Anda di halaman 1dari 12

TUTORIAL 15 APRIL , 2019

KEJANG DEMAM SEDERHANA DENGAN OTITIS MEDIA

Nama : Ni Kadek Widiadnyani


No. Stambuk : N 111 18 065
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019

1
KASUS TUTORIAL
Pasien bayi laki-laki dengan usia 7 bulan masuk rumah sakit dengan
keluhan utama demam 2 hari yang lalu, demam terus menerus, demam tinggi
disertai dengan kejang sebanyak 1 kali dengan durasi < 2 menit , sehabis kejang
pasien langsung menangis, batuk (+) berdahak (-) dan flu (+) 2 hari yang lalu,
pasien juga mengeluhkan keluar cairan berwarna kuning keruh,agak kental dari
bagian telinga kanan sejak 1 hari yang lalu, pasie sering menarik-narik daun telinga,
mual (-), muntah (-),BAK (+) dan BAB (+) lancar.
Sebelumnya pasien belum pernah mengeluhkan sakit yang sama seperti
yang dirasakan sekarang. Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan yang sama seperti yang dirasakan pasien saat ini. Riwayat kehamilan dan
persalinan pasien lahir normal, langsung menangis, berat badan lahir 3000gr,
dibantu oleh seorang dokter dan bidan. Usia 0-7 bulan pasien mengkonsumsi ASI ,
riwayat imunisasi lengkap.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien yaitu sakit
sedang, kesadaran composmentis dan status gizi sedang. Tanda-tanda vital
didapatkan, denyut nadi 130 kali/menit, suhu 39,00 C dan respirasi sebanyak 30
kali/menit. Pada pemeriksaan kulit ,turgor kulit kembali dengan cepat,bentuk
kepala normocepal, pada pemeriksaan mata cekung (-),ikterik (-), anemia (-),
hidung rhinorea (-), tlingan otorhea (+), mulut kering (-), sianois (-), lidah kotor (-
),pada pemeriksaan leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Pada pemeriksaan thorax nampak pergerakan dada simetris bilateral (+/+),
retraksi dinding dada (-/-), vocal vremitus kanan dan kiri (+/+) dan sonor (+/+),
bronkovesikuler (+/+), bunyi jantung I/II murni (+) reguler (+). Pada pemeriksaan
abdomen tampak datar, peristaltik usus (-), timpani pada seluruh regio a bdomen
(+), nyeri tekan abdomen (-).
Dari hasil laboratorium didapatkan :
- Wbc : 21,17 x 103 /ul
- Rbc : 4,08 x 106/ul
- Hgb : 9,2 g/dl
- Hct : 29,6 %
- Plt : 605 x 103/ul
Diagnosa kerja
- Kejang demam sederhana + Otitis media
Terapi
- IVFD RL 8 tt/m
- Cefadroxyl syr 2x ½ cth

2
- Paracetamol syr 4x 3/4
- Stesolit rectal 5 mg bilang kejang
- GG 25 mg + ctm 0,7 mg (3x1)
- Pemasangan tampon telinga (konsul tht)

3
PEMBAHASAN

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada suhu rektal diatas
38 C yang disebabkan oleh proses ekstrakranial tanpa adanya gangguan elektrolit
atau riwayat kejang tanpa demam sebelumnya, umumnya terjadi pada usia 6 bulan
sampai 5 tahun dan setelah kejang pasien sadar1.

Kejang demam sederhana (simple febrile seizure), dikatakan kejang demam


sederhana apabila memenuhi : Kejang demam yang berlangsung singkat (<15
menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam
waktu 24 jam, kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam, sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung <5 menit dan
berhenti sendiri3.

Kejang demam kompleks,Kejang demam dengan salah 1 ciri berikut:


Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial ,
Kejang yang berlangsung >15 menit atau kejang berulang >2 x dan di antara
bangkitan kejang anak tidak sadar, kejang lama terjadi pada 8% kejang demam,
Kejang >2x dalam 1 hari, dan diantara 2 bangkitan kejang anak sadar, kejang
berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam3.

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel- sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis non supuratif,
selain itu juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa,
otitis media sifilitika. Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah
dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Otitis media akut
bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak
terutama usia 3 bulan – 3 tahun sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran
napas atas (ISPA). Secara umum gejala anak dengan otitis media akut, yaitu nyeri
telinga, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran,demam, sulit
makan, mual dan muntah, riwayat menarik-narik daun telinga pada bayi7.

4
Berdasarkan hasil anamnesis,pasien mengeluhkan demam 2 hari yang lalu,
demam terus menerus, demam tinggi disertai dengan kejang sebanyak 1 kali dengan
durasi < 2 menit , sehabis kejang pasien langsung menangis. Dari beberapa keluhan
telah terpenuhi gejala kejang demam sederhana pada penderita.

Berdasarkan hasil anamnesis pasien juga menegluhkan keluarnya cairan


berwarna kuning keruh, kental, dari telinga bagian kanan sejak 1 hari yang lalu,
pasien sering menarik-narik daun telinga. Dari beberapa keluhan telah terpenuhi
gejala otitis media akut / otitis media supuratif akut pada pasien.

Etiologi dari kejang demam sendiri dapat disebabkan oleh Infeksi (infeksi
saluran napas atas (ISPA) Infeksi intrakranial, meningitis, ensefalitis, shigellosis)
Keracunan (Alkohol, teofilin , Kokain ) penyebab lain seperti , ensefalopati
hipertensi , tumor otak, perdarahan intrakranial, idiopatik2.
Otitis media akut sering terjadi akibat infeksi bakteri bisanya streptococcus
pneumoniae,haemophilus influenza atau staphylococcus aureus. Otitis media kaut
juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus. Otitis media akut terjadi ketika tuba
eustachius yang secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke tenggorokan
menjadi tersumbat atau penuh sehingga menyebabkan penimbunan sekresi telinga
tengah dan cairan. Ketika tuba eustachius terbuka kembali, tekanan ditelinga yang
mengalami kongesti tersebut dapat menarik sekresi hidung yang terkontaminasi di
faring dan nasofaring melalui tuba eustachius untuk masuk ke telinga tengah
sehingga terjadi infeksi, eksudat purulen yang ada dalam telinga tengah dan
mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

Faktor resiko terjadinya kejang demam pertama yaitu riwayat kejang


demam pada keluarga, problem disaat neonatus, perkembangan terlambat, anak
dalam perawatan khusus, kadar natrium serum yang rendah, dan temperatur tubuh
yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam bila ada 2 atau lebih
faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30%4. Faktor Risiko
Kejang demam Berulang Kemungkinan berulangnya kejang demam tergantung
faktor risiko : adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12
bulan, temperatur yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang setelah demam. Bila

5
seluruh faktor risiko ada, kemungkinan 80 % terjadi kejang demam berulang. Jika
hanya terdapat satu faktor risiko hanya 10 – 20 % kemungkinan terjadinya kejang
demam berulang4.

Pada Anak yang sedang mengalami kejang, anak dimiringkan agar jangan
terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka,
agar suplai oksigen tetap terjamin, bila perlu diberikan oksigen. Fungsi vital,
keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu diikuti dengan seksama. Suhu
yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres dan pemberian antipietik.
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam, dengan dosis
intravena 0,3 – 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau
dalam waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Dirumah, orang tua dapat
menggunakan diazepam rektal ( Level II, - 2, Level II-3, rekomendasi B ) dengan
dosis 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7.5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun5.

- Bila kejang belum berhenti, diulang dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit .B
- bila masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat
diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg.
- Bila kejang belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 20 mg/kg/kali kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya 4 – 8 mg /kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal.
- Bila kejang belum berhenti, pasien dirawat diruang rawat intensif.Bila
kejang telah berhenti, harus ditentukan apakah perlu pengobatan
profilaksisatau tidak tergantung jenis kejang demam dan faktor risiko yang
ada pada anak tersebut.

Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang Pencegahan


kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga dan bila

6
berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.Terdapat 2
cara profilaksis, yaitu :

a. Profilaksis intermittent pada waktu demam

Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera


diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat
harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak.2,3 Antipiretik saja dan
fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Rosman dkk, meneliti
bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang dan bila
diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat.
Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah
5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB
perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5 C.
Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotoni5.

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari

Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:

a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau


gangguan perkembangan neurologis.
b. Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang
tua atau saudara kandung.
c. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokalatau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap.
d. Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau
terjadi kejang multipel dalam satu episode demam5.

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2


tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama
1 – 2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk
mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah
timbulnya epilepsi di kemudian hari3. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg

7
BB perhari dalam 2 dosis dan akan mencapai kadar terapeutik dalam2-3
minggu. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan
agresif ditemukan pada 30–50 % kasus. Penggunaan feobarbital pada anak-
anak dapat menyebabkan hiperaktivitas Efek samping fenobarbital dapat
dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah
asam valproat dosis penggunaan asam valproat 15-20 mg/kg/hari dalam 2-
4 dosis untuk mencpai kadar terapeutik (40-150 mikrogram/ml) dalam 1-4
hari, efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%),
termasuk mual, muntah, anorexia, dan peningatan berat badan. Penggunaan
asam valproat dengan fenitoin secara bersamaan dapat meningkatkan kadar
fenobarbital dan dapat mempengaruhi efek sedasi yang dihasilkan,
sedangkan kombinasi asam valproat dengan aspirin akan meningkatkan
kadar asam valproat5.

Pemeriksaan penunjang :

a. Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam
o Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi
misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah
b. Fungsi lumbal
a. Pemeriksaan LCS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis
b. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan LP tidak
dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami
kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik
Indikasi pungsi lumbal:
o Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
o Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis

8
o Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik, dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
c. Elektroensefalografi (EEG), bila terdapat Indikasi
o Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam,
KECUALI apabila bangkitan bersifat fokal
o EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya
fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut
d. Pencitraan
o Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana
o Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti
kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis atau
paresis nervus kranialis6.

Penatalaksanaan otitis media supuratif akut, standar terapi pada otitis media
supuratif akut mengharuskan pasien yang didiagnosis menderita suatu infeksi
telinga tengah akut harus mendapatkan terapi antimikroba selama 10-14 hari.
Terapi dimulai berdasarkan empiris dengan tujuan memberantas bakteri yang
dijumpai pada OMSA7.

Terapi standar permulaan suatu OMSA adalah amoksisilin, 40 mg/kgBB


dalam 24 jam dibagi dalam 3 dosis atau ampisislin 50-100 mg/kgBB dalam 24 jam
dibagi dalam 4 dosis minimal selama 10 hari. Apa pasien yang alergi penisilin,
kombinasi eritromisin 40 mg/kgBB dalam 24 jam dan sulfisoksazol 120 mg/kgBB
dalam 24 jam dibagi dalam 4 dosis dapat digunakan dan sama efektifnya dengan
amoksisilin7.

Kebanyakan pasien yang menerima terapi antibiotika untuk OMSA akan


menunjukan perbaikan yang signifikan dalam waktu 48 jam. Timpanosintesis untuk
kultur bakteri dan tindakan miringotomi dapat dilakukan pada penderita yang tidak
mengalami perbaikan setelah 48 jam terapi antibiotika empiris. Penderita sebaiknya

9
diperiksa ulang selama mendapatkan terapi untuk memastikan keefektifan obat
yang diberikan7.

Tampon (pack/wick) kasa diolesi/direndam dalam cream steroid/ antibiotik


atau gliserin (tradisionil dengan ikhtamol) dimasukan kedalam liang telinga akan
mengurangi rasa sakit dan mengurangi bengkak, tampon diganti sampai lesi
kering7.

Pemeriksaan penunjang:

a. Otoskop pneumatik untuk melihat membran timpani yang penuh,bengkak


dan tidak tembus cahaya dengan kerusakan mobilitas.
b. Kultur cairan melalui membran timpani yang pecah untuk mengetahui
organisme penyebab.
c. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane
timpani7.

Otitis media akut sembuh bila tidak ada lagi cairan di kavum timpani dan
fungsi tuba eustakius sudah normal(cek dengan timpanometer). Kesembuhan yang
tidak sempurna, dapat menyebabkan berulangnya penyakit atau meninggalkan
otitis media efusi kronis dengan ketulian ringan sampai berat7.

Beberapa hal dalam upaya mencegah dan menghadapi kejang demam.

- Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
- Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5
mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai
alternatif dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
- Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
- Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian
sebaiknya dibatasi sampai 6 – 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar
fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga dipantau
keadaan tingkah laku dan psikologis anak6.

10
prognosis

Kecacatan atau kelainan neurologis


o Secara umum sangat baik
o Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan
o Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal
o Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau
kejang berulang, baik umum maupun fokal
o Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory
pada anak yang mengalami kejang lama
o Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang
berpotensi menjadi kejang lama6.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan


terjadinya kejang demam berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai
Penerbit FK-USU, 2015:1–44.
2. Melda Deliana. 2012. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari
Pediatri, Vol. 4, No. 2, 15 april 2019: 59 – 62
3. Dewanti A, Widjaja JA, Tjandrajani A, Burhany AA. Kejang demam
dan faktor yang mempengaruhi rekurensi. Sari Pediatri. 2012; 14(1): 57
– 61.
4. Widodo DP. Konsensus tatalaksana kejang demam. Dalam Gunardi H,
Tehuteru ES, Kurniati N, Advani N, Setyanto Db, Wulandari HF, et al,
Penyunting. Kumpulan tips pediatri. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2011. h. 193-203.
5. Ismet. 2017. Kejang Demam Febrile Seizure. http://jkm.fk.unri.ac.id
6. Winifred Karema, Gunawan Dimas P, dkk .'Gambaran Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Tentang Epilepsi Di Kelurahan Mahena
Kecamatan Tahuna Kabupaten Sangihe'. Manado: Universitas Sam
Ratulangi, 2016.
7. Husni teuku. 2011. Hubungan infeksi saluran pernapasan akut dengan
otitis media akut pada anak di bawah lima tahun di puskesmas kuta alam
kota banda aceh. Jurnal kedokteran syah kuala volume 11 nomor 3.3
desember 2011.

12

Anda mungkin juga menyukai