Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN STATUS GIZI IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI

PUSKESMAS LEMBANG MAJENE

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

RABIATUL ADAWIA

NIM : B0216355

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan

anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah.

Rendahnya status gizi ibu hamil selama kehamilan dapat

mengakibatkan berbagai dampak tidak baik bagi ibu hamil dan bayi,

diantaranya adalah bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR). Bayi dengan BBLR mempunyai peluang meninggal 10 – 20

kali lebih besar dari pada bayi yang lahir dengan berat lahir cukup

oleh karena itu, perlu adanya deteksi dini dalam kehamilan yang dapat

mencerminkan pertumbuhan janin melalui penilaian status gizi ibu

hamil (Chairunita, Hardiansyah, Dwiriani, 2006).

Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan

nutrisi untuk ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang

diperlukan dalam jumlah yang banyak untuk pemenuhan gizi ibu

sendiri dan perkembangan janin yang dikandungnya. Kebutuhan

makanan dilihat bukan hanya dalam porsi yang dimakan tetapi harus

ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan

yang dikomsumsi (Pangemanan dkk, 2013)

Kekurangan Energi Kronik (KEK) merupakan kondisi yang

disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi antara

energi dan protein, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak

tercukupi. Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai resiko kematian


ibu mendadak pada masa perinatal atau resiko melahirkan bayi

dengan berat lahir rendah (BBLR). Berdasarakan data departemen

kesehatan RI tahun 2013, sekitar 146. 000 bayi usia 0-1 tahun dan

86.000 bayi baru lahir 0-28 hari meninggal setiap tahun di indonesia.

Angka kematian bayi adalah 32 per 1000 kelahiran hidup, lima puluh

empat persen penyebab kematian bayi adalah disebabkan oleh gizi

buruk (Depkes, 2013).

Status gizi merupakan status kesehatan yang dihasilkan oleh

keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Status gizi ibu

hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam kandungan.

Apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan dan selama

kehamilan akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR).

Disamping itu, akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan otak

janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir yang mudah

terinfeksi penyakit, abortus dan sebagainya (Supariasa, 2013).

Ibu hamil membutuhkan nutrisi yang banyak, baik dari segi

kuantitas dan kualitasnya. Pengetahuan ibu hamil tentang menu sehat

selama kehamilan menjadi bagian yang penting, dikarenakan

pengetahuan yang baik akan pemenuhan kebutuhan nutrisi selama

kehamilan sangat membantu ibu dalam memilih makanan bernutrisi

tinggi yang dibutuhkan selama kehamilan untuk perkembangan fetal.

Makanan yang dikonsumsi ibu hamil harus cukup mengandung

sumber energi, karbohidrat, lemak dan protein (Nurjannah, 2014).


Menurut penelitian yang dilakukan oleh lutfa, Hossain, Awal & Nesa

(2015) dengan judul anthropometric assessment of nutritional status in

pregnant women in different trimesters attending at the antenatal clinic

of DMCH di dapatkan bahwapeningkatan berat badan selama

kehamilan memiliki hubungan yang kuat dengan berat janin.

Pemberian motivasi kepada ibu hamil diperlukan untuk memotivasi ibu

hamil agar meningkatkan berat badan selama kehamilan agar bayi

yang dilahirkan sehat (Lutfa, Hossain, Awal & Nesa, 2015)

Kondisi gizi ibu dan bayi di Indonesia sangat memprihatinkan. Data

terakhir dari riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013

melaporkan tingginya prevalensi Kurang Energi Kronis (KEK) pada

wanita usia subur (15-49 tahun) sebesar 20,8% dan pada wanita

hamil (15-49 tahun) sebesar 24,2%. Perbandingan data Riskesdas

tahun 2007 dan 2013 juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan

prevalensi KEK naik untuk semua kelompok umur dan kondisi wanita

hamil dan tidak hamil (Ahmad S, 2016)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat

kurang dari 2500 gram diukur pada saat lahir atau sampai hari ke

tujuh setelah lahir (Putra, 2012). Menurut Saputra (2014), bayi berat

lahir rendah ialah berat badan bayi yang lahir kurang dari 2500 gram

tanpa memandang masa gestasi atau usia kehamilan. BBLR

merupakan penyebab kematian perinatal tertinggi ke dua di Indonesia

setelah Intra Uterin Fetal Death (IUFD) yaitu sebesar 11,2%

(Kemenkes, 2015).
Upaya dalam meningkatkan kesehatan ibu dan bayi baru lahir,

pemerintah merencanakan Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai

strategi pembangunan kesehatan masyarakat menuju Indonesia sehat

2010 yakni “ Kehamilan dan persalinan di Indonesia berlansung aman

serta bayi yang dilahirkan sehat ” strategi Making Pregnancy Safer

(MPS) mendukung target Millenium Development Goalds (MDGs)

untuk menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar 102 / 100.000

kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi menjadi kurang dari 24 /

1000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Depkes RI, 2008).

Dari hasil pengambilan data awal, ternyata diwilayah kerja

puskesmas Lembang Majene Mengalami peningkatan setiap

tahunnya. Angka kejadian BBLR pada tahun 2016 sebanyak 29 jiwa,

tahun 2017 39 jiwa, dan tahun 2018 48 jiwa. Sedangkan jika dilihat

dari keadaan alamnya banyak sumber makanan yang mengandung

protein, karbohidrat, lemak dan lain-lain.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik

untuk meneliti dan menggali fenomena tersebut yang dituangkan

dengan judul “Hubungan Status gizi pada ibu hamil dengan

kejadian BBLR di puskesmas Lembang Majene”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah Adakah Hubungan status gizi pada ibu hamil dengan

kejadian BBLR di puskesmas Lembang Majene?


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Adakah

Hubungan status gizi pada ibu hamil dengan kejadian BBLR di

puskesmas Lembang Majene

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui status gizi ibu hamil di puskesmas

lembang majene

b. Untuk mengetahui kejadian berat badan lahir rendah (BBLR)

di puskesmas lembang majene

c. Untuk mengetahui bagaimana Hubungan status gizi pada ibu

hamil dengan kejadian BBLR di puskesmas Lembang

Majene

D. Manfaat penelitian

1. Bagi institusi

Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat mempertahankan

mutu pelayanan terutama dalam memberikan Pelayanan

Kesehatan secara Komprehensif. Dan sebagai informasi mengenai

faktor Maternal yang mempengaruhi Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) sehingga dapat menjadi bahan masukan dalam mengambil

kebijakan dan program dalam mengatasi masalah kesehatan

terutama masalah berat badan lahir rendah


2. Bagi teori dan praktek

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

program kerja tenaga kesehatan untuk meningkatkan konseling

yang berkaitan dengan gizi ibu hamil.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan pengetahuan, khususnya dalam penelitian

terhadap hubungan antara status gizi ibu hamil dengan kejadian

berat badan lahir rendah (BBLR).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan istilah lain untuk bayi

prematur hingga tahun 1961. Istilah ini mulai diubah dikarenakan tidak

seluruh bayi dengan berat badan lahir rendah lahir secara prematur

(Manuaba et al., 2007). BBLR adalah bayi yang dilahirkan dengan

berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memendang masa gestasi

(Kosim, 2008).

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan

berat kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (berat

lahir adalah berat bayi yang di timbang dalam 1 jam setelah lahir),

Pengukuran ini dilakukan di tempat fasilitas kesehatan (Rumah sakit,

puskesmas, dan polindes), sedang bayi yang lahir dirumah waktu

pengukuran berat badan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam

(Anonimus, 2010). World Health Organization (WHO) mengubah

istilah bayi prematur (premature baby) menjadi berat bayi lahir rendah

(low birth weight) dan sekaligus mengubah kriteria BBLR yang

sebelumnya ≤ 2500 gram menjadi < 2500 gram (Putra, 2012).

B. Klasifikasi berat badan lahir rendah (BBLR)

Klasifikasi bayi berat lahir, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia

(2014), adalah bayi berat lahir rendah dengan berat lahir adalah :
a. < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi.

b. Bayi berat lahir cukup/normal dengan berat lahir > 2500 – 4000

gram.

c. Bayi berat lahir lebih dengan berat lahir > 4000 gram.

d. Bayi dengan kurang bulan (BKB), bayi lahir dengan masa gestasi

kurang dari 37 minggu (< 259 hari).

e. Bayi cukup bulan (BCB), bayi lahir dengan masa gestasi 37 - 42

minggu (259 hari – 293 hari).

f. Bayi lebih bulan (BLB), bayi lahir dengan masa gestasi lebih dari

42 minggu (294 hari).

g. Bayi kecil untuk masa kehamilan atau small for gestational age

(SGA), berat lahir < 10 persentil menurut grafik Lubchenco.

h. Bayi besar untuk masa kehamilan atau large for gestational age

(LGA), berat lahir > 10 persentil menurut grafik Lubchenco.

Klasifikasi bayi berat lahir 9 10 menurut Saifuddin dkk (2009)

adalah bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan 1500-

2500 gram. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat

badan bayi kurang dari 1500 gram. Bayi berat lahir ekstrem rendah

(BBLER) dengan berat bayi kurang dari 1000 gram.

Penggolongan bayi berat lahir rendah terdiri dari :

1. Prematuritas Murni

a. Bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu

serta berat badan bayi sesuai dengan gestasi atau yang


disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa

kehamilan (NKB-SMK).

b. Faktor yang menyebabkan terjadinya prematuritas murni

yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu terdiri atas

penyakit, usia, dan keadaan sosial-ekonomi. Serta faktor

janin meliputi hidramnion dan kehamilan ganda akan

mengakibatkan bayi berat lahir rendah (BBLR). (Hasan &

Alatas, 2005).

c. Karakteristik klinis meliputi berat badan bayi < 2500 gram,

panjang badan < 45 cm, lingkaran dada < 30 cm,

lingkaran kepala < 33 cm, masa gestasi < 37 minggu,

kepala bayi lebih besar dari badan bayi, kulit bayi terlihat

tipis, mengkilat, licin, serta transparan, lanugo banyak,

kulit di subkutan terlihat kurang lemak, osifikasi tengkorak

sedikit, ubun-ubun serta sutura lebar, genitalia imatur,

desensus testikulorum belum sempurna serta labia minora

belum tertutup oleh labia mayora, pembuluh darah di kulit

serta peristaltis usus tampak kelihatan, rambut tampak

tipis, halus, dan teranyam. Elastisitas daun telinga masih

kurang, bayi lebih banyak tertidur daripada bangun, suara

tangisan terdengar lemah, pernafasan belum teratur dan

terdapat serangan apnu. Frekuensi pernafasan berbeda-

beda pada awal hari pertama. Jika frekuensi pernafasan

meningkat atau selalu di atas 60/menit, kemungkinan


terjadi penyakit membran hialin (sindrom gangguan

pernafasan idiopatik). Otot bayi hipotonik, sehingga

menyebabkan kedua tungkai dalam posisi abduksi, sendi

lutut dan sendi kaki dalam fleksi serta posisi kepala

menghadap ke satu jurusan. Tonic neck reclex lemah,

reflex Moro positif, refleks mengisap, menelan, dan batuk

belum sempurna. Ketika bayi dalam keadaan lapar akan

menangis, gelisah, dan aktivitas fisik bayi bertambah.

Apabila dalam kurun waktu 3 hari tidak menunjukkan

tanda bayi lapar, kemungkinan bayi menderita infeksi atau

perdarahan intrakranial. Umumnya pada anggota gerak

bayi muncul edema dalam rentang waktu setelah 24 - 48

jam serta di kulit bayi tampak adanya pitting edema.

Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi

serta dipengaruhi oleh hubungan dengan perdarahan

antepartum, diabetes mellitus, dan toksemia gravidarum.

d. Penyakit yang muncul pada bayi premature yaitu sindrom

gangguan pernafasan idiopatik, pneumonia aspirasi,

perdarahan intraventrikular, fibroplasia retrolental, dan

hyperbilirubinemia (Hasan & Alatas, 2005).

2. Bayi Small for Gestational Age (SGA)

Berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA

terbagi menjadi 3 jenis yaitu :


a. Simetris (intrauterus for gestational age) Terjadi karena

gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka

waktu yang lama.

b. Asimetris (intrauterus growth retardation) Terjadi akibat

defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.

c. Dismaturitas Kondisi dimana bayi yang lahir kurang dari

berat badan yang seharusnya untuk masa gestasi dan bayi

tersebut akan mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri

serta merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan (Mitayani,

2009).

Menurut Hasan & Alatas (2005) gejala klinis pada bayi

dismaturitas yang dilahirkan dalam kelahiran preterm, term,

dan post term yaitu :

1. Pada preterm terlihat gejala fisis bayi prematur murni

ditambah dengan gejala dismaturitas.

2. Pada bayi cukup bulan atau term serta preterm dengan

dismaturitas akan muncul gejala yang khas yaitu

“wasting” dan retardasi pertumbuhan.

Bayi dismatur dengan gejala “wasting” atau insufisiensi

plasenta terbagi dalam 3 stadium yaitu :

a. Stadium pertama 13 Bayi terlihat kurus dan relatif

lebih panjang, kulit longggar, kering seperti

perkamen tetapi belum terdapat noda mekonium.


b. Stadium kedua Terdapat tanda stadium pertama

disertai warna kehijauan pada kulit, plasenta, dan

umbilikus. Hal ini terjadi karena mekonium tercampur

dalam amnion kemudian mengendap ke dalam kulit,

umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia

intrauterin.

c. Stadium ketiga Terdapat tanda dari stadium kedua

ditambah dengan kulit yang berwarna kuning pada

kuku dan tali pusat serta ada tanda anoksia

intrauterin yang lama.

Stadium bayi berat lahir rendah menurut Mitayani

(2009) yaitu :

a. Stadium I

Bayi tampak kurus relatif lebih panjang, kulit

longgar, dan kering seperti permen karet tetapi

belum terdapat noda mekonium.

b. Stadium II

Apabila didapatkan tanda-tanda stadium I

ditambah warna kehijauan pada kulit, plasenta,

dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh

mekonium yang tercampur dalam amnion

kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus,

dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterus.

c. Stadium III
Ditemukan tanda stadium II disertai kulit, kuku,

dan tali pusat berwarna kuning serta ditemukan

tanda anoksia intrauterine yang lama.

Etiologi atau penyebab bayi berat lahir rendah maupun

usia bayi belum sesuai dengan masa gestasi sebagai

berikut;

1. Komplikasi obstetrik Meliputi multiple gestation,

incompetence, pro (premature rupture of membran) dan

korionitis, pregnancy induce hypertention (PIH),

plasenta previa, dan riwayat kelahiran prematur.

2. Komplikasi medis Terdiri dari diabetes maternal,

hipertensi kronis, dan infeksi traktus urinarius.

3. Faktor ibu

a. Penyakit berhubungan dengan toksemia

gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik

dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan

kardiovaskular.

b. Usia ibu dibawah 20 tahun serta multi gravida

dengan jarak kelahiran terlalu dekat. Usia 26 – 35

tahun, angka kejadian lahirnya bayi berat lahir

rendah (BBLR) terendah.

c. Keadaan sosial ekonomi berpengaruh terhadap

timbulnya prematuritas yang dimana kejadian tinggi

terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal


ini disebabkan karena keadaan gizi yang kurang

baik dan pengawasan antenatal care (ANC) yang

kurang memadai.

d. Kondisi ibu saat hamil dipengaruhi oleh

peningkatan berat badan ibu yang tidak adekuat

dan ibu yang merokok.

e. Faktor janin

Hidramnion / polihidramnion, kehamilan ganda, dan

kelainan janin.

Komplikasi dari BBLR yaitu :

a. Sindrom aspirasi mekonium menimbulkan bayi kesulitan

dalam bernafas

b. Hiploglikemi simptomatik biasanya terjadi pada bayi

berat lahir rendah berjenis kelamin laki-laki.

c. Penyakit membran hialin biasanya disebabkan karena

surfaktan paru – paru yang belum terbentuk secara

sempurna sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi

mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu

dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif

yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.

d. Asfiksia neonatorum.

e. Hiperbilirubinemia disebabkan karena organ hati

mengalami gangguan dalam pertumbuhannya (Mitayani,

2009).
Kejadian BBLR mempunyai dampak bagi kesehatan bayi

yang terbagi menjadi 2 yaitu (Proverawati dkk dalam Rudi,

2012) :

1. Dampak jangka pendek

a. Hipotermia, hipoglikemia, dan hiperglikemia.

b. Masalah pemberian ASI.

c. Gangguan imunologik.

d. Ikterus.

e. Sindroma gangguan pernafasan, meliputi penyakit

membran hialin, dan aspirasi mekonium.

f. Asfiksia dan apnea periodik.

g. Retrolental fibroplasia disebabkan oleh gangguan

oksigen yang berlebihan.

h. Masalah pembuluh darah pada bayi prematur masih

rapuh dan mudah pecah, pemberian oksigen belum

mampu diatur sehingga mempermudah terjadinya

perdarahan dan nekrosis, serta perdarahan dalam

otak memperburuk keadaan sehingga dapat

menyebabkan kematian bayi.

2. Dampak jangka panjang.

a. Bayi akan mengalami gangguan pertumbuhan dan

perkembangan.

b. Kemampuan berbicara dan berkomunikasi menjadi

terganggu.
c. Gangguan neurologis dan kognisi.

Faktor Risiko untuk Insidens Bayi Dengan Berat Badan Lahir

Rendah menurut Llewellyn & Derek (2001) yaitu :

1. Faktor Sosial- ekonomi

Sosioal-ekonomi kelas IV atau V, berat badan ibu

sebelum hamil < 50 kg atau > 75 kg, ibu perokok, dan

ibu yang mengonsumsi minuman alkohol secara

berlebihan.

2. Faktor Usia ibu

Usia ibu < 17 atau > 35 tahun.

3. Faktor Gaya hidup

Menurut Pramono & Muzakkiroh (2011) ibu yang

meminum zat besi kurang dari 90 tablet akan berdampak

mempunyai risiko BBLR sebesar 1,7 kali dibandingkan

dengan ibu yang meminum zat besi 90 tablet keatas. Hal

ini disebabkan karena fasilitas pelayanan kesehatan

yang belum cukup terjangkau serta aktivitas ibu hamil

yang mempunyai beban kerja lebih banyak sehingga

belum teratur meminum tablet besi.

4. Faktor lingkungan

Lokasi ibu melahirkan di daerah pedesaan mempunyai

risiko lahirnya BBLR sebesar 0,68 kali dibandingkan

tempat tinggal di perkotaan. Hal ini biasanya disebabkan


kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yang belum

terjangkau.

5. Paritas ibu

Menurut Manuaba (2007) terkait paritas terbagi menjadi

paritas satu tidak aman, paritas 2-3 aman untuk hamil

dan bersalin serta paritas lebih dari 3 tidak aman. Hal ini

disebabkan bayi dengan berat lahir rendah paling

banyak terjadi pada paritas diatas lima karena sudah

mengalami kemunduran fungsi pada alat-alat reproduksi.

Paritas yang tinggi berdampak timbulnya masalah

kesehatan bagi ibu maupun bayi. Salah satu dampak

kesehatan yang mungkin timbul adalah kejadian BBLR

(Berat Bayi Lahir Rendah). Kejadian BBLR terjadi pada

ibu yang melahirkan dan memiliki satu anak atau lebih

dari 4 anak. Menurut Pramono & Paramita (2015)

persentase dari jumlah anak yaitu 7,3 % dibandingkan

ibu yang mempunyai anak 2 atau 3 yaitu sebesar 5,5 %.

6. Status gizi ibu hamil

Menurut Bisai & Samiran (2010) status gizi pada ibu

hamil berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

perkembangan janin. Macammacam kebutuhan gizi yang

dibutuhkan untuk ibu hamil yaitu asam folat, energi,

protein, zat besi (Fe), kalsium, pemberian supleman


vitamin D, dan pemberian yodium pada daerah yang

endemik kretinisme.

C. Status Gizi Ibu

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana

terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam

tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan

kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal

dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2005). Status

gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua

orang (Apriadji, 1986). Status gizi kurang atau yang lebih sering

disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana

jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan.

Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari

anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).

Status gizi adalah keadaan tingkat kecukupan dan penggunaan

nutrien atau lebih yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Status

gizi seseorang pada hakekatnya merupakan hasil keseimbangan

antara konsumsi zat -zat makanan dengan kebutuhan dari orang

tersebut (Francis, 2005). Keadaan ini berpengaruh pada janin yang

dikandungnya.Hal ini sesuai dengan pendapat Francis (2005), bahwa

status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin yang

sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa kehamilan

maka kemungkinan besar melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan


dengan berat badan normal. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat

tergantung pada keadaan gizi ibu selama hamil.

Menurut penelitian Clap et all (1996) di kutip Shaw (2003) bahwa

terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan dampak status gizi

pada ibu hamil adalah kompleks dilihat dari adanya beban ibu hamil

akan mengurangi pertumbuhan dan berat badan lahir. Dalam

penelitian ini tidak dilakukan analisis aktivitas ibu hamil akan tetapi ini

dapat menjadi faktor yang mempengaruhi banyak terjadinya ibu hamil

dengan KEK sebesar 55 ibu hamil atau (53, 9%). Faktor lain yang

mempengaruhi status gizi ibu ada berat badan ibu hamil dari hasil

penelitian (Nahar et al., 2007) status gizi ibu bergantung pada ukuran

berat badan sebelum hamil dan berat badan selama kehamilan, berat

badan pada trimester berbeda, tinggi dan ketebalan anggota tubuh.

Beberapa langkah menggambarkan status gizi atau energi ibu dalam

memasuki kehamilan dan berat badan kehamilan memiliki efek pada

berat badan lahir.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh siti indrawati (2015),

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status gizi ibu hamil

dengan kejadian BBLR, Seorang ibu yang sering melahirkan memiliki

resiko mengalami kurang zat gizi pada kehamilan berikutnya bila tidak

memperhatikan kebutuhan nutrisi, Karena selama kehamilan zat gizi

akan terbagi untuk ibu serta janin yang dikandungnya.


D. Kerangka teori

Penyebab BBLR yaitu :


a) Komplikasi obstetri
b) Komplikasi medis
c) Faktor ibu
d) Faktor janin

Faktor yang
mempengaruhi

a. Faktor Sosial-
ekoomi Berat badan lahir rendah (BBLR)
b. Faktor Gaya hidup
c. Usia ibu
d. Faktor lingkungan
e. Paritas ibu
: f. Status Gizi ibu

Sumber : Llewellyn & Derek (2001)

E. Kerangka Konsep

Berat badan lahir rendah


Status gizi ibu hamil
(BBLR)

Anda mungkin juga menyukai