Diagnosa Dan Peataaksanaan DERMATITIS NUMULARIS
Diagnosa Dan Peataaksanaan DERMATITIS NUMULARIS
FAKULTAS KEDOKTERAN
JANUARY 2015
DERMATITIS NUMULARIS
DISUSUN OLEH :
Nabil Bachmid
1102100037
PEMBIMBING :
dr. Rani
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
akibat peranan antara sel mast dan saraf sensorik dalam mengidentifikasi
distribusi neuropeptida pada dermis bagian atas dan epidermis. Para peneliti
berhipotesis bahwa pelepasan mediator inflamasi histamin dan lainnya dari
sel mast dapat memulai pruritus dengan berinteraksi dengan saraf-serat C.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontak kulit antara sel-sel mast dan
saraf telah bertambah banyak dalam sampel kedua lesi dan nonlesional
dermatitis nummular dibandingkan dengan kontrol normal. Selain itu,
substansi P dan gen terkait peptida serat kalsitonin yang menonjol
meningkat dalam sampel lesi dibandingkan dengan sampel nonlesional dari
pasien dengan dermatitis nummular. Neuropetida ini dapat menstimulasi
pelepasan sitokin lainnya dan mempromosikan peradangan. 4
Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya sel mast dalam
dermis pasien dengan dermatitis nummular mungkin menyebabkan
penurunan aktivitas chymase, sehingga mengurangi kemampuan untuk
menurunkan neuropeptida dan protein yang dapat menstimulasi pelepasan
sitokin. Disregulasi ini bisa mengakibatkan penurunan kemampuan enzim
untuk menekan peradangan. 4
Kulit penderita dermatitis numularis cenderung kering, hidrasi
stratum korneun rendah, jumlah substansi P (SP), Vasoactive Intestinal Poly
Peptid (VIP), dan Calcitonin Genrelated Peptide (CGRP) yang meningkat
di dalam serabut dermal saraf sensoris kulit sedangkan pada serabut
epidermal yang meningkat SP dan CGRP. Hal ini menunjukkan bahwa
neuropeptida dapat berpotensi pada mekanisme proses degranulasi sel
mast.1
3
BAB II
DIAGNOSIS
2.1 Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan gatal, awalnya kecil
kemudian membesar atau meluas kesamping, biasanya berbentuk seperti
uang logam, berwarna kemerahan dan berbatas tegas. Awalnya berbentuk
vesikel namun biasanya pasien datang dengan vesikel sudah pecah sudah
mengering menjadi krusta kekuningan. Tempat predileksinya ditungkai
bawah, badan, lengan termasuk punggung tangan.1
Gambar 2 : Dermatitis numular. Plak bentuk koin dengan erosi dan eksoriasi. 2
4
yang berbeda. Plak dapat menjadi eksudatif dan kerak. Eksoriasi sekunder
akibat menggaruk. Plak kering bersisik adalah likenifikasi. Bentuk bulat
atau berbentuk koin sehingga disebut numular. Pinggiranya sering lebih
menonjol dari bagian tengahnya. Cluster daerah lesi (misalnya pada kaki
atau tubuh) sering tersebar. Lesi pada tungkai bagian bawah (sering terjadi
pada pria yang lebih tua) sedangkan lesi pada badan, tangan dan jari (sering
terjadi pada perempuan muda). 5
Tes Tempel
Tes tempel (Patch test) dapat digunakan pada kasus yang kronik untuk
menyingkirkan diagnosis banding dermatitis kontak. Pada suatu penelitian
satu sampai 50 pasien mempunyai hasil tes tempel yang positif pada obat
nitrofurazone, neomisin sulfat dan nikel sulfat. Serum imunoglobulin E
adalah normal. 3
5
Gambar 4 : Tes tempel (Patch test) yang dilakukan dengan menggunakan allergen
patch yang ditempelkan pada daerah punggung.2
Kultur bakteri
Dermatitis numularis dapat didiagnosis dengan kultur bakteri
untuk mengetahui bahwa apakah dermatitis numularis ini disebabkan
oleh infeksi Streptococcus aureus atau tidak. 5
Pemeriksaan KOH
Jika diagnosis meragukan kita dapat melakukan pemeriksaan
KOH untuk mendiagnosis sebuah tinea atau bukan.
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan biopsi dapat dilakukan untuk menyingkirkan
penyebab lain. Pada lesi akut ditemukan adanya spongiosis, vesikel
intraepidermal, sebukan sel radang limfosit dan makrofag disekitar
pembuluh darah. Pada lesi yang kronis dapat ditemukan akantosis
teratur, hiperkeratosis, mungkin juga spongiosis ringan. Dermis bagian
atas fibrosis, sebukan limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah.
Limfosit di epidermis mayoritas terdiri atas sel T-CD8+ sedangkan yang
ada di dermis sel T-CD+. Sebagian besar sel mast di dermis tipe Mast
Cell Tryptase (MCTC) yang berisi triptase. 1
6
Gambar 5 : Histopatologi dermatitis numularis. Tampak parakeratosis,
neutrofil dan hiperplasia epidermal psoriasiform dengan spongiosis dengan
infiltrat limfosit perivaskuler dermis superfisial, makrofag dan eosinofil. 3
7
b. Dermatitis kontak alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebebabkan
terpaparnya kulit dengan bahan dari luar yang bersifat
alergen.Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV adalah
hipersensitivitas tipe lambat. Lesi yang akut, berupa lesi yang polimorf
yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan diatas
makula yang eritematus terdapat papul, vesikel, bula yang bila pecah
menjadi lesi yang eksudatif.4
c. Dermatitis atopik
Kelainan kulit terutama berupa iktiosis, reaksi radang berupa
makula yang eritematus yang diatasnya terdapat vesikel, papul folikuler
dan akhirnya dapat timbul likenifikasi. Dermatitis atopik penyebabnya
belum diketahui.4
8
Gambar 8 : dermatitis atopik. (10)
9
BAB III
PENATALAKSANAAN
3.2. medikamentosa
3.2.1. sistemik
Antihistamin
10
Farmakokinetik: Dalam studi pemberian 10 mg tablet , sekali sehari selama
10 hari, tingkat serum rata-rata puncak 311 ng / mL. Puncak level darah untuk
0,3 ug/ml dicapai antara 30- 60 menit setelah pemberian Cetirizine 10 mg.
Waktu paruh plasma kira-kira 11 jam. Absorpsi sangat konsisten pada semua
subjek. Efek metabolik cetirizine yang tersisa dalam sistem untuk maksimal 21
jam sebelum dibuang, eliminasi rata -hidup adalah 8 jam. Sekitar 70% dari
obat tersebut diekskresi atau dikeluarkan melalui buang air kecil, yang
setengah diamati sebagai senyawa cetirizine tidak berubah. Lain 10%
diekskresikan. Pengeluaran melalui ginjal 30 ml/menit dan waktu paruh
ekskresi kira-kira 9 jam. Cetirizine terikat kuat pada protein plasma.
Antibiotik5
Jika ditemukan infeksi bakterial maka dapat diberikan antibiotik
secara sistemik. Steroid topikal potensi sedang, sering dikombinasikan dengan
antimikrobial atau antibiotik.
Antibiotik oral, seperti dicloxacillin, cephalexin, atau erythromycin,
dapat digunakan dalam kasus-kasus infeksi sekunder. Kultur swab dapat
menjadi panduan dalam pemilihan antibiotik. Biasa digunakan dicloxacillin
dosis oral 125-500 mg 4 kali per hari selama 7-10 hari.
Kortikosteroid sistemik5
Steroid terapi yang paling umum digunakan untuk mengurangi
peradangan. Steroid topikal (misalnya pemberian triamcinolone 0,25-0,1%)
efektif untuk mengurangi eritematosa. Gatal dapat diobati dengan steroid
potensi rendah (kelas III-VI). Lesi yang sangat meradang dengan eritema
intens, vesikel, dan pruritus membutuhkan steroid potensi tinggi (kelas I-II).
Steroid oral, intramuskular, atau parenteral mungkin diperlukan dalam kasus-
kasus yang parah, erupsi menyeluruh.5
11
Kortikosteroid sistemik digunakan untuk kasus-kasus dermatitis
numular yang berat, diberikan prednilson (metilprednisolon) dengan dosis oral
40-60 mg 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan.6
Indikasi : Penyakit kolagen : systemik lupus eritematosus, karditis
rheumatik akut, dan sistemik dermatomitosis (polymitosis).5
Penyakit kulit : pemphigus, bullous dermatitis herpetiformis, eritema
multiforme yang berat (Stevens Johnson sindrom), eksfoliatif dermatitis,
mikosis fungoides, psoriaris, dan dermatitis seboroik .5
Kontra Indikasi : Methylprednisolone dikontraindikasikan pada infeksi
jamur sistemik dan pasien yang hipersentitif terhadap komponen obat.6
12
3.2.2.topikal
13
ekstrimitas. Kortikosteroid gel yang disediakan dengan basa glycol propylene
sering mengiritasi serta menyebabkan kekeringan pada kulit. Obat ini tidak
boleh diaplikasikan pada daerah kulit kepala atau jenggot.6
Faktor yang berperan mempengaruhi potensi dan efek samping
kortikosteroid adalah struktur molekuler yang terkandung, vehikulum, jumlah
obat yang diaplikasi, durasi aplikasi, sifat oklusif, serta faktor si pemakai seperti
umur, luas permukaan badan dan berat, inflamasi pada kulit, anatomi kulit, dan
perbedaan metabolisme kutaneus dan sistemik pada setiap individu. Efek
samping kortikosteroid topikal terkait langsung dengan susunan potensi yang
terkandung dan durasi penggunaannya. Selain itu, ointment mempunyai risiko
tinggi untuk mengoklusi epidermis, seterusnya meningkatkan absorbsi sistemik
jika dibandingkan dengan krim. Efek samping dari kortikosteroid dapat dibagi
menjadi dua yaitu efek samping lokal dan efek samping sistemik yang
disebabkan oleh supresi hypothalamus pituitary-adrenal.6
Efek sampingnya termasuk striae, atrofi kulit, dermatitis perioral dan
akne rosasea. Kortikosteroid kuat bisa mengakibatkan supresi adrenal
(terutama pada bayi dan anak kecil). Kortikosteroid sedang (fluticasone
propionate) 0.05% krim pada bagian wajah dan bagian tubuh lain yang
signifikan aman untuk digunakan pada anak-anak berumur 1 bulan sampai 3
bulan. Pada penggunaan fluticason 0.05% krim juga bisa diaplikasikan pada
anak-anak umur 3 bulan selama maksimal 4 minggu. Fluticason losion pula
bisa digunakan pada anak-anak 12 bulan ke atas. Krim dan ointment
mometason bisa digunakan pada anak-anak berumur 2 tahun ke atas.
b. Immunomodulator5,7
Immunomodulator topikal (tacrolimus dan pimecrolimus) juga
mengurangi peradangan. Penggunaannya sering dimulai beberapa hari
setelah steroid topikal untuk mengurangi risiko sensasi terbakar yang
mungkin terjadi bila diterapkan ke kulit yang sangat teriritasi.
Pimecrolimus 1% cream (Elidel)
14
Cream nonsteroid pertama yang disetujui di Amerika Serikat untuk
dermatitis atopik ringan sampai sedang. Berasal dari ascomycin, zat alami
yang dihasilkan oleh jamur Streptomyces hygroscopicus var ascomyceticus.
Selektif menghambat produksi dan pelepasan sitokin inflamasi dari T-sel
diaktifkan dengan mengikat reseptor sitosolik Immunophilin macrophilin-12.
Dihasilkan kompleks menghambat fosfatase kalsineurin, sehingga
menghalangi aktivasi T-sel dan pelepasan sitokin. Atrofi kulit tidak diamati
dalam uji klinis, keuntungan potensial melalui kortikosteroid topikal.
Diindikasikan hanya setelah pilihan pengobatan lain gagal.
Tacrolimus 0,03% atau 0,1% salep (Protopic)
Mekanisme kerja tacrolimus dalam tidak diketahui. Mengurangi gatal
dan peradangan dengan menekan pelepasan sitokin dari sel T. Juga
menghambat transkripsi gen yang mengkode IL-3, IL-4, IL-5, GM-CSF, dan
TNF-alpha, yang semuanya terlibat dalam tahap awal aktivasi T-sel. Selain
itu, dapat menghambat pelepasan mediator preformed dari sel mast kulit dan
basofil, dan turun-mengatur ekspresi dari FCeRI pada sel Langerhans. Dapat
digunakan pada pasien umur 2 tahun. Obat kelas ini lebih mahal dari
kortikosteroid topikal. Tersedia sebagai salep dalam konsentrasi 0,03 dan
0,1%. Diindikasikan hanya setelah pilihan pengobatan lain gagal.
15
3.2.3.invasi.
Fototerapi5,7
Ketika erupsi menyeluruh dan berkepanjangan, fototerapi (umumnya
UVB) dapat membantu. UVB spektrum luas dan sempit paling sering
digunakan, meskipun PUVA (Psoralen + UVA) dapat digunakan pada kasus
yang berat. Efek samping jangka waktu pendek bagi fototerapi adalah eritema,
nyeri kulit, pruritus, dan pigmentasi. Efek samping jangka panjang adalah
proses penuaan yang prematur dan juga maligna kulit.
I. PROGNOSIS
Dermatitis numularis ini bersifat kronis dan sering timbul kembali.
Dari suatu pengamatan sejumlah penderita yang diikuti selama berbagai
interval sampai dua tahun, didapati bahwa 22% sembuh, 25% pernah
sembuh untuk beberapa minggu sampai tahun, 53% tidak pernah bebas dari
lesi kecuali masih dalam pengobatan. 1
16
BAB IV
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18