M. Nasri Hamang
Abstract: This article presents the opinion of imams of four Islamic legal schools
(mazhab) regarding the validity of hadits as the source of Islamic law. This study shows
that the opinion of the imams on that issue is various. According to Abu Hanifah, al-
sunnah can be accepted as the source of Islamic law with the condition that it is related
by reliable men. As to hadits ahad, he requires that it does not contradict the principles
agreed upon by ‘ulama, and its content (matan) does not concern with general issues,
nor does it contravene the qiyas. He even accept the hadits mursal if it does not
contradict the Quran. While according to Malik bin Anas, hadits can be accepted as the
argumentation (hujjah), not only for hadits mutawatir, but also for hadits masyhur,
hadits mursal, and hadits ahad, with the condition that they do not contradict the actions
of Madinah scholars. Idris al-Syafi’i contends that hadits ahad can be accepted as the
source of Islamic law with the requirement that it is related by dhabith transmitter. This
is also the case with the hadits mursal. According to Syafi’i, the status of hadits
mutawatir is higher than hadits ahad and hadits mursal. Another imam, Ahmad bin
Hanbal, uses all kinds of hadits, mutawatir, ahad, mursal, and dha’if, as the sources of
Islamic law. He even prefers hadits dha’if
yakni mazhab yang lahir dalam periode bersifat zhanni (di luar keyakinan atau
(110-350 H) yang tetap berkembang akidah). Dengan kata lain, hadis
sampai sekarang, yang dikenal dengan masyhur dapat diamalkan dan di bawah
Imam Mazhab Empat, yaitu Imam Abu peringkat hadis mutawatir.7
Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Dari keterangan di atas, nampak
Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. ada perbedaan di kalangan ulama
pengikut Abu Hanifah dalam men-
II. PEMBAHSAN
dudukkan hadis sebagai hujjah. Ada
A. Pendapat Imam Mazhab Empat yang menyamakan derajat hadis
tentang Kriteria Kehujjahan Hadis. masyhur dengan hadis mutawair; dan
1. Pendapat Imam Abu Hanifah ada yang berpandangan peringkat hadis
masyhur berada di bawah hadis
Imam Abu Hanifah dalam mutawatir. Ada dualism persepsi,
mengambil sumber atau dalil hokum namun pada hakikatnya, keduanya
dalam menghadapi tuntutan ketetapan menyetujui hadis mutawatir sebagai
hukum terhadap masalah-masalah yang hadis yang dapat dijadikan hujjah
dihadapinya atau yang timbul di dalam menetap-kan hukum.
tengah-tengah masyarakat, ia menem- Abu Hanifah menerima hadis
patkan hadis sebagai sumber penetapan ahad dengan menetapkan syarat-syarat
hukum yang kedua sesudah al-Qur`an. sebagai berikut:
Hal ini diketahui melalui ulasan yang a. Periwayatnya tidak menyalahi riwa-
diberikan al-Baghdadi dalam buku yatnya
tarikhnya, di mana Abu Hanifah b. Riwayatnya tidak menyangkut soal
berkata: Saya terlebih dahulu yang umum
mengambil pada kitab Allah, tetapi c. Riwayatnya tidak menyalahi qiyas.8
kalau saya tidak menemukan di dalam-
nya, maka saya mengambil pada Hadis ahad didahukukan atas
sunnah Rasulullah saw.5 qiyas, jika:
Banyak ulama yang menududh
Abu Hanifah mendahulukan qiyas dari a. Qiyas yang ‘illat-nya mustanbath
pada hadis. Namun tuduhan itu dari sesuatu yang zhanni
hanyhalah didorong oleh perasaan b. Istinbath zhanni walau dari asal
apriori belaka. Al-Sya’rani dalam yang qath’i
kitabnya, al-Mizan al-Kubra menulis, c. Di-istinbath-kan dari yang qath’i,
bahwa Abu Hanifah berkata: Demi tapi penerapannya pada furu’ adalah
Allah, telah berdusta dan telah meng- zhanni.9
ada-ada terhadap saya, orang yang Berdasarkan penjelasan tersebut,
mengatakan, sesungguhnya saya ternyata Abu Hanifah menggunakan
mendahulukan qiyas atas nash. Apakah qiyas untuk menilai hadis ahad sebagai
diperlukan qiyas sesudah ada nash.6 alat untuk memproduk hukum Islam.
Jumhur ulama telah menegaskan, Dengan demikian dapat dikatakan,
Abu Hanifah ber-hujjah dengan hadis posisi hadis ahad bagi Abu Hanifah
mutawatir. Sebagian ulama Hanafiyah berada di bawah qiyas.
menyamakan hadis masyhur dengan Abu Hanifah dapat menerima hadis
hadis mutawatir; dan sebagian dari mursal dalam membina hukum Islam,
mereka menegaskan, hadis masyhur selama tidak bertentangan dengan al-
tidak menyangkut soal yang bersifat Qur`an, hadis masyhur dan keterangan
keyakinan, melainkan hanya yang syara’.10
95 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 9, Nomor 1, Januari 2011, hlm 93-98
hadis mutawatir, melainkan juga pada Musa, Yusuf, Tarikh al-Fiqh al-Islami, t.
hadis masyhur, hadis mursal dan hadis tp.: Dar al-Kutub al-Jadidah,
ahad; tetapi dengan syarat, tidak 1958 M/1398 H.
bertentangan dengan Amalam Ulama
Madinah. Catatan Akhir:
3. Imam Idris al-Syafi’i mendudukkan 1.
Lihat Yusuf Musa, Tarikh al-Fiqh al-Islam, (t.
hadis ahad sebagai hujjah, jika hadis tp. : Dar al-Kutub al-Jadid, 1958 M/1398 H), h.
ahad itu diriwayatkan oleh periwayat 227.
2.
yang memenuhi kriteria dhabith. Lihat ‘Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits
Demikian juga halnya hadis mursal, ‘Ulumuh wa Mushthalahuh, (Cet. III ;
Damaskus: Dar al-Fikr, 1975 M/1375 H), h.
ialah jika periwayatnya banyak 35.
berjumpa dengan sahabat dan sanad- 3.
Karim Amrullah, Pengantar Ushul Fiqh, (Cet.
nya pun dapat dipercaya. Menurut III ; Jakarta : Jaya Murni, 1966), h. 39.
4.
Imam Syafi’i, posisi hadis mutawatir M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Kesahihan
lebih tinggi dari pada hadis ahad dan Sanad Hadis, (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
1988), h. 76.
hadis mursal. 5.
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok
4. Imam Ahmad bin Hanbal ber-hujjah Pegangan Imam Mazhab,Jilid I, (Jakarta :
dengan umumnya hadis, baik hadis Bulan Bintang, 1973), h. 134.
mutawatir, hadis ahad, hadis mursal 6.
Lihat ibid.
maupun hadis dha’if. Ia pun men- 7.
Lihat ibid., h. 145.
dahulukan hadis dfha’if dari pada 8.
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu
qiyas. Dirayah Hadis, Jilid I, (Cet. VI ; Jakarta :
Bulan Bintang, 1986), h. 103.
9.
T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok
Pegangan Imam Mazhab, op. cit., h. 147.
10.
DAFTAR PUSTAKA Lihat ibid., h. 149
11.
Lihat ibid., h. 173.
12.
Ibid., h. 187-188.
Amrullah Karim, Pengantar Ushul Fiqhi, 13.
Lihat ibid., h. 171
Cet. II; Jakarta: Jaya Murni, 14.
Ilhat ibid.
15.
1996. Lihat T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-
Pokok Dirayah Hadis, op. cit., h. 103.
16.
Ash-Shiddieqy, T. M. Hasbi, Pokok- T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok
Pokok Pegangan Imam Mazhab, Pegangan Imam Mazhab, Jilid II, op. cit., h.13.
17.
Lihat ibid., h. 21.
Jilid I, Cet. I; Jakarta: Bulan 18.
Lihat ibid., h. 22.
Bintang, 1973. 19.
Lihat ibid., h. 24
20.
Lihat ibid., h. 52.
--------, Pokok-Pokok Pegangan Imam 21.
Lihat ibid., h. 54.
Mazhab, Jilid II, Cet. I; Jakarta: 22.
Lihat ibid., h. 55.
Bulan Bintang, 1973 23.
Lihat ibid., h. 58.