Anda di halaman 1dari 7

MEKANISME KERJA SEL LANGERHANS

SEBAGAI SEL PENYAJI ANTIGEN

Octaviana I. S. Rahim
Sunny Wangko
Sonny J.R. Kalangi

Bagian Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado


Email: indri.rahim@gmail.com

Abstract: Langerhans cells belong to a kind of dendritic cell that functions as an antigen
precenting cell. These cells are mostly found in the skin. Some studies suggested that these
cells were originated from bone marrow. Langerhans cells can not be identified by using a
routine fixation or a usual histological coloration, but by using an electron microscope or a
histochemical technique. Birbeck granules are special organelles which exist only in
Langerhans cells. Important surface receptors of Langerhans cells are class II MHC, FcER,
some integrins, and adhesins. The actions of Langerhans cells are clearly seen in the
sensitisation phase of allergic contact dermatitis. In this case, these cells engulf and process
antigens of class II MHC, so they can be presented to T cells. Besides processing antigens
done by class II MHC, Langerhans cells have CD1 receptors that are not found in other
dendritic cells. CD1 molecules present antigens in several forms: lipid, and exogen and
endogen glycolipids .
Keywords: Langerhans cells, dendritic cells, antigen presenting cells

Abstrak: Sel Langerhans merupakan salah satu jenis sel dendritik yang berfungsi sebagai sel
penyaji antigen. Sel ini terbanyak ditemukan di kulit. Beberapa penelitian mengemukakan
bahwa sel Langerhans berasal dari sumsum tulang. Sel Langerhans tidak dapat diidentifikasi
dengan menggunakan fiksasi rutin atau pewarnaan histologi biasa, tetapi harus dengan
mikroskop elektron atau tehnik histokimia. Granula Birbeck ialah organel khas yang hanya
terdapat di sel Langerhans. Reseptor permukaan penting yang terdapat pada sel Langerhans
yaitu MHC kelas II, FceR dan beberapa integrin serta adhesin. Mekanisme kerja sel
Langerhans terlihat jelas pada fase sensitisasi dermatitis kontak alergi yaitu dengan
menangkap antigen dan memrosesnya dengan MHC kelas II sehingga dapat disajikan kepada
sel T. Selain pemrosesan antigen yang dilakukan oleh MHC kelas II, sel Langerhans memiliki
reseptor CD1 yang tidak dimiliki oleh jenis sel dendritik lainnya. Molekul CD1 menyajikan
antigen dalam bentuk lipid dan glikolipid baik yang eksogen maupun endogen.
Kata kunci: sel Langerhans, sel dendritik, sel penyaji

Tubuh manusia memiliki sistem imun yang bangkitkan reaksi yang tepat untuk
berespons terhadap bahan atau partikel menyingkirkan sumber antigen tersebut.1
asing yang terpapar untuk melindungi Salah satu jenis respon imun yang mungkin
tubuh terhadap bahan atau partikel tersebut. terjadi jika terpapar dengan antigen yaitu
Respon imun sangat bergantung pada respon imun adaptif. Kejadian penting
kemampuan sistem imun untuk mengenali selama terjadinya respon imun adaptif ialah
molekul asing (antigen) yang bersifat penyajian antigennya.2
patogen potensial, dan kemudian mem- Pada stadium awal (inisiasi) suatu

137
138 Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor 3, November 2011, hlm. 137-143

respon imun, sekelompok sel fungsional Sel penyaji antigen dibagi dalam dua
yang disebut sel penyaji antigen/antigen kategori yaitu sel penyaji antigen profe-
presenting cell (APC) memfagositosis sional dan non-profesional. Terdapat tiga
antigen kemudian menyajikannya kepada jenis sel penyaji antigen profesional yang
limfosit dalam bentuk yang dapat dikenal utama yaitu makrofag, sel dendritik dan
oleh limfosit. Sel-sel yang dapat bertindak limfosit B/sel B.
sebagai sel penyaji antigen yaitu sel
dendritik, sel Kupffer, sel endotel, fibroblas
dan limfosit B.1 SEL LANGERHANS
Seluruh hubungan antara tubuh dan Sejarah
lingkungan luar dibatasi oleh epitel yang
Berawal pada tahun 1868, ketika se-
berfungsi untuk memberi penghalang fisik
orang mahasiswa kedokteran Paul Langer-
terhadap infeksi. Jaringan epitel dan sub-
hans menemukan populasi sel dendritik in-
epitel mengandung sel dendritik epidermal
traepidermal pada kulit manusia yang di-
yang disebut sel Langerhans. Sel-sel yang
warnai dengan gold chloride.7 Karena sel
sama ditemukan juga dalam organ-organ
ini mempunyai morfologi dendritik
limfoid perifer yang kaya akan limfosit T,
(tonjolan-tonjolan panjang pada permukaan
dan dalam jumlah kecil pada organ lain-
selnya), maka Langerhans mengasumsikan
nya.3
bahwa sel ini mungkin merupakan tipe baru
dari sel saraf. Setelah lebih dari 100 tahun
SEL PENYAJI ANTIGEN kemudian, disarankan bahwa sel
Sel penyaji antigen ialah sel yang se- Langerhans mungkin merupakan leukosit.
cara khusus membantu melawan zat asing Pada awal 1970-an sel-sel dendritik
yang masuk ke dalam tubuh. Sel-sel ini me- diidentifikasi dan dikarakterisasi sebagai
ngirimkan sinyal ke limfosit T helper/sel sel penyaji antigen khusus derivat sumsum
Th ketika antigen masuk ke dalam tubuh tulang dan kemudian pemahaman
(Gambar 1). Setiap jenis sel T khusus mengenai fungsi-fungsinya mulai berkem-
dilengkapi untuk menangani jenis patogen bang.8
berbeda-beda yang dapat berupa bakteri,
virus, atau toksin.4 Definisi
Sel Langerhans ialah sel dendritik
penyaji antigen berasal dari sumsum tulang
yang umumnya bertempat pada stratum
spinosum (Gambar 2).9,10 Oleh karena sel-
sel Langerhans berada dalam epidermis,
maka diperkirakan sel-sel ini menyediakan
perangkap untuk antigen eksternal yang
ditemukan pada kulit.11

Asal sel Langerhans


Sel Langerhans berasal dari
prekursor sel CD34+ (CD/cluster of
differentiation) dalam sumsum tulang.
Dengan pemberian granulocyte macro-
phage colony stimulating factor (GM-CSF)
Gambar 1. Interaksi antara sel penyaji antigen dan juga interleukin-4 (IL-4) atau tumor
dan sel T pembantu (Th cell). Sumber: necrosis factor- α (TNF-α), sel Langerhans
www.wellness.com/reference/allergies/antigen- dapat dikultur dari prekursor sel CD34+
presenting-cells.4 (Gambar 3). Berbeda dengan sel dendritik
Rahim, Wangko, Kalangi; Mekanisme kerja sel Langerhans sebagai sel penyaji antigen 139

lainnya, sel Langerhans memerlukan TGF- Morfologi


β dalam perkembangannya. Selain itu sel Sel Langerhans tidak dapat diidentifi-
Langerhans secara unik mengekspresikan kasi dengan fikasasi rutin dan pewarnaan
CD1a, granula Birbeck, langerin, dan histologi biasa, tetapi harus menggunakan
molekul adesif E-chaderin.2,13 mikroskop elektron atau tehnik histokimia
(Gambar 4).
Gambaran struktur halus sel Langer-
hans memperlihatkan adanya organel ber-
bentuk batang dengan panjang ± 0,8-2 µm,
disebut granula Birbeck.14 Fungsi granula
Birbeck masih diperdebatkan. Akhir-akhir
ini telah diidentifi-kasi Ca2+ dependent lec-
tin dengan spesifisitas pengikatan manosa
(disebut langerin), yang berhubungan
dengan granula Birbeck, dan bahkan dapat
menginduksi pembentukan granula terse-
but. Secara histokimia, sel Langerhans ma-
nusia dapat divisualisasikan dengan pewar-
Langerhans cell
naan adenosin trifosfatase (ATPase), pe-
warnaan tahan formalin, enzim sulfhydryl-
dependent. Penanda yang selalu terdapat
pada sel Langerhans ialah CD45 panhema-
topoetik, major histocompatibility complex
class II (MHC kelas II), CD1a, protein
Gambar 2. Sel Langerhans di epidermis kulit
tebal. Sumber: Gartner et al, 2011.12 S100, vimentin dan granula Birbeck yang
berkaitan dengan langerin.2

Gambar 4: Sel Langerhans dengan mikroskop


elektron. Sumber: Bolognia et al, 2008.2

Fungsi
Sel Langerhans berfungsi sebagai sel
penyaji antigen yang berada di epidermis
oleh karena mempunyai morfologi den-
Gambar 3. Asal mula sel Langerhans. Sumber: dritik dengan fenotip permukaan sel
Bolognia et al, 20082 sebagai penyaji antigen dan kemampuan
140 Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor 3, November 2011, hlm. 137-143

bermigrasi ke area yang banyak sel T. untuk pengambilan antigen termasuk


Tonjolan sel yang panjang seperti dendrit reseptor yang berafinitas tinggi terhadap
memfasilitasi sel Langerhans untuk meng- IgE yaitu FcεR dan FcεRI, reseptor kom-
ambil antigen protein atau kompleks plemen CD11b dan CD11c, lectin C
hapten-protein sepanjang epidermis.6 (reseptor pengikat mannan), dan DEC205
(CD-205).6,13
Reseptor permukaan Setelah terjadi pengambilan antigen,
proses selanjutnya pemrosesan antigen oleh
Produk MHC
MHC kelas II. Target utama MHC kelas II
Respon imun terhadap antigen asing yaitu antigen eksogen yang diambil melalui
ditentukan oleh ekspresi molekul MHC makro atau mikropinositosis, atau melalui
spesifik yang dapat mengikat dan menyaji- reseptor yang dimediasi endositosis.
kan fragmen peptida protein/antigen terse- Degradasi protein akhirnya terjadi di dalam
but pada sel T. Oleh karena molekul MHC lisosom, yang menghasilkan peptida
terdapat pada membran dan tidak disekresi, dengan panjang 15-22 residu asam amino.
maka limfosit T hanya dapat mengenali Fragmen peptida memasuki kompartemen
antigen asing bila terikat pada permukaan endosomal khusus mengandung molekul
sel lain.1 Sebagai sel penyaji antigen, sel MHC kelas II, yang dihasilkan di dalam
Langerhans memperlihatkan ekspresi kuat retikulum endoplasma (Gambar 5).2
dari seluruh gen MHC kelas II.15

Reseptor Fc (FcR)
Reseptor Fc ialah molekul yang
diekspresikan pada permukaan berbagai
sel, yang dapat mengenali dan mengikat
daerah Fc dari kelas dan subkelas
imunoglobulin. Pada sel Langerhans
ditemukan ekspresi reseptor IgE (FcεR)
berafinitas tinggi.16

Integrin dan adhesin


Integrin merupakan protein permukaan
yang fungsi utamanya memerantarai
adhesi, baik antara sel dan sel maupun sel
dan matriks ekstrasel. Integrin bersama Gambar 5: Jalur penghantaran antigen ekso-
adhesin berkontribusi pada pengikatan sel gen pada molekul MHC kelas II. Sumber:
dan homing, dimana kedua hal ini sangat Bolognia et al, 2008.2
penting dalam kerja sel Langerhans.
Beberapa contoh integrin pada sel
Langerhans yaitu intercellular adhesion MHC kelas II yang baru disintesis
molecule-1 (ICAM-1, CD54), ICAM 3 berasosiasi dengan sebuah rantai invarian
(CD50), lymphocyte function-associated yang menghambat disosiasi molekul MHC
antigen-3 (LFA-3, CD58), dan β2 integrin kelas II belum terikat antigen dan meng-
(CD18).6 angkut molekul MHC kelas II dari reti-
kulum endoplasma ke kompartemen endo-
somal khusus sehingga molekul MHC da-
BAHASAN pat berinteraksi dengan fragmen peptida
Sel Langerhans mengambil antigen antigen. Rantai invarian dibelah oleh pro-
dengan cara memfagositosis serta tease, dan meninggalkan sebuah fragmen
memanfaatkan reseptor membran untuk kecil disebut CLIP (kelas II-terkait peptida
memicu pengambilan antigen. Reseptor invarian) yang terikat pada molekul MHC.
Rahim, Wangko, Kalangi; Mekanisme kerja sel Langerhans sebagai sel penyaji antigen 141

Pada interaksi dengan peptida antigen, terdapat pada cairan lepuhan positif
fragmen CLIP dilepaskan dari kompleks terwarnai untuk kerusakan DNA
dan digantikan oleh peptida antigen. A- (cyclobutyl pyrimidine dimer), mem-
khirnya MHC kelas II yang terikat antigen perlihatkan sel tersebut berasal dari epider-
peptida diekspresikan pada permukaan sel, mis yang terkena UV-B. Ketidakhadiran sel
memungkinkan pengenalan antigen oleh sel Langerhans yang terinduksi UV-B seperti-
T yang membawa TCR yang sesuai.2 nya terutama disebabkan oleh migrasi.
Selain pemrosesan antigen dilakukan Sel Langerhans merupakan sel yang
oleh MHC kelas II, sel Langerhans memi- memicu awal terjadinya dermatitis kontak
liki reseptor CD1 yang tidak dimiliki oleh alergi yaitu pada fase sensitisasi.20 Hapten
jenis sel dendritik lainnya. Molekul CD1 yang masuk ke dalam epidermis melewati
menyajikan antigen dalam bentuk lipid dan stratum korneum akan ditangkap oleh sel
glikolipid baik eksogen maupun endo- Langerhans dengan cara pinositosis,
gen.17,18 Molekul CD1 dihasilkan di dalam kemudian diproses secara kimiawi oleh
retikulum endoplasma dan diekspresikan enzim lisosom atau sitosol serta
pada membran plasma, menuju ke dikonjugasikan pada molekul MHC
permukaan melalui penghantaran oleh menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel
vesikel.13 Langerhans dalam keadaan istirahat, tetapi
Kostimulasi diperlukan untuk meng- keratinosit yang terpajan oleh hapten (yang
inisiasi respon imun produktif oleh sel T. juga mempunyai sifat iritan) akan
Kostimulator yang paling penting pada sel melepaskan sitokin (IL-1) yang selanjutnya
T naif ialah CD28; dan ligannya yang se- mengaktifkan sel Langerhans sehingga
suai yaitu CD80 (B7-1) dan CD86 (B7-2), mampu menstimulasi sel T. Aktivasi ter-
terdapat pada sel penyaji antigen matur. sebut akan mengubah fenotip sel Langer-
CD80 dan CD86 merupakan anggota per- hans dan meningkatkan sekresi sitokin ter-
tama dari subfamili B7 yang lebih besar.13 tentu (misalnya IL-1) serta ekspresi mole-
Kolgen et al (2002)19 menyatakan kul permukaan sel termasuk MHC kelas II,
bahwa jumlah sel Langerhans berkurang ICAM-1, LFA-3 dan B7. Sitokin proinfla-
pada saat kulit terpapar oleh sinar ultra- masi lain yang dilepaskan oleh keratinosit
violet (UV). Penelitian ini ditujukan untuk yaitu TNF-α, yang dapat mengaktivasi sel
mengetahui mekanisme ketidakhadiran sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi
Langerhans oleh induksi UV. Mekanisme perubahan molekul adhesi sel dan pelepas-
yang paling banyak diterima yaitu akibat an sitokin juga meningkatkan MHC kelas
apoptosis dan migrasi. Penilaian apoptosis II.21
secara in vivo dilakukan dengan menyinari TNF-α menekan produksi E-cadherin
kulit bokong minimal enam dosis eritema yang mengikat sel Langerhans pada epider-
UV-B. Ternyata hanya ditemukan sedikit mis; juga menginduksi aktifitas gelatinoli-
sel Langerhans yang mengalami apoptosis sis sehingga memperlancar sel Langerhans
pada potongan kulit yang terpajan oleh melewati membran basalis bermigrasi ke
UV-B. Metode yang digunakan untuk kelenjar getah bening setempat melalui
mendeteksi migrasi sel Langerhans yaitu saluran limfe. Di dalam kelenjar getah be-
dengan menangkap sel-sel ini dari cairan ning, sel Langerhans memresentasikan
lepuhan. Lepuhan dikembangkan pada sisi kompleks MHC-antigen kepada sel Th
fleksor lengan bawah dari sukarelawan spesifik (yang mengekspresikan molekul
sehat pada beberapa titik waktu setelah CD4 yang mengenali MHC sel
terpajannya kulit dengan minimal enam Langerhans) dan kompleks reseptor sel T-
dosis eritema UV-B. Cairan lepuhan CD3 (yang mengenali antigen yang telah
dikumpulkan dan sel Langerhans terdeteksi diproses).21
dalam cairan lepuhan pada kulit yang Sel Langerhans menyekresi IL-1 yang
terpajan UV-B, dan tidak pada kulit yang menstimulasi sel T untuk menyekresi IL-2
tidak terpajan. Sel Langerhans yang dan mengekspresikan reseptor IL-2 (IL-
142 Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor 3, November 2011, hlm. 137-143

2R). Sitokin ini akan menstimulasi dermatitis kontak alergi. Kortikosteroid


proliferasi sel Th spesifik, sehingga dapat menurunkan jumlah limfosit secara
jumlahnya bertambah banyak. Turunan sel cepat terutama bila diberikan dalam dosis
ini yaitu sel T memori (sel T teraktivasi) besar. Studi terbaru menunjukkan bahwa
akan meninggalkan kelenjar getah bening kortikosteroid menghambat proliferasi sel
dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat limfosit T, imunitas seluler termasuk di-
tersebut individu menjadi tersensitisasi. dalamnya yaitu sel Langerhans, dan eks-
Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 presi gen yang menyandi berbagai sitokin
minggu.21 yaitu IL-1, IL-2, IL-6, IFN-α dan TNF-α
Kortikosteroid merupakan salah satu (Gambar 6). Pada pasien dengan dermatitis
jenis obat imunosupresan yang digunakan kontak alergi dapat diberikan kortikosteroid
untuk menekan respon imun seperti pada untuk mengatasi proses inflamasi.22

Gambar 6: Tempat kerja berbagai imunosupresan. Sumber: Nafrialdi, 2007.22

SIMPULAN Louis: Mosby Elsevier. 2008.


3. Abbas AK, Lichtman AH. Basic
Sel Langerhans ialah jenis sel Immunology: Functions and Disorders
dendritik kulit yang berfungsi menyajikan of the Immune System (Third Edition).
antigen dengan diproses terlebih dahulu Philadelphia: Saunders Elsevier. 2009.
oleh MHC kelas II agar dapat dikenal oleh p. 45-65.
sel T sehingga dapat diberikan respon imun 4. Antigen presenting cells. [homepage on the
yang sesuai. Pada dermatitis kontak alergi, internet] 2011. Nodate [cited 2011 Jun
sel Langerhans mencetuskan terjadinya 25] Available from: http://www.
fase sensitisasi. wellness.com/reference/allergies/antigen
-presenting-cells/.
5. Three types of antigen presenting cell.
DAFTAR PUSTAKA [homepage on the internet] 2011.
1. Kresno SB. Imunologi: Diagnosis dan Nodate [cited 2011 Jun 25]. Available
Prosedur Laboratorium (Edisi 4). from: http://sprojects.mmi.mcgill.ca/
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. immunology/APC_text.htm.
2. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. 6. Blauvelt A. Langerhans cells. In: Delves PJ,
Dermatology (Second Edition). St Roitt IM, editors. Encyclopedia of
Rahim, Wangko, Kalangi; Mekanisme kerja sel Langerhans sebagai sel penyaji antigen 143

Immunnology (Second Edition). 16. Wang B, Rieger A, Kilgus O, Ochiai K,


London: AP, 1998; p. 1528-32 [ebook]. Maurer D, Fodinger D et al.
7. Numahara T, Tanemura M, Numahara K, Epidermal Langerhans cells from
Moriue J, Shirahige Y, Yokoi I et al. normal human skin bind monomeric IgE
Spatial statistic for epidermal via Fc epsilon RI. J Exp Med.
Langerhans cells. Forma. 2009;24:45- 1992;175:1353-65.
59. 17. Shortman K, Caux C. Dendritic cell
8. Lucas A, MacPherson G. Langerhans cell: development: multiple pathways to
immigrants or residents. Nat. Immunol. nature’s adjuvants. Stem Cells.
2002;3:1125-26. 1997;15:409-419.
9. Romani N, Clausen BE, Stoitzner P. 18. McCance KL, Huether SE, Bashers VL,
Langerhans cells and more: langerin- Rote NS. Pathophysiology: The
expressing dendritic cell subsets in the Biologic Basic for Disease in Adults and
skin. Immunol Rev. 2010;234:120-141. Children (Sixth Edition). St Louis:
10. Gartner LP, Hiatt JL. Atlas Berwarna Mosby Elsevier. 2010. p. 247-252.
Histologi (Edisi 5). Jakarta: Binarupa 19. Kolgen W, Both H, Weelden HV,
Aksara. 2011. Guikers KL, Koomen CA, Knol EF et
11. Cumberbatch M, Dearman RJ, Griffiths al. Epidermal Langerhans cell depletion
CE, Kimber I. Epidermal Langerhans after artificial ultraviolet B irradiation of
cell migration and sensitisation to human skin in vivo: apoptosis versus
chemical allergens. Apmis. 2003; migration. J Invest Dermatol.
111:797-804. 2002;118:812-817.
12. Gartner LP, Hiatt JL, Strum JM. Biologi 20. Sinakin-Silberberg I, Thorbecke GJ.
Sel dan Histologi (Edisi 6). Jakarta: Contact hypersensitivity and Langerhans
Binarupa Aksara. 2011. cell. The Journal of Investigative
13. Lipscomb MF, Masten BJ. Dendritic Dermatology. 1990;75:61-67.
cells: immune regulators in health and 21. Hamzah M. Erupsi obat alergik. In:
disease. Physiol Rev. 2002;82:97-130. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
14. Weinberg JB. Mononuclear phagocytes. editors. Ilmu Penyakit Kulit dan
In: Greer JP, Foerster J, Lukens JN, Kelamin (Edisi Kelima). Jakarta: FKUI,
Rodgers GM, Paraskevas F, Glader B, 2007; p. 138-46.
editors. Wintrobe’s Clinical Hematology 22. Nafrialdi. Imunomodulator, imunosupresan
(Eleventh Edition). Philadelphia: dan imunostimulan. In: Gunawan SG,
Lippincott Williams and Wilkins, 2004; Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth,
p. 544-8. editors. Farmakologi dan Terapi (Edisi
15. Steinman RM. The dendritic cell system 5). Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007;
and its role in immunogenicity. Annu p. 760-1.
Rev Immunol. 1991;9:271-296.

Anda mungkin juga menyukai