Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KAJIAN
PENGAWASAN BARANG YANG BEREDAR DI DAERAH PERBATASAN
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga laporan Kajian Pengawasan Barang yang
Beredar di Daerah Perbatasan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
sudah ditentukan. Perlindungan konsumen merupakan syarat pendukung dalam
mewujudkan perekonomian yang sehat melalui keseimbangan antara
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Dalam upaya
melindungi konsumen, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Perdagangan RI Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata
cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa. Upaya meningkatkan pengawasan
terhadap barang beredar pada dasarnya harus dilaksanakan di seluruh wilayah
Republik Indonesia, termasuk di wilayah perbatasan. Kajian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pengawasan barang dan sekaligus menganalisis kinerja
pengawasan khususnya di daerah perbatasan.
Dalam rangka mendukung peningkatan pengawasan barang beredar
khususnya di perbatasan, hasil kajian ini merekomendasikan perlu disusun
Standar Pelayanan Minimum (SPM), mengusulkan dana alokasi khusus (DAK)
dan dana dekonsentrasi, kerjasama dengan pihak kepabeanan, karantina, dan
keamanan dalam bentuk nota kesepahaman (MoU), dan memajukan peran
Kementerian Perdagangan dalam menyediakan bahan kebutuhan pokok yang
lebih baik dan terjamin bagi masyarakat daerah perbatasan.
Disadari bahwa hasil Kajian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan
penyempurnaan lebih lanjut. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat.
ABSTRACT
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
Tabel 3.1. Sumber informasi, jenis data, metode pengumpulan, dan alat
analisis .......................................................................................... 21
Tabel 3.2. Responden/narasumber dan jumlah sampel ................................. 22
Tabel 4.1. Gambaran umum di daerah kajian ................................................ 25
Tabel 4.2. Populasi dan Ibukota Kabupaten di Kalimantan Utara ................... 27
Tabel 4.3. Profil Ringkas Kabupaten Nunukan Tahun 2013 ........................... 28
Tabel 4.4. Neraca Perdagangan Kabupaten Nunukan,Tahun 2010-2012 ...... 30
Tabel 4.5. Rekapitulasi Perdagangan Lintas Batas Kabupaten Nunukan
Tahun 2012 dan 2014 ................................................................... 31
Tabel 4.6. Barang Beredar dan Sumbernya (Bahan Pokok) ........................... 32
Tabel 4.7. Barang Beredar dan Sumbernya (Barang SNI) ............................. 33
Tabel 4.8. Perhitungan Kebutuhan Hari Pengawasan Minimal ....................... 50
Tabel 4.9. Bahan Pokok yang Beredar Berdasarkan Sumbernya
(Malinau) ....................................................................................... 39
Tabel 4.10. Bahan Pokok yang Beredar Berdasarkan Sumbernya
(Sanggau) ..................................................................................... 50
Tabel 4.11. Bahan bangunan dan elektronik yang beredar berdasarkan
sumbernya ................................................................................... 52
Tabel 4.12. Barang Kebutuhan Pokok yang Beredar di Bengkayang
dan Sumbernya ........................................................................... 58
Tabel 4.13. Bahan Bangunan yang Beredar di Kabupaten Bengkayang
dan Sumbernya ........................................................................... 60
Tabel 4.14. Barang Elektronik dan Alat Listrik yang Beredar di Kabupaten
Bengkayang dan Sumbernya ........................................................ 62
Tabel 5.1. Gambaran sumberdaya pengawasan barang beredar ................... 65
Tabel 5.2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan barang di daerah
survey ........................................................................................... 66
Tabel 5.3. Gambaran Rasio proporsi barang sesuai parameter di daerah
perbatasan ..................................................................................... 74
Tabel 5.4. Gambaran sumberdaya pengawasan barang beredar .................... 76
Tabel 5.5. Gambaran SDM dan Anggaran Pengawasan Barang Di Daerah
Survey............................................................................................ 77
Tabel 5.6. Rekap Hasil Pengujian Beda Rata-Rata Anova .............................. 80
Tabel 5.7. Kesimpulan .................................................................................... 81
1
Hasil kajian Pusat Kajian Perdagangan Luar Negeri (2012), dan Hasil paparan
Asisten Teritorial Kodam VII dan XII (2013).
1.3. Tujuan
Sejalan dengan permasalahan kajian tersebut diatas, maka tujuan
kajian ini adalah:
a. Mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan barang di daerah perbatasan;
b. Menganalisis kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan; dan
c. Merumuskan usulan kebijakan pengawasan barang di daerah
perbatasan.
1.5. Dampak
a. Pemerintah: Meningkatnya pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan sebagai unsur perlindungan konsumen.
b. Pedagang: Terlindunginya pedagang dari persaingan dengan barang yang
tidak memenuhi standar/merugikan/berbahaya.
c. Masyarakat/Konsumen: Terlindunginya konsumen di kawasan perbatasan
dari barang-barang yang berpotensi melanggar unsur Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L).
7
perbatasan di Kalimantan berbatasan dengan Negara Malaysia yang
masyarakatnya lebih sejahtera. Kawasan perbatasan di Papua
masyarakatnya relatif setara dengan masyarakat PNG, sementara dengan
Timor Leste kawasan perbatasan Indonesia masih relatif lebih baik dari segi
infrastruktur maupun tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
8
bertahap di beberapa kawasan perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu,
Sambas, Sintang dan Bengkayang.
Namun demikian, masyarakat di sekitar perbatasan sudah
menggunakan pintu-pintu perbatasan tidak resmi sejak lama sebagai jalur
hubungan tradisional dalam rangka kekeluargaan atau kekerabatan. Pos-pos
keamanan dan pertahanan yang tersedia di sepanjang jalur tradisional
tersebut masih sangat terbatas, demikian pula dengan kegiatan patroli
keamanan yang masih menghadapi kendala berupa minimnya sarana dan
prasarana transportasi.
Potensi sumberdaya alam kawasan perbatasan di Kalimantan cukup
besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi
(konversi), hutan lindung, dan danau alam yang dapat dikembangkan
menjadi daerah wisata alam (ekowisata) serta sumberdaya laut yang ada di
sepanjang perbatasan laut Kalimantan Timur maupun Kalimantan Barat.
Beberapa sumberdaya alam tersebut saat ini berstatus taman nasional dan
hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya seperti Cagar Alam Gunung
Nyiut, Taman Nasional Bentuang Kerimun, Suaka Margasatwa Danau
Sentarum di Kalimantan Barat, serta Taman Nasional Kayan Mentarang di
Kalimantan Timur.Saat ini beberapa areal hutan tertentu yang telah
dikonversi tersebut berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang
dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional bekerjasama dengan
perkebunan Malaysia.
Seiring dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di
kawasan tersebut, maka berbagai kegiatan ilegal telah terjadi seperti
pencurian kayu atau penebangan kayu liar (illegal logging) yang dilakukan
oleh oknum-oknum di negara tetangga bekerjasama dengan masyarakat
Indonesia. Kegiatan penebangan kayu secara liar oleh orang-orang
Indonesia ini dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat di sekitar perbatasan, serta lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum di kawasan tersebut.
9
b. Kebijakan Pengawasan
Kewenangan pengawasan barang dan atau jasa yang beredar di pasar
dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Pengawasan tidak mengenal dimensi
tempat yang artinya pengawasan berlaku di seluruh wilayah Indonesia tanpa
terkecuali termasuk pengawasan perdagangan di wilayah perbatasan.
Perdagangan di perbatasan berrkan Undang-undang Perdagangan N0 7
tahun 2014 adalah Perdagangan yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah perbatasan Indonesia dengan
penduduk negara tetangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu,
Pemerintah melalui kementerian teknis mempunyai kewenangan untuk
melakukan pengawasan perdagangan diperbatasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya masing-masing. Kementerian Perdagangan melakukan
pengawasan barang beredar dan atau jasa yang beredar di pasar
berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-
DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang
dan/atau Jasa. Pengawasan barang beredar dan jasa selama ini dilakukan
oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Pengawasan di
daerah perbatasan dilaksanakan dengan memperhatikan parameter
pengawasan khususnya: standar, label, dan Manual Kartu Garansi (MKG).
Pengawasan terhadap barang produksi dalam negeri dilaksanakan dengan
memperhatikan label berbahasa Indonesia yang diatur dalam Peraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 67/M-DAG/PER/11/2013 tentang Kewajiban
Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, dan memiliki
SPPT SNI (Sertifikasi Produk Pengguna Tanda SNI) dari lembaga sertifikasi
produk (LS Pro) serta Surat Pendaftaran Barang (SPB) dan Surat Nomor
Pendaftaran barang (NPB). Sedangkan untuk barang impor, selain
mencantumkan persyarat seperti yang diatur untuk produk dalam negeri juga
harus mencantumkan Nomor Registrasi produk (NPB). SPB (Surat
10
Pendaftaran Barang). Pengawasan tersebut mengacu pada Petraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang
Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan,
serta Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 67/M-DAG/PER/11/2013
tentang Pencantuman Label Bahasa Indonesia Pada Barang.
Jenis pengawasan yang dilaksanakan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
pengawasan berkala yang dilakukan oleh PBBJ dan/atau PPNS-PK,
pengawasan khusus yang dilaksanakan oleh PBBJ dan PPNS-PK
merupakan tindak lanjut dari pengawasan berkala atau adanya pengaduan
dari masyarakat atau dugaan adanya tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen, dan pengawasan terpadu yang dilakukan secara koordinatif
dengan instansi/lembaga terkait melalui Tim Pengawasan Barang Beredar
(TPBB).
11
belum mengaitkan secara optimal mengenai Perdagangan di wilayah
perbatasan, sehingga peningkatan kerjasama dan investasi di wilayah
perbatasan masih belum ada peningkatan.
12
Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa barang-barang yang dibeli oleh
masyarakat di daerah perbatasan dari Malaysia mayoritasnya adalah barang
kebutuhan sehari-hari seperti gula pasir, minyak nabati, bahan bakar, garam,
semen, pupuk, serta daging hewan. Hanya di Entikong yang masyarakatnya
mengimpor mesin dan peralatan listrik. Penyebab utama ketergantungan
masyarakat daerah perbatasan terhadap kebutuhan pokok dari Malaysia
adalah karena jalur distribusi ke daerah-daerah ini kondisinya kurang baik
sehingga menghambat pasokan barang-barang tersebut. Tidak seperti
daerah perbatasan yang lain, perdagangan di daerah pulau Sebatik
didominasi oleh moda transportasi air (sungai dan laut). Beberapa dermaga
tidak memiliki pos Bea dan Cukai dan kegiatan bongkar muatnya tergantung
pada waktu pasang surut air laut. Selanjutnya, di daerah Jagoi Babang yang
berbatasan langsung dengan Sarawak – Malaysia Timur, tidak terdapat
pengawasan dan pencatatan yang menyebabkan rawan terjadi kegiatan yang
ilegal.
13
Indonesia). Sedangkan bagi barang impor, maka tahap pra-pasar dapat
diamankan pada pengurusan SPPT SNI, SPB (Surat Pendaftaran Barang),
NPB (Nomor Pendaftaran Barang), PIB (Pemberitahuan Impor Barang), dan
pengurusan sertifikat SKPLBI atau SPKPLBI. Pengawasan pada tahap
tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 14/M-
DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan
Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan
Jasa yang Diperdagangkan, serta Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
67/M-DAG/PER/11/2013 tentang Pencantuman Label Bahasa Indonesia
Pada Barang.
Setelah barang beredar, pemerintah juga melakukan pengawasan
barang dan jasa beredar yang dilaksanakan oleh Pemerintah, masyarakat
dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009
tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa.
Lingkup pengawasan barang beredar secara umum terutama meliputi: (1)
apakah barang memenuhi standar (terutama untuk barang yang telah
memiliki SNI wajib), (2) keberadaan buku petunjuk penggunaan dan kartu
jaminan/ garansi dalam bahasa Indonesia, serta (3) label dalam bahasa
Indonesia. Disamping itu pengawasan terhadap barang juga dilakukan untuk
menemukan kemungkinan beredarnya barang/jasa yang dilarang beredar di
pasar, barang/jasa yang diatur tata niaganya, perdagangan barang-barang
dalam pengawasan, dan barang yang diatur distribusinya.
14
Sumber: Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, 2012
Gambar 2. 1. Mekanisme pengawasan barang beredar dan jasa
15
Faktor Lingkungan
Permendag;
pedoman prosedur
pengawasan; SPM
Analisis Deskriptif untuk memaparkan data Analisis ANOVA untuk menguji keragaman
Kesesuaian mekanisme Hambatan, kendala, Keadaan dan kebutuhan Kinerja pengawasan Gambaran lingkungan
pengawasan dengan pendukung mekanisme sumberdaya untuk barang di kawasan perdagangan di
mekanisme baku pengawasan optimal perbatasan saat ini Perbatasan
Sintesis
16
BAB III.
METODE PENGKAJIAN
17
barang telah beredar di pasar) seharusnya tercermin pada tidak beredarnya
barang yang tidak sesuai dengan parameter pengawasan barang di wilayah
pengawasan. Dengan demikian, keluaran direncanakan diukur melalui
estimasi proporsi jumlah barang beredar yang tidak sesuai dengan parameter
pengawasan barang beredar (secara kasat mata saja). Estimasi
direncanakan diperoleh dari sampel pedagang/pengecer yang ada di daerah
perbatasan. Hasil estimasi ini diharapkan memberikan gambaran patokan
awal (baseline) dari kinerja pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan.
Berdampingan dengan dua upaya tersebut diatas, kajian juga
memerlukan gambaran profil perdagangan barang di daerah perbatasan.
Informasi ini dibutuhkan untuk memberikan latar informasi kondisi daerah dan
perilaku perdagangan di daerah perbatasan. Dalam profil ini ingin
digambarkan: gambaran kelompok jenis barang yang beredar, sumber
barang, gambaran cara masuknya barang dari negara tetangga, tingkat
ketersediaan, tingkat harga relatif, neraca perdagangan, dan preferensi
masyarakat (terbatas). Informasi-informasi ini diharapkan memperkaya
aspek lingkungan yang diperoleh dari keluaran pertama. Informasi
diharapkan diperoleh dari pengamatan kepada sebaran barang dan
wawancara dengan pedagang/pengecer, serta wawancara dengan
masyarakat/ pelintas batas.
Seluruh informasi hasil gambaran input-proses-output ini, kemudian
akan dibandingkan dengan beberapa acuan seperti (1) kesesuaian
mekanisme dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang, peraturan
menteri perdagangan, dan peraturan turunan lainnya, (2) Standar pelayanan
minimal yang seharusnya dicapai oleh satuan kerja dalam urusan
pengawasan barang beredar, atau (3) patokan lain yang dapat ditarik dari
praktik terbaik pengawasan barang yang ada didalam atau diluar negeri.
Beberapa variabel dari aspek input, proses, dan lingkungan yang menarik
kemudian dapat dianalisis hubungannya dengan kinerja pengawasan di
18
masing-masing daerah. Hasilnya diharapkan memberikan pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai karakteristik barang dan pengawasan barang di
daerah perbatasan.
Hambatan-hambatan teridentifikasi dan informasi penting yang
diperoleh dari pelaksanaan pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan, kemudian distrukturkan untuk memperoleh gambaran mengenai
akar masalah, dan program serta kebijakan yang dibutuhkan untuk
mengatasi akar masalah tersebut. Gambaran pendekatan pelaksanaan
kajian dapat dilihat dalam gambar 3.1.
Pedagang/Pengecer Narasumber,
Masyarakat,
Ketersediaan Hambatan Pelintas
2 barang Logistik 4
Harga
barang
Pasar dalam
Identifikasi negeri
Sumber
barang Preferensi
barang
beredar Negara tetangga
Hambatan
perdagangan Cara masuk
Pelaku,
Pengalaman Motif/ Alasan,
pengawasan Nilai rata-rata / tahun
Keberadaan pendaftaran
Keberadaan pengawasan
3 5
Pengamatan
Pencatatan Profil
pemenuhan parameter Estimasi Kinerja
perdagangan
pengawasan barang proporsi pengawasan
daerah
beredar
19
3.1.2. Alat Analisis
Sesuai dengan tujuannya mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan
barang di daerah perbatasan dan menganalisis kinerja pengawasan barang
di daerah perbatasan, maka kajian banyak menggunakan alat-alat statistika
deskriptif seperti Tabel, Histogram, dan perhitungan Nilai Sentral (rata-rata,
deviasi). Tujuannya adalah agar karakteristik dan perbedaan nilai variabel
antar daerah dapat ditampilkan secara baik dan dengan segera dapat diamati
karakteristiknya.
Pandangan terhadap suatu Mekanisme, disamping dipaparkan dalam
narasi, digambarkan dalam bagan alir (flow chart) untuk menunjukkan
keterkaitan pelaku, kegiatan, dan keluaran yang dihasilkan.
Pada bagian tertentu, kinerja pengawasan dianalisis dalam kondisi
lingkungan, profil perdagangan, dan mekanisme pengawasan yang berbeda-
beda, langkah ini dilakukan agar kajian dapat mengidentifikasi variabel-
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawasan. Analisis
hubungan ini menggunakan uji ANOVA.
Uji ANOVA adalah alat analisis inferensial yang dapat digunakan untuk
menguji apakah dua atau lebih sampel memiliki mean yang sama atau tidak.
Dalam kajian ini, analisis ANOVA digunakan untuk mengidentifikasi variabel-
variabel mana yang secara signifikan memberikan hasil kinerja pengawasan
barang beredar yang berbeda pada kondisi yang berbeda, dan variabel-
variabel mana yang tidak. Variabel yang mampu membedakan kinerja dapat
dianggap sebagai memiliki “hubungan” dengan kinerja (yang harus
dijudgement kembali), sedangkan variabel yang tidak membedakan,
dianggap berperilaku sama pada semua keadaan.
Pada bagian terakhir, kajian menstrukturkan masukan hambatan yang
dihadapi menggunakan kerangka Project Cycle Management (PCM) untuk
mencari akar masalah, identifikasi program, dan identifikasi kebijakan yang
perlu dilaksanakan. Hal ini diperlukan agar kajian dapat menyusun
rekomendasi kebijakan yang memperhatikan seluruh masukan yang
20
diperoleh langsung dari pemangku kepentingan, atau tidak langsung dari
pemahaman terhadap karakteristik dan perilaku data dalam kondisi berbeda.
Hubungan antara data, keluaran, dan alat analisis disajikan dalam tabel 3.1.
Tujuan Sumber Informasi Jenis Data/ Keluaran Alat Analisis/ Alat Bantu
Metode
1. Mendeskripsikan Disperdag prov ; Desk study 1.1. Gambaran Kerangka Input-Proses-
pelaksanaan Disperdag kab/kota; Wawancara perencanaan, Output untuk mengenali
pengawasan barang PPBJ dan PPNS- pelaksanaan, dan komponen mekanisme..
di daerah PK; pelaporan hasil Checklist kesesuaian
perbatasan pengawasan barang di mekanisme (checklist
kawasan perbatasan, perbandingan kondisi
serta Kesesuaian dengan yang ada dengan
Permendag 20/2009 mekanisme sesuai
peraturan)
2. Menganalisis Disperdag prov ; Wawancara 2.1. Gambaran sumber Alat statistika deskriptif
Kinerja pengawasan Disperdag kab/kota; Perhitungan daya yang dimiliki (SDM, (tabel, histogram, nilai
barang di daerah PPBJ dan PPNS- sarana, anggaran) untuk sentral) untuk
perbatasan PK; melakukan pengawasan, menyajikan data
kecukupan, dan Estimasi sumberdaya
kebutuhannya dibutuhkan untuk
pengawasan optimal
Disperdag prov ; Wawancara; 2.2. Jangkauan Penggambaran output
Disperdag kab/kota; Perhitungan pengawasan barang pengawasan (jumlah
PPBJ dan PPNS-PK rasio output beredar yang telah hari, jumlah sampel) per
pengawasan dilakukan di daerah tahun
perbatasan
Pedagang Wawancara; 2.3. Hasil estimasi Estimasi proporsi
Pemeriksaan proporsi jumlah barang jumlah barang beredar
kasat mata beredar sesuai parameter sesuai parameter
sederhana pengawasan barang pengawasan dari toko
Estimasi beredar di daerah sampel
rentang perbatasan
Disperdag prov ; Wawancara 2.4. Hambatan Tabel dan paparan
Disperdag kab/kota; pengawasan barang di
PPBJ dan PPNS-PK daerah perbatasan
Instansi pendukung
di perbatasan
3. Merumuskan Hasil Tujuan 1dan 2 Desk Study, 3.1. Kesimpulan dan Sintesa tujuan 1 dan 2
usulan kebijakan FGD Rekomendasi Kebijakan
pengawasan barang
di daerah
perbatasan
21
3.2. Responden Kajian
Responden kajian adalah Pedagang (pengecer), Masyarakat/Pelintas
Batas, dan narasumber dari Dinas Perdagangan (Provinsi dan Kabupaten),
Petugas Pengawas Barang Beredar, Direktorat Pengawasan Barang Beredar
dan Jasa, serta institusi lain yang mendukung/memiliki data sekunder yang
dibutuhkan.
Pemilihan responden dilakukan dengan mengikuti teknik purposive
sampling (metode pemilihan dengan cara sengaja memilih sampel-sampel
tertentu karena memilki ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki sampel lainnya).
Jumlah sampel untuk masing-masing responden/narasumber dapat dilihat
dalam Tabel 3.2.
Kab. Nunukan
Kab. Malinau
Prov. Kaltara
Narasumber
Bengkayang
Prov. Kalbar
Person) Timur
Dinas Kuesioner-1:
1 1 1 1 1 1 2 8
Perdagangan Dinas
Petugas
Kuesioner-2:
PPBJ/ 2 2 2 2 2 2 2 14
Unit Pengawas
PPNS-PK
Pengecer Kuesioner-3:
16 16 16 16 4 68
barang Pengecer
Instansi Kuesioner-4:
2 2 2 2 2 10
terkait
23
24
BAB IV.
PROFIL PERDAGANGAN BARANG BEREDAR DI DAERAH
PERBATASAN
25
Neraca perdagangan daerah kajian tampak ada yang bernilai defisit,
dan ada yang surplus. Belum ada informasi yang dapat ditarik dari data ini,
namun pandangan pada sumbangan sektor perdagangan kepada PDRB
daerah menunjukkan bahwa daerah dengan neraca perdagangan yang
defisit, cenderung memiliki proporsi sumbangan sektor perdagangan yang
kecil kepada PDRB-nya .
26
4.2. Profil Perdagangan Kabupaten Nunukan
Profil Ringkas Kalimantan Utara
Kalimantan Utara adalah sebuah provinsi di Indonesia
yang terletak di bagian utara Pulau Kalimantan. Provinsi ini
berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara
Bagian Sabah dan Serawak, Malaysia Timur.
Saat ini, Kalimantan Utara merupakan provinsi termuda
Indonesia, resmi disahkan menjadi provinsi dalam rapat paripurna DPRpada
tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2012.
Pada saat dibentuknya, wilayah Kalimantan Utara dibagi menjadi 5
(lima) wilayah administrasi, yang terdiri dari 1 (satu) kota dan 4 (empat)
kabupaten sebagai berikut:
1. Kota Tarakan
2. Kabupaten Bulungan
3. Kabupaten Malinau
4. Kabupaten Nunukan
5. Kabupaten Tana Tidung
Kab. Nunukan
P. Sebatik
P. Nunukan
Kota Tarakan
Kab. Malinau
27
Seluruh wilayah ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah
Kalimantan Timur. Ibu kota provinsi ditempatkan di Tanjung Selor, di
Kabupaten Bulungan. Pejabat Gubernur saat ini adalah DR. Ir. H. Irianto
Lambrie, MM. Luas wilayah Provinsi Kalimantatan Utara adalah sebesar
Total 85.618 km2 (33,057 mil²), dengan jumlah penduduk (tahun 2010)
sebesar 524.656 orang. Secara keseluruhan, provinsi memiliki 4 (empat)
kabupaten, 1 (satu) kota, dan 47 kecamatan.
28
Tabel 4. 3. Profil Ringkas Kabupaten Nunukan Tahun 2013
Bupati BASRI
Wakil Bupati Hj. ASMAH GANI
Luas Wilayah Daratan 14.247,50 Km2
Luas Pengelolaan laut 1.026,74 Km2
Kecamatan 15
Desa / Kelurahan 218
Jumlah Rumah Tangga 17.131
Jumlah Penduduk 146.286 jiwa
Kepadatan Penduduk 10,71 jiwa/km2
Angkatan Kerja 67.186 jiwa
Jumlah Penduduk Miskin 17.700 ribu jiwa
Pertumbuhan Ekonomi 6,72 %
PDRB ADH Berlaku Rp. 4.660.682.000.000,-
PDRB Per Kapita ADH Berlaku Rp. 31.860.071,-
Pendapatan Asli Daerah Rp. 34.871.929.384,98,-
APBD (2013) Rp. 1,6 Triliun
Sumber: Provinsi Kalimantan Timur
(http://www.kaltimprov.go.id/viewkota-10.html)
29
4.2.1. Gambaran Perdagangan Kabupaten Nunukan
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menciptakan nilai tambah
bruto sebesar Rp 596 miliar dengan kontribusi terhadap PDRB adalah
10,24%. Nilai ini sedikit menurun sebesar 0,23% jika dibandingkan dengan
kontribusi tahun 2012. Walaupun nilai kontribusi ini relatif kecil dibandingkan
sektor pertambangan dan penggalian, namun untuk masa yang akan datang,
jika pemerintah dapat memberikan perhatian khusus dalam
pengembangannya, sektor ini dapat memiliki prospek bagus untuk
dikembangkan, terutama subsektor perdagangan, mengingat kondisi
geografis kabupaten Nunukan sebagai daerah perbatasan sangat strategis
sebagai lalu lintas perdagangan antar pulau maupun antar negara, ditunjang
dengan meningkatnya aktivitas di subsektor perkebunan, industri pengolahan
dan batubara. Tentunya jika diterapkan peraturan yang mendukung
lancarnya perdagangan antar daerah maupun ekspor impor ke luar negeri,
maka perkembangan sektor ini akan lebih baik. Misalnya, penerapan
kebijakan national single window dalam kebijakan ekspor impor.
Sektor
Perdagangan
30
Secara umum, neraca ekspor-impor Kabupaten Nunukan bernilai Surplus
dan cenderung mencatat pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Nilai
ekspor amat ditentukan oleh komoditas minyak mentah, kayu log, buah
kelapa sawit, dan batubara. Meskipun pada jumlah ekspor minyak mentah
dan kayu cenderung menurun, namun komoditas batubara dan buah kelapa
sawit cenderung bertahan atau meningkat. Pertumbuhan impor cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Komoditas impor kebanyakan merupakan
minyak kelapa sawit, peralatan dapur, sayuran, mie, tepung, dan bahan
makanan.
31
Tabel 4. 5. Rekapitulasi Perdagangan Lintas Batas Kabupaten
Nunukan Tahun 2012 dan 2014
2012 2014* Pertumbuhan
Ekspor 126.843.253 294.300.000 52,3%
Impor 2.736.512.231 3.747.852.960 17,0%
(2.609.668.978
Surplus (defisit) ) (3.453.552.960) 15,0%
Keterangan: *) Angka dugaan
Sumber: Dinas Perindagkop dan UMKM kabupaten Nunukan
32
Tabel 4. 6. Barang Beredar dan Sumbernya (Bahan Pokok)
Barang Sumber
1 Beras Malaysia
2 Gula Pasir Malaysia
3 Minyak Goreng-botol Malaysia
6 Daging ayam boiler Malaysia
8 Telur ayam ras Indonesia & Malaysia
10 Susu kental manis Indonesia & Malaysia
11 Susu bubuk Indonesia & Malaysia
13 Garam Malaysia
14 Tepung Terigu Malaysia
16 Mie Instan Indonesia
20 Bawang merah Indonesia & Malaysia
21 Bawang putih Malaysia
23 Kacang hijau Indonesia
24 Kacang tanah Indonesia
3 Gas LPG Malaysia
Sumber: Data diolah
33
Tabel 4. 7. Barang Beredar dan Sumbernya (Barang SNI)
Barang Sumber
2 Air minum dalam kemasan Indonesia
7 Baja lembaran lapis seng Malaysia
32 Kabel fleksibel Indonesia
33 Kaca lembaran Indonesia
43 Korek api gas Malaysia
44 Kloset duduk Indonesia
47 Lampu swa-balast Indonesia
56 Peralatan audio, video Indonesia
57 Peralatan Pendingin Indonesia
58 Peralatan listrik rumah tangga Indonesia
59 Kotak Kontak Indonesia
60 Tusuk Kontak Indonesia
61 Mini Circuit Breaker – MCB Indonesia
62 Pompa Indonesia
63 setrika listrik Indonesia
64 mesin cuci Indonesia
74 Regulator tabung baja LPG Malaysia
75 Selang kompor gas LPG Malaysia
77 Semen Portland Indonesia
94 Ubin Keramik Indonesia
Sumber: Data diolah
34
Sebesar 80% barang Elektronik dan bangunan yang ada di P. Sebatik
dan Nunukan berasal dari Indonesia. Besarnya proporsi barang elektronik
dari Indonesia disebabkan Spesifikasi barang elektronik asal Indonesia lebih
cocok dengan voltase listrik wilayah Indonesia. Barang elektronik asal
Malaysia memiliki kebutuhan voltase dan daya listrik yang berbeda, sehingga
tidak dapat digunakan di Indonesia. Sedangkan Baja lembaran Malaysia
lebih disukai karena lebih panjang.
Kepala Dinas
Jabatan Sekertaris
Fungsional
Kasi Hil Kasi PLN Kasi Bina SDM Kasi Bina SDM
UMKM Koperasi
Kasi IKM Kasi PDN Kasi Bina Usaha & Kasi Bina Usaha &
Kelembagaan Kelembagaan Kop
UMKM
35
b. Mekanisme Pengawasan
Kendati urusan pengawasan barang ada dibawah Bidang Perdagangan
Dalam Negeri Dinas Perdagangan, namun pelaksanaan pengawasan
dilakukan bersama-sama dalam sebuah Tim Pengawasan Terpadu. Ada dua
jenis pengawasan barang di Kabupaten Nunukan, (1) Pengawasan rutin tri-
wulanan, dan (2) Pengawasan menjelang hari raya. Kedua jenis pengawasan
ini tidak hanya dilakukan oleh Bidang perdagangan saja, melainkan dibantu
oleh bidang atau SKPD lain yang berhubungan, seperti Dinas Kesehatan,
Satpol PP, dan aparat Polri.Dengan demikian dalam satu tahun ada sekitar 3
(tiga) kali kegiatan pengawasan di setiap kecamatan. Khusus untuk
kecamatan Nunukan, ada 5 (lima) kali kegiatan pengawasan. Pengawasan
terutama dilaksanakan di pasar tradisional.Dalam satu tahun, tidak seluruh
kecamatan mendapat pengawasan, kecamatan bergiliran mendapat
pengawasan. Untuk tahun 2014 misalnya, hanya dianggarkan untuk 8
(delapan) kecamatan. Setiap kecamatan mendapat jatah waktu pengawasan
selama 3 (tiga) hari.
Perencanaan kegiatan pengawasan dilakukan di tingkat Kepala Dinas
(Eselon II), sebagai bagian dari rencana kerja daerah dalam urusan
perdagangan, Pelaksanaan pengawasan oleh pemerintah Kabupaten
dilakukan oleh tim gabungan dari beberapa SKPD terkait. Disamping karena
jumlah orang yang terbatas, juga karena urusan ini juga dinilai tersebar pada
SKPD-SKPD yang lain. SKPD yang terlibat dalam kegiatan pengawasan
barang adalah Dinas Kesehatan, Satpol PP, dan Bidang-bidang lain dalam
Disperindagkop UMKM. Koordinasi pelaksanaan pengawasan dilakukan
dalam pertemuan SKPD yang biasanya dilakukan menjelang pengawasan
dilakukan. Tidak ada forum khusus untuk untuk melakukan koordinasi
pelaksanaan ini, hanya komunikasi langsung antar Kepala Dinas.
36
c. Sumberdaya Pengawasan
Jumlah PPBJ yang ada di Kabupaten Nunukan berjumlah 2 (dua) orang.
Kedua petugas ini berusia antara 25-40 tahun. Satu petugas berasal dari
Bidang perdagangan, sedangkan satu petugas berasal dari bidang
Perindustrian. Kedua petugas ini tidak khusus mengurusi pengawasan
barang saja, tetapi juga tugas administratif lain di bidang perdagangan dan
industri.
Kabupaten Nunukan secara rutin mengusulkan SDM untuk mengikuti
diklat PPBJ. Untuk tahun ini, sudah mengirimkan 3 (tiga) nama peserta,
tetapi belum mengetahui apakah akan dipanggil atau tidak. Permasalah
jumlah petugas pengawas ini kurang lebih sama dengan yang lain, yaitu
kemampuan daerah menjaga petugas yang ada. Hal ini karena mutasi yang
kerap terjadi di daerah.
Jika dihitung, kebutuhan petugas minimal adalah sebanyak 2 (dua)
orang. Dengan demikian, jumlah petugas yang ada saat ini dinilai sudah
mencukupi jika hanya khusus fokus mengurusi pengawasan barang
saja.Namun mempertimbangkan batas perjalanan dinas yang dibatasi
selama 3 (tiga) hari saja, dan sulitnya menjangkau daerah perbatasan,
seperti kecamatan Krayan dan Sebuku, maka jumlah ideal petugas
sebaiknya menjadi 4 (empat) orang. Kabupaten juga belum memiliki
Penyidik PPNS Perlindungan Konsumen (PPNS-PK).
37
Tabel 4. 8. Perhitungan Kebutuhan Hari Pengawasan Minimal
Jumlah kecamatan 16 kecamatan
Waktu kegiatan pengawasan 3 hari per kecamatan
Jumlah kali pengawasan per tahun 3 kali per tahun
Kebutuhan hari pengawasan 144 hari per pengawasan per
tahun
Jumlah pasar tradisional 1) 18 pasar
Jumlah pedagang pasar tradisional 1) Sekitar 2.822 pedagang
Kebutuhan sampel minimal 2) 350 pedagang
Kebutuhan waktu pengawasan
minimal setahun:
- Kapasitas 1 pedagang per hari 350 hari
- Kapasitas 2 pedagang per hari 175 hari
- Kapasitas 3 pedagang per hari 120 hari
Kebutuhan Petugas PPBJ 2 – 4 orang
Kebutuhan Petugas PPNS 1 – 2 orang
1) Kementerian Perdagangan
2) menggunakan rumus Slovin untuk taraf signifikansi 5%
38
dari Pusat. Namun kegiatan ini belum dilakukan sebanyak pengawasan oleh
BPOM. Menurut keterangan, dalam satu tahun minimal 1 (satu) kali
pembelian jenis barang yang berbeda-beda.
Kecukupan ketrampilan dan kompetensi petugas PPBJ yang ada saat
ini dinilai cukup, namun dinilai sering tertinggal informasi peraturan dan
informasi terbaru. Untuk itu petugas PPBJ kabupaten Nunukan
mengharapkan dapat lebih sering memperoleh sosialisasi jika ada peraturan/
informasi baru dan pelatihan dari pemerintah pusat.
Anggaran
Jumlah anggaran pengawasan tahun 2014 adalah sebesar Rp
223.192.000,- untuk melaksanakan pengawasan di 8 (delapan) kecamatan.
Anggaran pengawasan berasal dari dana Dekonsentrasi. Anggaran total
bidang perdagangan adalah sebesar Rp 4.104.000.000. Dengan demikian,
jumlah anggaran pengawasan hanya meliputi 5,4% dari anggaran bidang
perdagangan.
Sarana
Tidak ada sarana khusus yang dimiliki oleh bidang perdagangan dalam
negeri untuk pelaksanaan pengawasan barang ini. Untuk melaksanakan
tugas pengawasan, tim memang memiliki kesempatan untuk menggunakan
mobil operasional dinas yaitu satu buah mobil pick-up untuk mengangkut
barang.
39
Pengolahan data kabupaten Nunukan menunjukkan rasio sebesar 50%,
artinya baru sebesar 50% barang dari toko sampel yang diamati, relatif
sesuai dengan ketentuan/parameter yang ada.
e. Permasalahan Pengawasan
Untuk bahan kebutuhan pokok, produk dalam negeri tidak dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dari segi jumlah ketersediaan
dan harga. Untuk sayur, buah, dan daging segar, produk dalam negeri
kebanyakan telah rusak dalam pengangkutan sehingga kualitasnya mejadi
lebih rendah.
40
4.3.1. Gambaran Perdagangan di Kabupaten Malinau
2
penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara
serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang
melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui Pos Pengawas Lintas Batas
(Peraturan Menteri keuangan No 188/PMK.04/2010 Tentang Impor Barang Yang Dibawa
Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman
41
barang dari Tawau (Malaysia) dan didistribusikan melalui Kecamatan Sebatik
(Kabupaten Nunukan) – Sungai Nyamuk – Kecamatan Sebuku (Kabupaten
Nunukan) – Kecamatan Mensalong (Kabupaten Nunukan) – Malinau Kota.
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam perdagangan tersebut antara
lain:
Motivasi penduduk melakukan perdagangan lintas batas adalah untuk
memenuhi kebutuhan pokok dan mencari keuntungan melalui penjualan
grosir/eceran.
Pelintas terdiri dari perorangan dan pedagang.
Sarana transportasi yang digunakan adalah kapal angkut dan truk
Jenis barang yang diperdagangkan antara lain gula, minyak goreng,
terigu, Gas Elpiji, makanan ringan dan olahan, daging sapi, pakaian, dan
BBM dengan volume tertentu baik untuk keperluan sehari-hari maupun
penjualan grosir/eceran.
Intensitas perdagangan didasari pada kedekatan hubungan pelintas
dengan pedagang di Malaysia.
42
Perdagangan lintas batas disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
(1) kedekatan geografis dan kondisi topografis wilayah; (2) aksesibilitas; (3)
kedekatan secara kultural dan emosional diantara kedua komunitas di
perbatasan tersebut. Namun demikian, terdapat manfaat dari kegiatan
perdagangan lintas batas antara lain terciptanya kemampuan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan dasar (pokok) dengan cara yang relatif lebih
mudah dengan biaya yang relatif lebih murah dan waktu yang lebih cepat.
Tawau
(Malaysia)
Transportasi Laut
PERBATASAN
Transportasi Laut
Sebatik Nunukan
(Nunukan) (Kota)
Transportasi Laut
Sungai Sebuku
Nyamuk (Nunukan)
Transportasi
Darat
Mensalong
(Nunukan)
Transportasi
Darat
Kabupaten
Malinau
43
a. Perdagangan Barang Lintas Batas
Pemerintah Daerah melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi telah mengatur jenis barang yang dapat diperdagangkan melalui
perbatasan merupakan barang kebutuhan pokok. Peraturan tersebut
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
pada tanggal 19 Juli 2013 dengan beberapa ketentuan antara lain:
1) Barang kebutuhan pokok dapat diperdagangkan melalui perbatasan
dengan dasar untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2) Barang yang dilarang peredarannya seperti minuman beralkohol, bahan
peledak, dan barang beracun yang tidak ditujukan untuk kegiatan
pertanian tidak termasuk dalam barang yang dapat diperdagangkan
melalui perbatasan.
3) Apabila pelaku usaha terbukti memperdagangkan barang yang dilarang
peredarannya, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4) Pelaku usaha yang memasukkan barang kebutuhan pokok dari Malaysia
wajib menjual produk hasil pertanian, perikanan, dan perkebunan dari
Malinau untuk diperdagangkan di Malaysia.
Berdasarkan ketentuan tersebut, perdagangan barang lintas batas
didominasi oleh barang kebutuhan pokok (Tabel 4.9) antara lain gula pasir,
minyak goreng, tepung terigu, daging ayam, daging sapi, produk susu
olahan, bawang putih, gas LPG, dan air minum dalam kemasan. Sementara
produk lainnya seperti elektronik tidak memiliki jumlah yang signifikan karena
pada umumnya tidak diperdagangkan.
44
Makanan
Total
Makanan Total
Dalam Luar
negeri, 35 negeri, 33
Dalam negeri .6%
Luar .2%
Luar negeri Dalam
negeri, 64 negeri, 66
.8% .4%
45
Sumber: Data Hasil Survey (diolah)
46
pengawasan terhadap peredaran barang di perbatasan belum dilakukan
secara khusus dikarenakan beberapa hal, antara lain :
1) Keterbatasan anggaran sehingga kegiatan pengawasan barang beredar
sangat terbatas. Alokasi anggaran kegiatan pengawasan lebih difokuskan
pada aspek monitoring harga barang dan pelaksanaan ketentuan SNI
Wajib, MKG, dan label berbahasa Indonesia.
2) Belumtersedianya Petugas Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
(PBBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS-PK) yang memadai.
3) Belum tersedianya sarana dan prasarana seperti mobil operasional
pengawasan.
4) Belum tersedianya Petunjuk Teknis (Juknis) pengawasan barang. Hal ini
menunjukkan bahwa informasi mengenai tata cara dan prosedur
pengawasan barang dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah
provinsi tidak tersampaikan ke dinas kabupaten.
5) Kondisi geografis yang sulit bagi kegiatan pengawasan serta minimnya
infrastruktur pada jalur perdagangan lintas batas.
Secara umum, beberapa barang yang diperdagangkan tidak memenuhi
ketentuan yang berlaku seperti:
1) Tidak terdapat label/ tanda SNI Wajib pada produk Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) yang diimpor dari Malaysia. Hal ini tidak sesuai dengan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/3/2012 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Minum Dalam
Kemasan (AMDK) Secara Wajib yang mengatur ketentuan label SNI
Wajib pada produk AMDK di pasar dalam negeri.
2) Produk gula pasir dan terigu yang diimpor dari Malaysia dijual pada
tingkat harga subsidi yang ditunjukkan dengan label “Produk Bersubsidi”
pada kemasan. Besaran subsidi adalah RM 1 untuk setiap produk.
47
4.4. Profil Perdagangan Kabupaten Sanggau
4.4.1. Gambaran Perdagangan di Kabupaten Sanggau
Dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Sanggau terletak diantara
1010’ Lintang Utara dan 0030’ Lintang selatan, serta diantara 109045’ dan
111011’ Bujur Timur atau berada pada bagian utara daerah Provinsi
Kalimantan Barat dengan luas daerah 12.857,70 km2 dan kepadatan
penduduk 33 jiwa per km2. Batas wilayah administratif Kabupaten Sanggau
adalah Utara berbatasan dengan Malaysia Timur (Sarawak), Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Ketapang, Timur berbatasan dengan
Sekadau, dan Barat berbatasan dengan Kabupaten Landak (Sanggau Dalam
Angka, 2013).
Sumber:http://informasi-kalbar.blogspot.com/2011/04/profil-kabupaten-
sanggau.html
48
Kabupaten Sanggau merupakan salah satu dari lima Kabupaten dari
total 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan
langsung dengan MalaysiaTimur (Sarawak) dengan panjang garis
perbatasan ± 129,50 Km. Di sepanjang perbatasan tersebut terdapat 1 Pos
Pemeriksaan Lintas Batas/PPLB (PPLB Entikong), 2 Pos Pelintas Batas/PLB
(PLB Bantan dan PLB Segumun), dan 11 pintu masuk tanpa pos
(Inventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kawasan Perbatasan, 2014).
Berdasarkan faktor geografis tersebut, pengembangan sektor perdagangan
merupakan salah satu langkah strategis dalam pembangunan Kabupaten
Sanggau. Akses langsung keluar negeri melalui PPLB Entikong mendorong
arus barang dan jasa dari Indonesia ke Malaysia maupun sebaliknya semakin
cepat.Pada dasarnya telah sejak lama terjalin hubungan perdagangan antara
kedua negara baik yang melalui PPLB, PLBmaupun jalan tikus. Seiring
dengan berkembangnya perekonomian daerah, perdagangan di daerah
perbatasan semakin kompleks dengan jenis produk, jumlah produk, jumlah
pelaku usaha, kebijakan atau regulasi, dan kendalanya. Oleh karena itu
pengawasan barang merupakan salah satu parameter yang memegang
peranan penting dalam perdagangan khususnya di daerah perbatasan.
a. Gambaran Perdagangan
Perdagangan lintasbatas melalui PPLB Entikong tidak hanya
memperdagangkan produk-produk yang ada di sekitar wilayah perbatasan
saja namun juga berbagai produk dari luar wilayah perbatasan. Sebagian
besar produk asal Indonesia yang diperdagangkan ke Malaysia adalah hasil
pertanian dari daerah sekitar perbatasan seperti lada, kakao, kacang tanah,
karet dan jagung serta produk dari daerah lain di Kalimantan Barat berupa
ikan, udang, lidah buaya. Sementara produk-produk seperti pakaian, kain,
kosmetik, rokok, mie instant, bahan bangunan dan elektronik berasal dari luar
provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan produk asal Malaysia yang masuk ke
Indonesia adalah beras, gula, minyak goreng, tepung terigu, gas, makanan
49
dan minuman, daging, susu bubuk,telur dan pupuk. Berdasarkan
pengamatan di lapangan diperoleh gambaan bahwa jumlah barang asal
dalam negeri yang beredar di daerah perbatasan sebanyak 68,7%
sedangkan sisanya sebesar 31,3 adalah barang yang berasal dari luar
negeri.
Pelaku usaha yang diperbolehkan untuk masuk dan bertransaksi di
pasar Serian adalah pelaku usaha yang memiliki Pass Lintas Batas.Pass
lintas batas dikeluarkan oleh Imigrasi untuk penduduk yang memiliki kartu
keluarga dan KTP Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sekayam. Pass
tersebut berlaku 4 tahun dan harus melaporkan secara rutin setiap
bulan.Alasan pedagang dan konsumen memilih belanja bahan kebutuhan
pokok dari Malaysia karena kontinuitas persediaan dan harganya yang relatif
lebih murah jika dibandingkan dengan produk yang sama dari dalam Negeri.
Luar
Total Makanan negeri, Elektronik
1.7%
Luar
negeri, Luar
31.3% negeri,
43.6%
Dalam
Dalam negeri,
negeri, 56.4% Dalam
68.7% negeri,
98.3%
50
Malaysia yang dalam istilah lokal dikenal dengan istilah “sopoy” atau
pungutan tidak resmi. Pada prinsipnya banyak dari pelaku usaha yang
mengeluhkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memasukkan
barang ke Indonesia. Oleh karena itu pelaku usaha meminta untuk
melegalkan bahan kebutuhan pokok tersebut dan bersedia untuk membayar
jika barang kebutuhan tersebut akan dikenakan bea masuk.
51
Sumber: Data Hasil Survey (diolah)
52
tabung gas, dan alat listrik.Banyaknya barang elektronik dari dalam negeri
yang beredar di daerah perbatasan disebabkan perbedaan voltase listrik
antara Indonesia dan Malaysia. Indonesia menggunakan voltase 220
sementara Malaysia menggunakan voltase 240-260 sehingga barang
elektronik dari Malaysia tidak dapat digunakan secara optimal di daerah
perbatasan.Pasokan barang elektronik di daerah perbatasan berasal dari
Pontianak yang umumnya berasal dari Jawa.
Tabel 4. 11. Bahan bangunan dan elektronik yang beredar berdasarkan
sumbernya
No
Jenis Barang Sumber
.
53
Ketersediaan bahan bangunan di daerah perbatasan sudah mencukupi
dan pasokannya rutin dan belum ada kendala dalam perdagangan bahan
bangunan. Bahan bangunan yang beredar didaerah perbatasan dipasok dari
Pontianak. Sebagian besar bahan bangunan tersebut berasal dari Jawa.Jenis
bahan bangunan yang banyak beredar adalah semen, ubin keramik, dan
seng.
54
secara rutin dan berkala pada 15 Kecamatan yang ada di seluruh Kabupaten
Sanggau termasuk kecamatan yang berada di daerah perbatasan.
Berdasarkan pengawasan tersebut didapatkan hasil-hasil sebagai berikut:
banyak jenis makanan dan minuman dari kaleng, botol serta dari kotak yang
tidak mencantumkan kode registrasi MD dan ML (tanpa ijin Dinas Kesehatan
dan BPOM), masih ditemukan lampu pijar yang tidak mencantumkan tanda
SNI, dan produk makanan atau minuman yang sudah kadaluarsa serta
kemasannya rusak atau cacat (Laporan Akhir Kegiatan Peningkatan
Pengawasan Peredaran Barang dan Jasa, 2014). Tindak lanjut dari hasil
pengawasan tersebut adalah meminta kepada pengecer untuk
mengembalikan barang-barang yang tidak sesuai dengan ketentuan atau
dimusnahkan demi keamanan dan keselamatan konsumen
b. Permasalahan Pengawasan
Keterbatasan jumlah pegawai dan anggaran menyebabkan
pengawasan tidak dapat dilakukan pada semua Kecamatan namun dilakukan
secara bergantian pada tiap-tiap Kecamatan yang telah ditetapkan sebagai
objek pengawasan setiap tahunnya. Kendala lain yang dihadapi dalam
pelaksanaan kegiatan pengawasan adalah tidak adanya Petugas
Pengawasan Barang Beredar dan Jasa (PBBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS-PK) yang disebabkan karena pegawai yang telah mendapatkan
55
pelatihan sebagai PBBJ atau PPNS-PK dipindahkan atau dipromosikan ke
unit lain diluar unit perdagangan dan atau telah memasuki masa pensiun.
56
Malaysia. Pintu perbatasan Jagoi Babang dengan Malaysia belum dibuka
secara resmi, sehingga pemerintah setempat tidak mengeluarkan Pass
Lintas Batas (PLB) seperti di daerah perbatasan lain misalnya di Kabupaten
Sanggau (Entikong) untuk masyarakat melintasi perbatasan negara. Jika
masyarakat Bengkayang, khususnya penduduk Jagoi Babang, ingin ke
Malaysia terkait kegiatan perdagangan dan lain-lain, maka mereka
memerlukan surat keterangan dari kecamatan setempat. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, pos penjagaan di perbatasan tidak dijaga secara
ketat. Sementara, pos penjagaan lintas batas di negara Malaysia lebih aktif
dalam hal pemeriksaan dan pendataan orang dan barang yang keluar masuk
dari dan ke Malaysia. Pemeriksaan dan pendataan tersebut termasuk
memeriksa apakah barang yang dibawa oleh pelintas batas merupakan
barang yang dikategorikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti Batik,
bahan peledak, senjata tajam, dan sebagainya. Selain itu, pos penjagaan
lintas batas Malaysia juga mencatat barang-barang apa saja yang masuk dan
keluar. Namun, nilai perdagangan barang-barang tidak dicatat.
57
Gambar 4. 15. Proporsi Asal Barang yang Beredar
58
Tabel 4. 12. Barang Kebutuhan Pokok yang Beredar di Bengkayang
dan Sumbernya
Nama barang Asal Barang
Beras Indonesia
Gula Pasir Malaysia
Minyak Goreng-botol Indonesia, Malaysia
Minyak Goreng-curah Indonesia
Daging ayam boiler Malaysia
Telur ayam ras Indonesia, Malaysia
Susu kental manis Indonesia, Malaysia
Garam Indonesia, Malaysia
Tepung Terigu Indonesia, Malaysia
Mie Instan Indonesia, Malaysia
Cabe Rawit Indonesia
Bawang merah Malaysia
Bawang putih Malaysia
Ikan Asin Teri Indonesia
Kol/Kubis Malaysia
Kentang Malaysia
Tomat Indonesia
Wortel-Buncis Malaysia
Sumber: Data Hasil Survey (diolah)
59
dihasilkan dari lahan pertanian setempat. Dari segi pasokan, selama ini tidak
ada hambatan pasokan yang signifikan. Arus barang dari Malaysia juga stabil
karena pedagang secara rutin membeli barang dari Malaysia dan sudah
memiliki pemasok tetap.
60
b. Bahan bangunan
Bahan bangunan yang beredar di kabupaten Bengkayang seluruhnya
dipasok dari Pontianak. Sebagian besar bahan bangunan tersebut berasal
dari pulau Jawa. Jenis bahan bangunan yang banyak beredar adalah semen,
ubin keramik, seng, dan paku. Berdasarkan pengamatan secara kasat mata
diperoleh informasi bahwa bahan-bahan tersebut telah memenuhi SNI, Label,
dan MKG.
Bahan bangunan maupun elektronik di kabupaten Bengkayang tersedia
cukup dan tidak memiliki hambatan dalam pasokannya. Para pedagang yang
menjadi responden mengemukakan bahwa barang-barang yang telah
memenuhi SNI memiliki pangsa pasar yang cukup besar, terutama jika
konsumen membutuhkan barang dengan kualitas yang baik. Sementara
barang-barang yang belum memenuhi SNI umumnya dipilih karena harganya
yang kompetitif. Namun demikian, asal barang tidak terlalu menjadi masalah
bagi konsumen.
61
Gambar 4. 17. Nilai Bahan Bangunan dan Elektronik yang Beredar
di Kecamatan Jagoi Babang Menurut Jumlah Total
62
Tabel 4. 14. Barang Elektronik dan Alat Listrik yang Beredar di
Kabupaten Bengkayang dan Sumbernya
Nama Barang Asal Barang
Mesin cuci Indonesia
Peralatan Pendingin Indonesia
Setrika listrik Indonesia
Kompor gas bahan bakar LPG satu tungku Indonesia
Pompa Indonesia
Kabel daya - Bag 2: Kabel untuk voltase pengenal 6
kV sd 30 kV Indonesia
Regulator tekanan rendah untuk tabung baja LPG Indonesia
Kabel PVC dgn tegangan pengenal sd 450/750 V -
Bagian 5: Kabel fleksibel Indonesia
Mini Circuit Breaker – MCB Indonesia
Kabel daya - Bag 1: Kabel untuk voltase pengenal 1
kV dan 3 kV Indonesia
Kloset duduk Indonesia
Kotak Kontak Indonesia
Air minum dalam kemasan Indonesia
Tusuk Kontak Indonesia
Lampu pijar Indonesia
Lampu swa-balast Indonesia
Ubin Keramik Indonesia
Semen masonry Indonesia
Baja tulangan beton Indonesia
Baja lembaran lapis seng (Bj LS) Indonesia
Sumber: Data Hasil Survey (diolah)
63
untuk alat listrik yang digunakan dalam instalasi listrik oleh Perusahaan Listrik
Negara (PLN), masyarakat akan memilih alat dan perlengkapan listrik yang
sudah memenuhi SNI seperti yang disyaratkan oleh PLN.
64
prosedur pengawasan barang dari pemerintah pusat maupun dari
pemerintah provinsi tidak tersampaikan ke dinas kabupaten.
65
BAB V.
PELAKSANAAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR
DI DAERAH PERBATASAN
66
Beberapa daerah tampak sudah lebih sungguh-sungguh dalam
pelaksanaan pengawasan barang beredar, seperti kabupaten Nunukan dan
Kabupaten Sanggau misalnya. Pelaksanaan pengawasan dilaksanakan oleh
Tim Terpadu, yang diikuti oleh lebih dari satu SKPD, sehingga koordinasi
pengawasan barang ada pada tingkatan yang lebih tinggi. Pelaksanaan
secara terpadu membuat frekwensi pengawasan menjadi lebih tinggi
dibandingkan daerah lain.
67
pengawasan barang beredar meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan,
pelaksanaan pengawasan (meliputi pembelian sampel acak, pengamatan
kasat mata, uji laboratorium (jika perlu), pembuatan berita acara
pengawasan, pembuatan hasil pengamatan kasat mata, tabulasi hasil uji
laboratorium, rencana tindak lanjut hasil pengawasan, penerimaan
pengaduan masyarakat, pelaksanaan pengawasan khusus), melaksanakan
tindakan terhadap pelanggaran, pelaporan kepada bupati, pelaporan kepada
gubernur, dan pelaporan kepada menteri perdagangan. Hasil pengamatan
terhadap pelaksanaan pengawasan barang di daerah perbatasan
menunjukkan belum seluruh tahapan tersebut dilaksanakan. Kegiatan
pengawasan yang umumnya dilaksanakan adalah perencanaan dan
pengamatan secara kasat mata. Sementara pembelian sampel dan uji
laboratorium belum dilakukan karena keterbatasan anggaran dan ketiadaan
lab penguji di daerah survey. Kegiatan lain yang tidak dilakukan adalah
pelaporan hasil pengawasan kepada Gubernur dan Menteri Perdagangan
melalui Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Berikut ini
gambaran pelaksanaan pengawasan barang di daerah kajian.
68
tidak seluruh kecamatan mendapat pengawasan, kecamatan bergiliran
mendapat pengawasan. Untuk tahun 2014 misalnya, hanya dianggarkan
untuk 8 (delapan) kecamatan. Setiap kecamatan mendapat jatah waktu
pengawasan selama 3 (tiga) hari.
Perencanaan kegiatan pengawasan dilakukan di tingkat Kepala Dinas
(Eselon II), sebagai bagian dari rencana kerja daerah dalam urusan
perdagangan. Pelaksanaan pengawasan oleh pemerintah Kabupaten
dilakukan oleh tim gabungan dari beberapa SKPD. Disamping karena jumlah
orang yang terbatas, juga karena urusan ini juga dinilai tersebar pada SKPD-
SKPD yang lain. SKPD yang sudah pasti terlibat dalam kegiatan
pengawasan barang adalah Dinas Kesehatan, Satpol PP, dan Bidang-bidang
lain dalam Disperindagkop UMKM. Koordinasi pelaksanaan pengawasan
dilakukan dalam pertemuan SKPD yang biasanya dilakukan menjelang
pengawasan dilakukan. Tidak ada forum khusus untuk untuk melakukan
koordinasi pelaksanaan ini, hanya komunikasi langsung antar Kepala Dinas.
Hingga saat ini, pelanggaran yang ditemui tidak pernah dilanjutkan ke
tahapan penyidikan, tindakan yang dilakukan lebih mengarah kepada
penyuluhan dan pembinaan, seperti teguran, membuat surat pernyataan, dan
menarik barang dari peredaran. Pihak yang sudah melakukan tindakan dan
penyidikan adalah dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Provinsi Kalimantan Timur, namun terbatas hanya kepada makanan dan
obat-obatan (hingga saat ini Kabupaten Nunukan belum memiliki BPOM
Kabupaten).
Pengawasan parameter pengawasan barang lainnya dilakukan oleh
petugas PPBJ kabupaten Nunukan. Pengawasan yang dilakukan sebatas
pengawasan kasat mata. Pengawasan tidak pernah ke tahap analisis
laboratorium karena tidak ada anggaran untuk membeli sampel barang dan
belum ada fasilitas laboratorium yang cukup di kabupaten. Pembelian
sampel hanya dilakukan jika ada pesanan dari PPBJ provinsi Kalimantan
Timur atau titipan pesanan dari Pusat. Namun kegiatan ini belum dilakukan
69
sebanyak pengawasan oleh BPOM. Menurut keterangan, dalam satu tahun
paling tidak ada 1 (satu) kali pembelian titipan ini, pada jenis barang yang
berbeda-beda.
70
keagamaan pada 15 Kecamatan yang ada di seluruh Kabupaten Sanggau
termasuk kecamatan yang berada di daerah perbatasan. Berdasarkan
pengawasan tersebut didapatkan hasil-hasil sebagai berikut: banyak jenis
makanan dan minuman dari kaleng, botol serta dari kotak yang tidak
mencantumkan kode registrasi MD dan ML (tanpa ijin Dinas Kesehatan dan
BPOM), masih ditemukan lampu pijar yang tidak mencantumkan tanda SNI,
dan produk makanan atau minuman yang sudah kadaluarsa serta
kemasannya rusak atau cacat (Laporan Akhir Kegiatan Peningkatan
Pengawasan Peredaran Barang dan Jasa, 2014). Tindak lanjut dari hasil
pengawasan tersebut adalah meminta kepada pengecer untuk
mengembalikan barang-barang yang tidak sesuai dengan ketentuan atau
dimusnahkan demi keamanan dan keselamatan konsumen. Keterbatasan
jumlah pegawai dan anggaran menyebabkan pengawasan tidak dapat
dilakukan pada semua Kecamatan namun dilakukan secara bergantian pada
tiap-tiap Kecamatan yang telah ditetapkan sebagai objek pengawasan setiap
tahunnya. Kendala lain yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan
pengawasan adalah tidak adanya Petugas Pengawasan Barang Beredar dan
Jasa (PBBJ) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS-PK) yang disebabkan
karena pegawai yang telah mendapatkan pelatihan sebagai PBBJ atau
PPNS-PK dipindahkan atau dipromosikan ke unit lain diluar unit perdagangan
dan atau telah memasuki masa pensiun.
Untuk mengatasi permasalah perdagangan yang terjadi di daerah
perbatasan, Pemerintah dapat segera memberikan solusi khususnya
penyediaan bahan kebutuhan pokok di daerah perbatasan, memfasilitasi
penyediaan infrastruktur seperti jalan yang baik dan instrumen pendukung
lainya khususnya untuk meminimalisir peredaran barang melalui jalur yang
tidak resmi dan juga dapat menambah pemasukan negara dari bea masuk
barang, penambahan PPBJ dan PPNS-PK di daerah perbatasan melaui
pengadaan pegawai baru dan pelatihan, memberlakukan aturan atau
kebijakan khusus bagi daerah perbatasan dalam rangka pengadaan dan
71
pengawasan barang mengingat kondisi geografis dan pola perdagangan
yang berbeda dengan daerah bukan perbatasan, dan koordinasi dengan
pihak-pihak terkait dalam rangka pengawasan barang.
72
Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kabupaten Tana Tidung. Alasan
pembentukan Provinsi Kaltara, yaitu kesejahteraan masyarakat di daerah-
daerah perbatasan kurang tersentuh. Ini disebabkan antara lain oleh
terhambatnya koordinasi pembangunan. Isu yang selalu mencuat seputar
perbatasan adalah pengamanan wilayah Indonesia sehingga
mengenyampingkan aspek lainnya. Harapan pemekaran wilayah baru ini
adalah fokus dan lancarnya pelayanan kepada masyarakat disekitar,
pembangunan wilayah berkarakter budaya setempat, dan kesejahteraan
yang nyata. Asumsi yang dibangun adalah; solusi kepada persoalan
kesejahteraan, peningkatan ekonomi, pembangunan struktur dan
infrastruktur akan tercapai maksimal bila daerah perbatasan dikelola oleh
suatu pemerintahan dalam bentuk provinsi.
Ketersediaan barang terutama bahan pokok yang berasal dari dalam
negeri sangat sedikit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat di daerah perbatasan sudah lama terjadi sejak Kaltara masih
masuk dalam wilayah Kaltim. Hal ini seperti yang telah dijelaskan diatas
yaitu yang menjadi fokus utama di daerah perbatasan adalah isu
keamanan. Saat ini khususnya kebutuhan bahan pokok seperti gas juga
banyak ditemui beredar di wilayah Kaltim yang disinyalir dipasok dari
Malaysia masuk secara tidak resmi kedalam wilayah Indonesia.
73
yang tidak resmi dan juga dapat menambah pemasukan negara dari
bea masuk barang.
3. Memberikan aturan atau kebijakan yang khusus bagi daerah perbatasan
dalam rangka pengadaan dan pengawasan barang mengingat kondisi
geografis dan pola perdagangan yang berbeda dengan daerah bukan
perbatasan.
4. Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka
pengawasan barang khususnya di daerah perbatasan.
74
sebagai pendekatan untuk menunjukkan dampak pelaksanaan pengawasan
barang beredar di daerah kajian.
75
Jika diperhatikan kasus kabupaten Bengkayang yang tidak melakukan
kegiatan pengawasan, namun memiliki proporsi barang sesuai parameter
sebesar 40,3%. Nilai ini jelas bukan akibat kinerja pengawasan SKPD,
melainkan hasil yang diberikan oleh sistem pendaftaran, pengaturan, dan
pengawasan barang yang dilaksanakan pusat. Hal ini memberikan sebuah
pengetahuan bahwa: (a) 40,3% adalah nilai dasar dari sebuah upaya
pengawasan barang di daerah. Artinya, tanpa melakukan apapun, rasio hasil
pengawasan akan menunjukkan kinerja sebesar 40%; (b) Upaya
pengawasan oleh daerah baru bisa disebut memiliki dampak jika memberikan
hasil lebih besar dari 40%; (c) hal ini juga menunjukkan sistem pengawasan
barang yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan baru
memberikan hasil sebesar 40% pada tingkatan nasional.
76
Yang utama adalah sarana transportasi untuk menjangkau lokasi
pengawasan, terutama di kecamatan yang ada di wilayah perbatasan.
Jumlah kendaraan operasional ini relatif terbatas, karena digunakan oleh
dinas bersama-sama. Jika kendaraan operasional tidak dapat digunakan,
petugas memilih menggunakan kendaraan pribadi.
Sarana yang dibutuhkan berikutnya, adalah komputer untuk menyusun
laporan dan petunjuk teknis untuk melaksanakan pengawasan dan
penindakannya. Komputer pada umumnya sudah dimiliki, namun petunjuk
pelaksanaan rata-rata tidak dimiliki.
77
Tabel 5.5. Gambaran SDM dan Anggaran Pengawasan Barang Di Daerah Survey
Gambaran SDM Malinau Sanggau Nunukan Bengkayang
Pengawas Barang 2012 2013 cukup Butuh 2012 2013 cukup butuh 2012 2013 Cukup Butuh 2012 2013 cukup Butuh
SDM di seksi
pengawasan barang: Tidak Tidak
Struktural cukup cukup
Fungsional 1 1 Tidak - 1 1 tidak 1 1 1 1 -
Staf 1 1 3 - - 2 2 2 4 2 6
1 1 2 2 2 2 2 2 -
SDM Pengawas Tidak
Pengawas 1 1 Tidak 2 2 - cukup, 2 Tidak Tidak
(PPBJ) pindah 2 2 cukup 4 4 2 cukup 4
Penyidik (PPNS- - - 1 - - ke - - 2 - - 2
PK) bidang
lain
Komposisi PPBJ dan
PPNS-PK menurut
umur
< 25 tahun - - - - - - 6
25-40 tahun - - 2 2 2 2 - - -
41- 55 tahun 3 3 - - 4 2 -
>55 tahun - - - - - -
78
5.2.3. Hasil Analisis ANOVA
79
2. Pembagi lokasi toko
H0 : Rasio hasil pengawasan sama saja pada toko di daerah perbatasan
dan toko diluar daerah perbatasan
H1 : Rasio hasil pengawasan berbeda antara toko di daerah perbatasan
dan toko diluar daerah perbatasan (Rasio hasil pengawasan di
daerah perbatasan diduga lebih rendah dibandingkan diluar daerah
perbatasan)
1. Pembagi Daerah survey
H0 : Rasio hasil pengawasan di semua daerah survey sama
H1 : ada perbedaan rasio hasil pengawasan antar daerah survey(rasio
hasil pengawasan di daerah perbatasan yang besar/relatif maju
(Nunukan dan Sanggau) diduga lebih baik)
Pengujian menunjukkan hasil sebagai berikut:
80
Tabel 5. 6. Rekap Hasil Pengujian Beda Rata-Rata Anova
Variabel Keterangan Hasil Pengujian Menurut Faktor
Pembagi
Jenis Toko Lokasi Daerah
Toko
Jumlah Barang Menunjukkan jumlah barang Signifikan
DN yg lulus sampel yg berasal dari DN yang
lulus pengamatan
Jumlah Barang Menunjukkan jumlah barang Signifikan
DN yg tidak lulus sampel yg berasal dari DN yang
tidak lulus pengamatan
Kinerja Menunjukkan proporsi barang Signifikan Signifikan Signifikan
pengasawan DN sampel DN yang lulus
pengamatan
Jumlah barang Menunjukkan jumlah barang Signifikan
LN yg lulus sampel yg berasal dari LN yang
lulus pengamatan
Jumlah barang Menunjukkan jumlah barang Signifikan
LN yg tidak lulus sampel yg berasal dari LN yang
tidak lulus pengamatan
Kinerja Menunjukkan proporsi barang Signifikan Signifikan Signifikan
pengawasan LN sampel LN yang lulus
pengamatan
Kinerja Menunjukkan proporsi barang Signifikan Signifikan
pengawasan sampel DN dan LN yang lulus
total –nilai pengamatan dari sisi nilai
Proporsi barang Menunjukkan proporsi barang Signifikan
DN-nilai DN, jika dihitung menurut nilai
barang
Proporsi barang Menunjukkan proporsi barang LN, Signifikan
LN-nilai jika dihitung menurut nilai barang
Proporsi barang Menunjukkan proporsi barang Signifikan
DN-jumlah DN, jika dihitung menurut jumlah
unit barang
Proporsi barang Menunjukkan proporsi barang LN, Signifikan
LN jumlah jika dihitung menurut jumlah unit
barang
Kinerja Menunjukkan proporsi barang Signifikan Signifikan
pengawasan- sampel DN dan LN yang lulus
jumlah pengamatan dari sisi jumlah
Sumber: Data Diolah
81
Jika hasil pengujian tersebut disimpulkan, maka tarikan kesimpulannya
akan tampak dalam tabel berikut ini.
Tabel 5. 7. Kesimpulan
Variabel Faktor Pembagi
Jenis Toko Lokasi Toko Daerah
Kinerja Sig 10% * Sig 5% ** Sig 1% ***
pengasawan (proporsi barang DN Semakin besar daerah
DN yang lulus parameter perbatasan (Sanggau,
paling tinggi adalah Nunukan) semakin baik
barang elektronik) kinerja pengawasan thd
barang yg berasal dari
DN
Kinerja Sig 1% *** Sig 1% *** Sig 1% ***
pengawasan (proporsi barang LN Semakin jauh dari Semakin besar daerah
LN yang lulus parameter perbatasan semakin perbatasan (Sanggau,
paling tinggi adalah baik kinerja Nunukan) semakin
barang kelontong) pengawasannya buruk kinerja
pengawasan terhadap
barang berasal dari LN.
Kinerja Sig 1% *** Sig 1% ***
pengawasan (proporsi barang DN Semakin besar daerah
total –nilaidan LN yang lulus perbatasan (Sanggau,
parameter paling tinggi Nunukan) maka kinerja
adalah barang pengawasan totalnya
elektronik) semakin baik.
Kinerja Sig 5% ** ***
pengawasan- Kinerja paling tinggi Semakin besar daerah
jumlah ada pada barang perbatasan (Sanggau,
elektronik & bahan Nunukan) maka kinerja
bangunan, paling pengawasan totalnya
rendah pada bahan semakin baik.
pokok
Simpulan Bahan pokok paling Semakin jauh dari Semakin besar daerah
Umum banyak melanggar perbatasan semakin perbatasan (Sanggau,
parameter baik proporsi barang Nunukan) maka
sesuai parameter proporsi barang sesuai
nya parameter totalnya
semakin baik.
Sumber: Tabel 5.6
82
Hasil pengujian secara umum menunjukkan bahwa
1. Pembagi Jenis Toko: hasil pengujian mendukung dugaan alternatif, yaitu
Rasio hasil pengawasan berbeda pada jenis barang yang berbeda.
Pengamatan kepada perhitungan rata-ratanya mengkonfirmasikan bahwa
barang kebutuhan pokok memiliki nilai proporsi barang sesuai parameter
yang lebih rendah dibanding bahan bangunan dan elektronik.
2. Pembagi Lokasi Toko: Hasil pengujian mendukung dugaan alternatif yaitu
nilai proporsi barang sesuai parameter berbeda antara toko di daerah
perbatasan dan toko diluar daerah perbatasan. Pengamatan terhadap
nilai rata-ratanya menunjukkan rasio hasil pengawasan di daerah
perbatasan adalah lebih rendah dibandingkan diluar daerah perbatasan.
Hal ini mengkonfirmasi dugaan bahwa proporsi barang sesuai parameter
di daerah perbatasan lebih rendah dibanding daerah bukan perbatasan.
3. Pembagi Daerah Survey: Hasil pengujian mendukung dugaan alternatif
yaitu ada perbedaan proporsi barang sesuai parameter antar daerah
survey. Hal ini menunjukkan hasil pengawasan di daerah perbatasan
yang besar/relatif maju (seperti Nunukan dan Sanggau) adalah lebih baik
dibandingkan daerah perbatasan yang relatif tidak maju (Seperti Malinau
dan Bengkayang). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pengawasan
barang beredar tumbuh seiring dengan pertumbuhan daerah. Di daerah
perbatasan yang raltif belum maju, maka urusan pengawasan barang
beredar nampaknya belum menjadi prioritas.
83
BAB VI.
UPAYA PENINGKATAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR
DI DAERAH PERBATASAN
84
di Kalimantan Barat yang memiliki 17 kecamatan, namun yang dapat disebut
sebagai daerah perbatasan hanyalah 2 (dua) kecamatan, yaitu kecamatan
Jagoi Babang dan Siding.
Masalah sesungguhnya baru muncul ketika barang yang berasal dari
negara tetangga ini kemudian dipasarkan keluar daerah perbatasan (keluar
kecamatan perbatasan) dan merembes kedalam pasar dalam negeri yang
jauh dari daerah perbatasan. Pengolahan data volume penjualan, harga
barang, dan profit penjualan barang di daerah perbatasan menunjukkan
kemungkinan adanya motif mencari keuntungan yang melatari volume
perdagangan yang besar dari beberapa barang bersubsidi yang berasal dari
negara tetangga (gambar 6.1).
Sebagai contoh dapat dilihat data yang berasal dari Nunukan dan
Malinau. Dalam survey ke Kalimantan Utara, ditemukan bahwa barang yang
merembes dari Malaysia melalui Sei Nyamuk (daerah perbatasan), kemudian
dikirimkan ke Malinau (luar daerah perbatasan) melalui jalur sungai. Jika
diperhatikan data transaksi yang terjadi di kedua daerah, tampak bahwa
85
tepung terigu, minyak goreng, dan gula pasir adalah barang-barang yang
memberikan margin penjualan tertinggi, yang artinya dibeli dengan harga
murah dan dijual pada harga yang memberikan margin penjualan yang relatif
tinggi (sekitar 50%). Perlu diingat bahwa tepung terigu, gula, dan minyak
goreng yang beredar tersebut adalah barang-barang yang telah disubsidi
oleh Kerajaan Malaysia sehingga memang memiliki harga yang relatif lebih
murah (sekitar Rp. 1.000- Rp. 3.000,-) dibandingkan harga barang sejenis
dari dalam negeri. Hal ini menunjukkan adanya motif mengejar profit, dan
bukan semata-mata hanya masalah pemenuhan kebutuhan masyarakat di
daerah perbatasan. Hal ini menunjukkan masalah baru dalam pengawasan
barang beredar di daerah perbatasan, yaitu perdagangan barang negara
tetangga yang melalui daerah perbatasan untuk masuk ke dalam daerah
diluar daerah perbatasan.
86
Pandangan terhadap barang beredar di perbatasan menunjukkan
setidaknya 6 (enam) jenis barang yang beredar di daerah perbatasan,
mereka adalah: (1) barang dalam negeri yang memenuhi ketentuan untuk
beredar, (2) barang dalam negeri yang tidak memenuhi ketentuan untuk
beredar (tidak memenuhi SNI, dll); (3) barang negara tetangga yang tidak
diperkenankan keluar oleh otoritas negara tetangga (minyak goreng, gula,
terigu, beras bersubsidi kerajaan/pemerintah negara tetangga); (4) barang
negara tetangga yang diperkenankan keluar oleh otoritas negara tetangga,
namun belum diperkenankan oleh Indonesia (seperti: biskuit, minuman, dll
yang belum didaftarkan oleh importir di Indonesia); (5) barang negara
tetangga yang diperkenankan keluar oleh otoritas negara tetangga dan sudah
diperkenankan beredar oleh Indonesia (seperti: biskuit, minuman yang sudah
terdaftar di Indonesia); (6) barang internasional yang tidak diperkenankan
beredar oleh otoritas internasional (seperti: narkoba, dan perdagangan
manusia). Lihat gambar.
87
Tampak bahwa pengawasan barang beredar di perbatasan lebih
diperluas oleh 1 (satu) kategori barang, yaitu barang luar negeri, yang terdiri
dari 3 (tiga) sub kategori (barang tidak diperkenankan keluar, barang
diperkenankan keluar tapi belum terdaftar, dan barang sudah
diperkenankan), dimana jumlah jumlah barang dalam kategori ini relatif
besar. Hal ini menambah tantangan dalam melaksanakan pengawasan
barang di daerah perbatasan, karena masuknya barang-barang ini dapat
dianggap sebagai penyelundupan. Ketiga hal tersebut (batas wilayah
perbatasan, tambahan kategori barang, dan penyelundupan) memunculkan
kebutuhan sistem pemeriksaan, pendaftaran dan pendataan arus barang
yang cepat di perbatasan. Penerimaan parameter pengawasan dan
kerjasama pendaftaran barang dengan negara tetangga merupakan
tantangan dan jika tidak diatasi dengan baik akan memunculkan pembiaran
penyelundupan barang.
Sistem pemeriksaan dan pencatatan barang keluar/masuk ke wilayah
perbatasan Indonesia memang relatif longgar. Hal ini karena diasumsikan
barang-barang ini adalah barang untuk kebutuhan masyarakat di perbatasan.
Proses pemeriksaan barang di pos kepabeanan atau keamanan cenderung
singkat dan tidak melakukan pencatatan terhadap barang yang masuk
(Gambar 6.4). Pemeriksaan tampak lebih diarahkan pada kategori Barang
Internasional yang berbahaya, seperti narkoba dan kemungkinan human
trafficking, dan lebih diutamakan pemeriksaan pada kelengkapan administrasi
kependudukan (KTP/PLB/Paspor).
88
Gambar 6. 4. Jalur Masuk Barang Ke Wilayah Perbatasan Indonesia
89
6.1.1. Permasalahan Pelaksanaan
Keterbatasan jangkauan kewenangan Unit Kerja pelaksana
pengawasan barang di daerah. Pengawasan Barang beredar pada dinas di
empat daerah survey berada pada Seksi (es IV). Seksi dibawah bidang
perdagangan (dalam negeri) ini tidak hanya menangani tugas pengawasan
saja tetapi juga yang terkait dengan perlindungan konsumen seperti
sosialisasi, pelatihan, dan pembinaan konsumen,
Keterbatasan frekwensi dan jangkauan wilayah pelaksanaan
pengawasan barang beredar di daerah perbatasan. Frekwensi
pelaksanaan pengawasan barang rata-rata hanya dilaksanakan 1(satu) kali
setahun (pada saat hari raya keagamaan), kecuali di Kabupaten Nunukan
dilakukan hingga 3 (tiga) kali setahun. Mengenai jangkauan wilayah, hasil
survey menunjukkan bahwa satu Kecamatan dalam sebuah kabupaten,
hanya akan memperoleh kunjungan pengawasan barang sebanyak 1 (satu)
kali setiap 3 (tiga) tahun. Keterbatasan frekwensi dan jangkauan ini
disebabkan oleh keterbatasan anggaran dan kondisi geografis daerah
perbatasan. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan pengawasan dan
pemeriksaan yang ketat di pintu masuk barang, baik pintu masuk barang dari
luar negeri (kepabeanan), maupun pintu masuk barang dari dalam negeri
(pelabuhan,
Keterbatasan ketersediaan Petunjuk Teknis pengawasan barang
dan ketiadaan Standar Pelayanan Minimal dalam bidang pengawaan
barang beredar. Kunjungan ke daerah belum memukan Petunjuk Teknis
(Juknis) pengawasan barang di unit kerja pelaksana pengawasan di daerah
survey menunjukkan bahwa informasi mengenai tata cara dan prosedur
pengawasan barang dari pemerintah pusat tidak tersampaikan ke dinas
kabupaten. Petunjuk teknis, juga baru dibuat untuk barang-barang yang
memiliki SNI wajib, dan jumlah juknis yang ada belum meliputi seluruh barang
yang telah memiliki SNI tersebut. Sedangkan Standar Pelayanan Minimum
90
(SPM) tampaknya memang belum dibentuk oleh Pemerintah Pusat untuk
mengawasi pelaksanaan pengawasan barang beredar yang dilaksanakan
oleh pemerintah daerah. Padahal sebuah urusan pemerintahan yang
diserahkan ke Daerah harus disertai dengan SPM sebagai panduan
pelaksanaan pelayanan minimal dan bagi pelaksanaan penilaian kinerja
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan urusan bidang tersebut.
Keterbatasan tindak lanjut hasil pengawasan dan laporan
masyarakat dan penegakan hukum. Pengamatan menunjukkan tidak ada
penyidikan yang dilakukan jika ditemukan pelanggaran/indikasi pelanggaran.
Tindakan yang dilakukan lebih mengarah kepada penyuluhan dan
pembinaan, seperti teguran, membuat surat pernyataan, dan menarik barang.
Jenis barang yang umumnya banyak melanggar antara lain: makanan dan
minuman dari kaleng, botol serta dari kotak yang tidak mencantumkan kode
registrasi MD dan ML (tanpa ijin Dinas Kesehatan dan BPOM), masih
ditemukan lampu pijar yang tidak mencantumkan tanda SNI, dan produk
makanan atau minuman yang sudah kadaluarsa serta kemasannya rusak
atau cacat.
Meskipun tidak secara langsung, keterbatasan pasokan bahan pokok
dan energi di daerah perbatasan menjadi salah satu faktor pembentuk
keterbatasan pengawasan barang beredar di daerah perbatasan.
Pengamatan didaerah perbatasan menunjukkan kesulitan masyarakat untuk
memperoleh bahan kebutuhan pokok dan energi (BBM, listrik, dan gas) asal
dalam negeri baik dari segi jumlah, kualitas, ketepatan waktu, dan harga.
Produk bahan pokok dari dalam negeri kebanyakan telah rusak dalam
pengangkutan sehingga kualitasnya mejadi lebih rendah. Kesulitan ini
kemudian membuka lebih jauh perembesan barang dan, sesuai penjelasan
diatas, menimbulkan perdagangan melalui daerah perbatasan yang
memunculkan kategori barang baru. Pemenuhan kebutuhan bahan pokok
dan energi di daerah perbatasan mungkin tidak berada dalam lingkup kajian
ini, namun perlu disampaikan karena sifatnya yang memoderasi tantangan
91
pengawasan barang di daerah perbatasan. Ketidakmampuan menyediakan
kebutuhan pokok dan energi masyarakat (Keputusan Perusahaan Listrik
Negara (PLN) untuk meminta Malaysia melayani kebutuhan listrik masyarakat
di daerah perbatasan) menunjukkan lemahnya kemampuan kita dalam
melayani kebutuhan masyarakat sampai kepelosok khususnya daerah
perbatasan.
92
masih memiliki nilai jangkauan pengawasan sebesar 40%. Hal ini
menunjukkan kinerja pengawasan di daerah dibentuk pula oleh kinerja
pengawasan oleh sistem Standarisasi dan Perlindungan Konsumen di tingkat
nasional, dan akumulasi dari hasil pelaksanaan dan pembinaan tahun-tahun
sebelumnya. Dengan demikian, tulang punggung utama perlindungan
konsumen melalui pengawasan barang beredar sesungguhnya berada di
tangan Pemerintah Pusat melalui pelaksanaan sistem Standarisasi dan
Perlindungan Konsumen di tingkat nasional (SNI, pendaftaran barang,
pendaftaran perusahaan, dll) kegiatan ini memberikan sumbangan sebesar
40% terhadap keberhasilan pengawasan barang di daerah perbatasan.
Sisanya tentu perlu diupayakan oleh Pemerintah Daerah yang menerima dan
melaksanakan urusan perdagangan ini, termasuk pengawasan barang
beredar (Gambar 6.6).
Pengamatan kepada daerah perbatasan yang relatif aktif melakukan
pengawasan, menunjukkan tambahan upaya pemerintah daerah hanyalah
sebesar 10-15% saja, mendorong nilai jangkauan pengawasan ke angka
antara 50%-55%. Untuk itu memang perlu dicari jalan agar dalam 3 (tiga)
hingga 5 (lima) tahun ke depan, nilai jangkauan pengawasan barang beredar
ini dapat meningkat secara bertahap ke tingkatan 75%-80% di daerah
perbatasan.
Peningkatan nilai rasio jangkauan pengawasan sebesar 20-25% dalam
5 (lima) tahun tidak dapat dilaksanakan oleh Pemerintah sendiri. Masyarakat
sebagai konsumen, juga memiliki peran yang sangat besar. Yaitu sebagai
pihak yang dengan cerdas menuntut pemerintah daerah untuk melaksanakan
perlindungan konsumen tersebut, meskipun kebutuhan akan perlindungan ini
(masalah safety needs) baru akan muncul di masyarakat setelah masalah
ketersediaan dasar terpenuhi (masalah basic needs).
93
Gambar 6. 6. Rangkaian Upaya Mendorong Peningkatan
Pengawasan
94
perbatasan. Menyusun Standar Pelayanan Minimum pengawasan
barang untuk daerah.
3) Menghubungkan penyaluran dana DAK dan Dekonsentrasi ke daerah
sesuai kinerja daerah dalam memenuhi Standar Pelayanan Minimum
pengawasan barang untuk daerah.
4) Menyalurkan dana alokasi khusus dan dekonsentrasi untuk menjamin
petugas PPBJ di daerah memperoleh anggaran operasional untuk
melaksanakan pengawasan, dan memastikan pemerintah daerah
dapat merekrut dan menjaga jumlah petugas PPBJ yang dibutuhkan.
5) Memastikan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki
pemahaman mengenai pelaksanaan urusan Perdagangan, khususnya
mengenai urusan perlindungan konsumen melalui pengawasan barang
beredar di daerah dan keterkaitannya dengan sistem SPK di
pusat/nasional.
6) Memastikan pemerintah Provinsi memiliki kemampuan untuk
melakukan pengawasan barang melalui pengujian laboratorium (tidak
perlu memiliki lab sendiri, dapat bekerjasama dengan BPSMB dan
Barsitand), dan memiliki anggaran yang cukup untuk melaksanakan
pembelian sampel dan pengujian barang.
7) Mendorong koordinasi pengawasan antara unit kerja di provinsi, dan
kabupaten/kota, serta badan terkait di provinsi dan daerah (BPOM,
Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian, Bea Cukai, TNI Pejaga
Perbatasan) dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan
barang di daerah.
8) Khusus untuk daerah perbatasan, pemerintah pusat perlu mencari
cara untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok dan energi (listrik, gas,
dan BBM) bagi masyarakat di daerah perbatasan dengan jumlah dan
harga yang sesuai. Daerah memprioritaskan ketersediaan bahan
pokok bagi masyarakatnya diatas pemenuhan ketentuan parameter
pengawasan barang beredar. Hal ini tercermin dari keputusan daerah
95
untuk tidak melakukan pengawasan barang beredar, atau tindak lanjut
pengawasan yang hanya pada tingkatan penyuluhan dan pembinaan.
b. Pemerintah Provinsi
1) Meningkatkan koordinasi pengawasan dengan unit kerja di
kabupaten/kota, dan badan terkait di provinsi serta kabupaten / kota
Tim PPBB dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan
barang di daerah.
2) Memfasilitasi kerjasama antar daerah untuk memenuhi kebutuhan
pokok dan energi masyarakat yang ada di wilayah kerja.
3) Memastikan Unit Kerja yang menangani pengawasan barang di tingkat
provinsi memiliki sumberdaya yang cukup untuk memfasilitasi uji
laboratorium yang dibutuhkan oleh unit kerja pengawasan barang di
kabupaten/kota.
4) Secara proaktif membantu pemerintah pusat melaksanakan sosialisasi
peraturan/ketentuan baru terkait pengawasan barang beredar, dan
upgrading kompetensi petugas PPBJ di kabupaten/kota.
5) Memfasilitasi penyediaan tenaga PPNS-PK dan masalah penegakan
aturan/ hukum perlindungan konsumen yang dihadapi oleh pemerintah
daerah.
c. Pemerintah Kabupaten/Kota
1) Melaksanakan urusan pengawasan barang beredar sebagai sebuah
kesatuan dalam upaya melaksanakan perlindungan konsumen, sesuai
petunjuk teknis dan standar pelayanan minimum yang ditetapkan.
2) Menjaga ketersediaan jumlah petugas PPBJ sesuai dengan
kebutuhan.
3) Membuka dan mensosialisasikan hotline pengaduan masyarakat.
4) Secara tertib dan disiplin membangun basis data perlindungan
konsumen, pengawasan barang, serta pelaporan kegiatan
pengawasan barang yang rutin dan berkala ke unit kerja terkait di
96
provinsi dan pusat,sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan Dan Tata
Cara Pengawasan Barang Dan/Atau Jasa.
5) Bekerja sama dengan unit kerja pengawasan yang ada di provinsi
atapun pusat untuk menyusun strategi pengawasan barang yang lebih
optimal.
6) Bekerjasama dengan Pemerintah Pusat dan Provinsi melayani dan
menyediakan barang kebutuhan masyarakat.
97
BAB VII.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. Kesimpulan
a. Pengawasan barang beredar di daerah perbatasan belum dilaksanakan
secara optimal. Umumnya pengawasan dilaksanakan secara kasat mata
dan belum dilakukan uji laboratorium. Selain itu, belum dibuat secara rutin
laporan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
b. Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) sudah dibentuk,
namun koordinasi antar instansi maupun lembaga terkait dalam
melaksanakan pengawasan belum efektif. Koordinasi dilakukan hanya
pada saat menjelang bulan puasa dan hari besar keagamaan sekaligus
untuk monitoring harga. Koordinasi dimaksud juga belum dilaksanakan
dengan melibatkan Kepabeanan, Imigrasi, Karantina, dan Keamanan
(CIQS-custom, immigration, quarantine, and security).
c. Kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan belum berjalan dengan
baik. Hal ini diindikasikan dengan frekuensi pengawasan yang relatif
rendah yaitu rata-rata hanya dilaksanakan 1 (satu) kali dalam setahun.
Hal ini disebabkan:
1) Sumber daya manusia (SDM) pengawasan yang dimiliki daerah
perbatasan masih terbatas. Rata-rata jumlah petugas pengawas
berkisar antara 1 – 2 orang atau hanya sebanyak 50% dari kebutuhan
sehingga pengawasan tidak dapat dilakukan secara optimal. Selain itu
tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap bidang tugas
pengawasan juga masih rendah.
2) Proporsi anggaran untuk pengawasan masih relatif kecil yaitu rata-rata
sebesar 9% dari total anggaran Dinas.
3) Minimnya sarana transportasi untuk mendukung pelaksanaan
pengawasan barang yang memadai.
98
d. Ditemukan barang sampel yang tidak sesuai ketentuan parameter
pengawasan khususnya Label, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan
Manual Kartu Garansi (MKG). Jenis barang yang tidak bertanda SNI
antara lain lampu pijar, regulator tabung gas, dan tusuk kontak, sedangkan
yang tidak menggunakan Label Bahasa Indonesia antara lain
biskuit/makanan ringan, bahan pokok, dan makanan minuman kaleng.
e. Gambaran umum proporsi barang yang beredar di daerah perbatasan
adalah 70% merupakan produk dalam negeri dan 30% berasal dari
Malaysia. Sementara barang yang telah memenuhi ketentuan parameter
pengawasan di daerah perbatasan mencapai 51,4% yang merupakan
produk dalam negeri, sehingga masih terdapat 18,6% produk dalam negeri
yang belum memenuhi ketentuan parameter pengawasan.
f. Berdasarkan kelompok barang yang beredar di daerah perbatasan maka
barang yang berasal dari Malaysia didominasi (53%) oleh bahan pokok,
biskuit/makanan ringan dan makanan minuman kalengan, sedangkan
barang-barang elektronik dan bahan bangunan didominasi oleh produk
dalam negeri masing-masing sebesar 99% dan 88,3%.
g. Dengan alasan untuk memenuhi kecukupan pasokan bahan pokok, Kepala
daerah/bupati yang memiliki daerah perbatasan, mengeluarkan surat
edaran yang memperbolehkan beredarnya barang pokok asal Malaysia
keluar dari daerah perbatasan (kecamatan) ke kecamatan lain di
kabupaten tersebut. Kebijakan ini berpotensi membuat barang asal
Malaysia merembes ke kabupaten lain bahkan ke provinsi lainnya.
99
b. Menghimbau pemerintah daerah agar dapat merekrut petugas PPBJ dan
PPNS-PK sesuai kebutuhan dan mempertahankan keberadaan petugas
pengawas tersebut dengan mengusulkan menjadi fungsional.
c. Mengusulkan dana alokasi khusus (DAK) dan dana dekonsentrasi untuk
mendukung pelaksanaan pengawasan di daerah perbatasan dengan
persyaratan adanya jumlah SDM Pengawas yang memadai, frekuensi
pelaksanaan pengawasan, dan jumlah laporan pengawasan barang di
daerah perbatasan.
d. Dalam rangka efektifitas pelaksanaan pengawasan barang di daerah
perbatasan, maka dapat dilakukan kerjasama dengan pihak kepabeanan,
karantina, dan keamanan dalam bentuk nota kesepahaman (MoU).
e. Mensinkronisasikan peraturan daerah yang berpotensi menghambat
pencapaian tujuan pengawasan barang beredar, khususnya di daerah
perbatasan.
f. Memajukan peran Kementerian Perdagangan dalam menyediakan bahan
kebutuhan pokok yang lebih baik dan terjamin bagi masyarakat daerah
perbatasan.
100
DAFTAR PUSTAKA
101
Haryanto, 2013, Tahun 2013 Kasus Gula Ilegal Meningkat 245 Persen,
diunduh dari http://pontianak.tribunnews.com/2014/01/08/tahun-2013-
kasus-gula-ilegal-meningkat-245-persen tanggal 14 Maret 2014.
Suryowati, Estu, Tabung Elpiji di Perbatasan Tak Sesuai SNI, diunduh dari
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/10/31/2050378/Tabung.El
piji.di.Perbatasan.Tak.Sesuai.SNI tanggal 14 Maret 2014
Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Nunukan
102