2697 6206 1 SM PDF
2697 6206 1 SM PDF
Abstract
Industry, homes activites, and aquaculture around situ or lake could contaminate and affect the
water quality. This study aimed to determine the diversity of phytoplankton and water pollution
level in Situ Bulakan Kota Tangerang based on saprobite index. The research was conducted on
December 2014 until March 2015 at Situ Bulakan Kota Tangerang. Observations were made based
on 4 points sampling with three repetitions for one day that could represented existing condition.
Sampling sites in this study were at inlet flow, middle, outlet, and alleged utilized areas such as
floating fish net. The result showed 26 species of phytoplankton from four classes, namely 9 species
of Cyanophyceae, 4 species of Bacillariophyceae, 11 species of Chlorophyceae, and 2 species of
Euglenophyceae with moderate diversity index (H' = 1.77─2.05). Monoraphidium sp. was a species
dominated in Situ Bulakan Kota Tangerang which was found 215 individuals. So it can be said as
saprobite bioindicator. Saprobite index in Situ Bulakan Kota Tangerang showed moderate to severe
contaminated with α-mesosaprobic (0.14).
Gambar 1. Stasiun penelitian di Situ Bulakan Kota Tangerang; A. Aliran inlet; B. Bagian tengah;
C. Aliran outlet; D. Keramba
Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisik dan Kimia Situ Bulakan Kota Tangerang
penelitian yaitu 0,2 ‰ atau dapat al., 2008). Fitoplankton berpotensi men-
dikonversi menjadi 0,02% (Tabel 3). jadi indikator terbaik dalam pencemaran
Pengukuran TSS perairan diperoleh nilai organik karena mudah dicuplik dan diiden-
antara 16,00-33,50 mg/L. Nilai TSS tifikasi sehingga dapat menjadi indikator
terendah yaitu pada ST4 sebesar 16,00 pencemaran yang baik di suatu perairan.
mg/L dan tertinggi pada ST3 sebesar 33,50 Kelimpahan fitoplankton berkaitan
mg/L (Tabel 3). Pengukuran derajat dengan tingkat kesuburan suatu perairan.
keasaman (pH) perairan diperoleh nilai Kelimpahan fitoplankton ini dipengaruhi
antara 6,99-7,51 (Tabel 3). Pengukuran oleh faktor abiotik seperti DO atau
kandungan oksigen terlarut (DO) perairan kandungan oksigen terlarut (Tabel 3).
diperoleh nilai antara 1,17-2,87 mg/L Kandungan DO di perairan yang dapat
(Tabel 3). Pengukuran amoniak perairan ditolerir oleh organisme akuatik terutama
diperoleh nilai antara 2,06-3,03 mg/L fitoplankton adalah tidak kurang dari 5
(Tabel 3). mg/L (Boyd, 1982). Menurut PP No. 82
Chlorophyceae merupakan fitoplank- Tahun 2001, batas minimal kandungan DO
ton yang paling banyak ditemukan di untuk kategori kelas III (perikanan) yaitu 4
perairan Situ Bulakan Kota Tangerang dan mg/L. Kandungan DO perairan Situ
satu-satunya kelas yang terdapat pada Bulakan Kota Tangerang berada dibawah
divisi Chlorophyta. Jumlah spesies dari nilai ambang batas yang ditetapkan,
kelas Chlorophyceae paling beragam sehingga perairan tidak terlalu mendukung
dibandingkan dengan kelas yang lain untuk kegiatan perikanan dan mempe-
dengan jumlah mencapai 17.000 spesies ngaruhi kelimpahan fitoplankton di
(Graham & Wilcox, 2000). Chloro- dalamnya. Kandungan DO perairan ber-
phyceae umumnya banyak ditemukan di kaitan dengan suhu (Manik, 2010).
perairan air tawar karena sifatnya mudah Pengukuran DO di 4 stasiun penelitian
beradaptasi dan cepat berkembang biak tidak memiliki perbedaan yang signifikan
sehingga populasinya banyak ditemukan di karena suhu perairan pada masing-masing
perairan. Fitoplankton dari kelas Chloro- stasiun penelitian juga tidak memiliki
phyceae umumnya melimpah di perairan perbedaan yang signifikan (Tabel 3).
dengan intensitas cahaya yang cukup Suhu perairan di 4 stasiun penelitian
seperti kolam, situ, dan danau (Bellinger & tidak memiliki perbedaan secara signi-
Sigee, 2010). fikan. Hal ini disebabkan karena pengu-
Monoraphidium sp. merupakan jenis kuran suhu perairan dilakukan dalam
fitoplankton yang paling banyak ditemu- waktu yang hampir bersamaan yaitu pada
kan di perairan Situ Bulakan dan salah satu pukul 09.00 WIB. Suhu berpengaruh
fitoplankton yang digunakan sebagai terhadap distribusi fitoplankton. Kisaran
indikator perairan yang tercemar. Jenis ini suhu optimum bagi kehidupan fitoplankton
memiliki protective cyste yang merupakan di perairan adalah 20–300C (Rimper,
fase dari organisme uniseluler yang dilin- 2001). Nilai kisaran suhu pada perairan
dungi oleh lapisan tebal sehingga dapat Situ Bulakan menunjukkan kisaran suhu
bertahan hidup lebih lama pada kondisi yang baik untuk pertumbuhan fito-
yang tidak menguntungkan tanpa mengam- plankton.
bil makanan (Jhon et al., 2002). Monora- Indeks keanekaragaman terendah
phidium sp. banyak ditemukan di Situ terjadi pada ST1 yang merupakan tempat
Bungur Kota Tangerang Selatan (339 aliran air masuk (inlet). Hal ini disebabkan
individu) (Salam, 2010), Situ Babakan karena ST1 banyak tertutupi oleh adanya
Jakarta Selatan (13.258 individu), Situ sampah yang menggenang di permukaan
Ulin-Salam Depok (4.419 individu), dan perairan. Limbah rumah tangga yang
Situ Aghatis Depok - Kampus Universitas masuk melalui inlet Situ Bulakan Kota
Indonesia (20.328 individu (Prihantini et Tangerang seperti plastik, dedaunan, sabun
atau busa detergen sebagai salah satu apung (KJA). Kegiatan budidaya keramba
faktor yang menyebabkan terhambatnya jaring apung mengandung bahan organik
sinar matahari masuk ke perairan, sehingga dari penggunaan pakan buatan yang tidak
proses fotosintesis yang dilakukan oleh termakan dan akan menumpuk pada dasar
fitoplankton menjadi berkurang dan perairan (Hutabarat, 2000). Limbah orga-
menyebabkan rendahnya keanekaragaman nik KJA tersusun atas bahan organik
jenis fitoplankton pada stasiun ini. Proses seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitro-
fotosintesis yang terhambat pada perairan gen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya.
juga menyebabkan ragam dan jenis Limbah organik yang masuk ke dalam
tertentu saja yang hidup pada stasiun ini. perairan dalam bentuk padatan yang
Indeks keanekaragaman tertinggi terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut
terjadi pada ST2 merupakan bagian tengah mempunyai potensi yang besar untuk
danau yang langsung mendapatkan cahaya menurunkan kualitas air (Panjaitan, 2009).
matahari, sehingga dapat meningkatkan ST1 memiliki indeks saprobitas
produktivitas primer perairan. Cahaya fitoplankton (X) tertinggi karena merupa-
merupakan faktor penting karena kan tempat aliran masuk (inlet) yang
berdampak langsung terhadap distribusi mengandung limbah organik dan anorga-
dan jumlah organisme khususnya fito- nik dari hasil aktivitas pabrik dan rumah
plankton dalam badan air (Anggoro et al., tangga di sekitar perairan Situ Bulakan
2013). Kota Tangerang. Limbah organik secara
Indeks keseragaman (E) menggam- tidak langsung dapat meningkatkan kelim-
barkan tingkat keseimbangan atau pahan jenis fitoplankton tertentu. Kondisi
kesamaan komposisi jenis biota perairan perairan yang cukup mengandung unsur
(Odum, 1996). Rendahnya nilai indeks hara diperlukan untuk perkembangan
keseragaman pada seluruh stasiun pene- fitoplankton seperti nitrat dan fosfat yang
litian disebabkan karena kelimpahan berasal dari buangan limbah rumah tangga
fitoplankton yang tidak merata, sehingga dan industri (Piirsoo et al., 2008).
adanya spesies yang lebih mendominasi Terhambatnya penetrasi cahaya
dalam perairan. Semakin kecil nilai indeks matahari ke dalam air menyebabkan proses
keseragaman atau mendekati nol menun- fotosintesis dalam air akan terganggu dan
jukkan semakin kecil pula keseragaman jumlah oksigen terlarut dalam air akan
populasi fitoplankton, artinya penyebaran berkurang. Penurunan jumlah kandungan
jumlah individu setiap spesies tidak sama oksigen terlarut dalam air menyebabkan
dan cenderung suatu spesies tertentu terganggunya kehidupan organisme per-
mendominasi populasi tersebut (Nugroho, airan terutama bagi pertumbuhan fito-
2006). plankton (Manik, 2010).
Indeks dominansi fitoplankton (D) Jenis fitoplankton yang dapat men-
menggambarkan ada atau tidaknya biota dominasi suatu perairan dapat dipe-ngaruhi
perairan yang mendominasi (Odum, 1996). oleh kondisi lingkungan seperti faktor fisik
Jika indeks dominansi mendekati nilai 1 dan kimia perairan seperti kecerahan,
maka ada salah satu jenis yang mendo- kedalaman, salinitas, pH, TSS, dan amo-
minasi daripada jenis lain, hal ini niak (NH3-N) yang mampu memberikan
disebabkan karena komunitas fitoplankton perbedaan jenis fitoplankton yang mendo-
mengalami tekanan ekologis berupa stress minasi pada setiap perairan (Reynold,
(Nugroho, 2006). 1993).
Indeks saprobitas fitoplankton (X) Perairan yang memiliki kecerahan
terendah terjadi pada ST4 yang berarti 0,60 m-0,90 m dianggap cukup baik untuk
terjadi pencemaran yang disebabkan menunjang kehidupan ikan dan organisme
karena adanya kegiatan budidaya peri- perairan dan kecerahan <0,30 m dapat
kanan menggunakan sistem keramba jaring menimbulkan masalah bagi ketersediaan
oksigen terlarut di perairan (Boyd, 1982). Nilai TSS terendah pada ST4 terjadi
Hasil pengukuran kecerahan di Situ karena nilai kecerahan pada ST4 lebih
Bulakan Kota Tangerang <0,30 m sehing- tinggi dibandingkan stasiun penelitian
ga kurang mendukung bagi kehidupan dan yang lain, sementara nilai TSS tertinggi
pertumbuhan organisme perairan terutama pada ST3 terjadi karena nilai kecerahan
fitoplankton. pada ST3 lebih rendah dibandingkan
Kedalaman perairan di 4 stasiun dengan nilai kecerahan pada ST4 (Tabel
penelitian tidak memiliki perbedaan secara 3). Menurut PP No. 82 tahun 2001
signifikan. Hal ini terjadi karena penge- mengenai baku mutu air kelas III (untuk
rukan dasar perairan situ tidak dilakukan perikanan) bahwa TSS memiliki nilai
secara menyeluruh, sehingga bahan-bahan ambang batas maksimal 400 mg/L, dalam
organik dan anorganik yang mengendap di hal ini TSS perairan Situ Bulakan Kota
dasar perairan terus terakumulasi dan Tangerang tergolong normal karena nilai
menyebabkan pendangkalan pada bagian TSS berada dibawah nilai ambang batas.
dasar. Perairan yang baik untuk Kisaran pH yang sesuai untuk
pemeliharaan ikan berkisar antara 0,75- kehidupan organisme perairan adalah 6,5-9
1,25 m, karena air pada kedalaman ter- (Boyd, 1982). Nilai pH yang terdapat pada
sebut masih dipengaruhi oleh sinar mata- masing-masing stasiun tidak memperlihat
hari sehingga merupakan lapisan yang perbedaan yang signifikan dan berada
produktif. dalam kondisi normal. Menurut PP No. 82
Kedalaman perairan juga merupakan tahun 2001, dalam kriteria baku mutu air
faktor pembatas kesuburan perairan. Fito- kelas III (untuk perikanan) adalah 6-9.
plankton banyak dijumpai pada kedalaman Dengan demikian, nilai pH yang terdapat
tidak lebih dari satu meter pada perairan pada setiap stasiun penelitian dapat
umum (sungai, danau, dan waduk) karena disimpulkan bahwa perairan tersebut
pada kedalaman satu meter merupakan tergolong kepada perairan yang produktif
daerah transparansi matahari (euphotic untuk kehidupan organisme fitoplankton
zone) (Harahap, 2000). Berdasarkan dan berada dibawah ambang batas yang
pendapat tersebut, kedalaman perairan Situ ditetapkan.
Bulakan masih layak sebagai tempat Hasil pengukuran amoniak di setiap
kehidupan organisme perairan seperti ikan stasiun penelitian tidak memperlihat
yang banyak hidup pada tambak-tambak perbedaan yang signifikan. Baku mutu
disekitar Situ Bulakan dan fitoplankton kualitas air kelas III (untuk perikanan)
yang cukup banyak ditemukan di Situ dalam PP No. 82 Tahun 2001 menjelaskan
Bulakan Kota Tangerang. bahwa batas maksimum amoniak untuk
Salinitas yang terkandung pada air kegiatan perikanan bagi ikan yang peka
danau dan sungai terhitung rendah dan ≤0,02 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa
dikategorikan sebagai air tawar jika kandungan amoniak pada setiap stasiun
kandungan garam pada air sungai dan penelitian telah melewati batas maksimum
danau kurang dari 0,05%. Jika melebihi itu baku mutu.
atau sekitar 0,05 % sampai 3% maka air Kandungan amoniak yang tinggi
tersebut dikategorikan sebagai air payau. pada setiap stasiun, diduga disebabkan
Jika tingkat salinitasnya diantara 3% oleh adanya akumulasi dari pemberian
sampai 5% air tersebut dikategorikan pakan dengan teknik sebar pada areal
sebagai air saline dan jika melebihi 5% budidaya ikan di lokasi tersebut sehingga
maka dikategorikan sebagai brine (KLH menyebabkan sisa-sisa buangan hasil
Ketapang, 2013). Hal ini menunjukkan metabolisme yang dihasilkan oleh ikan
bahwa hasil pengukuran salinitas pada dalam bentuk feces menjadi lebih banyak,
setiap stasiun penelitian termasuk kategori dan mempengaruhi tingginya jumlah kadar
air tawar. amoniak di lokasi tersebut. Selain itu,
Manik, D. M. (2010). Studi Tentang Ke- Piirsoo, K., Peeter, P., Tuvikene, A., &
naikan Amoniak (NH3) Dan Sulfat Malle, A. (2008). Temporal and
(SO4-2) Pada Air Limpasan Penge- Spatial Patterns of Phytoplankton in
rukan Pasir Laut serta Pengaruhnya a Temperate Lowland River. Journal
terhadap Kelimpahan Popu-lasi of Plankton Research 30 (11), 1.285-
Plankton dan Bentos. Skripsi. 1.295.
Departemen Kimia Fakultas Mate- Presiden Republik Indonesia. (2001).
matika dan Ilmu Pengetahuan Alam Pera-turan Pemerintah Republik
Universitas Sumatera Utara. Medan. Indone-sia Nomor 82 Tahun 2001
Needham, J. G., & Needham, P. R. tentang Pengelolaan Kualitas Air
(1941). A Guide to the Study of dan Pe-ngendalian Pencemaran Air.
Fresh-Water Biology. Comstock Sekretaris Negara Republik Indone-
Publishing Company Inc. New York. sia. Jakarta.
Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Prihantini, N. B., Wardhana, W. Hen-
Air. Universitas Trisakti. Jakarta. drayanti, D., Widyawan, A., Ariyani,
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut. Y., & Rianto, R. (2008).
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Biodiversitas Cyanobacteria dari
Odum, E. P. (1996). Dasar-dasar Ekologi. Beberapa Situ/ Danau di Kawasan
Yogyakarta: Gadjah Mada Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia.
University Press. Jurnal Makara Sains 12 (1), 44-54.
Panjaitan, P. (2009). Kajian Potensi Pence- Reynold, C. S. (1993). Scales of
maran Keramba Jaring Apung PT. Disturbance and Tehir Role in
Aquafarm Nusantara di Ekosis-tem Plankton Ecology. Hydrobiology
Perairan Danau Toba. Jurnal Visi 17 (249), 157-171.
(3), 290-300.