Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada program S-1
Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran
Disusun oleh:
DHIKA DEWANTARA
270110140090
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Pembimbing Pendamping
Pembimbing Utama,
Mengetahui,
Ketua Program Studi Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran,
Dr. Eng. H. Boy Yoseph Cahya Sunan Sakti Syah Alam, ST., MT.
NIP. 197310231998021
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya untuk Allah SWT rabb pencipta alam semesta alam, karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya lah Laporan Pemetaan Geologi Lanjut dengan judul
“GEOLOGI DAERAH BUNIGEULIS DAN SEKITARNYA, KECAMATAN HANTARA,
KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salamm semoga senantiasa tercurah bagi suri tauladan umat manusia
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kita semua pengikut seruannya.
Pemetaan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran mengenai studi
geologi dilapangan yang dilakukan dengan mengintegrasikan data lapangan dan hasil
analisis di studio maupun di laboratorium. Hal ini sangat penting terutama sebagai
modal awal bagi mahasiswa geoologi sebelum melangkah ke jenjang karir selanjutnya.
Saya mengucapkan terima kasih terutama kepada kedua orang tua Bapak dan Ibu
tercinta atas curahan doa dan kasih sayang yang terus menerus diberikan. Ucapan
terimakasih juga di sampaikan kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Vijaya Isnaniawardhani, M.T., Selaku Dekan Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran. Dan Bapak Dr. Eng. Boy Yoseph Cahya Sunan Syah
Alam, S.T., M.T., Selaku Ketua Program Studi S1 Teknik Geologi Universitas
Padjadjaran.
2. Bapak Bombom Rachmat Suganda ST.,MT. Selaku Pembimbing Satu dan Bapak
Dr. Cipta Endayana S.T,.M.T Selaku Pembimbing Dua yang telah membimbing
3. Seluruh dosen Fakultas Teknik Geologi, Staf Tata Usaha, Staf Akademik, Staf
i
5. Keluarga Tercinta, Ibu Aprilinda, Bapak Kolman ki Agung, dan Kakak Kandung
Raka, Benyamin Perwira, Dio Maghfi, Ferry Fandrian, Luthfi Zulkifli, M. Adinur
Patra, Achmad Raka, Riandi W, dan Rizki Satria atas dukungan moril, hiburan
7. Saudara Aditya Kusuma, Patra Pangestu, dan Muhammad Ghiffari yang telah
8. Widyatri Pusparini yang telah memberikan dukungan moril dan menjadi tempat
9. Saudara/Saudari HMG angkatan 2014, Tor Wator Angkatan 2014, Naufal Dhia
dan Dwirizky Fazarullah, Fakultas Teknik Geologi yang telah banyak membantu
telah merelakan waktunya menjadi panitia pemetaan geologi lanjut kali ini.
10. Seluruh individu maupun kelompok yang tidak bisa disebutkan, terimakasih atas
Dhika Dewantara
270110140090
ii
ABSTRAK
Daerah penelitian secara geografis terletak pada koordinat 108° 33' 30" BT - 108° 36' 00"
BT dan 6° 53' 00" LS - 6° 56' 00" LS dan secara administratif daerah penelitian ini masuk
kedalam lima Desa yaitu Desa Bunigeulis, Desa Kalimati, Desa Suganangan dan Desa
Sukadana yang masuk kedalam Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan, dan Desa
Sedong yang termasuk kedalam Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa
Barat. Daerah penelitian ini termasuk kedalam Peta RBI Lembar Ciawigebang (Lembar
No. 1309-211) dengan luas kurang lebih 25 km2.
Berdasarkan morfografi, morfometri, dan morfogenetik, geomorfologi daerah penelitian
dibagi menjadi tiga satuan, yaitu Satuan Datara Rendah Denudasional Sedimen Agak
Landai, Satuan Dataran Rendah Vulkanik Landai sampai Curam, dan Satuan Perbukitan
Rendah Vulkanik Landai sampai Curam. Berdasarkan karakteristik litologi, daerah
penelitian dari tua ke muda tersusun oleh Satuan Batulempung (Tmbl), Satuan Brekvsi
Vulkanik (Qbv), dan Satuan Tuff (Qt).
Sejarah geologi pada daerah penelitian dimulai dari Kala Miosen Akhir dimana terjadi
genang laut yang cukup tinggi sehingga membentuk lingkungan laut dalam (batial) dan
terendapan satuan batuanlempung (Tmbl).Lalu pada Holocen aktivitas vulkanik kembali
aktif hal ini menyebabkannya terendapkan dua satuan pada daerah penelitian,yaitu
satuan Breksi Vulkanik (Qbv) dan satuan Tuff (Qt). Proses eksogen yang terus
berlangsung sampai masa sekarang mengubah rupa bumi sehingga menjadi seperti
sekarang yang kita tahu.
Sumber daya geologi yang berpotensi berupa endapan alluvium sebagai bahan dasar
bangunan. Potensi kebencanaan yang mungkin terjadi adalah pergerakaan tanah.
iii
ABSTRACT
The research area is about 25 km2 geographicaly llies in the coordinate 108° 33' 30" BT -
108° 36' 00" BT and 6° 53' 00" LS - 6° 56' 00" LS and by administrative located in 5
different villages, Bunigeulis village,Suganangan Village, Sukadana Village, and Kalimati
Village which are include in Hantara Subdistrict,Kuningan District, and lastly Sedong
Village which is include in Sedong Subdistrict, Cirebon District, West Java Province.This
research area was part of digital map of Indonesia sheet number 1309-211 Ciawigebang
Sheet.
Geological history of research area was started on late Miocene, when the sea level was
high enough for forming bathyal zone and deposit limestone.Then as the time goes the
sea level slowly decreased as the environment became land,and the volcanic activity
started growing,then when the volcanic mountain erupted it made a breccia volcanic
depost and a tuff deposit.As the time goes eksogen process such as weathering and
erotion made the earth from as we know like today
Geological resources in this area is Alluvium deposit as a building material and potential
geological hazard in this area is landslide.
iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
ABSTRACT ........................................................................................................................... iv
1 BAB I ............................................................................................................................ 1
2 BAB II ......................................................................................................................... 28
4. BAB IV ........................................................................................................................ 70
vi
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 72
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 74
vii
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Diagram Alur Penelitian ............................................................................... 24
Gambar 2.1 Pembagian fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949). ............................ 28
Gambar 2.2 Peta Regional Lokasi Penelitian dan Kolom Stratigrafi ( Cipi Armandita, 2009.
modifikasi dari Kastowo dan Suwarna)............................................................................. 33
Gambar 2.3 Sistem sesar mendatar di Pulau Jawa berdasarkan konsep sesar ulir
(Wrenching Tectonic Conceps) dari Situmorang (1976). .................................................. 36
Gambar 3.1 Morfografi ketinggian daerah penelitian (ketinggian dalam mdpl) .............. 41
Gambar 3.2 Kelurusan punggungan pada peta DEM dan diagram roset kelurusan
punggungan ....................................................................................................................... 42
Gambar 3.8 Foto Singkapan Satuan Batulempung. (A) Singkapan batulempung masif
pada stasiun AE 19. (B) Foto dekat singkapan batulempung massif pada stasiun AE 19 56
Gambar 3.9 (A) Foto singkapan satupasir pada stasiun AE 18. (B) Foto dekat singkapan
batupasir pada stasiun AE 18 ............................................................................................ 58
Gambar 3.10 Foto singkapan satuan tuf pada stasiun AE-15 (A) Foto dekat singkapan
satuan tuff pada stasiun AE 15 .......................................................................................... 61
Gambar 3.11 Foto Singkapan Satuan Breksi Vulkanik pada stasiun AE 24 (A) Foto dekat
Singkapan Satuan Breksi Vulkanik pada Stasiun AE 24. ................................................. 65
ix
Daftar Table
Table 1.1 Pola Pengaliran Dasar dan Karakteristiknya (Howard, 1967) .......................... 15
Table 1.2 Pola Pengaliran Modifikasi dan Karakteristiknya (Howard, 1967) .................. 16
Table 1.3 Hubungan Kelas Relief dengan Kemiringan Lereng (Van Zuidam, 1985) ....... 17
Table 1.4 Simbol Satuan Geomorfologi Berdasarkan Aspek Genetik (Van Zuidam, 1985)
.......................................................................................................................................... 19
Table 3.2 Kisaran umur relatif berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera planktonik
pada stasiun AE 19............................................................................................................ 57
Table 3.3 Zona Batimetri berdasarkan keterdapatan foraminifera bentonik pada sampel
stasiun AE 19 .................................................................................................................... 58
x
1 BAB I
PENDAHULUAN
hingga berubah menjadi material yang lainnya. Ilmu geologi ini secara umum
dan lain sebagainya. Cabang ilmu tersebut pada dasarnya terbagi menjadi dua, ada
yang bersifat teoritis dan ada juga yang bersifat terapan yang nantinya dapat
kehidupannya.
Geologi suatu daerah biasanya akan berbeda dengan daerah yang lainnya,
oleh karena itu pemetaan geologi diperlukan untuk mengetahui geologi suatu
daerah baik itu dari aspek litologi, struktur geologi, stratigrafi, hingga akhirnya
dapat mengetahui sejarah geologi dari daerah penelitian tersebut. Hasil dari
pemetaan geologi ini nantinya dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi yang
ada pada suatu daerah baik itu potensi kebencanaan maupun potensi ekonomi
Lokasi penelitian kali ini melingkupi tiga desa yang berada di Kabupaten
Kalimati, Desa Sukadana, dan Desa Sedong. Jika dilihat berdasarkan Peta
Geologi, ketiga desa ini termasuk kedalam Lembar Cirebon (Silitonga, P.H., Masria
and Suwarna, N., 1996) yang memiliki litologi beragam mulai dari Endapan
1
Vulkanik berupa Breksi dan tuff, serta ada juga batuan sedimen berupa batupasir
dan batulempung .
geologi baik itu aspek-aspeknya dan juga mengetahui potensi yang ada di daerah
penelitian, sehingga hasil dari pemetaan geologi ini nantinya dapat dipergunakan
sebagai berikut:
penelitian?
penelitian?
2
struktur geologi, dan aspek lainnya yang nantinya dapat digunakan masyarakat
resmi yang nantinya dapat dibandingkan dengan satuan batuan resmi yang
telah ada.
masyarakat sekitar.
3
1.3 Metode Penelitian
yang tersingkap baik itu di tepi sungai, dasar sungai, tebing, dan juga tepi jalan.
Fenomena geologi yang ada ini nantinya di deskripsikan secara detail menjadi
data-data yang dikumpulkan untuk nantinya dapat dianalisis lebih lanjut hingga
Adapun secara rinci objek dalam pemetaan geologi ini antara lain:
perkembangannya.
4
1.3.2 Alat-alat dan Perlengkapan
antara lain:
1. Peta Dasar dengan skala 12.500, Peta Dasar ini didapatkan dari penyalinan
Ciawigebang.
5. Pita Ukur, digunakan untuk mengukur jarak atau juga mengukur ketebalan
ditemukan dilapangan.
7. Lup, digunakan untuk memperbesar objek yang kecil seperti mineral, fosil,
batuan.
5
10. Plastik Sampel, digunakan untuk membungkus contoh batuan yang telah
kenampakan geomorfologi.
12. Tas Lapangan, digunakan untuk membawa seluruh peralatan lapangan dan
mencatat.
ditemukan dilapangan.
warna.
Peta Dasar.
peta.
tidak rata.
6
1.3.2.2 Perlengkapan Laboratorium
didalam batuan, dan laboratorium petrologi untuk mengetahui jenis batuan hasil
1. Alat Tulis
3. NaOH (3 - 4 butir)
6. Label
7. Oven Pemanas
8. Kantong sampel
10. Preparat
11. Mikroskop
1. Alat Tulis
2. Mikroskop
3. Lembar Deskripsi
7
1.3.3 Langkah - Langkah Penelitian
Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini meliputi lima tahapan, yaitu :
1. Tahap Persiapan
mengenai daerah pemetaan yang berasal dari berbagai sumber referensi beserta
daerah penelitian. Adapun secara lebih jelas tahap persiapan ini meliputi hal-hal
sebagai berikut:
2. Pembuatan Peta Dasar dengan cara digitasi atau penyalinan Peta Rupa
8
3. Perizinan dilakukan dengan membuat surat perizinan mulai dari
Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah metode orientasi
(Global Positioning System). Metode ini merupakan metode dengan cara menarik
garis-garis terarah dari suatu titik pengamtan terhadap suatu objek yang dapat
dikenali di peta atau juga dapat dilakukan dengan mencocokkan bentang alam di
yaitu:
1. Pengamatan litologi batuan baik itu jenis serta karakteristik fisik dari
9
2. Pengamatan terhadap indikasi yang dapat menunjukkan adanya perubahan
dengan jenis batuan yang ditemukan kedalam Peta Dasar yang telah disiapkan
sebelumnya.
menjadi dua yaitu analisis paleontologi dan analisis petrografi, berikut adalah
kandungan fosil pada sampel batuan yang nantinya digunakan untuk mengetahui
umur relatif dari sampel serta lingkungan pengendapan dari sampel tersebut.
10
2. Selanjutnya masukkan 30% dan tiga sampai empat butir NaOH lalu
hingga sampel terpisah sesuai ukuran butir dari saringan tersebut, hasil
pisahkan fosil yang ditemukan dari sedimen, lalu fosil yang telah
atau dapat juga menggunakan kunci identifikasi (Tange chart, Blow 1969,
berikut:
11
4. kemudian hasil presentasi tersebut dimasukkan kedalam diagram klasifikasi
batuan baik itu klasifikasi batuan sedimen menurut Pettijohn (1975), Travis
(1955), dan batugamping menurut Dunham (1962), serta Folks (1959). Sehingga
daerah penelitian.
1.3.4.1.1.1 Morfografi
baik itu dataran, perbukitan, pegunungan, atau juga gunungapi, adapun selain hal
tersebut ada pula aspek lain dari morfografi seperti pola pengaliran, bentuk
lembah dan lain sebagainya. Aspek morfografi ini dapat dikenali di lapangan
dengan cara melihat secara langsung kondisi topografi dilapangan, bisa juga
melalui Peta Topografi dengan melihat kerapatan kontur pada peta, nantinya
pengamatan tersebut dapat dianalisis baik itu kemiringan lereng dan indikasi
12
hal ini juga dapat mengindikasikan adanya kegiatan tektonik dilapangan dan
dasar dan pola pengaliran modifikasi. Definisi pola pengaliran yang digunakan
daerah yang dipengaruhi atau tidak dipengaruhi oleh curah hujan, alur
2. Pola dasar adalah salah satu sifat yang terbaca dan dapat dipisahkan dari
Berikut adalah pola pengaliran baik itu pola pengairan dasar maupun
POLA KARAKTERISTIK
PENGALIRAN
DASAR
13
membentuk percabangan menyebar seperti pohon
rindang.
oleh perlipatan.
14
Catatan: pola pengaliran radial memiliki dua system
berbentuk cekungan.
retas (stocks)
POLA KARAKTERISTIK
PENGALIRAN
MODIFIKASI
15
MENGANYAM Kipas alluvium dan delta
(DIKHOTOMIK)
perbukitan memanjang
pasir
TRALLIS
BERBELOK
KARST Batugamping
1.3.4.1.1.2 Morfometri
dimana penilaian ini nantinya akan menjadi data pendukung morfografi maupun
setelah itu hitung kemiringan lereng sesuai dengan rumus berikut beserta
klasifikasinya:
Ic = Interval kontur
dx = jarak datar
sp = Skala peta
Kemiringan Lereng %
Kelas Relief Beda Ketinggian (m)
o
()
Table 1.3 Hubungan Kelas Relief dengan Kemiringan Lereng (Van Zuidam, 1985)
17
1.3.4.1.1.3 Morfogenetik
proses terbentuknya suatu bentang alam, dimana bentang alam sendiri dapat
terdiri dari daratan, perbukitan, pegunungan dan sebagainya yang dihasilkan dari
proses yang berbeda-beda. Pada dasarnya bumi ini memiliki dua proses utama
yaitu endogen yang berasal dari dalam bumi dan proses eksogen yang dipengaruhi
dari luar. Jika bentang alam ini dilihat dari genesis atau proses pembentukkannya
maka bentang alam ini dapat dibagi menjadi bentuk asal struktural, fluvial,
marine, karst, aeolian, karst, vulkanik, dan denudasional dimana setiap bentuk
berikut ini.
18
Bentuklahan asal karst (gamping) Jingga (orange)
Table 1.4 Simbol Satuan Geomorfologi Berdasarkan Aspek Genetik (Van Zuidam, 1985)
batuan. Pembagian satuan batuan ini didasarkan oleh karakteristik fisik batuan,
keseragaman gejala litologi, dan posisi stratigrafi yang diamati dilapangan yang
memenuhi persyaratan dari Sandi Stratigrafi Indonesia 1996 pasal 17, yaitu:
memiliki ciri yang berbeda litologinya yang dapat dijadikan dasar dari
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata, namun jika memang
perubahan yang terlihat secara berangsur atau tidak nyata, maka bidang
19
4. Penyebaran satuan litostratigrafi ditandai oleh penyebaran lapisan sesuai
dibatasi oleh batas cekungan pengendapan atau dapat pula oleh adanya
dominan didalam suatu satuan, pengamatan litologi yang dominan ini dilakukan
diurutkan berdasarkan umur yang didapatkan dari analisis fosil dan juga
terlebih dahulu seperti garis kontur, kelurusan sungai dan punggungan, pola
direkonstruksi bersama dengan pola jurus batuan untuk mengetahui janis, arah,
dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian. Adapun struktur
1.3.6.1 Lipatan
20
dan buckling (melipat). Pada gejala buckling, gaya yang bekerja sejajar
3. Hob (1971) Lipatan akibat bending, terjadi apabila gaya penyebabnya agak
yang menghasilkan Shear Joint. Kondisi ini akan terbalik pada sinklin.
4. Park (1980) Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan (curve) dari suatu
Adapun secara umum lipatan sendiri dibagi kedalam dua jenis, jenis-jenis
ditelusuri dari luar ke arah dalam lipatan akan menemukan umur batuan yang
lebih tua. Namun jika sebaliknya maka batuan telah mengalami pembalikkan dan
2. Sinklin: Lipatan dimana memiliki arah cekung ke atas, dimana jika ditelusuri
dari luar ke arah dalam lipatan maka akan menemukan umur batuan yang lebih
21
muda. Namun jika sebaliknya maka batuan telah mengalami pembalikkan dan
disebut antisynklin.
1.3.6.2 Kekar
sepanjang bidangnya akibat adanya tekanan. Kekar ini biasanya memiliki ukuran
yang beragam mulai dari beberapa sentimeter hingga ratusan meter, oleh karena
ukurannya yang relatif kecil maka kekar relatif sulit untuk diamati karena
pembentukkannya yang dapat terjadi setiap waktu kejadian geologi. Pada saat
dilapangan kekar ini dapat diukur untuk menjadi data indikasi adanya suatu
1.3.6.3 Patahan
pergeseran yang berarti, sesar ini dapat dikenali dilapangan seperti adanya lipatan
seret (dragfold), offset litologi, kekar-kekar, cermin sesar, zona hancuran, mata air
panas, air terjun, dan lain sebagainya. Patahan ini memiliki klasifikasinya
tersendiri yang telah banyak dikemukakan oleh para ahli terdahulu, Menurut
Bilings (1990), ada tiga tahapan utama dalam menganalisis struktur geologi ,
yaitu:
batas penyebarannya.
22
2. Kedua ditentukan hubungan kronologis atau pembentukkan struktur
struktur tersebut ditentukan mulai dari gaya-gaya yang bekerja dan gejala
Terakhir seluruh data baik itu data litologi dan indikasi struktur dilapangan
Sejarah geologi ini didapatkan dari hasil analisis seluruh data yang telah
diperoleh mulai dari stratigrafi, struktur geologi, dan juga geomorfologi dan juga
ditunjang dengan data peta geologi serta penampang stratigrafi terukur yang telah
tektonik, dan juga erosi didaerah penelitian selama kurun waktu tertentu.
Laporan ini dihasilkan dari seluruh kegiatan baik itu tahap persiapan, tahap
laporan tersebut harus memberikan uraian rinci mengenai keadaan geologi daerah
potensi serta kebencanaan geologi dan aspek lainnya yang berhubungan dengan
23
keadaan geologi daerah penelitian. jika tahapan-tahapan ini dibentuk menjadi
sebuah diagram alir maka berikut adalah tahapan-tahapan kegiatan penelitian ini.
24
1.4 Geografi Umum Daerah Penelitian
Daerah penelitian secara geografis terletak pada koordinat 108° 33' 30" BT
- 108° 36' 00" BT dan 6° 53' 00" LS - 6° 56' 00" LS dan secara administratif
daerah penelitian ini masuk kedalam lima Desa yaitu Desa Bunigeulis, Desa
Kalimati, Desa Suganangan dan Desa Sukadana yang masuk kedalam Kecamatan
Daerah penelitian ini termasuk kedalam Peta RBI Lembar Ciawigebang (Lembar
atau 4 dengan jalur melalui Nagreg yang memakan waktu kurang lebih 6 jam.
dihuni oleh suku sunda yang beragama Islam dengan mata pencaharian utama
Lokasi Penelitian
25
Gambar 1.2 Peta Indeks Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Awal Agustus 2017 hingga Akhir
Oktober 2017 dimana penelitian ini terbagi-bagi menjadi beberapa tahap dimana
dilapangan basecamp yang digunakan adalah salah satu rumah warga yang
Tahap
Persiapan dan
Perizinan
26
Tahap
Pekerjaan
Lapangan
Tahap
Pekerjaan
Laboratorium
Tahap Analisis
Data
Tahap
Pembuatan
Laporan dan
bimbingan
27
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
geologi daerah penelitian maka akan dibahas geologi regional yang meliputi fisiografi,
Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi lima zona
jalur bentang alam fisiografi yang memanjang dari arah barat ke arah timur dan
Lokasi Penelitian
28
1. Zona Dataran Rendah Pantai Jakarta, membentang mulai dari Serang sampai
bagian timur Cirebon dengan lebar + 40 km. Terdiri atas endapan alluvial
(sungai dan pantai) serta endapan gunungapi kuarter (lahar dan piroklastik).
2. Zona Bogor, menyebar mulai dari Rangkasbitung sebelah barat melalui Bogor,
yang terlipat kuat serta terintrusi secara intensif. Akibatnya terdapat endapan
dari geantiklin Jawa, terdiri dari kompleks gunungapi yang telah hancur selama
5. Zona Pegunungan Bayah, terletak di Pantai Selatan Jawa Barat sebelah barat.
Gunungapi Kuarter yang tersebar di bagian tengah Pulau Jawa, mulai dari
29
Berdasarkan pembagian zona fisiografi di Jawa Barat menurut Van Bemmelen
(1949) ini, maka daerah penelitian termasuk pada Zona Bogor yang merupakan
Antiklinorium.
batuan yang erat hubungannya dengan stratigrafi daerah penelitian dan diuraikan
dari satuan batuan tertua ke satuan batuan termuda. Stratigrafi daerah penelitian
menurut Kastowo dan N. Suwarna (1996) terdiri atas satuan batuan berumur
Miosen hingga Holosen. Stratigrafi daerah penelitian ini mulai dari umur tua ke
muda yaitu Formasi Pemali, Formasi Halang dan Hasil Gunung Api Muda
Ciremai.
disebutkan di atas.
Menurut Kastowo (1975) dan N. Suwarna (1996), Formasi Pemali terdiri dari
napal globigerina berwarna biru dan hijau keabuan, berlapis jelek-baik. Setempat
terdapat sisipan batupasir tufan, dan juga batugamping pasiran berwarna biru keabuan.
Struktur sedimen yang terdapat berupa perarian sejajar, silang-silur, perarian terpelintir,
dan gelembur gelombang. Umur formasi ini diperkirakan Miosen Awal dan memiliki
30
2.2.2 Formasi Halang (Tmph)
kelabu -sampai kehijauan, berlapis baik, keras dan padat. Batupasir pada Formasi Halang
umumnya wacke, berbutir halus sampai kasar; tebal lapisan 5 sampai 20 cm. Breksi,
berkomponen andesit dengan ukuran 20 cm; kemas terbuka dan terpilah buruk; pere-
memperlihatkan sifat-sifat endapan turbidit dengan struktur sedimen yang jelas seperti
perlapisan bersusun, perarian sejajar, perarian terpelintir, tikas seruling, dan tikas beban
dengan ketebalan satuan mencapai 24000 meter dan menipis ke arah timur (Kastowo,
1996). Mengandung fosil Lepidocyclina sp. yang berumur Miosen Tengah bagian atas.
Menurut Kastowo (1996) umur Formasi Halang diduga Miosen Tengah-Pliosen Awal dan
acostaensis BLOW, Pulleniatina primalis BANNER and BLOW, yang menunjukkan umur
Miosen Tengah sampai Pliosen (Sudijono dan Purnamaningsih, 1981 dalam Budhitrisna,
1986 ) dan diendapkan oleh arus keruh. Formasi ini terlampar luas di bagian timurlaut
Menurut Silitonga, P.H., Masria and Suwarna, N., 1996 formasi ini terdiri dari
litologi breksi, lahar, dan batupasir tufan. Dimana singkapan breksi masih padu
sedangkan singkapan batupasirtufan dan lahar telah melapuk menjadi pasir dan
pecahan pecahan lepas batuan beku. Pelapukan masih terus berlangsung sampai
kecoklatan.
32
Gambar 2.2 Peta Regional Lokasi Penelitian dan Kolom Stratigrafi ( Cipi Armandita, 2009.
Menurut Van Bemmelen (1949), Jawa Barat telah mengalami 2 periode tektonik,
yaitu :
utara sehingga terbentuk struktur lipatan dan sesar yang berumur Miosen Tengah
dan terutama di bagian tengah dan utara pulau Jawa. Sejalan dengan itu berlangsung
2. Peride Tektonik Plio-Plistosen. Pada perode ini, terjadi proses perlipatan dan
oleh turunnya bagian utara Zona Bandung, sehingga menekan Zona Bogor dengan
kuat. Tekanan ini menimbulkan struktur perlipatan dan sesar naik di bagian utara
33
Zona Bogor yang merupakan suatu zona memanjang antara Subang dan Gunung
Menurut Baumman (1973), Jawa Barat bagian baratdaya dibagi menjadi empat
1. Fase Tektonik Oligo-Miosen. Pada fase ini terjadi proses pengangkatan di daerah
Hasil kegiatan tektonik ini ditandai dengan adanya hubungan tidak selaras antara
Formasi Walat dan Formasi Jampang yang ada di atasnya. Dalam fase tektonik ini
aktivitas vulkanisma cukup kuat, hal ini ditandai dengan banyaknya endapan-
2. Fase Tektonik Miosen Tengah. Pada fase ini terjadi suatu kegiatan tektonik yang
cukup besar. Pada bagian baratdaya Pulau Jawa mengalami pengangkatan dan
dan sesarnya barat-timur. Struktur yang terjadi ini mempengaruhi seluruh endapan
3. Fase Tektonik Plio-Plistosen. Pada fase ini terjadi suatu kegiatan tektonik yang cukup
besar, yang terjadi pada kala Pliosen Atas sampai Plistosen Bawah. Fase ini
baratdaya dan memotong srtuktur-struktur yang ada, namun tidak diketahui dengan
4. Fase Tektonik Kuarter. Pada fase ini terjadi bersamaan dengan kegiatan vulkanisma
Aktivitas tektonik ini membentuk struktur-struktur yang aktif, yang sekarang berada
34
di Pegunungan Selatan Jawa Barat. Gerak tektonik pada fase ini diperkirakan jauh
ulir (wrench fault tectonic concept), dimana arah sesar dan lipatan membentuk
suatu pola yang khas (Gambar 2.3). penyusun pola struktur tersebut didasarkan
utara pada Zaman Kapur Tengah. Disamping itu, terjadi pula sesar mendatar
(wrench fault) di bagian kanan dan kirinya yang membentuk sudut 45°
terhadap gaya kompresi. Oleh karenanya, Pulau Jawa dapat dibagi menjadi
Blok II dan III. Masing – masing blok dibatasi oleh pasangan sesar
mendatar yang berarah baratlaut – tenggara antara blok I dan III. Struktur –
struktur yang terjadi akibat gaya kompresi utama ini digolongkan kedalam
35
Sesar Pelengkap Orde II
U ARAH TEKANAN UTAMA
SUMATERA
Dragfold Orde II
= 14
= 35
Sesar Orde II
= 10
Sesar Ut ama Orde I
Dragfold Orde II
Sesar Orde II
D U
U
II D
I
Sesar Orde III III
Sesar Orde II
Gambar 2.3 Sistem sesar mendatar di Pulau Jawa berdasarkan konsep sesar ulir
deagan kegiatan tektonik dan sedimentasi. Hal ini sangat membantu dalam pembahasan
geologi daerah penelitian dalam hubungannya dengan kondisi geologi secara regional.
Soejono 1984, dalam Kastowo 1996 menyatakan bahwa evolusi geologi Jawa
Barat dimulai pada pra Eosen Awal, yaitu pada saat pengendapan kompleks batuan
melange di Ciletuh. Setelah itu sejarah geologi Jawa Barat dapat dijelaskan menjadi
delapan tahap evolusi sejak pra Eosen hingga Resen, sebagai berikut:
36
Kala Kapur - Awal Eosen: dalam pandangan konsep tektonik lempeng, dinyatakan
bahwa pada Kala Kapur - Eosen Awal jalur magmatis utama meliputi daerah seluas
75 km.
Kala Eosen Tengah: pada kala ini Gekungan Bogor mulai terbentuk dan merupakan
umumnya berupa endapan darat sampai endapan laut transisi, kondisi tektonik
pada kala ini adalah stabil, sehingga memungkinan pengayaan yang cukup lama
Kala Oligosen - Miosen: pada akhir Oligosen, pengangkatan yang aktif di Utara
mulai berkurang dan kemudian diikuti oleh penurunan sehingga Cekungan Bogor
Kala Miosen Awal: pada kala Oligosen akhir terjadi jalur penunjaman baru yang
diikuti perpindahan jalur magma dari laut Jawa ke Selatan Jawa. Jalur magma baru
ini diperkirakan merupakan deretan gunungapi bawah laut dan merupakan sumber
endapan volkanik Formasi Jampang yang berumur Miosen awal. Pada awal Miosen
Cekungan ini dapat dianggap suatu perkembangan maksimal dari Cekungan Bogor.
Pada awal Miosen sifat sesarnya berupa sesar naik, dengan anjakan kearah utara.
Sistem sesar ini sesuai sekali dengan model jalur lipatan dalam model busur
Kala Miosen Tengah: pada Miosen Tengah sebagian besar geologi Jawa Barat tidak
37
Kala Miosen Akhir: pada Miosen Tengah gerak tektonik dapat dikatakan jauh lebih
aktif dibandingkan kala sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan semakin besarnya
fragmen bentuk endapan Miosen Tengah. Pada kala ini gerakan sesar naik masih
merupakan gerakan yang dominan, meskipun demikian beberapa sesar turun yang
Kala Pliosen: pola tektonik pada Pliosen mengalarni perubahan yang penting dari
waktu sebelumnya. Busur magmatik yang pada kala Miosen berada di sebelah
Selatan pulau Jawa, pada permulaan kala Pliosen terutama pada akhir Pliosen
Kala Plistosen - Resen: pada Plistosen geologi pulau Jawa sudah sama dengan
geologi sekarang ini, pada awal Plistosen atau mungkin menerus sepanjang
pensesaran umumnya mengikuti pola lama. Sedangkan di bagian utara Pulau Jawa
terjadi sesar naik yang penting. Sesar ini dikenal sebagi sesar Baribis (Van
Bemmelen, 1949).
38
3 BAB III
HASIL PENELITIAN
Jawa Barat. Selain itu dipaparkan pula hasil penafsiran peta topografi dan citra
3.1 Geomorfologi
daerah sangat dipengaruhi oleh proses geologi yang berlangsung, salah satunya
adalah hasil dari aktivitas gaya endogen dan gaya eksogen. Proses–proses
serta sejarah geologi suatu wilayah. Pada sub bab ini dibahas mengenai pola
39
(morfografi), penilaian kuantitatif bentuk (morfometri), asal-usul atau proses
daerah yang dapat dibagi menjadi 4 jenis topografi berdasarkan klasifikasi Van
rendah, dan perbukitan. Bentuk lahan dataran rendah memiliki elevasi kurang
dari 50 mdpl yang berada di bagian timur daerah penelitian atau disepanjang
sungai Cijurey dengan persentase luas sebesar 35% yang memilki ciri khas
sungai yang lebar dan panjang. Bentuk lahan dataran rendah pedalaman
memiliki elevasi berkisar antara 50-100 mdpl yang berada di bagian utara,
persentase luas sebesar 15% dengan ciri khas memiliki pola pengaliran sungai
trelis. Bentuk lahan perbukitan rendah memiliki elevasi berkisar antara 100-
200 mdpl yang berada di bagian utara, barat, dan selatan daerah penelitian
dengan persentase luas sebesar 30%. Bentuk lahan perbukitan memiliki elevasi
200-500 mdpl yang berada di bagian barat dan tenggara daerah penelitian
dengan persentase luas sebesar 20% dan ciri khas perbukitan memanjang dan
terpisahkan oleh dataran rendah atau lembahan dimana mengalir sungai utama
40
yaitu Sungai Cijurey, yang memiliki dua cabang sungai yaitu Sungai Cijurey
dan Sungai Cibatu. Ketiga sungai ini mengalir dari timur ke barat. Sungai
Perbukitan
Rendah
Dataran
rendah
Perbukitan
Dataran rendah
pedalaman
berasal dari dalam bumi yang dikenal sebagai tenaga endogen, dapat berupa
41
Berdasarkan interpretasi kelurusan pungungan pada citra DEM ASTER,
kelurusan punggungan ini dapat menjadi dasar untuk interpretasi arah gaya
Gambar 3.2 Kelurusan punggungan pada peta DEM dan diagram roset kelurusan punggungan
42
3.1.1.3 Pola Pengaliran Sungai
dan ketebalan lapisan batuan, struktur geologi, jenis, dan kerapatan vegetasi
Daerah peneitian didominasi oleh pola aliran dendritik dan berkembang juga
pola dendritik. Pola aliran ini biasanya terjadi pada daerah dengan kemiringan
cabang-cabang tidak teratur serta memiliki arah dan sudut yang beragam.
Dibagian barat daya dan barat laut berkembang pola aliran trelis yang
meliputi Sungai utama Sungai Cijuray, Sungai Cibatu, dan Sungai Ciheleut.
Umumnya pola aliran trelis terjadi pada daerah yang memiliki pengaruh
struktur dan terlipatkan kuat, dengan bentuk lahan bukit memanjang dengan
bentuk lembah V. Pola ini memiliki percabangan anak sungai yang hampir
tegak lurus dengan litologi yang berselang-seling antara yang lunak dan
konglomerat, dan juga tuf. Pola pengaliran ini berkembang pada daerah dengan
43
kemiringan lereng landai hingga agak curam yang memiliki bentuk lembah
hampir U.
sangat renggang, sedang, dan rapat. Bentuk lahan dataran memiliki tingkat
lembah. Pada awalnya, torehan (erosi) yang terjadi berupa erosi permukaan
(sheet erosion), erosi parit (gully erosion), dan erosi lembah (valley erosion)
sungai.
Pada daerah penelitian, bagian utara sampai timur laut didominasi oleh
lembah bentuk V tumpul. Jenis lembah ini terjadi pada daerah yang memiliki
lereng landai – agak curam, erosi vertikal (ke arah dasar lembah) berlangsung
lebih kuat dari erosi lateral yang disertai dengan erosi dibagian lereng lembah
Bagian barat daya sampai utara didominasi oleh lembah bentuk V tajam.
Jenis lembah ini terdiri pada saerah yang memiliki lereng agak curam – curam,
erosi vertikal ( ke arah dasar lembah) sangat kuat. Hal ini juga dipengaruhi oleh
tidak berlangsung. Hal ini disebabkan oleh batuan yang berada di dasar sungai
teknik grid cell 2x2 cm pada peta topografi 1:25000, sehingga diketahui bahwa
lima kemiringan lereng, yaitu lereng datar, lereng sangat landai, lereng landai,
terjal, sering terjadi erosi dan gerakan tanah dengan kecepatan yang
merah muda.
daerah rawan terhadap bahaya longsor, erosi permukaan dan erosi alur.
46
3. Pada klasifikasi bentuk lahan dengan kemiringan lereng landai, bila terjadi
muda.
4. Pada klasifikasi bentuk lahan dengan kemiringan lereng sangat landai, bila
akan meninggalkan bekas yang sangat dalam. Kemringan lereng 2-7% (20
5. Pada klasifikasi bentuk lahan dengan kemiringan lereng landai, tidak ada
erosi yang besar, dapat diolah dengan mudah dalam kondisi kering.
47
3.1.4 Elevasi
terendah (51 mdpl) berada di bagian timur daerah penelitian dekat dengan Sungai
Cibadak. Daerah tertinggi (251 mdpl) berada di bagian tenggara daerah penelitian
Proses endogen adalah proses yang terjadi dari dalam bumi dan bersifat
vulkanisme. Proses vulkanisme terjadi akibat dari hasil aktivitas gunungapi yang
mempengaruhi kondisi morfologi daerah penelitian. Hal ini dapat dilihat dari
keberadaan endapan-endapan gunung api seperti tufa dan breksi vulkasnik yang
48
3.1.5.2 Proses Eksogen
Proses eksogen adalah proses yang berasal dari luar bumi yang
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan batuan penyusun. Contoh dari proses
eksogen adalah pelapukan dan erosi. Pada daerah penelitian proses eksogen
sangat dominan dan mempengaruhi kondisi morfologi yang ada. Hal ini terlihat
berbentuk tanah.
49
3.1.6.1 Satuan Dataran Rendah Denudasional Sedimen Agak Landai
timur daerah penelitian. Satuan ini berada pada ketinggian diantara 50 – 100 mdpl
dengan ketinggian absolout < 50 mdpl, memiliki lembah yang berbentuk U karena
erosi lateral yang lebih dominan. Kemiringan lereng pada satuan ini berkisar
antara 2-4o, sehingga tergolong dalam kelas lereng Agak landai. Pola pengaliran
yang berkembang adalah dendritik dan trelis. Morfogenetik satuan ini disusun
satuan ini tidak ada karena tidak ditemukannya bukti yang dapat mendukung
pernyataan tersebut dan gaya eksogen yang bekerja lebih dominan berupa
pelapukan dan erosi. Selain itu pemanfaatan daerah satuan ini sebagai pemukiman
dan persawahan ikut mempengaruhi bentuk morfografi satuan ini. Satuan ini
50
3.1.6.2 Satuan Dataran Rendah Pedalaman Vulkanik Landai sampai
Curam
Penyebaran satuan ini menempati hampir 25% daerah penelitian yaitu bagian
timur laut sampai tengah daerah penelitian. Satuan ini berada pada ketinggian antara 50-
100 meter diatas permukaan laut dan memiliki bentuk lembah V-U, didominasi oleh erosi
vertikal dan beberapa daerah cenderung erosi lateral. Kemiringan lereng pada satuan ini
berkisar antara 4-8o, sehingga tergolong dalam kelas lereng landai. Pola pengaliran yang
berkembang pada satuan geomorfologi ini adalah trelis. Morfogenetik satuan ini disusun
oleh batuan vulkanik berupa tuff dan breksi vulkanik. Gaya endogen yang mempengaruhi
satuan ini berupa vulkanik dan gaya eksogen yang bekerja lebih dominan adalah
pelapukan dan erosi. Selain itu pemanfaatan daerah satuan ini adalah sebagai pemukiman,
sawah, dan perkebunan. Satuan ini berada di daerah sekitar Desa Kalimati dan Desa
Suganangan.
51
3.1.6.3 Satuan Perbukitan Rendah Vulkanik Landai sampai Curam
Penyebaran satuan ini menempati hampir 55% daerah penelitian yaitu bagian
baratdaya, barat, dan barat laut daerah penelitian. Satuan ini berada pada ketinggian
antara 100-200 meter diatas permukaan laut dan memiliki bentuk lembah V-U,
didominasi oleh erosi vertikal dan beberapa daerah cenderung erosi lateral. Kemiringan
lereng pada satuan ini berkisar antara 4-8%, sehingga tergolong dalam kelas lereng agak
curam. Pola pengaliran yang berkembang pada satuan ini adalah trelis. Morfogenetik
satuan ini disusun oleh batuan vulkanik berupa tuff dan breksi vulkanik. Gaya endogen
yang mempengaruhi satuan ini berupa aktivitas vulkanik dan gaya eksogen yang bekerja
adalah pelapukan dan erosi. Selain itu pemanfaatan daerah satuan ini adalah sebagai
perkebunan. Satuan ini berada di daerah sekitar Desa Sedong Lor, Desa Bunigeulis, Desa
Sukadana.
52
3.2. Stratigrafi
menggunakan tata nama satuan litostratigrafi tidak resmi (Sandi Stratigrafi Indonesia,
1996), yang bersendikan atas ciri litologi, keseragaman gejala litologi, dan gejala lain
dalam tubuh batuan, sehingga pemberian nama satuan batuan ditentukan oleh batuan utama
pemotongan dan hukum superposisi, yaitu suatu urutan pengendapan yang tertua terletak
lebih bawah dari satuan yang lebih muda (apabila lapisan batuan masih normal atau belum
Berdasarkan hal yang disebutkan diatas, maka penulis membagi daerah penelitian
menjadi lima satuan batuan sedimen dan piroklastik. Urutan satuan batuan dari yang paling
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 20% pada bagian timur daerah
batulempung memiliki warna lapuk abu-abu kecoklatan dan warna segar abu-abu, dengan
53
sifat karbonatan, struktur sedimen massif, dan kekerasan getas Analisis petrografi pada
sampel stasiun AE 19 menunjukkan batulempung tersusun dari Mineral Opak (10%) dan
kecokelatan orde-1, nmineral > nmedium . Berdasarkan hasil tersebut batulempung ini
Batupasir pada satuan ini secara megaskopis memiliki karakteristik warna segar coklat
warna lapuk coklat keputihan, ukuran butir pasir halus hingga sedang, bentuk butir
struktur sedimen masif, dapat diremas, tidak karbonatan. Analisis petrografi pada sampel
dan sortasi poorly sorted. Batuan tersebut memiliki matriks sebanyak 8% dan
54
komponen 92%. Komponen terdiri dari mineral sebanyak 25% dan rock fragmen
55
A
Gambar 3.8 Foto Singkapan Satuan Batulempung. (A) Singkapan batulempung masif pada stasiun AE 19.
3.2.1.2 Ketebalan
45 cm hingga 2m.
bawah dari satuan lainnya pada daerah penelitian, sehingga satuan batulempung memiliki
56
Analisis fosil satuan ini dilakukan berdasarkan keterdapatan foraminifera
planktonik yang mengacu pada klasifikasi Bolli dan Saunders (1985). Analisis fosil
Pada hasil analisis fosil stasiun AE 19 menunjukkan umur relatif miosen akhir (N17),
Globigerinoides obliquus BOLLI (Tabel 3.2). Dan pada sample AE 18 menunjukan umur
relatif N 18 – N 19
Table 3.2 Kisaran umur relatif berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera planktonik pada stasiun AE 19.
57
A
Gambar 3.9 (A) Foto singkapan satupasir pada stasiun AE 18. (B) Foto dekat singkapan batupasir pada
stasiun AE 18
fosil foraminifera bentonik pada Stasisun AE 19. Hasil analisis foraminifera bentonik
yang menunjukkan zona batimetri litoral hingga neritik dalam (Tabel 3.4).
Neritik Batial
Litoral Abisal
Nama Foraminifera Dalam Tengah Luar Atas Tengah Bawah
0 -20 -50 -100 -200 -600 -1000 -2000 -5000
Hoeglandulina elegans
Nuttalides bradyi
Siphotextularia flintii
Table 3.3 Zona Batimetri berdasarkan keterdapatan foraminifera bentonik pada sampel stasiun AE 19
58
3.2.1.4 Korelasi Regional
dikorelasikan dengan Formasi Kalibiuk (Tpb) menurut Kastowo dan Suwarna (1996).
Korelasi antara satuan batulempung dan Formasi Tpb dapat dilihat pada tabel 3.5
tipis batupasir.
Lingkungan
Batial atas sampai tengah Batial Atas
Pengendapan
59
3.2.2 Satuan Tuf
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 25% pada timur laut dan barat daya
daerah penelitian. Singkapan pada satuan ini tersingkap baik sekitar Desa Karangwuni
putih kecoklatan dan warna lapuk abu abu kecoklatan, ukuran butir ash halus
(1/16), bentuk butir membundar, pemilahan baik, kemas terbuka, struktur masif,
menunjukkan sayatan berwarna putih keabuan (// nicol), dengan grain supported
dan sortasi buruk. Batuan tersebut terdiri dari matriks 30% dan fragmen 70%.
Fragmen batuan tersebut terdiri dari Kristal 58%, lithic 5%, dan gelas 7%.
Berdasarkan hasil analisis petrografi batuan ini bernama Crystal Tuff (Schmid,
1981).
60
A
Gambar 3.10 Foto singkapan satuan tuf pada stasiun AE-15 (A) Foto dekat singkapan satuan tuff pada
stasiun AE 15
3.2.2.2 Ketebalan
Suwarna, N., 1996) yang masuk kedalam Anggota Muda Gunung Api
bahwa satuan ini memiliki umur Kuarter (Holocene) dan lingkungan pengendapan
Daratan (Subaerial)
61
3.2.2.4 Korelasi Regional
Lingkungan
Daratan Subaerial
Pengendapan
Penyebaran satuan ini menempati sekitar 55% pada bagian utara, barat, dan
Secara megaskopis breksi vulkanik ini memiliki sifat monomik dengan warna
segar coklat tua dan warna lapuk hitam.Dengan matriks supported berupa
porfiritik.
62
Analisis petrografi pada sample stasiun AE 24 menunjukan breki vulkanik
supported dan sortasi buruk. Dengan persentasi matriks 60%, dan fragmen 40%.
Fragmen batuan tersebut terdiri dari kuarsa 8%, lithic 17%, dan gelas 10%,
komponen berwarna putih keabuan ( // nicol ) dengan bentuk umum dari mineral
granulitas porfiritik. Batuan tersebut memilik fenokris sebanyak 45% yang terdiri
dari mineral plagioklas, k-feldspar, piroksen, dan kuarsa. Memiliki massa dasar
sebanyak 55% yang terdiri dari mikrokristaline plagioklas, komponen ini bernama
63
Nama Batuan: Batuan Beku Andesit (Streickeisen, 1978)
64
A
Gambar 3.11 Foto Singkapan Satuan Breksi Vulkanik pada stasiun AE 24 (A) Foto dekat Singkapan Satuan
3.2.3.2 Ketebalan
Suwarna, N., 1996) yang masuk kedalam Anggota Muda Gunung Api
bahwa satuan ini memiliki umur Kuarter (Holocene) dan lingkungan pengendapan
Daratan (Subaerial)
65
3.2.3.4 Korelasi Regional
Formasi Gintung
Lingkungan
Daratan Subaerial
Pengendapan
menggunakan Citra Aster Global DEM v2 , guna untuk mengetahui arah tegasan
66
3.3.1. Kelurusan Punggungan dan Lembahan
Berdasarkan hasil analisa penarikan punggungan dan lembahan pada Citra Aster
Global DEM v2,dihasilkan arah tegasan baratdaya - tenggara dilihat dari diagram
Sejarah geologi pada daerah penelitian ini dimulai pada miosen akhir
lingkungan pengendapan batial atas sampai tengah,hal ini di dukung oleh data
67
Lalu dilanjutkan pada zaman kuarter dimana terendapkan breksi vulkanik
dan tuffan hasil letusan gunung api ciremai yang termasuk dalam anggota muda
gunung api ciremai (Silitonga, P.H., Masria and Suwarna, N., 1996)
Pada bagian ini akan dijelaskan potensi sumber daya alam dan kebencanaan
yang dapat dimanfaatkan. Batupasir dan endapan aluvium pada sungai-sungai besar yang
melewati daerah penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan secara langsung
68
3.5.2. Potensi Kebencanaan Geologi
Berdasarkan kondisi geomorfologi yang berkaitan dengan lereng yang curam dan
daerah penelitian adalah terjadinya longsor. Litologi batulempung yang kurang dapat
meloloskan air dapat menjadi bidang gelincir jika litologi diatasnya yang dapat
meloloskan air berada pada kondisi jenuh dan memiliki beban yang berlebih.Dan telah
ditemukan titik kebencanaan geologi berupa longsor yang masih tergolong baru.
69
4. BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis maka disimpulkan hasil pemetaan geologi
koordinat 108° 33' 30" BT - 108° 36' 00" BT dan 6° 53' 00" LS - 6° 56' 00" LS
batuan di daerah penelitian dikelompokkan menjadi tiga satuan batuan tidak resmi,
yaitu:
pengendapan darat
70
c. Satuan Tuff (Qt) diduga berumur kuarter dengan lingkungan pengendapan darat
Kala Miosen Akhir terjadi genang laut yang cukup tinggi sehingga membentuk
a. Potensi geologi daerah penelitian terdiri dari endapan alluvium yang dapat
(batulempung).
71
DAFTAR PUSTAKA
6 Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, 14 h.
The GRDC.
8 Martodjodjo, S., 2003. Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat. Jurusan Teknik
Science Ltd.
11 Silitonga, P.H., Masria and Suwarna, N., , 1996. Peta Geologi Lembar Kl Jawa
13 Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Volume I A. The Hague
Padjadjaran. Jatinangor
73
LAMPIRAN
74
LOKASI / KOORDINAT
NAMA SATUAN
A. FOTO MIKROSKOPIS
B. DESKRIPSI MIKROSKOPIS:
Sayatan berwarna coklat (// nicol) matriks supported, komponen tidak terlihat
jelas, pemilahan baik.
C. Komposisi Batuan
Mineral opak : 10%
Matriks : 90 %
75
D. Deskripsi Komposisi Batuan
Matriks (90 %)
Mineral Lempung, Warna kecokelatan (//nicol) , bentuk anhedral, relief sedang,
pleokroisme sedang, warna interferensi putih kecokelatan orde-1, nmineral > nmedium.
76
LOKASI / KOORDINAT
A. FOTO MIKROSKOPIS
B.DESKRIPSI MIKROSKOPIS:
Sayatan berwarna putih keabuan (// nicol), dengan fabric matrix
supported dan sortasi poorly sorted. Batuan tersebut terdiri dari matriks
60% dan fragmen 40%. Fragmen batuan tersebut terdiri dari kuarsa 8%,
lithic 17%, dan gelas 10%.
77
memiliki warna colourless (//nicol), pleokroisme tidak ada,
indeks bias n mineral > n medium, relief rendah, bentuk
subhedral, tidak memiliki inklusi, tidak memiliki belahan,
tidak memiliki kembar, tidak memiliki zoning, tidak memiliki
tekstur, warna interferensi orde 1.
78
LOKASI / KOORDINAT
A. FOTO MIKROSKOPIS
B.DESKRIPSI MIKROSKOPIS:
Sayatan berwarna putih keabuan (// nicol), dengan bentuk umum dari
mineral hipidiomorf, memiliki kristal inequigranular dengan crystalinity
holokristalin dan granulitas porfiritik. Batuan tersebut memiliki fenokris
sebanyak 45% yang terdiri dari mineral plagioklas, k – feldspar, piroksen
dan kuarsa. Memiliki massa dasar sebanyak 55% yang terdiri dari
mikrokristaline plagioklas.
79
Plagioklas Mineral plagioklas pada batuan tersebut berjumlah 30%,
memiliki warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks
bias n mineral > n medium, relief rendah, bentuk mineral
sub hedral, memiliki belahan 1 arah, terdapat kembar albit
dan karlsbad, memiliki warna interferensi orde 1, orientasi
length fast, sudut pemadaman 220, dengan jenis plagioklas
andesine.
80
C.Plotting Segitiga Streickeisen, 1978
81
LOKASI / KOORDINAT
KODE SAMPEL AE 15
A. FOTO MIKROSKOPIS
B.DESKRIPSI MIKROSKOPIS:
Sayatan berwarna putih keabuan (// nicol), dengan grain supported dan
sortasi poorly sorted. Batuan tersebut terdiri dari matriks 30% dan
fragmen 70%. Fragmen batuan tersebut terdiri dari kristal 58%, lithic 5%,
dan gelas 7%.
82
Plagioklas Mineral plagioklas pada batuan tersebut berjumlah 40%.
Memilki warna colourless (// nicol), pleokroisme tidak ada,
indeks bias n mineral > n medium, relief sedang, bentuk
subhedral, terdapat inklusi mineral opak, belahan 1 arah,
terdapat kembar albit dan karlsbad, tidak memilki zoning
dan tekstur, warna interferensi orde 1, orientasi lengthfast,
sudut pemadaman 200.
83
C.Plotting Segitiga Schmid, 1981
84
LOKASI / KOORDINAT
KODE SAMPEL AE 18
A. FOTO MIKROSKOPIS
B.DESKRIPSI MIKROSKOPIS:
Sayatan berwarna putih kecoklatan (// nicol), dengan semen
batulempung, grain morfologi sperical, memiliki fabric grain supported,
dan sortasi poorly sorted. Batuan tersebut memiliki matriks sebanyak 8%
dan komponen 92%. Komponen terdiri dari mineral sebanyak 25% dan
rock fragmen 67%. Mineral terdiri dari plagioklas, k – feldspar, piroksen,
dan kuarsa.
Rock Fragmen Jumlah rock fragmen pada batuan ini adalah 67%.
85
Plagioklas Mineral plagioklas pada batuan tersebut berjumlah 10%,
memiliki warna colourless, pleokroisme tidak ada, indeks
bias n mineral > n medium, relief rendah, bentuk mineral
sub hedral, terdapat inklusi mineral opak, memiliki belahan
1 arah, terdapat kembar albit dan karlsbad, tidak memilki
zoning, memiliki warna interferensi orde 1, orientasi length
fast, sudut pemadaman 200.
86
C.Plotting Segitiga Pettijhon, 1975
87
ANALISIS FOSSIL PADA STASTIUN AE 19
FORAMINIFERA PLANKTONIK
Umur : N 7 – N 21
Umur : N 17 – N20
89
Umur : N 9 – N 21
FORAMINIFERA BENTONIK
90
No. kotak 14 Cangkang kecil, lenticular, trochospiral,
hampir sama biconvex, berdinding tebal;
sutura sangat miring, limbate, dan
melengkung ke lambung perifer; Pada sisi
umbilikus tidak rata, sutura sedikit
tertekan, hampir radial di sekitar pusat
umbilical, imperforate; dinding perforasi,
septa dan keel imperforate; aperture
interiomarginal.
Kedalaman: 600 m
Neritik Batial
Litoral Abisal
Nama Foraminifera Dalam Tengah Luar Atas Tengah Bawah
0 -20 -50 -100 -200 -600 -1000 -2000 -5000
Hoeglandulina elegans
Nuttalides bradyi
Siphotextularia flintii
91
ANALISIS FOSSIL PADA STASIUN AE 18
FORAMINIFERA PLANKTONIK
93
Globorotalia plesiotumida (BLOW & BANNER)
Umur Miosen
Oligosen Pliosen Kuarter
Awal Tengah Akhir
Nama Foraminifera N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Hastigerina aequilateralis
Orbulina bilobata
Globigerinoides immaturus
Globigerinoides ruber
Globorotalia obesa
Globorotalia plesiotumida
FORAMINIFERA BENTONIK
94
No. kotak 14 Cangkang memanjang, silindris;
kumparan trochospiral awal dengan
empat sampai lima bilik per whorl,
kemudian dikurangi menjadi triserial,
biserial, dan tahap akhir uniserial yang
memanjang dengan bilik banyak; sutura
tidak jelas; dinding halus arenaceous;
apertural face convex, aperture terminal,
celah arcuate besar dengan bibir
menonjol.
Kedalaman: 500 m
Neritik Batial
Litoral Abisal
Nama Foraminifera Dalam Tengah Luar Atas Tengah Bawah
0 -20 -50 -100 -200 -600 -1000 -2000 -5000
Siphotextularia flintii
Martinottiella sp.
Oolina cf. O. Stelligera
95