1−2 gr/hari.
Probenecid dapat diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal normal, namun
dikontraindikasikan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes RI. (2015). Data & Kondisi Penyakit Osteoporosis di Indonesia. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. ISBN 2442-7659.
Sholihah FM. (2014). Diagnosis and Treatment Gout Artritis. Jurnal Majority. 3(7):
39-45.
Widiyanto FW. (2014). Artritis Gout dan Perkembangannya. Sainitika Medika: Jurnal
Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga. 10(2): 145-152. DOI:
10.22219/sm.v10i2.4182