Anda di halaman 1dari 10

A.

Deskripsi Artikel
- Judul Artikel : A Stakeholder Approach to Corporate Social Responsibility: A
Fresh Perspective into Theory and Practice. (Pendekatan Pemangku
Kepentingan terhadap Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Sebuah
Pandangan Baru Menjadi Teori dan Praktik).
- Penulis : Dima Jamali
- Publikasi : Journal of Business Ethics (2008) 82:213–231, DOI
10.1007/s10551-007-9572-4, Springer 2008.
- Tujuan Penelitian : Untuk menguji teori stakeholder sebagai pendekatan CSR
yang baru dalam dunia Akuntansi modern.

B. Ringkasan Artikel Ilmiah

Konsep Corporate Social Responsibility menjadi isu hangat di kalangan


publik akhir-akhir ini. Secara istilah, CSR bertujuan untuk meningkatkan kekayaan
dari pemegang saham (Friedman, 1962) dan juga menjadi tanggung jawab
perusahaan terhadap negara (Hemphill, 2004). Konsep dasar dari CSR meliputi
kewajiban hukum, ekonomi, akuntabilitas terhadap pemegang saham, dan tanggung
jawab entitas terhadap sistem sosial dimana entitas tersebut berada.

Beberapa ahli mendefinisikan CSR dengan pandangan yang berbeda-beda


karena CSR dipandang secara skeptis di masyarakat. Bentuk dari tanggung jawab
sosial ini berbeda-beda (intangible) dan dapat berarti terhadap siapapun (subjektif).
Clarkson (1995) berpendapat bahwa terdapat tiga masalah mendasar dalam ranah
bisnis dan di masyarakat, yaitu kinerja sosial perusahaan (CSP), tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR1), ketanggapan sosial perusahaan (CSR2), dan kurang
berartinya istilah-istilah tersebut dalam manajerial.

Masih banyak baik pihak manajemen maupun marketer yang


mempertanyakan bagaimana keterkaitan bisnis mereka dengan kontribusi yang
dapat mereka berikan kepada masyarakat secara keseluruhan. Abstraknya istilah
“sosial” tersebut dapat digantikan dengan kelompok pemangku kepentingan di
dalam bisnis terkait.
Meskipun secara umum suatu bisnis memberikan akuntabilitasnya kepada
publik secara luas, tetapi beberapa bisnis individu hanya bertanggung jawab hanya
kepada pemangku kepentingannya. Artikel ini akan membahas konsep CSR dengan
pendekatan terhadap pemangku kepentingan. Artikel ini menyajikan dua pandangan
mengenai konsep CSR beserta kecenderungannya dan juga menyajikan kasus
pendekatan CSR terhadap pemangku kepentingan. Selain itu konsep CSR yang
dipaparkan di dalam artikel ini cukup relevan dengan konsep CSR yang digunakan
oleh publik secara umum. Artikel ini mengambil pendekatan kepada beberapa
perusahaan di Libanon dan Syria yang dianggap aktif dalam CSR.

Konsep Tradisional CSR

Terdapat dua konsep CSR yang pertama dikemukakan oleh Caroll (1979)
mengenai empat bagian definisi CSR yang tertuang dalam model CSP. Yang kedua
dikemukakan oleh Wood (1991) mengenai CSR sebagai kerangka kerja yang
komprehensif, perilaku tanggung jawab, dan proses kinerja dan hasil outcome.

1. Konsep Caroll (1979)

(Model Caroll 1979)

Caroll mendefinisikan CSR ke dalam empat kategori, yaitu ekonomi, hukum,


etika, dan diskresioner. Kategori yang pertama menjelaskan tanggung jawab yang
bersiat ekonomi seperti pengembalian investasi kepada pemegang saham, membuka
lapangan kerja dan memberikan upah layak kepada karyawan, memperbarui sumber
daya, membuat suatu teknologi dan inovasi baru, dan juga membuat sebuah produk
maupun jasa.

Kategori yang kedua ialah tanggung jawab yang bersifat hukum. Definisi ini
mensyaratkan bisnis harus memiliki dan juga mematuhi aturan atau hukum yang
berlaku di masyarakat. Adanya tanggung jawab hukum ini bertujuan untuk
membatasi perilaku para pelaku bisnis.

Kategori yang ketiga adalah tanggung jawab etis. Kategori ini membatasi
tanggung jawab hukum sesuai dengan etos etika yang mana menggambarkan
bagaimana perusahaan melakukan hal yang benar dan adil. Tanggung jawab etis
didasarkan pada nilai agama, kemanusiaan dan juga sosial masyarakat yang
meliputi menghargai masyarakat sekitar dan juga berupaya untuk menghindari
konflik sosial.

Kategori yang keempat adalah tanggung jawab diskresioner atau wewenang,


dimana perusahaan memiliki wewenang yang besar dalam membuat keputusan
terkait dengan kegiatan bisnisnya terutama yang berkaitan dengan kontribusi
kepada masyarakat. Kategori ini meyakini bahwa hubungan antara perusahaan
dengan masyarakat terjalin secara alami. Selain itu, perusahaan memungkinkan
untuk membuat keputusan kontribusi sosial yang tidak terkait dengan bisnisnya
seperti memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat.

Konsep Caroll ini sangat berguna dan mewakili kemajuan penelitian tentang
CSR dengan menentukan dimensi tanggung jawab sosial yang ada saat ini. Masalah
sosial selalu berubah, maka perusahaan perlu melakukan upaya yang sistematis
untuk dapat keluar dari masalah tersebut. Sehingga dibutuhkan strategi berdasarkan
konsep Caroll. Meskipun begitu, model ini dianggap sulit untuk digunakan sebagai
metode dalam mengumpulkan, mengorganisasi, dan mengevaluasi data perusahaan.
Sehingga pendekatan secara taksonomi ini dapat diperbaiki menggunakan
pendekatan pemangku kepentingan.

2. Konsep Wood (1991)


Pada tahun 1991, Wood merevisi model CSP dan memperbaiki identifikasi
berbagai jenis tanggung jawab sosial yang berorientasi pada prinsip-prinsip yang
memotivasi perilaku bertanggung jawab, proses ketanggapan, dan juga hasil
kinerja. Lebih luasnya, konsep ini menjadikan CSR sebagai suatu produk
perusahaan yang mencerminkan hubungan sosial perusahaan dan tidak hanya
sekedar definisi saja.

(Model Wood 1991)

Konsep Wood ini mempertimbangkan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial


perusahaan berdasarkan tiga analisis, yaitu kelembagaan, organisasi, dan individu.
Motivasi yang timbul dapat berasal dari prinsip legitimasi untuk menjaga
kredibilitas suatu lembaga di muka publik; berasal dari rasa tanggung jawab
organisasi publik yang memiliki keterlibatan baik langsung atau tidak langsung;
atau berasal dari kecenderungan individual seperti manajer.

Menurut Wood, ketanggapan (responsiveness) merupakan dimensi tindakan


yang diperlukan untuk melengkapi komponen normatif dan motivasi tanggung
jawab sosial. Ketanggapan ini terdiri dari tiga aspek, yaitu penilaian lingkungan,
manajemen pemangku kepentingan, dan masalah manajemen yang saling berkaitan.
Penilaian lingkungan merupakan strategi untuk beradaptasi maupun untuk
mengubah lingkungan. Manajemen stakeholder dapat diselidiki dengan
mengidentifikasi jenis-jenis pemangku kepentingan. Sedangkan masalah
manajemen memerlukan penyelidikan pendekatan perusahaan untuk menanggapi
isu-isu sosial.
Outcome dari perilaku perusahaan menurut Wood dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu dampak sosial dari perilaku perusahaan, program perusahaan yang digunakan
untuk melakukan tanggung jawab dan kebijakan yang dikembangkan oleh
perusahaan untuk menangani masalah sosial dan kepentingan stakeholder. Perilaku
perusahaan baik positif maupun negatif harus dinilai secara objektif.

Kedua konsep CSR ini dihadapkan pada kompleksitas dan dan sifat dinamis
dari lingkungan sosial yang memerlukan pendekatan stakeholder secara
berkelanjutan.

Pendekatan Pemangku Kepentingan terhadap CSR

Teori stakeholder dimulai dari konsep Freeman (1984) yang menjelaskan


kembali sifat perusahaan untuk mempertimbangkan stakeholder menjadi satu faktor
manajemen dalam pengambilan keputusan. Pandangan tersebut merepresentasikan
bahwa organisasi memiliki tanggung jawab juga kepada stakeholder seperti
masyarakat lokal dan lingkungan.

Teori stakeholder menjelaskan bahwa kebutuhan pemegang saham, dalam hal


ini adalah laba, tidak terlepas dari kebutuhan atau hak stakeholder. Dalam arti lain
stakeholder juga memiliki pengaruh yang besar terhadap organisasi. Pendekatan ini
berarti bahwa dengan adanya tanggung jawab sosial, selain organisasi mencapai
tujuannya (laba), organisasi juga mendapatkan nilai tambah.

Secara umum, pendekatan pemangku kepentingan sering digunakan terhadap


beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Longo et al (2005) dan
Papasolomou (2005) yang menggunakan pengelompokkan pemangku kepentingan
sesuai dengan cluster-nya berikut dengan tindakan perusahaan. Pendekatan tersebut
melibatkan stakeholder yang terkait langsung dengan kegiatan bisnis perusahaan
dan menyesuaikan dengan tindakan CSR yang relevan.

Teori stakeholder memiliki tiga dimensi, yaitu secara deskriptif bertujuan


untuk menyesuaikan antara tujuan perusahaan, keterlibatan stakeholder, dan
tindakan yang diambil perusahaan. Secara instrumental, teori ini mengasumsikan
bahwa kekayaan yang diperoleh perusahaan salah satunya didapat dari tindakan
CSR kepada stakeholder. Dan secara normatif, teori ini menjelaskan bahwa
tindakan CSR terhadap stakeholder merupakan kewajiban moral perusahaan.

Prinsipnya, teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan harus


mengintergrasikan tanggung jawab mereka kepada para pemangku kepentingan.
Namun pada peraktiknya, sangat sulit untuk melakukannya mengingat sumber daya
yang dimiliki perusahaan sangat terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk
memenuhi semuanya. Hal tersebut membutuhkan suatu kebijakan dari perusahaan
untuk memprioritaskan tindakan CSR yang mereka lakukan dalam suatu
metodologi tertentu. Dalam artikel ini akan dijelaskan kegunaan dan bagaimana
pendekatan stakeholder ini berimplikasi terhadap CSR dengan mengambil sampel
dari perusahaan yang berada di Libanon dan Syria sebagai negara berkembang.

Contoh model pendekatan stakeholder Longo (2005)

Metode Penelitian

Penulis merumuskan hipotesis terlebih dahulu mengenai pendekatan


stakeholder dengan mengacu pada dimensi deskriptif, intrumental, dan normatif.
Selanjutnya identifikasi perusahaan dilakukan dengan menghubungi perusahaan di
Libanon dan Syria dengan melakukan wawancara dengan responden karyawan
yang memiliki posisi manajerial. Perusahaan responden terdiri dari berbagai jenis
industri baik lokal maupun multinasional. Penulis menggunakan metode EPS untuk
memperoleh informasi yang bersifat publikasi perusahaan baik kuantitatif maupun
kualitatif.

Hasil Penelitian

Menggunakan tabel EPS (Spiller), Jamali (2008) menemukan bahwa:

a. Perusahaan-perusahaan di negara berkembang memprioritaskan pemangku


kepentingan yang penting atau berpengaruh. Hal ini dibuktikan dengan nilai
EPS yang tinggi pada pemangku kepentingan ekonomis, seperti pekerja,
pelanggan, dan pemegang saham. Para manajer berpendapat bahwa penting
baginya untuk melayani pelanggan sebagai pihak yang paling berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan, produktivitas diperoleh dengan memberi
pencerahan kepada karyawan, karena bagaimana karyawan tersebut
diperlakukan merupakan cerminan perusahaan.
b. Perusahaan-perusahaan di negara berkembang memberi perhatian kepada
pemangku kepentingan dalam jumlah terbatas. Meskipun manajer telah
berusaha untuk berlaku seimbang kepada semua pemangku kepentingan,
tekanan-tekanan dan sistem akuntansi tradisional membuat mereka hanya
berfokus pada hubungan pemangku kepentingan yang hanya bersifat kunci dan
jangka pendek. Temuan ini berhubungan dengan temuan pertama, bahwa
pelanggan, karyawan, dan pemegang saham merupakan pemegang prioritas
pertama dalam menciptakan laba.
c. Manajemen pemangku kepentingan cenderung sedikit dipengaruhi faktor
normatif, terutama yang berkenaan dengan komunitas. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai EPS yang lebih tinggi pada kelompok komunitas dibandingkan
dengan lingkungan. Selain itu, manajer berpendapat bahwa mereka merasa
berkewajiban untuk membantu komunitas yang kurang beruntung dan
meningkatkan kulitas hidup masyarakat lokal yang memiliki hubungan dengan
kemakmuran perusahaan.
d. Manajemen pemangku kepentingan dipengaruhi oleh atribut relasional seperti
kekuatan, keabsahan, dan keadaan mendesak yang harus diusahakan
perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan melihat nilai EPS atas lingkungan yang
rendah, yang mengartikan bahwa kurangnya tekanan terhadap tanggung jawab
lingkungan membuat perusahaan mengabaikannya, mengingat lingkungan
merupakan pemangku kepentingan yang bisu. Temuan ini juga didukung
dengan pendapat manajer bahwa kinerja tanggung jawab lingkungan
perusahaan kurang diapreasiasi, serta kurangnya tekanan untuk meningkatkan
kinerja tanggung jawab lingkungan.
e. Perusahaan multinasional mempunyai proses manajemen pemangku
kepentingan yang lebih seimbang. Hal ini dibutkikan dengan nilai total EPS
yang lebih tinggi pada perusahaan multinasional daripada perusahaan lokal.
Selain itu, manajer berpendapat bahwa menjaga hubungan pemangku
kepentingan dengan dasar kepercayaan adalah penting, karena dapat memberi
manfaat kompetitif. Selain itu, hubungan yang seimbang merupakan satu-
satunya cara menjaga perusahaan dari perubahan lingkungan.

Kesimpulan

Ketika CSR digunakan untuk mendefinisikan syarat-syarat yang harus


dipertanggung jawabkan perusahaan, konsep stakeholder menjelaskan kepada siapa
perusahaan harus bertangggung jawab. Jika CSR masih berupa abstrak, pendekatan
stakeholder dapat memberi alternatif dalam menilai kinerja perusahaan yang
berkaitan dengan kelompok kunci pemangku kepentingan dan secara tidak
langsung dapat digunakan untuk menilai kinerja sosial tanggung jawab sosialnya.

C. Literatur Lain
- Implementasi Corporate Social Responsibility dan Implikasinya dalam
Perspektif Teori Stakeholder (Studi pada Perusahaan Tekstil dan Produk
Tekstil di Jawa Tengah) oleh Edi Rahardja, Djumilah Zain, Ubud Salim dan
Mintarti Rahayu. Dipublikasikan di Jurnal Publikasi Manajemen (2011), 9 (2), 535-
544. (A)
- Corporate Social Responsibility dan Kaitannya dengan Teori Legitimasi dan
Teori Stakeholder oleh M. Shadiq Khariri, Ali Farhan, dan Priyatna Bagus. 2012.
Tidak dipublikasikan. (B)
D. Evaluasi

Dari sisi penyajian, pembahasan mengenai pendekatan pemangku


kepentingan dalam tanggung jawab sosial perusahaan ini sangat aktual, mengingat
masih hangatnya isu akuntansi mengenai akuntansi lingkungan dan tanggung jawab
sosial perusahaan di dunia. Selain itu, penyajian masalah juga didukung dengan
komparasi teori-teori terdahulu mengenai CSR sebelum akhirnya mengerucut pada
topik pembahasan teori stakeholder. Pengambilan teori stakeholder yang mengacu
pada konsep Freeman (1984) juga menurut saya adalah tepat mengingat konsep
tersebut berlaku universal dan telah dijadikan acuan dalam beberapa penelitian
terdahulu, bahkan sampai sekarang. Penyajian artikel ini juga baik dengan
dilengkapi dengan model dari setiap konsep CSR beserta penjelasnnya, sangat
berbeda dengan literatur A maupun B. Namun di sisi lain, penggunaan bahasa
dalam artikel ini cukup sulit dipahami terutama untuk beberapa istilah yang
mungkin tidak umum di negara tertentu seperti Indonesia.

Dari sisi pemilihan sampel, pemilihan sampel cukup baik dengan mengambil
responden dengan lingkup perusahaan-perusahaan di dua negara berkembang yang
berbeda dengan berbagai jenis industri dan cakupan regional. Apabila dibandingkan
dengan literatur A, artikel ini mengintepretasi cakupan yang lebih luas sehingga
para pembaca dapat menarik kesimpulan yang lebih luas pula.

Dari sisi metode penelitian, artikel ini menggunakan penelitian kuantitatif


dengan menggunakan metode EPS (model scorecard), sementara pada literatur A
menggunakan penelitian kuantitafif dengan menggunakan metode analisis data
SEM (model persamaan struktural), sedangkan literatur B bersifat kajian pustaka.
Meskipun sama-sama kuantitatif, menurut saya, penggunaan metode EPS ini lebih
sederhana namun masih lebih tepat daripada SEM karena memiliki parameter yang
jelas pada setiap aspek stakeholder. Namun pemilihan metode juga didasarkan pada
jenis penelitiannya. Penggunaan SEM pada literatur B disebabkan bahwa jenis
penelitian tersebut bersifat sebab-akibat sehingga membutuhkan analisis regresi
sebagai konfirmasi signifikansi hipotesis. Di sisi lain, pemilihan metode EPS
menurut saya memiliki kelemahan atas objektifitas dari skor yang diberikan.
Pasalnya, metode ini menggunakan konfirmasi langsung kepada responden atau
sumber informasi umum yang dipublikasi oleh perusahaan. Hal tersebut dapat
menimbulkan pertanyaan mengenai keakuratan dari hasil penelitian yang dinilai
bersifat subjektif.

Yang terakhir dari sisi substantif, dengan mengaitkan CSR dengan teori
stakeholder, baik artikel utama maupun literatur lainnya menyimpulkan bahwa
pendekatan stakeholder dapat memberi alternatif dalam menilai kinerja perusahaan
yang berkaitan dengan kelompok kunci pemangku kepentingan dan secara tidak
langsung dapat digunakan untuk menilai kinerja sosial tanggung jawab sosialnya.
Dan terlebih lagi pada literatur B diungkapkan bahwa perhatian pada pemangku
kepentingan akan memberikan dampak yang sangat strategis bagi perusahaan
terutama pada pengembangan sumber daya internal dan kekuatan eksternal untuk
membangun modal sosial yang kuat serta menciptakan capaian finansial.

Dan yang terpenting, menurut saya artikel ini memiliki kontribusi yang cukup
signifikan yaitu dengan memberikan gambaran umum perilaku perusahaan di
negara berkembang dengan sumber daya yang terbatas, perusahaan
memprioritaskan pemangku kepentingan yang berpengaruh dan dengan jumlah
yang terbatas pula. Hal tersebut didukung dengan hasil penelitian dari literatur
lainnya. Selain itu, dilihat dari EPS yang rendah menggambarkan bahwa kesadaran
perusahaan terhadap tanggung jawab masih rendah. Dan juga perusahaan di Negara
berkembang masih dipengaruhi oleh sifat normatif dalam lingkungannya.

Untuk lebih lanjut, diharap artikel ini dapat menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya yang menguji teori stakeholder berdasarkan industri bisnisnya masing-
masing. Karena menurut saya, sangat sulit menggeneralisasi industri-industri yang
tentunya memiliki masalah sosial yang berbeda-beda seperti industri
telekomunikasi dan pertambangan. Sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih
spesifik dan bermanfaat untuk para manajerial yang bekerja di industri-industri
tersebut dalam mengambil keputusan.

Anda mungkin juga menyukai