Anda di halaman 1dari 8

TANGGAPAN ATAS ED PSAK 46 (REVISI 2010)

Jawaban atas Pertanyaan

A. Pengaturan mengenai Pajak Penghasilan Final

1. Komentar atas pertanyaan


a. Ketentuan mengenai PPh Final masih diperlukan di PSAK sehingga ada keseragaman perlakuan
akuntansi di dalam praktik, khususnya dalam hal pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan.
b. Hal ini merujuk pada penjelasan Pasal 28 ayat 7 UU KUP 2007 “…pembukuan harus diselenggarakan
dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.”

2. Komentar atas paragraf 98 baris 38


a. Penggunaan kata “maka” di baris 38 tidak tepat karena tidak ada induk kalimat dalam kalimat tersebut.
“Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda
dari dasar pengenaan pajaknya” merupakan anak kalimat, sedangkan “maka perbedaan tersebut tidak
diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan” juga merupakan anak kalimat.
b. Seharusnya kata “maka” ini dihilangkan sehingga bunyi kalimat secara lengkap adalah “Apabila nilai
tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan pajak penghasilan final berbeda dari
dasar pengenaan pajaknya, perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak
tangguhan”. Dengan demikian, “Apabila nilai tercatat aset atau liabilitas yang berhubungan dengan
pajak penghasilan final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya” berfungsi sebagai anak kalimat,
sedangkan “perbedaan tersebut tidak diakui sebagai aset atau liabilitas pajak tangguhan” menjadi induk
kalimat.

3. Komentar atas paragraf 101 baris 19 dan paragraf 102 baris 22


a. Dalam kata “dimuka” seharusnya ditulis “di muka” karena kata “di” dalam kata tersebut berfungsi
sebagai kata depan, bukan awalan “di”.
b. Untuk membedakan kata “di” sebagai awalan atau pun kata depan, kita bisa melihatnya dalam kalimat
pasif dan aktif. Misalnya,
1) Kata “di” sebagai awalan
▪ “dibebankan” (pasif) bisa diubah menjadi “membebankan” (aktif),
▪ “dibayar” (pasif) bisa diubah menjadi “membayar” (aktif)
▪ “diakui” (pasif) bisa diubah menjadi “mengakui” (aktif), dan
▪ “disajikan” (pasif) bisa diubah menjadi “menyajikan” (aktif).
2) Kata “di” sebagai kata depan
▪ “didepan” tidak bisa diubah menjadi “medepan” atau “mendepan”
▪ “dimuka” tidak bisa diubah menjadi “memuka”
▪ “diatas” tidak bisa diubah menjadi “meatas” atau “mengatas”

4. Komentar atas paragraf 101 baris 20


a. Kata “dan” seharusnya diganti dengan “atau”.
b. Jika kata “dan” dipakai, akun Pajak Dibayar di Muka dan akun Pajak yang Masih Harus Dibayar harus
dipakai bersamaan. Jika digunakan kata “atau”, entitas bisa memilih akun yang sesuai.
c. Dalam hal beban pajak < PPh Final terutang, entitas akan menjurnal selisihnya sbb.:
Db. Beban pajak kini xxxx
Kr. Pajak yang Masih Harus Dibayar xxxx
d. Dalam hal beban pajak > PPh Final terutang, entitas akan menjurnal selisihnya sbb.:
Db. Pajak Dibayar di Muka xxxx
Kr. Beban pajak kini xxxx
1/8
B. Pengaturan mengenai perlakuan terhadap Surat Ketetapan Pajak

1. Isi paragraf 103


“Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus
dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan, kecuali
apabila diajukan keberatan dan atau banding. Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan
dengan SKP ditangguhkan pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila terdapat
kesalahan maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 (revisi 2010): Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”.

2. Komentar atas penggunaan kata “denda”


a. Penggunaan kata “denda” dalam baris 29 dan 34 kurang tepat karena di dalam UU KUP sanksi
administrasi pajak yang ada di dalam SKP terdiri dari denda, kenaikan, dan bunga. Seharusnya dipakai
istilah “sanksi administrasi”, bukan “denda”
b. Ketiga sanksi yang ada di dalam SKP tersebut terangkum sbb.:

Rincian Sanksi Administrasi Pasal Terkait dlm UU KUP


A. Denda
1. Denda karena terlambat melaporkan SPT 7
2. Denda 150% dalam pembetulan SPT 8 ayat 3
3. Denda 2% dari DPP 14 ayat 1 huruf d, e, & f dan ayat 4
4. Denda 200% untuk kealpaan pertama kali yang berakibat kerugian 13A
negara
B. Bunga
1. Bunga 2% karena pembetulan SPT 8 ayat 2 dan 2a
2. Bunga 2% karena terlambat setor pajak 9 ayat 2a & 2b
3. Bunga 2% dari pajak kurang bayar dalam SKPKB 13 ayat 1 huruf a & e dan ayat 2
4. Bunga 48% karena ada pidana fiskal setelah daluwarsa 5 tahun 13 ayat 5
lewat
5. Bunga 2% per bulan dalam penerbitan STP Pasal 14 ayat 1 huruf a & b dan ayat 3
6. Bunga 2% per bulan dari PPN yang telah direstitusi 14 ayat 1 huruf g & ayat 5
7. Bunga 2% per bulan dari utang pajak yang belum dilunasi 19 ayat 1-3
C. Kenaikan
1. Kenaikan 50% karena pembetulan SPT 8 ayat 4 & 5
2. Kenaikan 50% dari PPh kurang bayar dalam SKPKB 13 ayat 1 huruf b & d dan ayat 3 huruf a
3. Kenaikan 100% dari PPh kurang bayar dalam SKPKB 13 ayat 1 huruf b & d dan ayat 3 huruf b
4. Kenaikan 100% dari PPN kurang bayar dalam SKPKB 13 ayat 1 huruf b, c & d dan ayat 3
huruf c
5. Kenaikan 100% dalam SKPKBT 15
6. Kenaikan 100% dalam restitusi pendahuluan 17C & 17D

1. Pidana Fiskal Karena Kealpaan 38


2. Pidana Fiskal Karena Kesengajaan 39 ayat 1 UU
3. Pidana Fiskal Karena Pengulangan Tindak Pidana 39 ayat 2
4. Pidana Fiskal Karena Percobaan Melakukan Tindak Pidana 39 ayat 3
5. Pidana Fiskal Karena Penerbitan Faktur Pajak 39A
6. Pidana Fiskal untuk Pejabat yang Tidak Memenuhi Kewajiban 41
Merahasiakan
7. Pidana Fiskal untuk Orang yang Tidak Memberi Keterangan 41A
8. Pidana Fiskal Karena Menghalangi/Mempersulit Penyidikan Pajak 41B
9. Pidana Fiskal Karena Kewajiban Memberikan Data/Informasi 35A & 41C
Perpajakan Tidak Terpenuhi

3. Komentar atas penggunaan kata “Surat Ketetapan Pajak (SKP)”


a. Di dalam paragraf 103 perlu diatur juga tentang perlakuan akuntansi untuk “Surat Tagihan Pajak (STP)
yang sama dengan perlakuan SKP.

2/8
b. Di dalam proses penagihan pajak, selain SKP, terkadang kantor pajak juga menerbitkan Surat Tagihan
Pajak. Penerbitan STP tersebut bisa bersamaan dengan SKP atau secara terpisah.
c. Jika di dalam proses sengketa atas SKP dikenal dengan keberatan dan atau banding, atas penerbitan
STP, wajib pajak juga bisa menempuh prosedur yang berurutan berikut ini:
1) Permohonan penghapusan/pengurangan sanksi sesuai Pasal 36 UU KUP; dan atau
2) Gugatan ke Pengadilan Pajak sesuai Pasal 23 UU KUP.
d. Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan penghapusan/pengurangan sanksi ke kantor pajak,
lalu gugatan ke pengadilan pajak, pembebanan sanksi menjadi tertunda sampai ada keputusan yang
bersifat tetap.

4. Komentar atas penggunaan kata “maka” di baris 36


Seharusnya kata “maka” dihilangkan sehingga kalimat secara keseluruhan berbunyi “Apabila terdapat
kesalahan, perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 (revisi 2010): Kebijakan Akuntansi,
Perubahan Estimasi Akuntansi dan Kesalahan”.

C. Ketentuan mengenai unused tax credit

1. Kredit pajak hanya bisa diklaim pada tahun dilakukannya pemotongan/pemungutan. Hal ini diatur di dalam
Pasal 20 UU PPh.
2. Pasal 20 UU PPh di antaranya mengatur sbb.:
a. Pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak, dilunasi oleh Wajib Pajak dalam tahun
pajak berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain , serta pembayaran
pajak oleh Wajib Pajak sendiri.
b. Pelunasan pajak tersebut dilakukan untuk setiap bulan atau masa lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
c. Pelunasan pajak tersebut merupakan angsuran pajak yang boleh dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final
3. Karena kredit pajak tersebut tidak bisa lagi dimanfaatkan di tahun pajak berikutnya, otomatis kriteria
pengakuan aset terkait dengan adanya “future economic benefit” untuk unused tax credit tersebut menjadi
tidak terpenuhi. Dengan demikian, kami tidak setuju atas pengakuan aset pajak tangguhan atas unused tax
credit tersebut. Alasan pertama bahwa perpajakan Indonesia tidak menganut prinsip tersebut, alasan kedua
adalah dikhawatirkan informasi laporan keuangan yang dihasilkan dapat menyesatkan, dan alasan terakhir
bahwa stakeholder Direktorat Jenderal Pajak akan pada apriori terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).

D. Contoh-contoh dalam ED PSAK 46 (Revisi 2010)

1. Di dalam terminologi pajak, kedua istilah “perbedaan temporer kena pajak” ( taxable temporary difference)
dan “perbedaan temporer dapat dikurangkan” (deductible temporary difference) kurang lazim dikenal di
Indonesia, baik di dalam peraturan pajak maupun praktik perpajakan. Sebagai gantinya, para praktisi pajak
yang juga terlibat menekuni akuntansi sering menggunakan istilah koreksi positif dan koreksi negatif.
Koreksi fiskal tersebut terbagi menjadi beda tetap dan beda waktu.
2. Tabel berikut menggambarkan koreksi fiskal saat penyusunan Surat Pemberitahuan (SPT) dan dampak
pajak tangguhannya jika koreksi fiskal tersebut terkait dengan perbedaan temporer :

Jenis akun yang Perbandingan nilai tercatat Istilah yang digunakan


Koreksi fiskal Pajak Tangguhan
dikoreksi di lap. laba rugi dalam PSAK No. 46
Perbedaan termporer
Penghasilan Akuntansi < Pajak Aset pajak tangguhan
dapat dikurangkan
Koreksi positif
Perbedaan termporer
Biaya Akuntansi > Pajak Aset pajak tangguhan
dapat dikurangkan
Perbedaan temporer kena
Penghasilan Akuntansi > Pajak Liabilitas pajak tangguhan
pajak
Koreksi negatif
Perbedaan temporer kena
Biaya Akuntansi < Pajak Liabilitas pajak tangguhan
pajak
3/8
3. Ilustrasi di dalam PSAK perlu menambahkan terminologi yang lazim digunakan di dalam praktik perpajakan
di Indonesia atau menggunakan tabel yang menjembatani penggunaan terminologi PSAK sesuai IFRS dan
terminologi pajak dalam praktik. Tabel pada butir 2 merupakan contoh yang bisa menjembatani antara
terminologi pajak dan akuntansi. Usulan ini disampaikan agar salah satu stakeholder, yaitu Direkrtorat
Jenderal Pajak, akan terbuka terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).

4. Komentar per paragraf

No Halaman & Isi paragraf Komentar


Paragraf
1. h.50 p.02 Pendapatan dari penjualan barang yang  Sesuai dengan Pasal 28 UU KUP, pajak juga
diperhitungkan dalam laba akuntansi mengakui pendapatan berdasarkan standar akuntansi
ketika barang dikirim tapi yang berlaku dan metode pengakuannya bisa
diperhitungkan dalam laba kena pajak berbasis akrual atau pun kas.
pada saat kas diterima …  Di dalam praktik perbedaan perlakuan seperti ini
jarang terjadi karena di dalam perpajakan pendapatan
dari penjualan barang juga diakui ketika barang
dikirim.
 Dengan demikian, transaksi ini tidak menimbulkan
perbedaan temporer.
2. h.50 p.04 Biaya pengembangan sudah  Biaya pengembangan juga bisa dikapitalisasi dalam
dikapitalisasi dan akan diamortisasi pajak sepanjang memenuhi kriteria Pasal 11A UUPPh.
terhadap laporan laba rugi  Di dalam Pasal 11A UUPPh di antara diatur bahwa
komprehensif tapi dikurangkan dalam pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud
menentukan laba kena pajak pada dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa
periode terjadinya. manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan harus dikapitalisasi dan bebannya
dilakukan melalui amortisasi selama 4, 8, 16, atau 20
tahun sesuai dengan peraturan.
 Jadi, permasalahannya bukan terletak pada secara
akuntansi biaya tersebut dikapitalisasi, sedangkan
secara fiskal biaya tersebut dibebankan pada tahun
berjalan. Akan tetapi, permasalahannya pada masa
manfaat dan metode amortisasinya
3. h.55 p.03 Biaya persediaan yang terjual sebelum Lihat komentar no. 1 di atas
akhir periode pelaporan dikurangkan
dalam penghitungan laba akuntansi
apabila barang atau jasa telah
diberikan, tetapi dikurangkan dalam
penghitungan laba kena pajak saat kas
telah diterima
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

E. Ketentuan Transisi dan Tanggal Efektif

Kami setuju dengan ketentuan transisi dan tanggal efektif ED PSAK 46 (revisi 2010): Pajak Penghasilan

SPT Konsolidasi di Paragraf 10

1. Di dalam ketentuan perpajakan Indonesia tidak ada (tidak dikenal) SPT konsolidasi. Ini mengacu pada Pasal
3 ayat (1) UU KUP 2007 yang di antaranya mengatur bahwa setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat
Pemberitahuan, menandatangani serta menyampaikannya ke kantor pajak.
2. Perbandingan perbedaan temporer akan lebih praktis dan aplikatif dilakukan dalam laporan keuangan
konsolidasian jika perbedaan temporer tersebut mengacu pada laporan keuangan masing-masing entitas.
3. Jika dimungkinkan, standar yang mengatur tentang SPT konsolidasi bisa dihilangkan. Alasan pertama
4/8
bahwa perpajakan Indonesia tidak menganut prinsip tersebut, alasan kedua adalah dikhawatirkan informasi
laporan keuangan yang dihasilkan dapat menyesatkan, dan alasan terakhir bahwa stakeholder Direktorat
Jenderal Pajak akan pada apriori terhadap ED PSAK 46 (Revisi 2010).

Penggunaan Tata Bahasa Indonesia

1. Penggunaan kata “maka” yang tidak tepat dalam penerapan kalimat bersyarat dan beberapa kalimat
majemuk seperti contoh di bawah ini:

 Contoh 1:

“Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak aset
tersebut sama dengan jumlah tercatat aset”. Kalimat tersebut tidak bisa ditukar menjadi ”maka dasar
pengenaan pajak aset tersebut sama dengan jumlah tercatat aset, apabila manfaat ekonomi tersebut
tidak akan dikenakan pajak”.

“Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan pajak, dasar pengenaan pajak aset tersebut
sama dengan jumlah tercatat aset”. Kalimat tersebut bisa ditukar menjadi ”dasar pengenaan pajak aset
tersebut sama dengan jumlah tercatat aset, apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan dikenakan
pajak”.

 Contoh 2:

Kalimat “Berdasarkan kedua analisis tersebut, maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan” tidak bisa
ditukar menjadi “Maka tidak ada liabilitas pajak tangguhan berdasarkan kedua analisis tersebut”.

Kalimat “Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada liabilitas pajak tangguhan” bisa ditukar menjadi
“Tidak ada liabilitas pajak tangguhan berdasarkan kedua analisis tersebut”.

2. Tabel berikut berisi rangkuman beberapa penggunaan kata “maka” yang kurang tepat. Untuk itu, disarankan
tim konvergensi di IAI melihat kembali terjemahan dalam ED PSAK 46 dan terjemahan ED PSAK lainnya
maupun PSAK yang sudah disahkan. Komentar perbaikan kami sajikan pada tabel di bawah ini.

Halaman,
No Kalimat yang tertulis Kalimat seharusnya
Paragraf & baris
1. h.5 p.6 b.18 Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan Apabila manfaat ekonomi tersebut tidak akan
dikenakan pajak, maka dasar pengenaan pajak dikenakan pajak, dasar pengenaan pajak aset
aset tersebut sama dengan jumlah tercatat tersebut sama dengan jumlah tercatat aset.
aset.
2. h.6 p.6 b.18 dan Berdasarkan kedua analisis tersebut, maka Berdasarkan kedua analisis tersebut, tidak ada
b.25 tidak ada liabilitas pajak tangguhan. liabilitas pajak tangguhan.
3. h.6 p.7 b.32 Dalam hal pendapatan diterima dimuka, maka Dalam hal pendapatan diterima dimuka, dasar
dasar pengenaan pajak yang ditimbulkan pengenaan pajak yang ditimbulkan liabilitas
liabilitas tersebut merupakan jumlah tercatat tersebut merupakan jumlah tercatat liabilitas
liabilitas
4. h.8 p.9 b.7 Apabila dasar pengenaan pajak aset atau Apabila dasar pengenaan pajak aset atau
liabilitas tidak begitu jelas, maka dasar liabilitas tidak begitu jelas, dasar pengenaan
pengenaan pajak tersebut dapat ditentukan pajak tersebut dapat ditentukan menurut prinsip
menurut prinsip dasar yang digunakan pada dasar yang digunakan pada Pernyataan ini
Pernyataan ini
5. h.8 p.10 b.26 Dalam hal entitas melaporkan menggunakan Dalam hal entitas melaporkan menggunakan
SPT konsolidasi, maka dasar pengenaan pajak SPT konsolidasi, dasar pengenaan pajak
merujuk pada SPT Konsolidasi merujuk pada SPT Konsolidasi
6. h.9 p.11 b.1 Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk Apabila jumlah pajak yang telah dibayar untuk
periode kini dan periode-periode sebelumnya periode kini dan periode-periode sebelumnya
melebihi jumlah pajak yang terutang untuk melebihi jumlah pajak yang terutang untuk
5/8
Halaman,
No Kalimat yang tertulis Kalimat seharusnya
Paragraf & baris
periode-periode tersebut, maka selisihnya periode-periode tersebut, selisihnya diakui
diakui sebagai aset sebagai aset
7. h.9 p.13 b.9 Apabila kerugian pajak digunakan untuk Apabila kerugian pajak digunakan untuk
memulihkan pajak kini dari periode memulihkan pajak kini dari periode
sebelumnya, maka entitas mengakui manfaat sebelumnya, entitas mengakui manfaat
tersebut sebagai aset … tersebut sebagai aset …
8. h.9 p.14 b.30 Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak Namun, untuk perbedaan temporer kena pajak
terkait dengan investasi pada entitas anak, terkait dengan investasi pada entitas anak,
cabang dan entitas asosiasi, dan bagian cabang dan entitas asosiasi, dan bagian
partisipasi dalam ventura bersama, maka partisipasi dalam ventura bersama, maka
liabilitas pajak tangguhan harus diakui sesuai liabilitas pajak tangguhan harus diakui sesuai
dengan paragraf 40 dengan paragraf 40
9. h.10 p.15 b.30 Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, maka Untuk memulihkan jumlah tercatat 100, entitas
entitas harus memperoleh laba kena pajak harus memperoleh laba kena pajak sebesar
sebesar 100 100
10. h.11 p.16 b.17 …apabila penyusutan menurut pajak lebih …apabila penyusutan menurut pajak lebih
lambat dibanding penyusutan menurut lambat dibanding penyusutan menurut
akuntansi, maka timbul perbedaan temporer akuntansi, timbul perbedaan temporer dapat
dapat dikurangkan dalam penghitungan laba dikurangkan dalam penghitungan laba kena
kena pajak… pajak…
11. h.12 p.18 b.24 …apabila jumlah tercatat aset disesuaikan ke …apabila jumlah tercatat aset disesuaikan ke
nilai wajarnya tetapi dasar pengenaan pajak nilai wajarnya tetapi dasar pengenaan pajak
aset tersebut tetap sebesar harga perolehan aset tersebut tetap sebesar harga perolehan
sebelumnya, maka timbul perbedaan temporer sebelumnya, timbul perbedaan temporer yang
yang mengakibatkan timbulnya liabilitas pajak mengakibatkan timbulnya liabilitas pajak
tangguhan tangguhan
12. h.15 p.21 b.27 Jika entitas selanjutnya mengakui kerugian Jika entitas selanjutnya mengakui kerugian
penurunan Rp20 atas goodwill tersebut, maka penurunan Rp 20 atas goodwill tersebut,
jumlah perbedaan temporer kena pajak jumlah perbedaan temporer kena pajak
berkaitan pada goodwill berkurang dari Rp100 berkaitan pada goodwill berkurang dari Rp 100
menjadi Rp80 menjadi Rp 80
13. h.15 p.22 b.6 Apabila jumlah tercatat goodwill pada akhir Apabila jumlah tercatat goodwill pada akhir
tahun akuisisi tetap sebesar Rp100, maka tahun akuisisi tetap sebesar Rp100, perbedaan
perbedaan temporer kena pajak adalah Rp20 temporer kena pajak adalah Rp20 ditimbulkan
ditimbulkan pada akhir tahun tersebut pada akhir tahun tersebut
14. h.15 p.22 b.9 Karena perbedaan temporer kena pajak tidak Karena perbedaan temporer kena pajak tidak
terkait pada pengakuan awal goodwill, maka terkait pada pengakuan awal goodwill, hasil
hasil liabilitas pajak tangguhan diakui. liabilitas pajak tangguhan diakui.
15. h.15 p.23 b.31 apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik apabila transaksi tersebut mempengaruhi baik
laba akuntansi maupun laba kena pajak, maka laba akuntansi maupun laba kena pajak, entitas
entitas mengakui aset atau liabilitas pajak mengakui aset atau liabilitas pajak tangguhan
tangguhan dan mengakui beban atau dan mengakui beban atau penghasilan pajak
penghasilan pajak tangguhan dalam laporan tangguhan dalam laporan laba rugi …
laba rugi …
16. h.16 p.23 b.16 Selama entitas memulihkan jumlah tercatat Selama entitas memulihkan jumlah tercatat
aset, maka entitas akan menghasilkan aset, entitas akan menghasilkan penghasilan
penghasilan pajak sebesar 1.000 dan pajak sebesar 1.000 dan membayar pajak
membayar pajak sebesar 400 sebesar 400
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

3. Penggunaan kata penghubung “…mana…” yang tidak tepat dalam anak kalimat karena dalam tata bahasa
Indonesia tidak dikenal dengan kata penghubung “di mana” atau “yang mana”. Beberapa contoh
penggunaan kata penghubung yang kurang tepat terlihat pada tabel berikut:

6/8
Halaman,
No Kalimat yang tertulis Kalimat seharusnya
Paragraf & baris
1. h.27 p.50 b.37 Apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk Apabila tarif pajak yang berlaku berbeda untuk
tingkat laba kena pajak yang berbeda, maka tingkat laba kena pajak yang berbeda, aset dan
aset dan liabilitas pajak tangguhan diukur liabilitas pajak tangguhan diukur dengan tarif
dengan tarif pajak rata-rata yang diharapkan pajak rata-rata yang diharapkan terhadap laba
terhadap laba kena pajak (rugi pajak) pada kena pajak (rugi pajak) pada periode ketika
periode dimana perbedaan temporer perbedaan temporer diharapkan terpulihkan
diharapkan terpulihkan
2. h.40 p.79 b.7 entitas kena pajak berbeda yang bermaksud entitas kena pajak berbeda yang bermaksud
untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak kini untuk memulihkan aset dan liabilitas pajak kini
dengan dasar neto, atau merealisasikan aset dengan dasar neto, atau merealisasikan aset
dan menyelesaikan liabilitas secara dan menyelesaikan liabilitas secara
bersamaan, pada setiap periode masa depan bersamaan, pada setiap periode masa depan
yang mana jumlah signifikan atas aset atau ketika jumlah signifikan atas aset atau liabilitas
liabilitas pajak tangguhan diharapkan pajak tangguhan diharapkan diselesaikan atau
diselesaikan atau dipulihkan dipulihkan
3. h.40 p.81 b.26 Pada keadaan tersebut, jadwal rinci mungkin Pada keadaan tersebut, jadwal rinci mungkin
diperlukan untuk meyakinkan apakah liabilitas diperlukan untuk meyakinkan apakah liabilitas
pajak tangguhan dari satu entitas kena pajak pajak tangguhan dari satu entitas kena pajak
akan menghasilkan peningkatan pembayaran akan menghasilkan peningkatan pembayaran
pajak pada periode yang sama dimana aset pajak pada periode yang sama ketika aset
pajak tangguhan dari entitas kena pajak pajak tangguhan dari entitas kena pajak lainnya
lainnya akan menghasilkan pengurangan akan menghasilkan pengurangan pembayaran
pembayaran pajak oleh entitas kena pajak pajak oleh entitas kena pajak kedua.
kedua.
4. h.43 p.87 b.38 jika suatu kombinasi bisnis di mana entitas jumlah perubahan aset pajak tangguhan yang
adalah pihak pengakuisisi yang menyebabkan terjadi dalam suatu kombinasi bisnis jika
perubahan pada jumlah diakui untuk aset pajak kombinasi bisnis yang entitas menjadi pihak
tangguhan praakuisisi (lihat paragraf 71), pengakuisisinya tersebut menyebabkan
jumlah perubahan tersebut perubahan pada jumlah diakui untuk aset pajak
tangguhan praakuisisi (lihat paragraf 71),

Versi IAS 12:


if a business combination in which the entity is
the acquirer causes a change in the amount
recognised for its pre-acquisition deferred tax
asset (see paragraph 67), the amount of that
change (lihat p.81 IAS 12)

Penjelasan:
Yang perlu diungkapkan secara terpisah adalah
jumlah perubahan aset pajak tangguhan yang
terjadi dalam suatu bisnis kombinasi jika entitas
menjadi pengakuisisinya.
5. h.44 p.88 b.17 entitas telah mengalami kerugian pada periode entitas telah mengalami kerugian pada periode
kini atau periode sebelumnya dimana aset kini atau periode sebelumnya yang aset pajak
pajak tangguhan terkait. tangguhan terkait dengan periode tersebut

Versi IAS 12:


the entity has suffered a loss in either the
current or preceding period in the tax
jurisdiction to which the deferred tax asset
relates (p.82)
6. h.45 p.91 b.6 Seringkali, tarif yang sangat berguna adalah Seringkali, tarif yang sangat berguna adalah
tarif pajak domestik di negara di mana entitas tarif pajak domestik di negara tempat entitas
berdomisili berdomisili
7. h.47 p.95 b.26 Contoh kasusnya di mana entitas memiliki Contoh kasusnya adalah entitas yang memiliki
entitas anak di luar negeri dalam jumlah entitas anak di luar negeri dalam jumlah
banyak. banyak.
7/8
Halaman,
No Kalimat yang tertulis Kalimat seharusnya
Paragraf & baris
8. h.48 p.97 b.26 Hal yang sama juga terjadi, di mana Hal yang sama juga terjadi, ketika perubahan
perubahan pada tarif pajak atau peraturan pada tarif pajak atau peraturan pajak
pajak ditetapkan atau diumumkan setelah ditetapkan atau diumumkan setelah periode
periode pelaporan, maka entitas pelaporan, entitas mengungkapkan adanya
mengungkapkan adanya dampak signifikan … dampak signifikan …
9. h.52 p.01 b.12 Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat Pihak peminjam mencatat pinjaman pada saat
pendapatan diterima (yang mana setara pendapatan diterima (yang setara dengan
dengan jumlah pada saat jatuh tempo) jumlah pada saat jatuh tempo) dikurangi biaya
dikurangi biaya transaksi transaksi
Ket: h. = halaman; p. = paragraf; dan b. = baris

4. Penggunaan kata depan “di” pada “dimuka” seharusnya terpisah sehingga tertulis “di muka”. Ini karena kata
“di” pada kata tersebut bukan merupakan awalan, tapi kata depan. Lihat paragraf 07, 101, dan 102.

Komentar di atas adalah bertujuan untuk lebih menyempurnakan ED PSAK 46 (Revisi 2010), namun alangkah
baiknya bila hal ini dikonsultansikan dengan pihak yang lebih memahami masalah penggunaan bahasa
Indonesia.

Penutup

Jakarta, 26 Oktober 2010

Disampaikan oleh,
Pengurus Pusat IKPI

8/8

Anda mungkin juga menyukai