Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TENTANG

“RESIKO BAHAYA FISIK”


Untuk Memenuhi Tugas Belajar
Mata Kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja Dalam Keperawatan Anestesi

Disusun oleh:
Dwi Atika Safitri 180106003

Farah Silzah Rosadi 180106013

Fitrianingsih 180106004

Harnita 180106005

Milkha Amalia 180106009

Nisa Mega Gumilang 180106010

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas kami yang berjudul “Resiko Bahaya Fisik”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut serta dalam menyumbang pemikiran teori yang menunjang dalam pembuatan
tugas ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga
kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan tugas
kami selanjutnya.

Purwokerto, 29 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................4

A. Latar Belakang......................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4

C. Tujuan...................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................6

A. Pengertian Resiko Dan Hazard.............................................................................................6

B. Tugas-tugas keperawatan dan hazard yang ada di tempat kerja...........................................6

C. Resiko kecelakaan dan penyakit yang terjadi di rumah sakit.............................................18

D. Upaya pencegahan dan pengendalian.................................................................................20

BAB III PENUTUP...................................................................................................................22

A. Kesimpulan.........................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap pekerjaan di dunia ini pasti masing-masing memiliki tingkat risiko bahaya.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan
suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas
setinggi-tingginya.Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang
pekerjaan tanpa kecuali.Upaya K3 diharapkan dapat mencegah dan mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan.Dalam pelaksanaan
K3 sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu manusia, bahan, dan metode yang
digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dalam mencapai
penerapan K3 yang efektif dan efisien.

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka di setiap
perusahaan yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang dan memiliki risiko besar
terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan program Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (Permenakes No. 5 Tahun 1996).

Menurut ILO, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah menjaga dan
meningkatkan kesejahteraan fisik, mental dan sosial seluruh para pekerja dan pada
semua sektor pekerjaan, mencegah pekerja terjangkit penyakit yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, melindungi pekerja dari risiko yang berdampak buruk pada kesehatan,
menempatkan dan menjaga pekerja dalam lingkungan yang sesuai dengan kondisi
fisiologi dan psikologi, menyesuaikan pekerjaan dengan pekerja serta pekerja dengan
pekerjaannya (Markkanen, P.K, 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hazard dan risiko ?

2. Apa saja tugas-tugas keperawatan dan hazard yang ada di tempat kerja ?
3. Apa saja resiko kecelakaan dan penyakit yang terjadi di rumah sakit ?

4. Bagaimana pencegahannya ?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian hazard
2. Mengetahui tugas-tugas keperawatan dan hazard yang ada di tempat kerja
3. Mengetahui resiko kecelakaan dan penyakit yang terjadi di rumah sakit
4. Mengatahui pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Resiko Dan Hazard


Hazard merupakan semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi
menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) atau penyakit akibat kerja ( berdasarkan OHSAS
18001:2007).

Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari kemungkinan terjadinya


peristiwa yang berhubungan dengan cidera parah atau sakit akibat kerja dan terpaparnya
seseorang atau alat pada suatu bahaya (OHSAS 18001:2007).

B. Tugas-tugas keperawatan dan hazard yang ada di tempat kerja


1. Tugas-tugas keperawatan

a. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap Pengkajian
Asuhan Keperawatan

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,agar dapat
mengidentifikasi,mengenali masalah-masalah,kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik,mental,social,dan lingkungan.Pengkajian yang
sistematis(effendi,1996)

1) Contoh Hazard Dan Resiko Bagi Perawat Saat Melakukan Pengkajian

a) Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga

b) Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian

c) Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di ajukan
perawat
d) Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat
pemeriksaan fisik.

e) Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya

2) Contoh Kasus

Pada tanggal 27 maret 2016 di rumah sakit singapur terjadi kasus nyata
kekerasan fisik dan verbal pada saat perawat sedang melakukan
pengkajian.perawat tersebut pada saat melakukan pengkajian kepada
pasien,mendapatkan kekerasan fisik sekaligus verbal dari pasien yang ia
kaji.seperti yang dikutip dalam suatu artikel di media online:

“Ketika perawat Nur, 31 tahun melakukan pendekatan untuk


mengumpulkan data,salah satu pasiennya ngamuk,berteriak dan memukul
mukul kepalanya ke dinding. Dia mencoba menghentikan dan
menenangkannya tapi pasien nya secara emosinal malah menendang dadanya
membuat dia terluka dan kejadian kekerasan fisik maupun verbal dalam kasus
tersebut tidak disebut berasal dari kesalahan perawat sendiri ataukan karena
memang sang pasien memiliki emosinal yang tidak dapat dikontrol. Dalam
proses pengkajian sendiri,terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
perawat. Mulai dari pemahaman akan pengertian pengkajian,tahap-tahapan
pengkajian, sehingga metode yang digunakan melakukan pengkajian. Dalam
pengkajian pasien,perwat pun harus menyadari akan adanya hazard dan resiko
yang mungkin mereka dapatkan”.

Beberapa macam upaya perlu di lakukan sebagai tindakan pencegahan


upaya-upaya tersebut dapat dilakukan baik dari pihak pasien,perawat itu
sendiri maupun dari pihak manajemen rumah sakit.berikut beberapa upaya
yang perlu di lakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan fisik dan
verbalpada perawat saat melakukan pengkajian:

a) Perawat harus melakukan setiap adanya tindakan kekerasan dalam bentuk


apapun kepada pihak rumah sakit
b) Memberikan pengertian kepada pasien agar memperlakukan sesame
manusia dengan dasar martabat dan rasa hormat

c) Dalam melakukan kontak kepada pasien,perawat seharusnya menjadi


pendengar yang baiksalah satu teknik pengumpulan data pada pengkajian
adalah wawancarta.saat melakukan wawancaraperawat harus mampu
menempatkan diri sebagai tempat curhat pasien sebaik mungkin

d) Memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perawat tentang cara


menghindari tindakann kekerasan verbal dan fisik

e) Ketika pasien terlihat sedang dalam keadaan tidak terkontrol dan susah
untuk di dekati, perawat dapat melakukan pengkajian kepada keluarga
pasien terlebih dahulu.

f) Saat mengkaji, perawat tidak boleh menyampaikan kata-kata yang


menyingung pasien dan keluarga.

g) Saat melakukan tindakan pemeriksaan fisik, perawat harus meminta


persetujuan dari pasien terlebih dahulu.

h) Manajemen rumah sakit perlu memfasilitasi perawat mempersiapkan diri


untuk menghadapi hazard dan resiko.

i) Manajemen harus terbuka serta tidak berusaha menutupi terhadap


laporan-laporan kekerasan fisikmaupun verbal terhadap perawat

j) Memodifikasi lingkungan yang nyaman dirumah sakit mulai dari poli,


ruangan rawat inap, sampai ke unit gawat darurat dan ruang intensif
untuk menentramkan suasana hati pasien dan keluarga.

b. Upaya Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat dalam Tahap Pengkajian
Berdasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja.

1) Batasi akses ketempat isolasi .

2) Menggunakan APD dengan benar.


3) SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak tertutup
APD.

4) Petugas tidak boleh menyembunyikan wajahnya sendiri.

5) Membatasi sentuhan langsung ke pasien.

6) Cuci tangan dengan air dan sabun.

7) Bersihkan kaki dengan di semprot ketika meninggalkan ruangan tempat


melepas APD.

8) Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja.

9) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

c. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap


Perencanaan Asuhan Keperawatan

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai


keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan
dapat diukur.Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem
manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan
SMK3.

Perencanaan meliputi:

1) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko. Rumah


sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta
pengendalian faktor resiko.

a) Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:

i. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya

ii. Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi

b) Penilaian faktor resiko


Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko
kesehatan dan keselamatan kerja.

c) Pengendalian faktor risiko

Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu


menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada
(engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)

2) Membuat peraturan

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar


operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan
ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi,
diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan
dan pihak yang terkait.

3) Tujuan dan sasaran

Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan,


bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator
pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART)

4) Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang


sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3
rumah sakit.

5) Program kerja

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit,


untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta
dilaporkan.
6) Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab


manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta
kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan
melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan
disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 rumah sakit secara spesifik
harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat
kerja, meruuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya
masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan
mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan
dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program,
untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau
masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta
dicari pemecahannya.

a) Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit (1)

Tugas pokok

i. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah


sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3

ii. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan


dan prosedur

iii. Membuat program K3 rumah sakit

Fungsi

i. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta


permasalahan yang berhubungan dengan K3

ii. Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan


upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di rumah sakit
iii. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3

iv. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan


korektif

v. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3 rumah


sakit

vi. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol


bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan

vii. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan


sesuai kegiatannya

viii. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru,


pembangunan gedung dan proses

b) Struktur organisasi K3 di rumah sakit (1)

Organisasi K3 berada satu tingkat di bawah direktur dan bukan


merupakan kerja rangkap.

i. Model 1

Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab


kepada direktur rumah sakit. Bentuk organisasi K3 di rumah sakit
merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite
yang ada di rumah sakit dan disesuaikan dengan kondisi/kelas
masing-masing rumah sakit, misalnya komite medis/nosocomial

ii. Model 2

Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung


jawab langsung ke direktur rumah sakit.Nama organisasinya adalah
unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan
seluruh unit kerja di rumah sakit.
Keanggotaan :

 Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit beranggotakan unsur-


unsur dari petugas dan jajaran direksi rumah sakit

 Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit terdiri dari sekurang-


kurangnya ketua, sekretaris,dan anggota. Organisasi/unit
pelaksana K3 dipimpin oleh ketua.

 Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris


serta anggota

 Ketua organisasi/unit pelalsana K3 RS sebaiknya adalah salah


satu manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-
kurangnya manajemen dibawah langsung direktur rumah sakit.

 Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit


adalah seorang tenaga profesional K3 rumah sakit, yaitu manajer
K3 rumah sakit atau ahli K3

iii. Mekanisme kerja

Ketua organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin dan


mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 rumah
sakit.Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit memimpin
dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan
melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit.

Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat


organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas
persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas
yang diberikan organisasi.

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,


organisasi/unit pelaksana K3 RS mengumpulkan data dan informasi
mengenai pelaksanaan K3 di rumah sakit. Sumber data antara lain
dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa
keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan
rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan
sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan rumah sakit sendiri
antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena
kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan
dan lama perawatan serta lama berobat. Dari bagian teknik bisa
didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya
perbaikan.Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat
kerja dan lingkungan kerja rumah sakit terutama yang berkaitan
dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi
berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3
berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.

Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3


rumah sakit untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan
tindakan korektif maupun tindakan preventif.Hasil rumusan
disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur rumah
sakit.Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/unit
pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan
hasil/konsekuensi setiap pilihan.

Organisasi/unit pelaksana K3 rumah sakit membantu melakukan


upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien,
maupun pengunjung yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK
dan PAK di rumah sakit.Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3
antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit,
dan yang terbaik atau terbagus adalah pelaksanaan dan penerapan K3
nya mendapat reward dari direktur rumah sakit.

d. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap


Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di
harapkan ( Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997 )

Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang


telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Contoh upaya mencegah Hazard dan Risiko Implementasi Keperawatan :

1) Membantu dalam aktifitas sehari-hari

2) Konseling

3) Memberikan asuhan keperawatan langsung.

4) Kompensasi untun reaksi yang merugikan.

5) Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk


prosedur.

6) Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari anggota


staf lain.

Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan :

1) Mempertahankan keamanan klien

2) Memberikan asuhan yang efektif

3) Memberikan asuhan yang seefisien mungkin

2. Hazard di lingkungan kerja


1) Resiko Bahaya Fisik
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara lain:
1) Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
a) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya tertusuk,
terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini termasuk salah satu
yang paling sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum
suntik / jarum jahit bekas pasien. Resiko bahaya ini sebenarnya bukan
hanya resiko bahaya fisik karena dimungkinkan jarum bekas yang
menusuk tersebut terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat
bahaya akibat tertular penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada
prosedur tindak lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian
lain dalam pelatihan ini.
b) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di
rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien
dan barang-barang logistik. Resiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh
dari brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
c) Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi dimana
saja meskipun kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu
diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan ruang perawatan jiwa.
Pastikan tidak ada pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki resiko
untuk terjepit/tenggelam tersebut.
d) Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-
lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor,
ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang beresiko licin
sudah ditandai dan jika perlu pasanglh handriil atau pemasangan alat lantai
anti licin serta rambu peringatan “awas licin”.
e) Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan anak dan
jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan
atau pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan
dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut
menggunakan abuk keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa
yang terletak di lantai atas pastikan jendela yang ada sudah terpasang
teralis pengaman dan anak-anak selalu dalam pengawasan orang dewasa
saat bermain.
2) Resiko bahaya radiasi
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
a) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang
mampu menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah
sakit: di unit radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.
b) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi
yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi
gelombang mikro.
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta
didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan
informasi tentang resiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD
yang baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam
pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai indikator
tingkat paparan, semua pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk
mengukur tingkat paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau
dan tingkat paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk
pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy
radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila hamil harus
melapor kepada petugas”

4) Resiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat kerja atau
lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada
di ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup
besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar
peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian
lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan
dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali.

Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil
temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa dan dikendalikan bersama
IPSRS dan Unit K3 serta dilaporkan kepada Manajemen rumah sakit.
5) Resiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan kerja
yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga
telah dipantau dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang
harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu pengganti
setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya, sehingga tidak terjadi
perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area tersebut.
6) Resiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus
listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif
maintenance seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi
peralatan medis dan penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk
mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik dan
keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat
orientasi dan untuk keluarga pasien informasi diberikan pada saat pasien masuk
rumah sakit khususnya pasien rawat inap.
7) Resiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat
kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara
berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi
peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan
ISLRS yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.
8) Resiko bahaya akibat getaran adalah resiko yang tidak banyak ditemukan di rumah
sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada kedokteran gigi yang menggunakan
bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah tangga yang
menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).

C. Resiko kecelakaan dan penyakit yang terjadi di rumah sakit


Penyakit karena kerja serta kecelakaan kerja dikalangan petugas kesehatan serta
non kesehatan di lingkungan rumah sakit belumlah terselesaikan dengan baik, hingga
berlangsung kecenderungan penambahan prevalensi. Dalam perihal ini perlu
mendapatkan perhatian, sebab seseorang yang bekerja bila mengalami kecelakaan atau
penyakit karena kerja tidak hanya punya pengaruh pada diri sendiri, tapi ikut
produktifitas kerja mengalami penurunan dalam pemberian service kesehatan yang
optimal pada pasien.

Kemungkinan petugas rumah sakit pada gangguan kesehatan serta kecelakaan


kerja biasanya dikarenakan oleh perilaku petugas dalam kepatuhan melakukan tiap-tiap
mekanisme pada kewaspadaan. Lihat hal diatas tentu saja kita perlu mengerti jika dalam
cakupan pekerjaan di bagian kesehatan memiliki banyak resiko pada kesehatan pekerja.
Tenaga kerja (tenaga medis serta non medis) yang berefek pada penyakit karena kerja di
dalam rumah sakit diantaranya:

1. Perawat yang setiap hari kontak dengan pasien dalam tempo yang lumayan lama 6
sampai 8 jam /hari, hingga tetap terpajan pada mikroorganisme pathogen bisa
membawa infeksi dari satu pasien ke pasien yang lainnya. Hasil riset menunjukkan
jika tenaga kerja perawat banyak diketemukan cedera sprain serta strain, nyeri
pinggang, adalah keluhan paling banyak yang diketemukan pekerja perawat di dalam
rumah sakit. Luka sayat serta tusukan jarum yang tidak sesuai mekanisme
penggunaannya atau saat pencucian instrument tajam yang beresiko tersayat.

2. Dokter bisa tertular penyakit dari pasien, terkena bahan kimia anesthesi halotan yang
gampang menguap merembes menembus masker hingga mengakibatkan masalah
somatic, nyeri kepala, mual sampai masalah fungsi saraf pusat. Robeknya sarung
tangan bisa mengakibatkan cedera sayatan serta tusukan jarum.

3. Dokter gigi, tingginya kandungan HBsAg serta anti HBC beberapa dokter gigi
disbanding dengan petugas kesehatan lainnya, perihal ini diduga menjadi pajanan air
ludah pasien, penyakit infeksi karena kerja, pajanan dosis rendah seperti merkuri,
pajanan bahan penambal lubang gigi yang berkepanjagan bisa mengakibatkan
masalah gastrointestinal, lesu, anorexia. Nyeri punggung juga seringkali dihadapi
oleh karena tempat kerja yang tidak ergonomis.

4. Petugas Gizi, menjadi penyaji diet atau makanan pasien, dalam perihal ini petugas
gizi biasanya terpajan salmonella berbahan mentah ikan, daging serta sayuran yang
setiap hari terkena hingga berefek terjadi masalah gastrointestinal.
5. Petugas Farmasi yan melayani pembelian serta penyediaan obat-obat pasien semua
penyakit, yang setiap hari akan menghirup beberapa bahan kimia semua jenis obat-
obatan yang merembes serta menembus masker, perihal ini bisa mengakibatkan
kemungkinan keracunan.

6. Petugas Laboratorium yang setiap hari lakukan pemeriksaan darah, urin, sputum,
feses pasien dengan semua jenis penyakit hingga akan berdampak terpajan bakteri
ataupun virus yang berasal dari bahan objek kontrol.

7. Petugas Radiologi, radiasi adalah pajanan yang sangatlah beresiko bagi gangguan
kesehatan pekerja, dalam perihal ini memerlukan petugas yang lebih
bertanggungjawab dalam usaha pengendaliannya.

8. Petugas londri rumah sakit yang setiap hari terpajan dengan bahan linen yang berasal
dari bekas pakai pasien dengan semua jenis penyakit menyebar, perihal ini bisa
mengakibatkan penyebaran bakteri ataupun virus yang berasal dari linen kotor.
Bakteri serta virus menebar saat petugas londri melakukan seleksi jenis linen, hingga
sangatlah berdampak pada penyakit gangguan pernapasan.

9. Petugas rumah tangga di lingkungan rumah sakit yang setiap hari bersihkan lantai
semua sisi tempat rawat inap pasien semua penyakit menyebar, yang terkena dengan
bakteri ataupun virus, hingga bisa menyebabkan virus serta bakteri berterbangan serta
terhirup petugas, perihal ini bisa menyebabkan penyakit masalah sistem pernapasan
serta infeksi lainnya.

D. Upaya pencegahan dan pengendalian


Supaya tenaga kerja di lingkungan rumah sakit masih efektif serta produktif
dalam melakukan pekerjaan serta tanggung jawabnya dan tidak mengalami penyakit
karena kerja jadi tindakan untuk menghadapi hal itu memerlukan penerapan manajemen
kesehatan serta keselamatan kerja di dalam rumah sakit,
Manajemen kesehatan serta keselamatan kerja rumah sakit menyertakan semua
unsur manajemen, karyawan serta lingkungan kerja yang terintegrasi menjadi usaha
pencegahan serta kurangi kecelakaan kerja serta penyakit karena kerja di lingkungan
rumah sakit yang mempunyai tujuan ialah membuat tempat kerja yang aman, sehat dan
bebas dari pencemaran paparan lingkungan kerja, yang selanjutnya bisa meningkatkan
efesiensi serta produktifitas kerja.
Langkah awal yang peting ialah usaha pengendalian di lingkungan kerja rumah
sakit diantaranya kesehatan kerja buat karyawan, sanitasi lingkungan rumah sakit,
pengamanan pasien, pengunjung ataupun petugas rumah sakit dan sebagainya. Upaya-
upaya yang bisa dikerjakan untuk kurangi serta mnghindarkan kecelakaan kerja serta
penyakit karena kerja ialah seperti berikut:
1. Lakukan substitusi pengenalan lingkungan kerja lewat cara lihat serta menganal
potensial bahaya lingkungan kerja. Mengganti perlengkapan kerja yang tidak wajar
gunakan.
2. Pelajari lingkungan kerja dalam perihal ini menilai karakter serta besarnya potensi-
potensi bahaya yang mungkin muncul hingga dengan mudah bisa mengutamakan
dalam menangani permasalahan yang lebih potensial.

3. Pengendalian lingkungan kerja dengan bertindak mengurangi bahkan juga


menghilangkan pajanan pada masalah kesehatan pekerja dilingkungan kerja lewat
cara teknologi pengendalian.

4. Pengendalian administratif dengan memperingatkan pekerja agar bisa memakai alat


pelindung diri yang benar dan baik, membuat rambu-rambu bahaya dilingkungan
kerja yang punya potensi bahaya.

5. Kontrol kesehatan pekerja dengan berkala untuk mencari aspek pemicu serta upaya
penyembuhan.

6. Pendidikan serta penyuluhan kesehatan serta keselamatan kerja buat pekerja di


lingkungan rumah sakit.

7. Pengendalian fisik lingkungan kerja, mengidentifikasi suhu, kelembapan,


pencahayaan, getaran, kebisingan, pengendalian sistem ventilasi dan sebagainya.

8. Lakukan pengawasan serta monitoring dengan berkala pada lingkungan kerja rumah
sakit.

9. Substitusi berbahan kimia, alat kerja serta mekanisme kerja.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cidera pada
manusia/kerusakan pada alat/lingkungan.Risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang
terpaparnya seseorang/alat pada suatu hazard (bahaya). Pengkajian adalah pemikiran
dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data
tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah,kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, social, dan lingkungan. Pengkajian
yang sistematis (effendi,1996). Contoh hazard dan resiko bagi perawat saat melakukan
pengkajian :

1. Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga.

2. Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian.

3. Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di ajukan perawat.

4. Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan fisik.

5. Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya.

Upaya mencegah dan meminimalkan resiko dan hazard pada tahapanperencanaan


meliputi: idenifikasi sumber bahaya, membuat peraturan, tujuan dan sasaran, indicator
kinerja,program kerja. Upaya mencegah dan meminimalkan resiko dan hazard pada
tahapan implementasi: Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang
di harapkan ( Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997 ). Implementasi keperawatan:
membantu dalam aktifitas sehari-hari,konseling,memberikan asuhan keperawatan
langsung,Kompensasi untun reaksi yang merugikan,Teknik tepat dalam memberikan
perawatan dan menyiapkan klien utnuk prosedur,Mencapai tujuan perawatan
mengawasi dan menggevaluasi kerja dari anggota staf lain. Upaya mencegah dan
meminimalkan resiko dan hazard pada tahapan evaluasi meliputi : Pencatatan dan
pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS),Inspeksi dan
pengujian, Melaksanakan audit K3.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatn Pasien Rumah Sakit(patient safety), 2 edn,
Bakti Husada,Jakarta.

Yahya, A. 2009, Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan Pasien dan
Manajemen Risiko Klinis. PERSI:KKP-RS

https://ansharbonassifa.wordpress.com/2013/09/03identifikasi-resiko-keselamatan-pasin-patient-
safety-di-rumah-sakit/amp/

https://www.scribd.com/mobile/doc/312057056/Risiko-Dan-Hazard-Kasus-Pengkajian

https://www.scribd.com/mobile/doc/312534347/Risiko-Dan-Hazard-Kasus-Implementasi

Anda mungkin juga menyukai