Anda di halaman 1dari 9

KEBIJAKAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT

Yusma Yeni Nasution


NIM: 1805082

Pendahuluan
Keberhasilan implementasi sebuah kebijakan atau program pembangunan ditentukan
oleh banyak faktor, komunikasi menjadi salah satu determinan. Begitu pula dalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia. Negara kita masih dihadapkan pada
sejumlah masalah yang berkaitan dengan derajat kesehatan masyarakat. Permasalahan yang
timbul diantaranya disebabkan minimnya sosialisasi terhadap kebijakan dan program
kesehatan.
Keselamatan pasien merupakan dasar dalam pelayanan kesehatan dan seyogyanya
menyatu dengan pengobatan dan perawatan itu sendiri. Pasien memiliki risiko terhadap setiap
tindakan pengobatan dan perawatan yang diterimanya. Keselamatan pasien di Indonesia
diatur dalam pasal 43 UU No. 44 tahun 2009 tentang RS. Keselamatan pasien RS menurut
PMK No. 11 tahun 2017 merupakan suatu sistem RS dalam membuat asuhan pasien lebih
aman. Keselamatan pasien memiliki enam sasaran yang salah satunya adalahmeningkatkan
komunikasi efektif. Insiden keselamatan pasien merupakan kejadian yang memberikan
dampak buruk kepada pasien baik langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung dari
insiden keselamatan pasien dapat menimbulkan kecacatan, cidera, bahkan kematian. Dampak
tidak langsung dari insiden keselamatan pasien adalah lama hari rawat memanjang diikuti
dengan biaya perawatan yang meningkat. Salah satu strategi dalam meningkatkan
keselamatan pasien adalah dengan mengembangkan komunikasi efektif dalam handover.
Komunikasi efektif merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien. Situation, Background,
Assesment, dan Recomendation (SBAR) merupakan komunikasi efektif yang banyak diadopsi
di dunia internasional. Adopsi ini muncul sejak adanya himbauan dari IoM (2001) untuk
melakukan reformasi dalam komunikasi dan kerja tim dalam pelayanan kesehatan.
SBAR dapat digunakan dalam berkomunikasi praprosedur yang akan dilakukan ke
pasien, selama handover, atau setiap saat ada perubahan yang tak terduga dalam perawatan
pasien. Hingga saat ini, hampir semua RS di Indonesia mengimplementasikan komunikasi
SBAR. Insiden keselamatan pasien di dunia umumnya disebabkan karena permasalahan
komunikasi. Sebesar 67% dari 2.900 sentinel events di Amerika Serikat pada 1995-2005
disebabkan oleh miskomunikasi. Dari 2004 hingga 2005, 25-41% dari kejadian sentinel di
Australia disebabkan oleh kegagalan komunikasi. Menurut Kusumapradja mengatakan bahwa
66% sentinel events yang dilaporkan disebabkan oleh permasalahan komunikasi, terutama
komunikasi saat Handover. Miskomunikasi saat handover sangat berdampak terhadap
pemberian asuhan pasien di RS.

Tinjauan Pustaka
A. Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien/Patient Safety adalah pasien bebas dari harm/cedera yang
tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit,
cedera fisik/sosial/psikologis, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan
kesehatan.Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses
dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko terhadap
pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti
insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko.
(Penjelasan UU 44/2009 tentang RS pasal 43)
Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal) Pelaporan secara tertulis setiap
kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian tidak
cedera (KTC) atau kondisi potensial cedera (KPC) yang menimpa pasien. Laporan
insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal) : Pelaporan secara anonim secara
elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera
(KNC) atau kejadian tidak cedera (KTC) atau Sentinel Event yang terjadi pada pasien,
setelah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya. Faktor Kontributor
adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan dalam
mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian (misalnya pembagian tugas
yang tidak sesuai kebutuhan).

B. Faktor Manusia dalam Keselamatan Pasien Itu Penting


Faktor manusia adalah bidang keahlian insinyur dan psikolog kognitif. Topik ini
dapat memberikan beberapa tantangan untuk para profesional serta pelajar kesehatan.
Kami merekomendasikan bahwa Anda mengundang orang yang sesuai dengan keahlian
faktor manusia untuk memberikan kuliah kepada pelajar. Faktor manusia, teknik atau
ergonomi adalah ilmu hubungan timbal balik antara manusia, peralatan dan lingkungan di
mana mereka tinggal dan bekerja. Rekayasa faktor manusia akan membantu pelajar
memahami bagaimana orang-orang bereaksi di bawah keadaan yang berbeda sehingga
sistem dan produk dapat dibangun untuk meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan. Hal
ini mencakup interaksi antar manusia-mesin dan manusia ke manusia seperti komunikasi,
kerja tim dan budaya organisasi.

C. Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia


Di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dalam menegakkan keberhasilan
kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan ialah dengan pencapaian
pelayanan yang bermutu tinggi serta mengedepankan keselamatan pasien. Menerapkan
kebijakan dan praktik keselamatan pasien merupakan tantangan dalam bidang pelayanan
kesehatan. Dimana, fasilitas kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada setiap pasien. Untuk menjamin hal tersebut,
setiap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer
lainnya harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien. Peraturan yang berlaku di
Indonesia mewajibkan setiap fasilitas kesehatan menerapkan standar keselamatan pasien.
Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2005 telah membentuk
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang sekarang telah berubah
menjadi KNKP-RS (Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang langsung
berada di bawah Menteri Kesehatan RI. KNKP-RS memiliki fungsi yaitu (1). Penyusunan
standar dan pedoman Keselamatan Pasien; (2) penyusunan dan pelaksanaan program
Keselamatan Pasien; (3) pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden,
analisis, dan penyusunan rekomendasi Keselamatan Pasien; dan (4) monitoring dan
evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien.

D. Standar Keselamatan Pasien


Dalam penyelenggaran keselamatan pasien maka diperlukan standar keselamatan
pasien sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien wajib
diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan. Standar keselamatan pasien meliputi tujuh
standar yaitu:
1. Hak pasien, pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan KTD :
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga, rumah sakit harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambambungan pelayanan, rumah sakit menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan
keselamatan pasien, rumah sakit harus mendisain proses baratau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalsis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

E. Komunikasi Efektif Melalui SBAR untuk mencapai keselamatan pasien


Berdasarkan review dari beberapa jurnal yang telah dikumpulkan, seluruh hasil
penelitian menunjukkan bahwa komunikasi SBAR dapat meningkatkan keselamatan
pasien. Kesepuluh jurnal tersebut dapat meningkatkan keselamatan pasien seperti :
meningkatkan kualitas manajemen warfarin dan meningkatkan keamanan obat, dapat
meningkatkan keselamatan pasien khususnya pada pasien yang mengalami patah tulang
pinggul, dapat meningkatkan dampak panggilan dari telepon sehingga dapat
meningkatkan keselamatan pasien akibat tindakan yang dilakukan oleh dokter junior,
meningkatkan komunikasi lewat telepon antara perawat dan dokter sehingga dapat
dikomunikasikan dengan jelas dan baik dan dapat meningkatkan keselamatan pasien.
Penelitian dengan uji klinis atau eksperimen baik menggunakan kelompok intervensi dan
kelompok kontrol menunjukkan bahwa kelompok intervensi dengan pendekatan
komunikasi SBAR dapat meningkatkan keselamatan pasien secara signifikan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa secara evidance komunikasi SBAR dapat
meningkatkan keselamatan pasien.

Pembahasan
Komunikasi Situasion Background Assessment Recommendation (SBAR) dalam
dunia kesehatan dikembangkan oleh pakar Pasien Safety dari Kaiser Permanente Oakland
California untuk membantu komunikasi antara dokter dan perawat. Meskipun komunikasi
SBAR di desain untuk kumunikasi dalam situasi beresiko tinggi antara perawat dan dokter,
teknik SBAR juga dapat digunakan untuk berbagai bentuk operan tugas, misalnya operan
antara perawat. Di Kaiser tempat asalnya, teknik SBAR tidak hanya digunakan untuk operan
tugas antara klinis tapi juga untuk berbagai laporan oleh pimpinan unit kerja, mengirim
pesan via email atau voice mail untuk mengatasi masalah. Menurut Rofii (2013) unsur SBAR
terdiri dari sebagai berikut:
1) Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/dilaporkan?
Menyebutkan Nama lengkap pasien, tanggal lahir pasien, secara singkat permasalahan
pasien saat ini, kapan mulai terjadi dan seberapa berat. Situasi dan keadaan pasien yang
teramati saat itu.
2) Background: Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan situasi?
Penyampaian latar belakang klinis atau keadaan yang melatarbelakangi permasalahan,
meliputi catatan rekam medis pasien, diagnosa masuk RS, informasi hal-hal penting
terkait : Kulit/ekstremitas, pasien memakai/ tidak memakai oksigen, obat-obatan terakhir,
catatan alergi, cairan IV line dan hasil laboratorium terbaru. Hasil- hasil laboratorium
berikut tanggal dan jam masing-masing test dilakukan. Hasil-hasil sebelumnya sebagai
pembanding, informasi klinik lainnya yang kemungkinan diperlukan.
3) Assesement : Berbagai hasil penilaian klinis perawat
Penyampaian penilaian (Assesement) terhadap situasi dan keadaan pasien yang dapat
diamati saat itu, berdasarkan pengkajian dan observasi saat itu.
4) Recomendation : Apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?
lanjut terhadap kondisi/keadaan permasalahan kesehatan pasien saat itu.
Write : Tulis rekomendasi pemberi perintah/informasi ke dalam dokumen medik.
Read Back : Baca ulang tulisan tersebut dan eja obat-obat high Alert
Confirmation : tanyakan kebenaran ucapan atau tulisan atau ada rekomendasi tambahan
lain, baca ulang secara keseluruhan isi rekomendasi.
CONTOH SBAR
SBAR MELAPOR KE DOKTER PADA SAAT VISITE
(TIDAK DITULIS DI STATUS TAPI HANYA MELAPORKAN KE DOKTER PADA
SAAT VISITE)
Tanggal 19 Oktober 2019
Situation
Dokter ini Tn. A umur 25 tahun masuk kemaren sore dari IGD pukul 18.00 wib dengan
diagnosa medis cephalgia.
Pasien hari ini masih sakit kepala dengan skala nyeri 6, masih mual pada saat bergerak.
TD : 110/70 mmHg, HR : 87x/menit, RR : 23 x/menit, T : 36, 7 C
Muntah tadi malam 3 kali. Pasien juga masih mengeluh nyeri pinggang dengan skala nyeri 5.
CT scan belum dilakukan

Background (B) :
Pasien punya riwayat sakit kepala sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mual pada saat bangun dari
posisi tidur. Muntah terjadi 2 kali.
Dari IGD therapy yang sudah diberikan :
- IVF RL 20 gtt/menit
- Injeksi Ranitidin 1 ampul/12 jam
- Injeksi kalmetason 1 ampul/8 jam
- Injeksi ceftriaxone 1 gram/12 jam
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18 November 2014:
Hb : 15,7 gr/dL
Ht : 45 %
Leukosit : 6,3 103/mm3
Eritrosit : 5,4 106/mm3
Trombosit : 289 103U/L
Gula Darah Sewaktu : 120 mg/dL
Ureum : 21 mg/dL
Creatinin : 1 mg/dL

Assessment (A) :
Saya rasa pasien selain mengalami cephalgia ia juga mengalami permasalahan di tulang
belakangnya.

Recommendation (R) :
- Apa saran dokter untuk pasien ini?
- Apakah perlu dilakukan foto lumbo sakral dokter?
- Apakah perlu dikonsultasikan ke rehabilitasi medik?

CATATAN
- Jawaban SBAR yang dilakukan pada saat visite maka Dokter akan menulis hasil visite
nya dalam bentuk SOAP di CPPT
- Jawaban SBAR yang dilakukan via telepon maka jawaban dokter ditulis oleh perawat di
CPPT di kolom instruksi dokter (TBAK)
T : Tuliskan instruksi dokter
Ba : Baca kembali atau eja (bila ragu) atas instruksi dokter
K : Konfirmasi pada saat dokter visite dan minta dokter untuk melakukan stempel
Konfirmasi di bawah tulisan perawat

PETUNJUK TEKNIS MENGGUNAKAN SBAR KE DOKTER PADA SAAT VISITE


(TIDAK DITULISKAN NAMUN DIKOMUNIKASIKAN)

Sebelum melaporkan perawat harus :


1. Mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini
2. Perawat mengumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan kondisi
pasien yang akan dilaporkan
3. Perawat memastikan diagnosa medis pasien
4. Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini dan hasil pengkajian
perawat shift sebelumnya.
5. Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawatan harian

Situasi :
Ceritakan:
1. Identitas pasien (nama, kamar, umur, hari rawatan)
2. Diagnosa medis
3. Data subjektif dan objektif yang ditemui pada pasien hari ini atau sebelumnya yang
belum dilaporkan (Temuan klinis terbaru)

Background
Ceritakan : Informasi penting latar belakang klinis pasien
1. Riwayat sebelumnya (Boleh data sebelumnya)
2. Riwayat Medis
3. Therapy yang sudah diberikan
4. Ceritakan tentang hasil pemeriksaan diagnostik yang sudah dilakukansebelumnya (Lab,
radiologi, EKG, dll)
Assessment:
1. Sampaikan tindakan yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul
2. Apa analisa dan pertimbangan perawat
- Saya rasa kondisi pasien saat ini bisa memperburuk kondisi pasien
- Saya tidak yakin apa masalahnya tetapi kondisi pasien memburuk
- Saya tidak yakin apa masalahnya tetapi pasiein kelihatannya tidak stabil
3. Ceritakan tentang kesimpulan masalah pasien

Rekomendasi
1. Tanyakan apa saran untuk mengatasi masalah pasien
- Bagaimana penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien ini Dokter?
- Sepertinya tindakan ini harus ditunda terlebih dahulu.
2. Tanyakan Adakah pemeriksaan lainnya yang diperlukan
- Apakah ada pemeriksaan lainnya yang harus kita lakukan?
- Apakah ada pemeriksaan laboratorium lagi yang harus kita lakukan
- Adakah pemeriksaan radiologi lainnya yang harus kita lakukan

Penutup
Keselamatan pasien merupakan dasar dalam pelayanan kesehatan dan seyogyanya
menyatu dengan pengobatan dan perawatan itu sendiri. Salah satu strategi dalam
meningkatkan keselamatan pasien adalah dengan mengembangkan komunikasi efektif dalam
handover. Komunikasi efektif merupakan salah satu sasaran keselamatan pasien. Situation,
Background, Assesment, dan Recomendation (SBAR) merupakan komunikasi efektif yang
banyak diadopsi di dunia internasional. Meskipun komunikasi SBAR di desain untuk
kumunikasi dalam situasi beresiko tinggi antara perawat dan dokter, teknik SBAR juga dapat
digunakan untuk berbagai bentuk operan tugas, misalnya operan antara perawat.

DAFTAR PUSTAKA
Australian Institute of Health and Welfare & The Australian Commission on Safety and
Quality in Health Care. (2007). Sentinel events in Australian public hospitals 2004-05
(AIHW Cat. No. HSE 51). Canberra, ACT, Australia: Author
Beckett, C., & Kipnis, G. (2009). Collaborative communication: integrating SBAR to
improve quality/patient safety outcomes. Journal For Healthcare Quality: Official
Publication Of The National Association For Healthcare Quality, 31(5), 19-28. doi:
10.1111/j.1945-1474.2009.00043.x
Boyle, D. K., & Kochinda, C. (2004). Enhancing collaborative communication of nurse and
physician leadership in two intensive care units. Journal of Nursing Administration,
34(2), 60–70.
Edward III GC. (1980). Implementing Public Policy. Quarterly Press : Washington
JCI (2011). 2011 – 2012 patient safety goals. Diakses dari
http://www.jointcommission.org/assets/1/18/20112012_npsg_presentation_final_8-4-
11.pdf pada tanggal 18 Oktober 2019
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
Novantono, D. (2017). Komunikasi SBAR dan Penulisan Laporan Keperawatan.
http://www.dnovantono.blogspot.com/2017/10/komunikasi-sbar-dan-penulisan-
laporan.html. Diakses pada 18 Oktober 2019
Rofii, M. (2013). Komunikasi Efektif SBAR. Semarang

Anda mungkin juga menyukai