PENDAHULUAN
1
1%.Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang
kejadianRDS.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline
Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
gestasi kurang. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum
protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Penyebab
terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi prematur adalah
Respiratory Distress Syndrome (RDS). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram (lemons et
al,2001).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan
dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen ( Malloy & Freeman
2000). Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.
Defisiensi surfaktan diperkenalkan pertamakali oleh Avery dan Mead pada
1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.
Penemuan surfaktan untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di
bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat mengurangi kebutuhan
tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang tinggi. Hasil-
hasil dari uji coba klinik penggunaan surfaktan buatan (Willkinson,2003),
surfaktan dari cairan amnion manusia ( Merrit,2002), dan surfaktan dari
sejenis lembu/bovine (Enhoring,2003) dapat dipertanggungjawabkan dan
dimungkinkan. Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun
sebagai terapi penyakit pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya
defisiensi atau kerusakan surfaktan.
Respiratory Distress Syndrom (RDS) atau Sindrom Distres
Pernapasan merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang
(Suriadi dan Yulianni, 2006). Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan
takipnea, pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta,
expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan.
2
Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda
lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau
asidosis campuran (Kompas, 2012).
3
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Menjelaskan tentang konsep dan askep RDS
2. Tujuan Khusus:
Menjelaskan Pengertian RDS
Menjelaskan Etiologi RDS
Menjelaskan Patofisiologi RDS
Menjelaskan Manifestasi Klinis RDS
Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang RDS
Menjelaskan Klasifikasi Gangguan Pernapasan RDS
Menjelaskan Gambaran Klinik RDS
Menjelaskan Pemeriksaan Radiologi RDS
Menjelaskan Tanda dan Gejala RDS
Menjelaskan Prognosis RDS
Menjelaskan Pencegahan RDS
Menjelaskan Penatalaksanan RDS
Menjelaskan Penanganan Sindrom, Gangguan Pernafasan RDS
Menjelaskan Penatalaksanaan lebih lanjut pada bayi yang
mengalami tarikan dinding dada ke dalam RDS
Menjelaskan Asuhan Keperawatan RDS
4
BAB II
TINJAU TEORITIS
2.2 Pengertian
Sindrom gangguan nafas atau sering disebut sindrom gawat nafas
(Respiratori Distres Syindrom/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernapasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan penyakit
yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru
(Whalleey dan Wong, 1999). Gangguan ini juga dikenal dengan nama
Hyalien membran Disease (HMD) atau penyakit membran Hialin, karena
pada penyakit ini selalu di temukan membran hialin yang melapisi alveoli.
Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60x/i,
sianosis, rintihan pada espirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada
inspirasi.
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insiden berbanding
terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia
kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaiknya
semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau
sindrom gangguan nafas.
Persentasi kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80% pada bayi
yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi
antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi yang cukup
bulan (matur). Isiden pada bayi prematur kulit putihlebih tinggu pada bayi
kulit hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi
perempuan (NELSON,1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga di temukan
pada bayi yang lahir pada ibu yang menderita gangguan perfungsi darah
uterus selama kehamilan, misalnya: ibu penderita diabetes, hipertensi,
hipotensi, section, serta pendarahan antepartum.
5
diabetes maternal atau sindrom aspirasi mekonium juga dapat menghambat
produksi surfaktan.
Kesulitan bernafas
Masalah
Frekuensi pernafasan bayi lebih dari 60x/menit
Frekuensi pernafasan bayi kurang dari 30x/menit
Bayi mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
Bayi mengalami tarikan dinding dada kedalam
Bayi mengalami grunting saat eksprisari
Bayi mengalami apnea (henti nafas secara spontan selama lebih dari 20
detik)
6
2.2 Etiologi
Sindrom gangguan pernapasan dapat disebabkan karena:
1. Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esofagus, atresia
koana bilateral).
2. Kelainan parekim paru (penyakit membran hialin, pendarahan paru-
paru).
3. Kelainan diluar paru (pleumotoraks, herniadia fragmatika)
2.3 Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini
merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru menjalankan
fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
aveolus sehingga tidak terjadi kolabs pada ahir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional/kapasitas residu fungsional (Ilmu Kesehatan
Anak, 1999).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga
ekspansi paru pada tekanan intra alviolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi surfakta menimpulkan ketidakseimbangan inflaksi
saat inspirasi dan kolabs alveoli asat ekspirasi. Bila surfaktal tidak ada, janin
tidak dapat menjaga paru nya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu
usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan
nafas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya di butuhkan tekanan
negatif intra toraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang
lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat
pertama kali bernafas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini dari pada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya. Ketidakmampuan
mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelaktasis.
7
Tidak adanya stabilitas dan atelataksi akan meningkatkan pulmamari
vaskular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru
normal. Akibatnya, terjadi hipoperfungsi jaringan paru dan selanjutnya
menurunkan aliran darah pulmonal. Disamping itu, peningkatan PVR juga
menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran
dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps baru (atelaktasi) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmona yang menimpulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
konstriksin vaskularisasi pulmona yang menimbukan penurunan oksigenasi
jaringan dan selanjutnyanya menyebabkan metabolisme anerobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapan adalah penyakit yang dapat
sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriosasi (kurang lebih 48 jam) dan
jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam. Proses
perbaikan ini terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi dan
ketersediaan materi survaktan.
8
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto
rongen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan
mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya
pleumotoraks, hernia diafragmatika, dan lain-lain. Gambaran klasik
yang ditemukan pada foto rangen paru ialah adanya bercak difus berupa
infil terate retikulogegranula.
b. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya
ialah:
a. Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
dari 45mg% pronoksi lebih buruk. Kadar bilirubin lebih tinggi di
bandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.
Kadar O2 menurun disebabkan kekurangan oksigen didalam paru
dan karena adanya piroau ateri-vena. Kadar o2 meninggi, karna
gangguan ventilasi dan pengeluaran co2 sebagai akibat antelaktasi
paru. Vena darah menurun dan devisit basa meningkat akibat
adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap. Frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperlihatkan
pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti “tidal volume”
menurun, lungcompliance berkurang, “fungsional residual capacity”
merendah disertai “vital capasiti yang terbatas. Demikian fungsi
ventilasi dan pervisu paru akan terganggu.
c. Pemeriksaan kardiovaskular
Penyelidikan dengna kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskular berupa duktus arteriosis
9
paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri, menurunnya
tekanan arteri paru dan sistemik.
10
kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip
penyakit membran hialin, misalnya pleumotoraks, hernia diafragmatika dan
lain-lain. Gambar klasik yang ditemukan pada foto rantgen paru ialah
adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler.
a. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya
yaitu
1) Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih
dari 45mg% prognosis lebih buruk. Kadar bilirubin lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama.
Kadar o2 menurun disebabkan berkurangnya o2 dalam paru karna
adanya pirau ateri-vena. Kadar o2 meninggi, karna gangguan
ventilasi dan pengeluaran co2 sebagai ateletasis paru. Ph dara
menurun dan defisi basah meningkat akibat adanya asidosis
respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
2) Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap. Frekuensi
pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperlihatkan
pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti tidal volume
menurun lungconpliance berkurang, fungsional residual capasiti
merendah disertai vital capasiti yang terbatas. Demikian pula
fungsi vertilasi paru dan perfungsi akan terganggu.
3) Pemeriksaan kardiovaskular
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskular berupa duktus arterious.
11
4. Frekuensi nafas bayilebih dari 60x/i
5. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
6. Dengingan (grunting) pada saat eksipari, diamati pada saat bayi tidak
dalam keadan menangis
7. Retraksi srernum dan interkosta
8. Nafas cuping hidung
9. Sianosis pada udara kamar
10. Respirasi cepat/kadang lambat
11. Edema ektremitas,setelah beberapa jam
2.10 Prognosis
2.11 Pencegahan
12
2.12 Penatalaksanan
Penatalaksaan Umum
13
11. Klasifikasi kesulitan bernafas sebagai berat, sedang, atau ringan dan
lakukan penatalaksanaan sesuai dengan nya.
14
3. Pantau dan catat frekuensi pernafasan bayi, adanya tarikan dinding
dada ke dalam atau grunting saat ekspirasi, dan episode apnea
setiap tiga jam sampai bayi tidak lagi memerlukan oksigen dan
selama 24 jam kemudian
4. Pantau respons bayi terhadap oksigen
5. Saat bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan :
Berikan perasan ASI melalui selang lambung
Saat oksigen tidak lagi dibutuhkan, izinkan bayi mulai
menyusui. Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif
6. Jika kesulitan bernafas bayi memburuk atau bayi mengalami
sianosis sentral :
Nerikan oksigen dengan kecepatan aliran tinggi
Jika kesulitan bernafas terlalu berat sehingga bayi mengalami
sianosis sentral bahkan dengan oksigen 100%, atur
pemindahan dan segera rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau
pusat spesialisasiyang mampu membantu ventilasi, jika
memungkinkan.
7. Amati bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotik
8. Jika lidah dan bibir bayi tetap merah muda tanpa oksigen minimal
dua hari, bayi tidak mengalami kesulitan bernafas dan makan
dengan baik, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
hospitalisasi, pulangkan bayi
b. Kesulitan Bernafas Sedang
Kesulitan bernafas sedang yang bukan karena RDS
1. Pasang selang IV, dan berikan hanya IV dengan volume rumatan
sesuai dengan usia bayi selama 12 jam pertama
2. Pantau dan catat frekuensi pernafasan bayi, adanya tarikan dinding
dada ke dalam atau grunting saat ekspirasi, dan episode apnea
setiap tiga jam sampai bayi tidak lagi memerlukan oksigen dan
selama 24 jam kemudian.
15
3. Jika kesulitan bernafas bayi tidak membaik atau memburuk setelah
dua jam, atasi kesulitan bernafas berat
4. Pantau respons bayi terhadap oksigen
5. Saat bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan :
Berikan perasan ASI melalui selang lambung
Saat oksigen tidak lagi dibutuhkan izinkan bayi mulai
menyusu. Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan perasan ASI
dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif
6. Jika lidan dan bibi bayi tetap merah muda tanpa oksigen minimal
satu hari, bayi tidak mengalami kesulitan bernafas dan makan
dengan baik, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
hospitalisasi, pulangkan bayi
16
khusus, berikan perawatan rutin untuk bayi kecil sampai bayi siap
untuk dipulangkan
17
Atur pemindahan, dan rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat
spesialisasi untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut, jika memungkinkan
Apnea
a. Bayi Kecil
Bayi kecil cenderung mengalami episode apnea, yang lebih sering
terjadi pada bayi yang sangat kecil (berat badan kurang dari 1,5 kg saat
lahir atau lahir sebelum usia gestasi 32 minggu) tetapi menjadi jarang
sejalan dengan pertumbuhan bayi.
Ajari ibu untuk mengamati bayi secara ketat pada episode apnea
berikutnya. Jika bayi berhenti bernapas, minta ibu menstimulasi
bayi untuk bernapas dengan menggosok punggung bayi selama 10
detik. Jika bayi tidak segera mulai bernapas, resusitasi bayi
dengan menggunakan kantung dan masker
Tinjau prinsip umum pemberian makan dan penatalaksanaan
cairan pada bayi kecil
Dorong penggunaan kangaroo mother care, jika memungkinkan.
Bayi yang dirawat dengan cara ini mengalami episode apnea yang
lebih sedikit, dan ibu mampu mengganti bayi secara ketat
Jika episode apnea menjadi lebih sering, atasi sepsis
Jika bayi tidak mengalami episode apnea selama tujuh hari,
makan dengan baik, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
hospitalisasi, pulangkan bayi
Amati bayi secara ketat pada episode apnea berikunya selama 24 jam,
dan ajari ibu bagaimana melakukannya. Jika bayi tidak mengalami
episode apnea lain dalam 24 jam, makan dengan baik, dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan hospitalisasi, pulangkan bayi
18
Jika bayi cukup bulan mengalami episode apnea multipel :
Atasi sepsis
Jika bayi tidak mengalami episode apnea dalam tujuh hari terakhir,
makan dengan baik, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
hospitalisasi, pulangkan bayi.
19
2.14 Penatalaksanaan lebih lanjut pada bayi yang mengalami tarikan
dinding dada ke dalam
20
ukuran hemoglobin
Lakukan penatalaksanaan
umum perdarahan.
21
Lanjutkan untuk mengkaji bayi dan buat daftar temuan :
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
23
seperti HIV/AIDS, serta penyakit menurun seperti diabetes dan
hipertensi.
6. Riwayat kesehatan lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal dan beraktivitas, penyimpanan
makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan.
7. Pola kebiasan sehari-hari
a. Pola nutrisi:
Energi : 2050 kkl
Protein : 50gr
Air : 2,5 lt
Vit dan mineral : 0,7-0,9 gr
b. Pola eliminasi
BAB:
BAK:
24
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pasien dengan orang tua,
keluarga, tetangga, dan sekitar serta apakah keluhan diare
mengganggu angkivitasnya.
b. Data objektif
1. Pemeriksaan fisik umum:
Keadaan umum: baik/cukup/jelek
Kesadaran : compometis, somnolen, sopor, apatis, koma.
Antromerti : (BB, TB)
TTV : nadi(normal :30-60x/i), RR (normal: 30-60x/i), suhu
(normal : 36,5-37,5oc.
2. Pemeriksan fisik
a. Integumen : terdapat furunkal, turgo menurun, sering
berkeringat, tidak adanya nyeri tekan.
b. Kepala : bersih, tidak ada lesi, penyebaran rambut merata.
c. Muka : simetris, bintik-bintik pada dahi.
d. Mata : simetris, tidak uterus, tidak ada sekret, tidak bisa
berkedip spontan.
e. Hidung : tidak simetris, tidak bersih, tidak ada polit, ada
penyumbatan.
f. Mulut : simetris, bersih, bibir berwarna merah muda.
g. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar linfa, tiroit
maupun vena jugularis
h. Mammae : simetris, tidak ada lesi, bersih.
i. Dada : simetris, tidak ada ronchi atau wheezing.
j. Abdomen : simetris, tidak ada nyeri tekan.
k. Genitalia : bersih
l. Anus : bersih, tidak ada hemoroid.
m. Ektremitas : normal, tidak adema, tidak sindaktili/polidaktiri
25
3. Reflek
Reflek moro : (+/-) ditandai dengan ketika dikejutkan oleh
buyi yang keras dan tiba-tiba bayi beraksi dengan
mengulurkan tangan dan tungkai nya serta
memanjangkan lehernya.
Reflek rooting : (+/-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat
tangan di tempelkan di pipi bayi.
Reflek walking : (+/-) ditandai dengan menggerakan ujung
hammer pada bilateral telapak kaki.
Reflek graph : (+/ -) ditandai dengan membalai telapk tangan,
bayi menggenggam tangan gerakan tangan lemah.
Reflek sucking : (+/-) ditandai dengan pada mulut bayi, bayi
mengisap jari,isapan lemah.
Reflek tonic : (+/-) gerakan bayi sangat lemah tetapi
pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi sering
menggerak-gerakkan tangan dan kakinya.
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan periksaan foto
rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk
mengikirkan kemungkinan penyakit lain yang di obati dan
menpunyai gejala yang mirip penyakit membrane hialin,
misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatikan dan lain-lain
gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgent paru ialah
adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler.
b. Pemeriksaan laboratorium
Kelain yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium
diantaranya ialah :
1) Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila
kadarnya lebih dari 45 mg% prognosis lebih buruk. Kadar
26
bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi
normal dengan berat badan yang sama.kadar o2 menurun
disebabkan berkurangnya oksigen didalam paru dan
kerena adanya pirau arteri – vena.kadar o2 meninggi,
karna gangguan fentilasi dan pengeluaran CO 2 sebagai
akibat aktelektasis paru. Ph darah menurun dan defisit
basah meningkat akibat adanya asi dosis respiratorik dan
metabolik dallam tubuk.
2) Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap.
Frekuensi pernafasan yang meninggi pada penyakit ini
akan memperlihatkan pula perubahan fungsi paru lainnya
seperti tidal volume, menurun, lumkompliance berkurang,
functional residual capaciti merendah disertai vital capaciti
yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi
paru akan terganggu
3) Pemerikasaan kardiofaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan
beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskular berupa
duktus arterious paten, piral dari kiri kekanan atau pirau
kanan kekiri, menurunya tekanan akteri paru dan sistemik.
27
Penyebaran vesikel, ukuran, dan isi furunkel
Pemerikasaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan fungsi paru
2) Pemeriksaan kardiovaskuler
1. Konsultasi
2. Kolaborasi dengan okter spesialis anak untuk penanganan bayi dengan
sindrom gangguan pernapasan.
3.5 Intervensi
Diagnosa : by... umur.. dengan sindrom gangguan pernapasan
intervensi rasional
1. Jelaskan kepeda ibu dan 1. Agar ibu dan kelurga
kelurga tentang keadaan mengetahui keadaan
bayinya bayinya
2. Lakukan tindakan untuk 2. Jalan nafas yang
memperbaiki/mempertahank terhambat
an jalan nafas akanmenyulitkan bayi
bernafas
28
3. Observasi TTV 3. Untuk deteksi dini
adanya komplikasi
4. Jaga kehangatan tubuh baik 4. mencegah terjadinya
hiportermi
5. penuhi asupan nutrisi 5. terpenuhinya kebutuhan
nutrisi bayi dapat
membantu proses
pemulihan baik
6. kolaborasi dengan spesialis 6. fungsi independet
anak dalam pemberian terapi
dan perwatan selanjutnya
3.6 Implementasi
Diagnosa : by......... Umur.. sindrom gangguan pernapasan
Tanggal :-
Jam :-
Implementasi :
1. menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang kaadaan bayinya
2. melakukan tindakan untuk memperbaiki/ mempertahankan jalan nafas.
3. Melakukan observasi TTV.
Nadi (normal : 120-160x/i)
RR ( normal : 30-60x/i)
Suhu ( normal: 36,5-37,5oc)
4. Menjaga kehangatan tubuh bayi
5. Memenuhi asupan nutrisi
6. Kolaborasi dengan spesialis anak dalam pemberian terapi dan perawatan
selanjutnya
29
3.5 Evaluasi
Melakukan evaluasi keativan dari asuhan yang sudah diberikan
meliputi pemenuhan kebutuhan akan batuanapakah benar-benar terpenuhi
sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentivikasi dala diagnosa da
maslah
Subjektif : data yang diperoleh dari keterangan pasien
Objektif : data yang diperoleh dari pemeriksaan petugas kesehatan
Assesment : pendokumentasian dari hasil analisa daan interpretasi
data subjektif dan objektif.
Planning : rencana tindakan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan atau tim medis.
30
BAB IV
PENUTUP
3.2 Kesimpulan
3.2 Saran
31