Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemanfaatan sumber daya alam yang berupa tanah dan air sebagai salah satu modal
dasar pembangunan nasional, harus dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan azas
kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan
manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang. Penggunaan pemanfaatan tanah dan
lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi dan melampaui kemampuan
daya dukungnya, akan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Disamping itu perilaku
masyarakat yang belum mendukung pelestarian tanah dan lingkungan menyebabkan
terjadinya bencana alam banjir pada musim penghujan.
Untuk menghindari hal tersebut di atas perlu dilakukan upaya pelestarian lahan
kritis, dan pengembangan fungsi biopori terus ditingkatkan dan disempurnakan. Biopori
pada lahan kritis dimaksudkan untuk memulihkan kesuburan tanah, melindungi tata air,
dan kelestarian daya dukung lingkungan.
Penyediaan air bersih merupakan perhatian utama di banyak negara berkembang
termasuk Indonesia, karena air merupakan kebutuhan dasar dan sangat penting untuk
kehidupan dan kesehatan umat manusia (Song et al., 2009). Konservasi sumber daya air
dalam arti penghematan dan penggunaan kembali (reuse) menjadi hal yang sangat penting
pada saat ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah yang berkaitan dengan
ketersediaan air bersih seperti penurunan muka air tanah, kekeringan maupun dampak dari
perubahan iklim. Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan didasarkan pada prinsip
bahwa sumber air seharusnya digunakan sesuai dengan kuantitas air yang dibutuhkan
(Kim et al., 2007). Prinsip pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi alternatif sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia dan tidak harus memenuhi standar air minum.
Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk terutama di wilayah perkotaan, terdapat
konsekuensi bahwa permintaan air bersih bertambah. Selain air bersih yang disuplai oleh
PDAM, masyarakat juga menggunakan air tanah. Pengambilan air tanah yang berlebihan
yang diperparah oleh meningkatnya konversi lahan menjadi areal pemukiman,
perkantoran, maupun komersial akan memicu terjadinya kelangkaan air tanah. Dalam

1
kondisi seperti ini, alternatif sumber air seperti pemanfaatan air hujan perlu
dipertimbangkan sebagai pilihan menarik yang murah, sehingga dapat mengurangi
konsumsi air bersih (potable water) (Zhang et al., 2009).
Pemanenan air hujan (PAH) dengan memanfaatkan atap bangunan umumnya
merupakan alternatif dalam memperoleh sumber air bersih yang membutuhkan sedikit
pengolahan sebelum digunakan untuk keperluan manusia (Zang et al., 2009). Penggunaan
air hujan sebagai salah satu alternatif sumber air sangat potensial untuk diterapkan di
Indonesia mengingat Indonesia adalah negara tropis yang mempunyai curah hujan yang
tinggi. Berdasarkan pada meteorologi dan karakteristik geografis pemanenan air hujan,
curah hujan tahunan di Indonesia mencapai 2263 mm yang cenderung terdistribusi secara
merata sepanjang tahun tanpa ada perbedaan yang mencolok antara musim hujan dan
musim kemarau (Song et al., 2009). Oleh karena itu pemanen air hujan di Indonesia perlu
ditindaklanjuti sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
a. Biopori
1. Apa itu pengertian biopori ?
2. Apa pengertian lubang resapan biopori ?
3. Dimana lokasi pembuatan biopori yang bagus?
4. Bagaimana cara pembuatan biopori ?
5. Apa manfaat biopori ?
6. Berapa jumlah biopori yang disarankan ?
7. Bagaimanan pemeliharaan biopori ?
b. Pemanenan Air Hujan
1. Apa pengertian pemanenan air hujan?
2. Apa faktor penting dalam pemanenan air hujan ?
3. Apa komponen penting dalam pembuatan system pemanenan air hujan ?
4. Apa saja tipe system pembuatan pemanenan air huna?
5. Bagaimana Secara Ekologis Pentingnya Memanen Air Hujan untuk
Konservasi Air?
6. Apa saja kualitas dan kuantitas pemanenan air hujan?
7. Bagaimana cara pembuatan pemanenan air hujan ?

2
8. Bagaimana cara kerja pemanenan air hujan ?
9. Apa saja keuntungan dan kerugian dalam pembuatan pemanenan air hujan?
10. Apa dampak dalam pembuatan pemanenan air hujan?
C. Tujuan
a. Biopori
Tujuan dari materi tentang biopori adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian Biopori
2. Pengertian Lubang Resapan Biopori
3. Lokasi Pembuatan Biopori Yang Bagus
4. Cara Pembuatan Biopori
5. Manfaat Biopori
6. Jumlah Biopori Yang Disarankan
7. Pemeliharaan Biopori
b. Pemanenan Air Hujan
Tujuan dari materi tentang biopori adalah untuk mengetahui :
1. Pengertian Pemanenan Air Hujan
2. Faktor Penting Dalam Pemanenan Air Hujan
3. Komponen Penting Dalam Pembuatan System Pemanenan Air Hujan
4. Tipe System Pembuatan Pemanenan Air Huna
5. Secara Ekologis Pentingnya Memanen Air Hujan Untuk Konservasi Air?
6. Kualitas Dan Kuantitas Pemanenan Air Hujan
7. Cara Pembuatan Pemanenan Air Hujan
8. Cara Kerja Pemanenan Air Hujan
9. Keuntungan Dan Kerugian Dalam Pembuatan Pemanenan Air Hujan
10. Dampak Dalam Pembuatan Pemanenan Air Hujan

3
BAB II
ISI

A. BIOPORI
1. Pengertian Biopori
Biopori adalah lubang-lubang kecil atau pori-pori di dalam tanah yang
terbentuk akibat berbagai akitifitas organisme di dalamnya, seperti cacing, ,
perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah laiinya. Pori-pori yang ada dapat
menigkatkan kemampuan tanah menahan air dengan cara menyirkulasikan air dan
oksigen ke dalam tanah. Jadi, semakin banyak biopori di dalam tanah, semakin
sehat tanah tersebut. Gambar di atas menunjukkan gambar biopori dilihat dari
mikroskop Biopori menurut Griya(2008) lubang-lubang kecil pada tanah yang
terbentuk akibat aktivitas organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan
akar-akar dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur
mengalirnya air. Jadi air hujan tidak langsung masuk ke saluran pembuangan air,
tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut.
2. Pengertian Lubang Resapan Biopori
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal
ke dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau
dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi
kedalaman muka air tanah Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu
terbentuknya biopori. Biopori adalah pori-pori berbentuk lubang (terowongan
kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman, menunjukkan
penampang dari lubang resapan biopori.
3. Lokasi Pembuatan Biopori
Lubang biopori sebaiknya dibuat di tempat-tempat dimana air akan
terkumpul pada saat hujan. Air hujan diarahkan sedemikian rupa sehingga
mengalir ke lubang resapan biopori yang dibuat. Sebagai kompensasi terhadap
pengerasan atau bidang kedap yang berupa bangunan, halaman yang diperkeras,
jalan beraspal, atau bentuk-bentuk penutupan permukaan tanah lainnya, lubang
resapan biopori tidak hanya dibuat satu buah, melainkan dibuat banyak. Lubang
resapan biopori dapat dibuat pada

4
a. Halaman Rumah
Pembuatan lubang resapan biopori di halaman selain
memperhatikan unsur artistik atau keindahan, sebaiknya juga
memperhatikan unsur keamanan. Meskipun hanya berdiameter kecil (10
cm) tetapi dapat menyebabkan kecelakaan, terutama bagi anak-anak.
Lubang resapan biopori dapat dibuat di pinggir halaman dimana air hujan
dapat mengalir ke lubang yang dibuat. Pembuatan lubang resapan biopori di
halaman disesuaikan dengan kontur tanah.
b. Taman Kota:
Lokasi pembuatan lubang biopori di taman dapat dilihat pada contoh
gambar di atas ini. Lubang resapan biopori dibuat sesuai dengan kontur
taman atau bisa pula dibuat di sekeliling pohon. Pembuatan lubang resapan
biopori mengelilingi pohon juga dapat berfungsi sebagai pupuk organik
bagi tanaman sekaligus meningkatkan ketersediaan cadangan air sehingga
akan menyuburkan tanaman.
c. Saluran Pembuangan Air
Lubang resapan biopori juga dapat dibuat pada saluran pembuangan
air, sehingga saluran pembuangan air juga berfungsi menjadi tempat
peresapan air. Pembuatan lubang resapan biopori sebaiknya disesuaikan
dengan kontur tanah yang ada atau pada dasar alur-alur yang sengaja dibuat
untuk mengumpulkan serta mengarahkan air masuk ke dalam lubang
biopori. Pembuatan lubang resapan biopori pada dasar alur tersebut juga
cenderung lebih aman karena pada umumnya manusia tidak suka berjalan
melewati daerah alur, sehingga dapat menghindari kaki terperosok ke
dalam lubang

5
4. Cara Membuat Lubang Resapan Biopori

a. Cari lokasi yang tepat untuk membuat lubang LRB, yaitu pada daerah air
hujan yang mengalir seperti taman, halaman parkir, dsb nya.
b. Tanah yang akan dilubangi disiram dengan air supaya mudah untuk
dilubangi.
c. Letakkan mata bor tegak lurus dengan tanah untuk memulai pengeboran.
d. Lubangi tanah dengan bor Biopori, (bor Biopori adalh bor untuk tanah
mineral, (bor Biopori adalah bor untuk tanah mineral), dengan menekan bor
kekanan sambil diputar kekanan hingga bor masuk kedalam tanah.
e. Dan untuk memudahkan dalam pengeboran, lakukan penyiraman dengan
air selama pengeboran.
f. Setiap kurang lebih 15 cm atau sedalam mata bor berhenti, tarik mata bor
sambil tetap diputar kearah kanan, untuk membersihkan tanah yang berada
didalam mata bor.
g. Bersihkan tanah dari dalam mata bor dengan menggunakan pisau atau alat
tusuk lainnya, dimulai dengan menekan tanah dari sisi dalam mata bor
sehingga tanah mudah dilepaskan.
h. Lakukan terus proses pelubangan tanah berulang-ulang hingga mencapai
kedalaman kurang lebih 100cm.
i. Apabila tanah berbatu atau kerikil, sehingga terhambatnya pengeboran,
maka pengeboran dapat dihentikan hingga kedalamn yang bisa ditembus
oleh mata bor saja, walaupun hanya mencapai kedalaman kurang lebih 50
cm. 10. lalu isi dengan sampah organic

6
Contoh Gambar Lubang Resapan Biopori
5. Manfaat Biopori
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari biopori, bila kita mau
menerapkannya di lingkungan sekitar. Namun, hasil penerapan biopori akan lebih
memuaskan jika kita semua mau bergotong-royong untuk menerapkannya secara
bersama-sama di lingkungan. Semakin banyak yang menerapkan, maka semakin
besar manfaat yang kita peroleh. Dalam hal ini, penulis akan menyebutkan semua
manfaat dari diterapkannya biopori dalam lingkungan adalah sebagai berikut:
a. Mencegah banjir
Banjir sendiri telah menjadi bencana yang merugikan bagi warga .
Keberadaan lubang biopori dapat menjadi jawaban dari masalah tersebut.
Bayangkan bila setiap rumah, kantor atau tiap bangunan di Jakarta memiliki
biopori berarti jumlah air yang segera masuk ke tanah tentu banyak pula
dan dapat mencegah terjadinya banjir. Berkurangnya ruang terbuka hijau
menyebabkan berkurangnya permukaan yang dapat meresapkan air
kedalam tanah di kawasan permukiman. Peningkatan jumlah air hujan yang
dibuang karena berkurangnya laju peresapan air kedalam tanah akan
menyebabkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau.
b. Tempat pembuangan sampah organic
Banyaknya sampah yang bertumpuk juga telah menjadi masalah
tersendiri di kota Jakarta. Kita dapat pula membantu mengurangi masalah
ini dengan memisahkan sampah rumah tangga kita menjadi sampah organik
7
dan non organik. Untuk sampah organik dapat kita buang dalam lubang
biopori yang kita buat.
c. Menyuburkan tanaman
Sampah organik yang kita buang di lubang biopori merupakan
makanan untuk organisme yang ada dalam tanah. Organisme tersebut dapat
membuat sampah menjadi kompos yang merupakan pupuk bagi tanaman di
sekitarnya.
d. Meningkatkan kualitas air tanah
Organisme dalam tanah mampu membuat samapah menjadi
mineral-mineral yang kemudian dapat larut dalam air. Hasilnya, air tanah
menjadi berkualitas karena mengandung mineral.
e. Meningkatkan daya resapan air
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah
bidang resapan air, setidaknya sebesar luas kolom atau dinding lubang.
Sebagai contoh bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm dan dalam 100
cm maka luas bidang resapan akan bertambah sebanyak 3140 cm 2 atau
hampir 1/3 m 2 . Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk
lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan
78,5 cm 2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm,
luas bidang resapannya menjadi 3218 cm 2 . Dengan adanya aktivitas fauna
tanah pada lubang resapan maka biopori akan terbentuk dan senantiasa
terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu, bidang resapan ini akan selalu
terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Dengan demikian kombinasi
antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama
akan meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air.
f. Mengubah sampah organik menjadi kompos
Lubang resapan biopori „diaktifkan‟ dengan memberikan sampah
organik kedalamnya. Sampah ini akan dijadikan sebagai sumber energi bagi
organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses dekomposisi.
Sampah yang telah didekompoisi ini dikenal sebagai kompos.. Dengan
melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi

8
sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai "pabrik"
pembuat kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman,
seperti tanaman hias, sayuran, dan jenis tanaman lainnya. Bagi mereka yang
senang dengan budidaya tanaman atau sayuran organik maka kompos dari
LRB adalah alternatif yang dapat digunakan sebagai pupuk sayurannya.
g. Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman
Seperti disebutkan di atas, Lubang Resapan Biopori (LRB)
diaktikan oleh organisme tanah, khususnya fauna tanah dan perakaran
tanaman. Aktivitas merekalah yang selanjutnya akan menciptakan rongga-
rongga atau liang liang di dalam tanah yang akan dijadikan "saluran" air
untuk meresap ke dalam tubuh tanah. Dengan memanfaatkan aktivitas
mereka maka rongga-rongga atau liang-liang tersebut akan senantiasa
terpelihara dan terjaga keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya
akan tetap terjaga tanpa campur tangan langsung dari manusia untu
pemeliharaannya. Hal ini tentunya akan sangat menghemat tenaga dan
biaya. Kewajiban faktor manusia dalam hal ini adalah memberikan pakan
kepada mereka berupa sampah organik pada periode tertentu. Sampah
organik yang dimasukkan ke dalam lubang akan menjadi humus dan tubuh
biota dalam tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfer sebagai gas rumah
kaca; berarti mengurangi pemanasan global dan memelihara biodiversitas
dalam tanah.
6. Jumlah Biopori yang disarankan
Jumlah lubang yang perlu dibuat dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan: 
LRB = Intensitas hujan(mm/jam) x Luas bid kedap (m2 )
liter
Laju Peresapan Air per Lubang ( jam )

Sebagai contoh, untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan


lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100
m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (50 x 100) / 180 = 28 lubang. Bila lubang
yang dibuat berdiameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm, maka setiap lubang

9
dapat menampung 7.8 liter sampah organik. Ini berarti bahwa setiap lubang dapat
diisi dengan sampah organik selama 2-3 hari. Dengan demikian 28 lubang baru
dapat dipenuhi dengan sampah organik yang dihasilkan selama 56 - 84 hari.
Dalam selang waktu tersebut lubang yang pertama diisi sudah
terdekomposisi menjadi kompos sehingga volumenya telah menyusut. Dengan
demikian lubang-lubang ini sudah dapat diisi kembali dengan sampah organik baru
dan begitu seterusnya.
Biaya yang dikeluarkan Jhon herf(2008)Pembuatan LRB dipermudah
dengan alat bor tanah. Desainnya disesuaikan untuk kegunaan peresapan air yang
memakai pendekatan Biopori. Alat bor LRB juga diperlukan untuk mempermudah
pemanenan kompos yang terbentuk bersamaan dengan pemeliharaan LRB. Bila
satu lubang LRB dapat dibuat dalam waktu sepuluh menit, tiap rumah tangga perlu
membuat 30 LRB. Itu artinya pekerjaan selesai dalam waktu 300 menit (lima jam).
Jadi, perlu sehari per orang kerja (Rp 35 000,-). Bila setiap rumah tangga ingin
memiliki bor LRB dengan harga bor Rp175.000,00 –Rp200.000,00), maka
diperlukan biaya (Rp205 000,00 – Rp235 000,00). Biaya itu dapat berkurang bila
satu bor tanah dimiliki bersama oleh beberapa orang.
7. Pemeliharaan Biopori
Agar biopori yang telah kita buat bisa bertahan lama, maka ada beberapa
yang harus anda lakukan untuk memelihara kondisi biopori, diantaranya adalah 1.
Lubang Resapan Biopori harus selalu terisi sampah organik 2. Sampah organik
dapur bisa diambil sebagai kompos setelah dua minggu, sementara sampah kebun
setelah dua bulan. Lama pembuatan kompos juga tergantung jenis tanah tempat
pembuatan LRB, tanah lempung agak lebih lama proses
kehancurannya.Pengambilan dilakukan dengan alat bor LRB. 3. Bila tidak diambil
maka kompos akan terserap oleh tanah, LRB harus tetap dipantau supaya terisi
sampah organic

10
B. PEMANENAN AIR HUJAN
1. Pengertian Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang
digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan,
permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu
sumber suplai air bersih (UNEP, 2001; Abdulla et al., 2009).
Air hujan merupakan sumber air yang sangat penting terutama di daerah
yang tidak terdapat sistem penyediaan air bersih, kualitas air permukaan yang
rendah serta tidak tersedia air tanah (Abdulla et al., 2009). Berdasarkan UNEP
(2001), beberapa keuntungan penggunaan air hujan sebagai salah satu alternatif
sumber air bersih adalah sebagai berikut :
a. meminimalisasi dampak lingkungan: penggunaan instrumen yang sudah
ada (atap rumah, tempat parkir, taman, dan lain-lain) dapat menghemat
pengadaan instrumen baru dan meminimalisasi dampak lingkungan. Selain
itu meresapkan kelebihan air hujan ke tanah dapat mengurangi volume
banjir di jalan-jalan di perkotaan setelah banjir;
b. lebih bersih: air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan
kualitasnya memenuhi persyaratan sebagai air baku air bersih dengan atau
tanpa pengolahan lebih lanjut;
c. kondisi darurat: Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting
penggunaannya pada saat darurat atau terdapat gangguan sistem penyediaan
air bersih, terutama pada saat terjadi bencana alam. Selain itu air hujan bisa
diperoleh di lokasi tanpa membutuhkan sistem penyaluran air;
d. sebagai cadangan air bersih: pemanenan air hujan dapat mengurangi
kebergantungan pada sistem penyediaan air bersih;
e. sebagai salah satu upaya konservasi; dan
f. pemanenan air hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksibel dan
dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan. Pembangunan, operasional dan
perawatan tidak membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.

11
2. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalm sistem pemanenan air hujan
a. luas daerah tangkapan hujan dan kapasitas penyimpanan seringkali
berukuran kecil atau terbatas, dan pada saat musim kering yang panjang
tempat penyimpanan air mengalami kekeringan;
b. pemeliharaan sistem pemanenan air hujan lebih sulit dan jika sistem tidak
dirawat dengan baik dapat berdampak buruk pada kualitas air hujan yang
terkumpul,
c. pengembangan sistem pemanenan air hujan yang lebih luas sebagai salah
satu alternatif sumber air bersih dapat mengurangi pendapatan perusahaan
air minum;
d. sistem pemanenan air hujan biasanya bukan merupakan bagian dari
pembangunan gedung dan tidak/ jarang ada pedoman yang jelas untuk
diikuti bagi pengguna atau pengembang;
e. pemerintah belum memasukkan konsep pemanenan air hujan dalam
kebijakan pengelolaan sumber daya air dan masyarakat belum terlalu
membutuhkan instrumen pemanenan air hujan di lingkungan tempat
tinggalnya;
f. tangki penyimpanan air hujan berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan serangga seperti nyamuk;
g. curah hujan merupakan faktor yang penting dalam operasional sistem
pemanenan air hujan. Wilayah dengan musim kering yang lebih panjang
maupun dengan curah hujan yang tinggi membutuhkan alternatif sumber air
atau tempat penampungan yang relatif besar.
3. Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan
Komponen Sistem Pemanenan Air Hujan Sistem PAH umumnya terdiri
dari beberapa sistem yaitu: tempat menangkap hujan (collection area), saluran air
hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki
penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage tank), saluran pembuangan,
dan pompa Area penangkapan air hujan (collection area) merupakan tempat
penangkapan air hujan dan bahan yang digunakan dalam konstruksi permukaan
tempat penangkapan air hujan mempengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas

12
air hujan. Bahanbahan yang digunakan untuk permukaan tangkapan hujan harus
tidak beracun dan tidak mengandung bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas
air hujan (UNEP, 2001). Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan anti karat
seperti alumunium, besi galvanis, beton, fiberglass shingles, dll.
Gambar 1 menunjukkan skema ilustrasi sistem PAH dengan menggunakan
atap dan permukaan tanah. Sistem PAH yang diterapkan merupakan sistem PAH
yang sederhana, mudah dan murah dalam konstruksi. Sistem ini sangat membantu
masyarakat yang terkena bencana dan mengalami kesulitan memperoleh air bersih
pasca tsunami (Amin dan Han, 2009). Sistem pengaliran air hujan (conveyance
system) biasanya terdiri dari saluran pengumpul atau pipa yang mengalirkan air
hujan yang turun di atap ke tangki penyimpanan (cistern or tanks).

Gambar 1 : Ilustrasi Sistem PAH (a) Menggunakan atap dan (b)


Menggunakan Tanah

Contoh saluran penampung disajikan pada Gambar 3. Ukuran saluran


penampung bergantung pada luas area tangkapan hujan, biasanya diameter saluran
penampung berukuran 2050 cm (Abdulla et al., 2009).
 Filter dibutuhkan untuk menyaring sampah (daun, plastik, ranting, dll) yang
ikut bersama air hujan dalam saluran penampung sehingga kualitas air
hujan terjaga. Dalam kondisi tertentu, filter harus bisa dilepas dengan
mudah dan dibersihkan dari sampah.
 Tangki (Cistern or tank) alami (kolam atau dam) dan tangki buatan
merupakan tempat untuk menyimpan air hujan. Tangki penyimpanan air
hujan dapat berupa tangki di atas tanah atau di bawah tanah (ground tank).

13
 First flush device: apabila kualitas air hujan merupakan prioritas, saluran
pembuang air hujan yang tertampung pada menit-menit awal harus
dibuang. Tujuan fasilitas ini adalah untuk meminimalkan polutan yang ikut
bersama air hujan.
 Pompa (Pump) dibutuhkan apabila tangki penampung air hujan berada di
bawah tanah.

4. Tipe Sistem Pemanenan Air Hujan


Menurut UNEP (2001), beberapa sistem PAH yang dapat diterapkan adalah
sebagai berikut :
a. sistem atap (roof system) menggunakan atap rumah secara individual
memungkinkan air yang akan terkumpul tidak terlalu signifikan, namun
apabila diterapkan secara masal maka air yang terkumpul sangat melimpah
b. sistem permukaan tanah (land surface catchment areas) menggunakan
permukaan tanah merupakan metode yang sangat sederhana untuk
mengumpulkan air hujan. Dibandingkan dengan sistem atap, PAH dengan
sistem ini lebih banyak mengumpulkan air hujan dari daerah tangkapan
yang lebih luas. Air hujan yang terkumpul dengan sistem ini lebih cocok
digunakan untuk pertanian, karena kualitas air yang rendah. Air ini dapat
ditampung dalam embung atau danau kecil. Namun, ada kemungkinan
sebagian air yang tertampung akan meresap ke dalam tanah.

14
5. Kuantitas dan Kualitas Air Hujan
a. Kuantitas Air Hujan
Untuk menentukan ukuran air hujan yang dibutuhkan, ada beberapa
hal yang harus dipertimbangkan antara lain volume air yang dibutuhkan per
hari; ukuran tangkapan air hujan; tinggi rendahnya curah hujan; kegunaan
air hujan sebagai alternatif air bersih, dan tempat yang tersedia. Untuk
mengetahui kebutuhan air secara total, harus ditentukan kuantitas air yang
diperlukan untuk keperluan outdoor seperti: irigasi, reservoir (liter/hari) dan
indoor seperti: mandi, cuci, toilet, kebocoran (liter/hari).
b. Kualitas Air Hujan
Kualitas air hujan umumnya sangat tinggi (UNEP, 2001). Air hujan
hampir tidak mengandung kontaminan, oleh karena itu air tersebut sangat
bersih dan bebas kandungan mikroorganisme. Namun, ketika air hujan
tersebut kontak dengan permukaan tangkapan air hujan (catchment), tempat
pengaliran air hujan (conveyance) dan tangki penampung air hujan, maka
air tersebut akan membawa kontaminan baik fisik, kimia maupun
mikrobiologi.
Beberapa literatur menunjukkan simpulan yang berbeda mengenai
kualitas PAH dari atap rumah. Kualitas PAH sangat bergantung pada
karakteristik wilayah PAH seperti topografi, kondisi cuaca, tipe wilayah
tangkapan air hujan, tingkat pencemaran udara, tipe tangki penampungan
dan pengelolaan air hujan (Kahinda et al., 2007). Menurut Horn dan
Helmreich (2009), di daerah pinggiran kota atau di pedesaan, umumnya air
hujan yang ditampung sangat bersih, tetapi di daerah perkotaan dimana
banyak terdapat area industri dan padatnya arus transportasi, kualitas air
hujan sangat terpengaruh sehingga mengandung logam berat dan bahan
organik dari emisi gas buang. Selain industri dan transportasi, permukaan
bahan penangkap air hujan juga mempengaruhi kualitas airnya.

15
Gambar Tahapan Kontaminasi Air Hujan dengan Sistem Penangkapan dari
Atap Rumah

Dengan pemahaman bagaimana pro-ses kontaminasi air hujan terjadi, dan


bagaimana kontaminan terbawa oleh air hujan, maka pengelolaan air hujan yang
memenuhi syarat akan menghasilkan air bersih yang berkualitas (UNEP, 2001)

Di bawah ini beberapa cara sederhana dalam mengolah air hujan menjadi
air bersih:

a. permukaan tangkapan air hujan dan interior tangki penampungan air hujan
harus dibersihkan secara berkala (Sazaki et al., 2007)
b. memasang saringan (screen) sebelum masuk ke pipa tangki penampungan
air hujan
c. membuang beberapa liter air hujan pada beberapa menit pertaman ketika
hujan tiba dengan menggunakan pipa khusus pembuangan (Horn dan
Helmreich, 2009; Kahinda et al., 2007
d. desinfeksi (chlorination) merupakan cara yang umum digunakan dalam
mengurangi kontaminan mikro-organisme. Dosis klorinasi yang diguna-kan
sebaiknya berkisar 0.4–0.5 mg/lt be-rupa free chlorine dalam bentuk tablet
atau gas (Horn dan Helmreich, 2009);

16
e. penyaringan air hujan dengan meng-gunakan saringan pasir lambat (slow
sand filter) (Li et al., 2010)
f. pasteurisasi merupakan metode pengolahan dengan menggunakan sinar
ultraviolet dan panas dari sinar matahari. Metode sangat efektif jika suhu
pemanasan mencapai 50oC dan air mengandung konsentrasi oksigen yang
cukup (Horn dan Helmreich, 2009).
6. Cara Pembuatan Pemanenan Air Hujan
Ketentuan-ketentuan untuk membuat PAH adalah sumur harus
berada pada lahan yang datar bukan pada ganha berlereng, curam atau labil; sumur
dan tempat penimbunan sampah dan septic tank berjarak minimal 5 meter diukur
dari tepi; penggalian sumur resapan paling dalam 2 meter di bawah permukaan air
tanah dan tanna tempat sumur resapan digali harus mampu menyerap air +/- 2
cm/jam.
a. Menggali tanah untuk membuat sumur. Kedalaman galian jangan melebihi
muka air tanah
b. Perkuat dinding sumur menggunakan bis beton, pasangan bata tanpa
plesteran atau pasangan batu kosong. Isi lubang sumur dengan koral, ijuk,
batu pecahan, dan arang
c. Isi lubang sumur dengan koral, ijuk, batu pecahan, dan arang
d. Tutup bagian atas sumur dengan plat beton. Plat beton ini dapat durum
dengan tanah
e. Hubungkan talang ke sumur dengan menggunakan pipa sheingga air hujan
tertampung
f. Buat saluran pembuangan dari sumur resapan menuju parit untuk antisipasi
sumur resapan kelebihan air;
g. Pemeriksaan jelang musim hujan.
7. Cara Kerja Pemanenan Air Hujan
Ada tiga komponen dasar yang harus ada sistem pemanenan air
hujan, yaitu permukaan atap untuk penangkapan air hujan; talang untuk alat
penyaluran air hujan ke tempat penampungan dan bak atau kolam untuk tempat
penyimpanan air hujan.

17
Cara kerja Pemanen Air Hujan :
a. air hujan yang tertangkap di atap rumah dialirkan melalui talang atau pipa
menuju bangunan PAH yang dibagi menjadi beberapa partisi yang berisi
berbagai macam media untuk menyaring air hujan dari berbagai kotoran.
Benda-benda yang dapat digunakan sebagai partisi pada media penyaringan
adalah secara berurutan ijuk, pasir, kerikil, arang, batubara merah, kerikil
yang dicampur dengan batu gamping dan pasir.
b. Setelah melewati partisi terakhir, air akan ditampung di bak penampungan.
Lalu air akan dialirkan ke bak pengambilan air. Bak ini memiliki lubang
sebagai sirkulasi udara agar air dapat dipompa keluar dari bak.
8. Kelebihan dan Kekurangan Pemanenan Air Hujan

Kelebihan Kekurangan
Konstruksi Yang Biaya Yang Cukup
Sederhana. Tinggi.
Konstruksi sistem Biaya dalam
Rainwater membangun sistem
Harvesting cukup Rainwater Harvesting
sederhana hingga sebagian besar terpakai
penduduk lokal pada saat proses
dapat dilatih untuk pembangunan. Namun
membuat sendiri. begitu biaya dapat
Hal ini mengurangi ditekan dengan desain
biaya pekerja. konstruksi sederhana
dan penggunaan
material local
Perawatan Terjamin. Perawatan Intensif.
Perawatan berkala Tuntutan akan
dan maintenance pentingnya perawatan
dapat diawasi oleh berkala kadangkala
pemilik secara sering dilupakan.

18
langsung.
Kualitas Air Relatif Kualitas Air Juga
Baik. Rawan.
Kemungkinan lebih Tercemar polusi,
baik daripada kotoran burung,
sumber air lain serangga, debu, dan
seperti sumur. kotoran lain.
Minim Dampak Suplai Air Bergantung
Negatif. Kepada Musim.
Air hujan adalah Musim kemarau
sumber daya alam berkepanjangan
terbarukan dan tidak ditakutkan
merusak lingkungan. menghabiskan suplai air
hujan.
Sumber Air Dekat. Suplai Terbatas.
Air hujan yang Suplai dibatasi oleh
sudah ditampung jumlah air hujan yang
dapat langsung turun, luas bidang
dipergunakan karena penangkap air hujan,
jarak penampungan serta kapasitas
air tidak jauh. penyimpanan air.
9. Dampak Penggunaan Sistem Pemanenan Air Hujan
a. Dampak Pada Apek Sosial Budaya
Dampak sosial dari kekeringan dapat terjadi konflik antar pengguna
air yang saling berebut air, khususnya air bersih. Secara tidak langsung
kekeringan juga akan meningkatkan kriminalitas, misalnya pencurian air.
Selain itu jika terjadi musim kemarau maka semua masyarakat
akan berlomba saling berebut air, bahkan ada yang sampai bertengkar dan
beradu mulut sehingga kadang sesama teman atau tetangga hubungannya
menjadi tidak harmonis lagi. Adanya sistem pemanenan air hujan atau
Rainwater Harvesting ini maka diharapkan setiap rumah dapat menyimpan

19
air dalam jangka waktu yang lama minimal dari musim penghujan sampai
musim penghujan lagi. Dengan demikian maka dampak sosial
kemasyarakatan seperti pencurian dan konflik pertengkaran antar anggota
masyarakat dapat dihindarkan. Masyarakat pun secara tidak langsung juga
akan berhemat dalam penggunaan air bersih.
b. Aspek Lingkungan
Jika musim kemarau tiba maka sangat rentan terjadi kebakaran
lahan atau rumah, terutama karena di sini tanah atau lahan gambut jadi jika
ada orang membakar sampah dimungkinkan masih ada sisa-sisa api di
dalam tanah dan hanya bisa dihilangkan dengan disiram air, hal ini
dikarenakan di dalam tanah tidak tersimpan cadangan air, sehingga
kandungan air dalam tanah hilang. Jika pengambilan air tanah berkurang
maka kekeringan di Kabupaten Meranti akan berkurang hal ini dapat
mengurangi bencana kebakaran lahan. Seperti kita ketahui bahwa lahan
gambut adalah lahan yang mudah terbakar.
Dampak lain adalah menurunnya kualitas kesehatan masyarakat,
seperti menyebarnya penyakit malaria, diare dan demam berdarah dan
penyakit kulit. Ketika masyarakat kekurangan air bersih, maka mandi akan
menggunakan air gambut seadanya, yang tidak memenuhi standar
kesehatan, seperti warna merah pekat cenderung hitam, bercampur lumpur,
bau busuk dan lengket di kulit

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Lubang Resapan Biopori (LRB) secara umum adalah lubang-lubang di dalam tanah
yang terbentuk akibat berbagai aktivitas organisme di dalamnya, seperti cacing,
perakaran tanaman, rayap dan fauna tanah lainnya. Lubang - lubang yang terbentuk
akan terisi udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah. LBR ini
merupakan salah satu upaya strategis untuk meminimalisir terjadinya bencana
banjir. Salah satu penyebab bencana banjir adalah karena kurangnya lahan untuk
peresapan air, bila air hujan turun secara berlebihan maka air tersebut tidak bisa
menyerap ke dalam tanah seluruhnya.
2. Air hujan yang sangat melimpah di Indonesia sudah selayaknya dimanfaatkan
secara maksimal. Dengan pengolahan yang sederhana, air hujan dapat diguna-kan
sebagai salah satu sumber air bersih. Pemakaian air hujan ini terutama sangat
bermanfaat di wilayah yang mengalami kekurangan air bersih. Sedangkan di per-
kotaan, selain digunakan sebagai alter-natif air bersih, air hujan dapat digunakan
untuk mengisi kembali air tanah sehingga muka air tanah tetap terjaga dan volume
limpahan air hujan yang dapat menimbul-kan banjir dapat dikurangi.
B. Saran
Saat ini pemamenan air hujan sudah semestinya disosialisasikan kepada ma-syarakat
luas, mengingat di Indonesia banyak terdapat wilayah yang mengalami kekurangan air
bersih. Cara ini merupakan suatu tindakan positif dalam rangka pengelolaan sumber daya
air.

21

Anda mungkin juga menyukai