Anda di halaman 1dari 10

FITOPLANKTON SEBAGAI BIOINDIKATOR

SAPROBITAS PERAIRAN DI SITU BULAKAN KOTA TANGERANG


Sinta Ramadhania Putri Maresi, Priyanti, Etyn Yunita*
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

*Corresponding author: etyn@uinjkt.ac.id

Abstract
Industry, homes activites, and aquaculture around situ or lake could contaminate and affect the
water quality. This study aimed to determine the diversity of phytoplankton and water pollution
level in Situ Bulakan Kota Tangerang based on saprobite index. The research was conducted on
December 2014 until March 2015 at Situ Bulakan Kota Tangerang. Observations were made based
on 4 points sampling with three repetitions for one day that could represented existing condition.
Sampling sites in this study were at inlet flow, middle, outlet, and alleged utilized areas such as
floating fish net. The result showed 26 species of phytoplankton from four classes, namely 9 species
of Cyanophyceae, 4 species of Bacillariophyceae, 11 species of Chlorophyceae, and 2 species of
Euglenophyceae with moderate diversity index (H' = 1.77─2.05). Monoraphidium sp. was a species
dominated in Situ Bulakan Kota Tangerang which was found 215 individuals. So it can be said as
saprobite bioindicator. Saprobite index in Situ Bulakan Kota Tangerang showed moderate to severe
contaminated with α-mesosaprobic (0.14).

Keywords : Situ Bulakan, pollution, phytoplankton, bioindicator, saprobite

PENDAHULUAN menjadi daerah resapan dan sumber air


Situ atau danau merupakan salah satu permukaan tetap terjaga.
ekosistem air tawar yang sifat airnya tenang Salah satu cara untuk pemantauan
(lentik), terakumulasi dalam suatu tempat, dan kualitas perairan dapat dilakukan penelitian
keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada secara biologi menggunakan indikator fito-
daerah pinggir saja (Barus, 2004). Kota plankton. Fitoplankton dijadikan sebagai
Tangerang memiliki 6 buah situ sebagai indikator kualitas perairan karena siklus
daerah resapan air dan sumber air permukaan, hidupnya pendek, respon yang sangat cepat
yaitu Situ Cipondoh (126,17 Ha), Situ Bu- terhadap perubahan lingkungan (Nugroho,
lakan (15 Ha), Situ Cangkring (6,17 Ha), Situ 2006), dan merupakan produsen primer yang
Gede (5,07 Ha), Situ Bojong (0,6 Ha), dan menghasilkan bahan organik serta oksigen
Situ Kunciran (0,3 Ha) (BPLH Kota Ta- yang bermanfaat bagi kehidupan perairan
ngerang, 2013). dengan cara fotosintesis (Nybakken, 1992).
Situ Kunciran dan Situ Bojong merupa- Pengaruh cahaya matahari dalam proses
kan 2 buah situ di Kota Tangerang yang fotosintesis juga menyebabkan fitoplankton
selama ini terinventarisasi ke dalam data berdistribusi secara horizontal (Arinardi et al.,
Dinas Pekerjaan Umum, namun kondisi di 1997).
lapangan tidak ditemukan perairan lagi akibat Fitoplankton yang dijadikan sebagai
perubahan fungsi situ menjadi daratan. Selain indikator kualitas perairan berhubungan
itu, perubahan alih fungsi situ menjadi daratan dengan indeks saprobitas perairan. Indeks
juga terjadi di Situ Bulakan Kota Tangerang saprobitas perairan diukur menggunakan jenis
yang awalnya memiliki luas sekitar 30 Ha fitoplankton yang ditemukan, karena setiap
menjadi 15 Ha. Perubahan fungsi situ menjadi jenis fitoplankton merupakan penyusun dari
daratan di Kota Tangerang seharusnya perlu kelompok saprobik tertentu yang akan
dihindari dan dilakukan pemantauan kualitas mempengaruhi nilai saprobitas (Indrayani et
perairan agar fungsi situ yang awalnya al., 2014).

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 113


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

Situ Bulakan sebagai situ terbesar kedua MATERIAL DAN METODE


di Kota Tangerang dengan luas 15 Ha meru- Penelitian ini dilakukan pada bulan
pakan tempat penampungan air yang diguna- Desember 2014 hingga Maret 2015 dengan
kan untuk mengendalikan banjir. Berdasarkan pengambilan sampel pada tanggal 14 Januari
hasil survei pendahuluan, terlihat bahwa Situ 2015 di Situ Bulakan Kota Tangerang,
Bulakan Kota Tangerang dimanfaatkan seba- Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, Provinsi
gai sarana rekreasi yang banyak didatangi Banten. Analisis air dan identifikasi
pengunjung, selain itu banyak terdapat rumah fitoplankton dilakukan di Laboratorium
makan yang berada di sepanjang badan Biologi Pusat Sarana Pengen-dalian Dampak
perairan. Situ Bulakan Kota Tangerang juga Lingkungan (Pusar-pedal) Ke-menterian
memiliki sistem perairan terbuka sehingga Lingkungan Hidup.
menyebabkan air yang masuk lebih banyak Bahan yang digunakan dalam penelitian
berasal dari limbah domestik perumahan, ini adalah sampel air yang diambil dari Situ
industri, dan air hujan. Kegiatan budidaya Bulakan, lugol 1%, aquades, dan kit amoniak
perikanan dengan teknik keramba jaring (NH3-N). Alat yang digunakan dalam peneli-
apung juga ditemukan di sekitar perairan Situ tian ini adalah mikroskop cahaya (Olympus
Bulakan dengan ikan budidaya seperti ikan BH2-RFCA), spektrofotometer UV-Vis (In-
mujair (Oreochromis mossambicus), ikan nila ScienPro US–120), digital depth sounder
(Oreochromis niloticus) dan ikan gabus (Hondex PS-Z), conductivity meter (Hach
(Ophiocephalus striatus). Kondisi tersebut sesion5), pH meter (Horiba D-51), GPS
sangat memungkinkan situ tersebut tercemar (Garmin), secchi disc, plankton net no. 25,
oleh bahan-bahan pencemar (Marganof, sedgwick rafter counting cell dengan ukuran
2007). panjang 50 mm, lebar 20 mm, dan tinggi 1
Sampai saat ini, pemantauan kondisi mm (memiliki volume 1000 mm3), gelas
kualitas perairan dan informasi mengenai ukur, pipet tetes, gelas objek, botol sampel
keanekaragaman fitoplankton yang digunakan polyethilen ukuran 30 ml, kertas saring,
sebagai bioindikator kualitas dan pencemaran kamera digital, counter, dan buku identifikasi
perairan di Situ Bulakan Kota Tangerang fitoplankton.
belum dilakukan. Oleh karena itu, fokus Penentuan titik pengambilan sampel
penelitian di Situ Bulakan Kota Tangerang ditetapkan sebanyak 4 stasiun (aliran inlet,
sebagai situ terbesar kedua setelah Situ bagian tengah, outlet, dan keramba) yang
Cipondoh perlu dilakukan untuk menghindari dianggap mewakili beberapa kondisi yang
perubahan alih fungsi situ dan sebagai upaya ada. Teknik sampling dilakukan secara acak
penyediaan data awal kondisi kawasan Situ pada masing-masing stasiun penelitian dan
Bulakan Kota Tangerang untuk kegiatan pencuplikan dilakukan 3 kali pengulangan.
monitoring secara berkala. Tujuan penelitian Pengambilan sampel air untuk identifikasi
ini adalah mengetahui keanekaragaman fitoplankton dilakukan pada satu hari
fitoplankton dan kondisi saprobitas perairan pengamatan yaitu pukul 08.00 - 10.00 WIB.
di Situ Bulakan Kota Tangerang berdasarkan
indikator fitoplankton.

Gambar 1. Stasiun penelitian di Situ Bulakan Kota Tangerang; A. Aliran inlet; B. Bagian tengah;
C. Aliran outlet; D. Keramba

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 114


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

Sampel air untuk identifikasi fito- Keterangan :


plankton diambil di permukaan air secara H’= indeks diversitas Shanon-Wiener
horizontal dengan kedalaman 0,5 m meng- Pi = ni/N (proporsi jenis fitoplankton)
gunakan plankton net no. 25 yang dilem- ln = jumlah jenis fitoplankton
parkan sejauh 3 m ke perairan, lalu bagian N = jumlah seluruh jenis fitoplankton
talinya ditarik sehingga didapatkan sampel Indeks Keseragaman (E)
air yang dipekatkan. Sampel air yang
didapatkan dari masing-masing stasiun
penelitian dengan 3 kali pengulangan
diambil sebanyak 27 ml dan dimasukkan
Keterangan :
ke dalam botol sampel ukuran 30 ml yang
E = Indeks keseragaman jenis
telah berisi 3 ml lugol 1% dan diberi label.
H’= Indeks keanekaragaman jenis
Metode pengambilan contoh uji air permu-
Shannon-Wiener
kaan sesuai dengan SNI No. 6989.57-
H’ maks= Nilai keanekaragaman jenis
2008.
maksimum (ln S)
Sampel air dalam botol sampel
S= Jumlah total individu
diambil menggunakan pipet, kemudian
diteteskan ke dalam bilik pencacah
Indeks Dominansi (D)
sedgwick rafter counting cell kapasitas 1
ml dan ditutup menggunakan gelas objek.
Pengamatan fitoplankton dalam sedgwick
rafter counting cell dilakukan sebanyak 3
Keterangan :
kali pengulangan di bawah mikroskop
D = Indeks dominasi
cahaya dengan perbesaran 10 x 10. Proses
Pi = ni/N (proporsi jenis fitoplankton)
pencacahan dilakukan dengan bantuan alat
hitung counter.
Indeks Saprobitas (X)
Setiap fitoplankton yang berhasil
diamati dibawah mikroskop cahaya lalu
diidentifikasi sampai tingkat jenis meng-
gunakan buku identifikasi fitoplankton dan
diidentifikasi Bellinger dan Sigee (2010),
Keterangan :
dan Needham dan Needham (1941).
A = jumlah organisme divisi Cyanophyta
Analisis data :
B= jumlah organisme divisi Euglenophyta
Indeks Kelimpahan
C = jumlah organisme divisi Chrysophyta
N= D = jumlah organisme divisi Chlorophyta

Keterangan : HASIL DAN PEMBAHASAN


N= jumlah individu fitoplankton per ml Hasil identifikasi fitoplankton dari
C= jumlah individu fitoplankton yang sampel air Situ Bulakan Kota Tangerang
dihitung ditemukan fitoplankton yang berasal dari
V1= volume contoh uji yang telah disaring kingdom Monera (divisi Cyanobacteria)
(5000 ml) terdiri dari 1 kelas yaitu Cyanophyceae,
V2= volume benda uji (1 ml) sedangkan kingdom Protista mirip tum-
V3= volume contoh uji yang diambil di buhan (mikroalga) terdiri dari 3 kelas yaitu
lapangan (100 ml) Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan
Euglenophyceae. Fitoplankton yang dite-
Indeks Keanekaragaman (H’) mukan diambil dari sampel air 4 stasiun
penelitian dan terdiri dari 26 jenis dengan
H’ jumlah total 613 individu (Tabel 1).

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 115


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

Tabel 1. Fitoplankton yang ditemukan di Situ Bulakan Kota Tangerang

Tabel 1 menunjukkan jenis fito- ton antara 2.000-15.000 ind/ml. Indeks


plankton yang paling banyak ditemukan di kelimpahan fitoplankton terendah terdapat
perairan Situ Bulakan Kota Tangerang pada ST1 sebesar 6.600 ind/ml dan ter-
berasal dari kelas Chlorophyceae yaitu 11 tinggi terdapat pada ST3 sebesar 9.817
jenis. Monoraphidium sp. merupakan jenis ind/ml (Tabel 2).
yang ditemukan di Situ Bulakan Kota Indeks keanekaragaman fitoplankton
Tangerang dengan jumlah 215 individu (H’) pada 4 stasiun penelitian bervariasi
dan merupakan jumlah individu tertinggi antara 1,77-2,05, sedangkan keanekara-
(Tabel 1). gaman rata-rata fitoplankton yaitu 1,95.
Analisis fitoplankton yang dilakukan Berdasarkan hasil indeks keanekaragaman
menggunakan indeks biologi pada 4 sta- fitoplankton, diketahui bahwa keaneka-
siun penelitian di Situ Bulakan Kota ragaman fitoplankton di Perairan Situ
Tangerang yaitu indeks kelimpahan, Bulakan Kota Tangerang termasuk ke
indeks keanekaragaman (H’), indeks kese- dalam kategori sedang dengan nilai
ragaman (E), indeks dominansi (D), dan 1<H’>3. Indeks keanekaragaman fito-
indeks saprobitas (X). plankton terendah terdapat pada ST1
Indeks kelimpahan fitoplankton pada sebesar 1,77 dan tertinggi terdapat pada
4 stasiun penelitian bervariasi antara ST2 sebesar 2,05 (Tabel 2).
6.600-9.817 ind/ml, sedangkan kelim- Indeks keseragaman fitoplankton (E)
pahan rata-rata fitoplankton yaitu 7.992 pada 4 stasiun penelitian bervariasi antara
ind/ml. Berdasarkan hasil indeks kelim- 0,17-0,29, sedangkan keseragaman rata-
pahan fitoplankton, tingkat kesu-buran rata fitoplankton yaitu 0,21 (Tabel 2).
perairan Situ Bulakan Kota Tangerang Berdasarkan hasil tersebut, diketahui
termasuk ke dalam kategori perairan bahwa keseragaman fitoplankton di
mesotrofik dengan kelimpahan fitoplank- Perairan Situ Bulakan Kota Tangerang

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 116


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

termasuk ke dalam kategori komunitas yang lebih mendominasi seperti Monora-


tertekan, karena keseragaman populasi phidium sp. dan Oscillatoria sp.
pada semua titik sampling memiliki nilai Indeks saprobitas fitoplankton (X)
mendekati 0. pada 4 stasiun penelitian bervariasi antara
Indeks dominansi fitoplankton (D) 0,03-0,80 dengan kategori α-mesosap-
pada 4 stasiun penelitian bervariasi antara robik sampai β-mesosaprobik, sedangkan
0,61-0,79, sedangkan dominansi rata-rata indeks saprobitas rata-rata fitoplankton
fitoplankton yaitu 0,73. Indeks dominansi yaitu 0,14. Nilai indeks saprobitas teren-
terendah yaitu pada ST 1 sebesar 0,61 dan dah yaitu pada ST4 sebesar -0,03 yang
termasuk ke dalam kategori dominansi menunjukkan kualitas air mengalami pen-
sedang, sedangkan indeks dominansi cemaran sedang sampai berat atau α–
tertinggi pada ST3 sebesar 0,79 dan mesosaprobik dan nilai indeks saprobitas
termasuk ke dalam kategori dominansi tertinggi yaitu pada ST1 sebesar 0,80 yang
tinggi (Tabel 2). Terlihat pada tabel 1, menunjukkan kualitas air mengalami pen-
seluruh stasiun penelitian memiliki jenis cemaran sedang sampai berat atau β–
mesosaprobik (Tabel 2).

Tabel 2. Indeks Biologi Fitoplankton di Situ Bulakan Kota Tangerang

Indeks Indeks Indeks Indeks


Stasiun Indeks
Keanekaragaman Keseragaman Dominansi Sprobitas
Penelitian Kelimpahan
(H') (E) (D) (X)
ST1 6.600 1,77 0,29 0,61 0,80
ST2 7.950 2,05 0,18 0,76 -0,29
ST3 9.817 2,02 0,17 0,79 0,05
ST4 7.600 1,95 0,20 0,76 -0,03
Rata-rata 7.992 1,95 0,21 0,73 0.14

Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisik dan Kimia Situ Bulakan Kota Tangerang

Parameter ST1 ST2 ST3 ST4


Suhu 29,2 29,35 29,3 28,6
Kecerahan (cm) 9,5 11,5 26 39
Kedalaman (m) 0,9 0,55 0,8 0,6
Salinitas 0,2 0,2 0,2 0,2
TSS 30 28 33,5 16
pH 7,515 6,99 7,37 7,37
DO 1,17 2,82 2,385 2,87
Amoniak 2,36 2,065 2,87 3,03

Pengukuran fisik dan kimia perairan 28,60–29,350C. Pengukuran kecerahan


yang dilakukan pada 4 stasiun penelitian di diperoleh nilai antara 0,10-0,40 m.
Situ Bulakan Kota Tangerang yaitu suhu, Kecerahan terendah yaitu pada ST1
kecerahan, kedalaman, salinitas, TSS, sebesar 0,10 m dan tertinggi pada ST4
derajat keasaman (pH), kandungan oksigen sebesar 0,40 m (Tabel 3). Pengukuran
terlarut (DO), dan amoniak (NH3-N) kedalaman perairan diperoleh nilai antara
(Tabel 3). 0,5-0,9 m (Tabel 3).
Berdasarkan tabel 3, hasil pengu- Pengukuran salinitas menunjukkan
kuran suhu perairan diperoleh nilai antara nilai yang sama pada setiap stasiun

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 117


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

penelitian yaitu 0,2 ‰ atau dapat al., 2008). Fitoplankton berpotensi men-
dikonversi menjadi 0,02% (Tabel 3). jadi indikator terbaik dalam pencemaran
Pengukuran TSS perairan diperoleh nilai organik karena mudah dicuplik dan diiden-
antara 16,00-33,50 mg/L. Nilai TSS tifikasi sehingga dapat menjadi indikator
terendah yaitu pada ST4 sebesar 16,00 pencemaran yang baik di suatu perairan.
mg/L dan tertinggi pada ST3 sebesar 33,50 Kelimpahan fitoplankton berkaitan
mg/L (Tabel 3). Pengukuran derajat dengan tingkat kesuburan suatu perairan.
keasaman (pH) perairan diperoleh nilai Kelimpahan fitoplankton ini dipengaruhi
antara 6,99-7,51 (Tabel 3). Pengukuran oleh faktor abiotik seperti DO atau
kandungan oksigen terlarut (DO) perairan kandungan oksigen terlarut (Tabel 3).
diperoleh nilai antara 1,17-2,87 mg/L Kandungan DO di perairan yang dapat
(Tabel 3). Pengukuran amoniak perairan ditolerir oleh organisme akuatik terutama
diperoleh nilai antara 2,06-3,03 mg/L fitoplankton adalah tidak kurang dari 5
(Tabel 3). mg/L (Boyd, 1982). Menurut PP No. 82
Chlorophyceae merupakan fitoplank- Tahun 2001, batas minimal kandungan DO
ton yang paling banyak ditemukan di untuk kategori kelas III (perikanan) yaitu 4
perairan Situ Bulakan Kota Tangerang dan mg/L. Kandungan DO perairan Situ
satu-satunya kelas yang terdapat pada Bulakan Kota Tangerang berada dibawah
divisi Chlorophyta. Jumlah spesies dari nilai ambang batas yang ditetapkan,
kelas Chlorophyceae paling beragam sehingga perairan tidak terlalu mendukung
dibandingkan dengan kelas yang lain untuk kegiatan perikanan dan mempe-
dengan jumlah mencapai 17.000 spesies ngaruhi kelimpahan fitoplankton di
(Graham & Wilcox, 2000). Chloro- dalamnya. Kandungan DO perairan ber-
phyceae umumnya banyak ditemukan di kaitan dengan suhu (Manik, 2010).
perairan air tawar karena sifatnya mudah Pengukuran DO di 4 stasiun penelitian
beradaptasi dan cepat berkembang biak tidak memiliki perbedaan yang signifikan
sehingga populasinya banyak ditemukan di karena suhu perairan pada masing-masing
perairan. Fitoplankton dari kelas Chloro- stasiun penelitian juga tidak memiliki
phyceae umumnya melimpah di perairan perbedaan yang signifikan (Tabel 3).
dengan intensitas cahaya yang cukup Suhu perairan di 4 stasiun penelitian
seperti kolam, situ, dan danau (Bellinger & tidak memiliki perbedaan secara signi-
Sigee, 2010). fikan. Hal ini disebabkan karena pengu-
Monoraphidium sp. merupakan jenis kuran suhu perairan dilakukan dalam
fitoplankton yang paling banyak ditemu- waktu yang hampir bersamaan yaitu pada
kan di perairan Situ Bulakan dan salah satu pukul 09.00 WIB. Suhu berpengaruh
fitoplankton yang digunakan sebagai terhadap distribusi fitoplankton. Kisaran
indikator perairan yang tercemar. Jenis ini suhu optimum bagi kehidupan fitoplankton
memiliki protective cyste yang merupakan di perairan adalah 20–300C (Rimper,
fase dari organisme uniseluler yang dilin- 2001). Nilai kisaran suhu pada perairan
dungi oleh lapisan tebal sehingga dapat Situ Bulakan menunjukkan kisaran suhu
bertahan hidup lebih lama pada kondisi yang baik untuk pertumbuhan fito-
yang tidak menguntungkan tanpa mengam- plankton.
bil makanan (Jhon et al., 2002). Monora- Indeks keanekaragaman terendah
phidium sp. banyak ditemukan di Situ terjadi pada ST1 yang merupakan tempat
Bungur Kota Tangerang Selatan (339 aliran air masuk (inlet). Hal ini disebabkan
individu) (Salam, 2010), Situ Babakan karena ST1 banyak tertutupi oleh adanya
Jakarta Selatan (13.258 individu), Situ sampah yang menggenang di permukaan
Ulin-Salam Depok (4.419 individu), dan perairan. Limbah rumah tangga yang
Situ Aghatis Depok - Kampus Universitas masuk melalui inlet Situ Bulakan Kota
Indonesia (20.328 individu (Prihantini et Tangerang seperti plastik, dedaunan, sabun

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 118


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

atau busa detergen sebagai salah satu apung (KJA). Kegiatan budidaya keramba
faktor yang menyebabkan terhambatnya jaring apung mengandung bahan organik
sinar matahari masuk ke perairan, sehingga dari penggunaan pakan buatan yang tidak
proses fotosintesis yang dilakukan oleh termakan dan akan menumpuk pada dasar
fitoplankton menjadi berkurang dan perairan (Hutabarat, 2000). Limbah orga-
menyebabkan rendahnya keanekaragaman nik KJA tersusun atas bahan organik
jenis fitoplankton pada stasiun ini. Proses seperti karbon, hidrogen, oksigen, nitro-
fotosintesis yang terhambat pada perairan gen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya.
juga menyebabkan ragam dan jenis Limbah organik yang masuk ke dalam
tertentu saja yang hidup pada stasiun ini. perairan dalam bentuk padatan yang
Indeks keanekaragaman tertinggi terendap, koloid, tersuspensi dan terlarut
terjadi pada ST2 merupakan bagian tengah mempunyai potensi yang besar untuk
danau yang langsung mendapatkan cahaya menurunkan kualitas air (Panjaitan, 2009).
matahari, sehingga dapat meningkatkan ST1 memiliki indeks saprobitas
produktivitas primer perairan. Cahaya fitoplankton (X) tertinggi karena merupa-
merupakan faktor penting karena kan tempat aliran masuk (inlet) yang
berdampak langsung terhadap distribusi mengandung limbah organik dan anorga-
dan jumlah organisme khususnya fito- nik dari hasil aktivitas pabrik dan rumah
plankton dalam badan air (Anggoro et al., tangga di sekitar perairan Situ Bulakan
2013). Kota Tangerang. Limbah organik secara
Indeks keseragaman (E) menggam- tidak langsung dapat meningkatkan kelim-
barkan tingkat keseimbangan atau pahan jenis fitoplankton tertentu. Kondisi
kesamaan komposisi jenis biota perairan perairan yang cukup mengandung unsur
(Odum, 1996). Rendahnya nilai indeks hara diperlukan untuk perkembangan
keseragaman pada seluruh stasiun pene- fitoplankton seperti nitrat dan fosfat yang
litian disebabkan karena kelimpahan berasal dari buangan limbah rumah tangga
fitoplankton yang tidak merata, sehingga dan industri (Piirsoo et al., 2008).
adanya spesies yang lebih mendominasi Terhambatnya penetrasi cahaya
dalam perairan. Semakin kecil nilai indeks matahari ke dalam air menyebabkan proses
keseragaman atau mendekati nol menun- fotosintesis dalam air akan terganggu dan
jukkan semakin kecil pula keseragaman jumlah oksigen terlarut dalam air akan
populasi fitoplankton, artinya penyebaran berkurang. Penurunan jumlah kandungan
jumlah individu setiap spesies tidak sama oksigen terlarut dalam air menyebabkan
dan cenderung suatu spesies tertentu terganggunya kehidupan organisme per-
mendominasi populasi tersebut (Nugroho, airan terutama bagi pertumbuhan fito-
2006). plankton (Manik, 2010).
Indeks dominansi fitoplankton (D) Jenis fitoplankton yang dapat men-
menggambarkan ada atau tidaknya biota dominasi suatu perairan dapat dipe-ngaruhi
perairan yang mendominasi (Odum, 1996). oleh kondisi lingkungan seperti faktor fisik
Jika indeks dominansi mendekati nilai 1 dan kimia perairan seperti kecerahan,
maka ada salah satu jenis yang mendo- kedalaman, salinitas, pH, TSS, dan amo-
minasi daripada jenis lain, hal ini niak (NH3-N) yang mampu memberikan
disebabkan karena komunitas fitoplankton perbedaan jenis fitoplankton yang mendo-
mengalami tekanan ekologis berupa stress minasi pada setiap perairan (Reynold,
(Nugroho, 2006). 1993).
Indeks saprobitas fitoplankton (X) Perairan yang memiliki kecerahan
terendah terjadi pada ST4 yang berarti 0,60 m-0,90 m dianggap cukup baik untuk
terjadi pencemaran yang disebabkan menunjang kehidupan ikan dan organisme
karena adanya kegiatan budidaya peri- perairan dan kecerahan <0,30 m dapat
kanan menggunakan sistem keramba jaring menimbulkan masalah bagi ketersediaan

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 119


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

oksigen terlarut di perairan (Boyd, 1982). Nilai TSS terendah pada ST4 terjadi
Hasil pengukuran kecerahan di Situ karena nilai kecerahan pada ST4 lebih
Bulakan Kota Tangerang <0,30 m sehing- tinggi dibandingkan stasiun penelitian
ga kurang mendukung bagi kehidupan dan yang lain, sementara nilai TSS tertinggi
pertumbuhan organisme perairan terutama pada ST3 terjadi karena nilai kecerahan
fitoplankton. pada ST3 lebih rendah dibandingkan
Kedalaman perairan di 4 stasiun dengan nilai kecerahan pada ST4 (Tabel
penelitian tidak memiliki perbedaan secara 3). Menurut PP No. 82 tahun 2001
signifikan. Hal ini terjadi karena penge- mengenai baku mutu air kelas III (untuk
rukan dasar perairan situ tidak dilakukan perikanan) bahwa TSS memiliki nilai
secara menyeluruh, sehingga bahan-bahan ambang batas maksimal 400 mg/L, dalam
organik dan anorganik yang mengendap di hal ini TSS perairan Situ Bulakan Kota
dasar perairan terus terakumulasi dan Tangerang tergolong normal karena nilai
menyebabkan pendangkalan pada bagian TSS berada dibawah nilai ambang batas.
dasar. Perairan yang baik untuk Kisaran pH yang sesuai untuk
pemeliharaan ikan berkisar antara 0,75- kehidupan organisme perairan adalah 6,5-9
1,25 m, karena air pada kedalaman ter- (Boyd, 1982). Nilai pH yang terdapat pada
sebut masih dipengaruhi oleh sinar mata- masing-masing stasiun tidak memperlihat
hari sehingga merupakan lapisan yang perbedaan yang signifikan dan berada
produktif. dalam kondisi normal. Menurut PP No. 82
Kedalaman perairan juga merupakan tahun 2001, dalam kriteria baku mutu air
faktor pembatas kesuburan perairan. Fito- kelas III (untuk perikanan) adalah 6-9.
plankton banyak dijumpai pada kedalaman Dengan demikian, nilai pH yang terdapat
tidak lebih dari satu meter pada perairan pada setiap stasiun penelitian dapat
umum (sungai, danau, dan waduk) karena disimpulkan bahwa perairan tersebut
pada kedalaman satu meter merupakan tergolong kepada perairan yang produktif
daerah transparansi matahari (euphotic untuk kehidupan organisme fitoplankton
zone) (Harahap, 2000). Berdasarkan dan berada dibawah ambang batas yang
pendapat tersebut, kedalaman perairan Situ ditetapkan.
Bulakan masih layak sebagai tempat Hasil pengukuran amoniak di setiap
kehidupan organisme perairan seperti ikan stasiun penelitian tidak memperlihat
yang banyak hidup pada tambak-tambak perbedaan yang signifikan. Baku mutu
disekitar Situ Bulakan dan fitoplankton kualitas air kelas III (untuk perikanan)
yang cukup banyak ditemukan di Situ dalam PP No. 82 Tahun 2001 menjelaskan
Bulakan Kota Tangerang. bahwa batas maksimum amoniak untuk
Salinitas yang terkandung pada air kegiatan perikanan bagi ikan yang peka
danau dan sungai terhitung rendah dan ≤0,02 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa
dikategorikan sebagai air tawar jika kandungan amoniak pada setiap stasiun
kandungan garam pada air sungai dan penelitian telah melewati batas maksimum
danau kurang dari 0,05%. Jika melebihi itu baku mutu.
atau sekitar 0,05 % sampai 3% maka air Kandungan amoniak yang tinggi
tersebut dikategorikan sebagai air payau. pada setiap stasiun, diduga disebabkan
Jika tingkat salinitasnya diantara 3% oleh adanya akumulasi dari pemberian
sampai 5% air tersebut dikategorikan pakan dengan teknik sebar pada areal
sebagai air saline dan jika melebihi 5% budidaya ikan di lokasi tersebut sehingga
maka dikategorikan sebagai brine (KLH menyebabkan sisa-sisa buangan hasil
Ketapang, 2013). Hal ini menunjukkan metabolisme yang dihasilkan oleh ikan
bahwa hasil pengukuran salinitas pada dalam bentuk feces menjadi lebih banyak,
setiap stasiun penelitian termasuk kategori dan mempengaruhi tingginya jumlah kadar
air tawar. amoniak di lokasi tersebut. Selain itu,

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 120


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

pembuangan limbah rumah tangga yang Badan Standarisasi Nasional (BSN).


masuk melalui inlet juga merupakan faktor (2004). Kumpulan SNI (Standar
yang menyebabkan kandungan amoniak Nasional Indonesia) untuk Air dan
menjadi tinggi. Air Limbah. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
KESIMPULAN Bellinger, E. G., & Sigee, D.C. (2010).
Berdasarkan hasil penelitian, Freshwater Algae: Identification and
didapatkan kesimpulan bahwa keanekara- Use as Bioindicators. John Wiley &
gaman fitoplankton yang ditemukan Sons Ltd. United Kingdom.
sebanyak 26 jenis yang termasuk ke dalam BPLH Kota Tangerang. (2013). Laporan
4 kelas yaitu Cyanophyceae (9 jenis), Status Lingkungan Hidup Daerah
Bacillariophyceae (4 jenis), Chlorophyceae (SLHD) Kota Tangerang Tahun
(11 jenis), dan Euglenophyceae (2 jenis) 2013. Pemerintah Kota Tangerang.
dengan indeks keanekaragaman sedang Tangerang.
(H’=1,77-2,05) dan Kondisi saprobitas Boyd, C. E. (1982). Water Quality Mana-
perairan di Situ Bulakan Kota Tangerang gement for Pond Fish Culture.
berdasarkan indikator fitoplankton yaitu Elsevier Scientific Publishing Com-
tercemar sedang sampai berat (α- pany Amsterdam New York.
mesosaprobik) dengan nilai rata-rata Graham, L. E. & Wilcox, L. W. (2000).
indeks 0,14. Algae. Prentice Hall Inc. New
Jersey.
UCAPAN TERIMA KASIH Harahap. (2000). Analisis Kualitas Air
Terima kasih kepada Pusat Sarana Sungai Kampar dan Identifikasi
Pengendalian Dampak Lingkungan (Pusar- Bakteri Patogen di Desa Pongkai
pedal)-Kementerian Lingkungan Hidup dan Batu Besurat Kecamatan kam-
dan Kehutanan RI yang telah memfasilitasi par kabupaten Kampar. Pusat Pene-
penelitian serta Kantor Kesatuan Bangsa litian Universitas Riau. Pekanbaru.
dan Perlindungan Masyarakat (Kesbang- Hutabarat, S. (2000). Produktivitas
linmas) Kota Tangerang yang telah Perairan dan Plankton. Badan
memberikan perizinan penelitian dan Universitas Diponegoro. Semarang.
pengambilan sampel di Situ Bulakan Kota Indrayani, N., Anggoro, S., & Suryanto, A.
Tangerang. (2014). Indeks Trofik-Saprobik
Sebagai Indikator Kualitas Air di
DAFTAR PUSTAKA Bendung Kembang Kempis
Anggoro, S., P. Soedarsono, dan Suprobo. Wedung, Kabupaten Demak. Dipo-
H.D. (2013). Penilaian Pencemaran negoro Journal of Maquares Mana-
Perairan di Polder Tawang Semarang gement of Aquatic Resources 3 (4),
ditinjua dari Aspek Saprobitas. 161-168.
Journal of Management of Aquatic Jhon, D. M., Whitton, B. A., & Brook, A.
Resources 2 (3), 109-118. J. (2002). The Freshwater Algal
Arinardi, O.H., Sutomo, A.B., Yusuf S.A., Floral of the British Isles. United
Trimaningsih, Asnaryanti, E. & Kingdom: Cambridge University
Riyono, S.H. (1997). Kisaran Kelim- Press.
pahan dan Komposisi Plankton Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Keta-
Predominan di Perairan Kawasan pang. (2013). Laporan Pemantauan
Timur Indonesia. Pusat Penelitian Kualitas Air Sungai tahun 2013
dan Pengembangan Oseanologi Kabupaten Ketapang. Kantor Ling-
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo- kungan Hidup Kabupaten Keta-pang.
nesia. Jakarta. Ketapang.

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 121


Sinta Ramadhania dkk Fitoplankton Sebagai Bioindikator Saprobitas

Manik, D. M. (2010). Studi Tentang Ke- Piirsoo, K., Peeter, P., Tuvikene, A., &
naikan Amoniak (NH3) Dan Sulfat Malle, A. (2008). Temporal and
(SO4-2) Pada Air Limpasan Penge- Spatial Patterns of Phytoplankton in
rukan Pasir Laut serta Pengaruhnya a Temperate Lowland River. Journal
terhadap Kelimpahan Popu-lasi of Plankton Research 30 (11), 1.285-
Plankton dan Bentos. Skripsi. 1.295.
Departemen Kimia Fakultas Mate- Presiden Republik Indonesia. (2001).
matika dan Ilmu Pengetahuan Alam Pera-turan Pemerintah Republik
Universitas Sumatera Utara. Medan. Indone-sia Nomor 82 Tahun 2001
Needham, J. G., & Needham, P. R. tentang Pengelolaan Kualitas Air
(1941). A Guide to the Study of dan Pe-ngendalian Pencemaran Air.
Fresh-Water Biology. Comstock Sekretaris Negara Republik Indone-
Publishing Company Inc. New York. sia. Jakarta.
Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Prihantini, N. B., Wardhana, W. Hen-
Air. Universitas Trisakti. Jakarta. drayanti, D., Widyawan, A., Ariyani,
Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut. Y., & Rianto, R. (2008).
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Biodiversitas Cyanobacteria dari
Odum, E. P. (1996). Dasar-dasar Ekologi. Beberapa Situ/ Danau di Kawasan
Yogyakarta: Gadjah Mada Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia.
University Press. Jurnal Makara Sains 12 (1), 44-54.
Panjaitan, P. (2009). Kajian Potensi Pence- Reynold, C. S. (1993). Scales of
maran Keramba Jaring Apung PT. Disturbance and Tehir Role in
Aquafarm Nusantara di Ekosis-tem Plankton Ecology. Hydrobiology
Perairan Danau Toba. Jurnal Visi 17 (249), 157-171.
(3), 290-300.

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 122

Anda mungkin juga menyukai