Disusun Oleh :
Sidoarjo
2015
I. PENDAHULUAN
Mutu pelayanan farmasi bergeser paradigma yang berawal dari drug oriented menjadi
pasient oriented yang berorientasi pada Pharmaceutical Care/ Asuhan Kefarmasian karena
tuntutan pasien dan masyarakat. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian
yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Diharapkan dengan adanya pelayanan farmasi klinik
peran serta Apoteker dapat maksimal bagi kepentingan pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan
lain, dan masyarakat pada umumnya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Pelaksanaan farmasi klinik secara menyeluruh dalam
...................................
1.2.2 Tujuan Khusus
Dalam kegiatan UDD yang kami lakukan saat ini belum memenuhi seluruh pavilion
rawat inap, kegiatan hanya berbatas di arofah yakni kelas VIP saja dimana kami menyiapkan
obat oral yang persentasenya jauh lebih besar dari obat injeksi, penyiapan obat oral siang,
malam dan pagi untuk keesokan harinya. Tidak dapat dilakukan merata diseluruh rawat inap
karenakan tenaga masih kurang, sehingga terjadi ketidaksamarataan pelayanan rawat inap.
Bila terlaksana disemua ruangan maka akan mengefektifkan penggunaan obat, ADR,
efesiensi jumlah obat atau stock di ruangan, mengurangi jumlah retur obat.
Dalam pelaksanaan UDD disertai juga pengamatan ke ruangan pasien dan penulisan
dalam lembar asuhan kefarmasihan sehingga dapat dilihat efektifitas kerja obat melalui data
lab atau data lab vital pasien. Serta edukasi obat saat pemberian obat ke pasien yang
dilaksanakan saat shift siang,karena petugas hanya ada pada shift pagi sampai dengan sore,
untuk penyerahan malam, dan keseokkan paginya dilakukan serah terima oleh perawat dari
farmasi.
Proses Rekonsiliasi dilaksanankan di ruangan pav arofah, multazam, mina dan shofmar,
dimana obat yang dibawa pasien baik dari dalam rumah sakit kita (rawat jalan dan UGD)
atau dari luar misalnya puskesmas, Rumah sakit lain, klinik,atau bawa dari rumah beli sendiri
akan dikelolah oleh farmasi bersama perawat sehingga bila dokter rumah sakit meresepkan
obat yang ternyata sama dengan obat yang dibawa pasien, jadi obat tersebut dapat diteruskan,
bilamana kurang maka akan dikonfirmasikan ke pasien, sedangkan bila stop obat aka
disimpan dan dikembalikan dengan pasien saat pulang rumah sakit. Dalam proses
rekonsiliasi dirasa kurang maksimal dikarenakan tidak bersamaan dengan pelaksanaan udd
pasien, sehingga hanya terasa efektif bila di pav arofah, kami hanya bisa melakukan
pemastian obat rekonsiliasi bila diteruskan dari lembar jadwal pemberian obat bila ada obat
di jadwal sama dengan obat rekonsiliasi pasien maka obat yang diresepkan kita returkan, dan
kita juga tuliskan riwayat obat dalam lembar medis terintegrasi pasien. Obat rekonsiliasi
yang selama ii dilanjutkan adalah yang dengan riwayat penyakit TBC atau obat yang kosong
di rumah sakit tapi terdapat pada rekonsiliasi pasien misalnya asam folat 1 mg, codein 10 mg,
yang kosong diakibatkan kosong distributor. Selain itu terdapat obat rekonsiliasi yang tidak
dikembalikan oleh pasien saat KRS setelah dikonfirmasi kadang terlupa memberikan oleh
petugas setempat, sehingga kami sarankan lebih baik lagi bila ada konsultasi obat saat pasien
KRS oleh tenaga apoteker ,tetapi kendalanya adalah belum adanya jadwal tetap pasien
pulang dan kurangnya tenaga apoteker yang bertugas dirawat inap.
Karena belum seluruhnya rawat inap yang kami lakukan rekoniliasi obat, sedangkan
rekonsiliasi seharusnya dilakukan untuk seluruh pasien rawat inap, dalam waktu dekat ini
kami akan melakukan rekonsiliasi ke semua ruangan rawat inap.
Dari 45 pasien yang mendapakan terapi anti biotic, sebanyak 26,67% tidak
sesuai penggunaannya hal ini diakibatkan tidak sesuainya terapi Ab yang diberikan
dengan diagnosa pasien, tidak adanya kultur bakteri untuk penggunaan antibiotic kuat
semisal Meropenem,, kurang tepatnya kombinasi Ab yang digunakan.
1. DIAGNOSIS KLINIS
2. DIAGNOSIS BAKTERIOLOGIS
3. FAKTOR FARMAKOKINETIK
4. FAKTOR PENDERITA
• Bila terdapat perforasi usus, pecahnya apendix, jaringan necrosis yang luas,
keadaan dimana kontaminasi bakteri meningkat
3.1 Kesimpulan
Saat ini pelaksanaan farmasi klinis rawat inap belum optimal, dikarenakan
kurangnya tenaga sebagai pelaksana Pelayanan Rawat inap, sehingga pelaksanaan
Udd untuk seluruh paviliun tidak dapat dilaksanakan, obat rekonsiliasi juga
kurang optimal dalam penggunaan karena tidak dapat memantau penggunaan obat
di ruangan, jumlah stok obat ruangan juga tidak terkontrol dikarenakan tenaga
kami yang harusnya melakukan control tidak tersedia cukup.
3.2 Saran