Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANTARA
PENGABDIAN DAN PROFESIONALITAS

Oleh:
ANWAR FATHONY, S.Pd., MM.
NIP.19810501 200801 1 003

SEKOLAH DASAR NEGERI CIPARAY 01


UPTD TK DAN SD DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
KECAMATAN CIPARAY
KABUPATEN BANDUNG
2016
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ARTIKEL

Saya menyatakan bahwa Artikel yang berjudul ANTARA PENGABDIAN DAN


PROFESIONALITAS hasil karya saya sendiri dan belum pernah diikutsertakan
dalam lomba karya maupun dipublikasikan.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini profesi guru tengah banyak disorot oleh masyarakat kita dibanding
profesi lainnya. Di masyarakat luas, guru telah dianggap sebagai ujung tombak proses
pendidikan. Oleh karena itu, baik atau buruk kualitas pendidikan di negeri ini selalu
disangkutpautkan terutama dengan guru.
Secara formal guru adalah seseorang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah
atau lembaga swasta. Mereka diangkat dengan sebuah surat keputusan yang memberikan
tugas dan fungsi yang melekat padanya di suatu lembaga atau jenjang pendidikan
tertentu.
Perjalanan sejarah karier guru yang ada di sekitar kita tampaknya mempunyai
jalur yang bervariasi. Tidak sedikit guru yang kariernya dengan mudah melesat naik.
Banyak guru kita saksikan sukses hingga menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, kepala
dinas, bupati, walikota, gubernur, atau bahkan mungkin menduduki jabatan- jabatan lain
yang lebih tinggi. Ada banyak guru yang sejak mulai menjadi guru telah menunjukkan
optimisme yang tinggi dalam berkarya. Guru-guru ini berkembang menjadi guru inti,
instruktur, hingga akhirnya dikirim belajar ke jenjang yang lebih tinggi bahkan tidak sedikit
yang dikirim ke luar negeri.
Sayangnya, banyak pula kenyataan di lapangan kita temui, guru-guru masih
mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan diri dan kariernya. Kondisi mereka
cukup memprihatinkan. Mereka mengajar sambil terpaksa melakukan pekerjaan lainnya
untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Mereka bahkan hampir tidak mampu membiayai
pendidikan anak-anak mereka sendiri.
Tentu saja besaran gaji bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja profesional guru. Ada banyak faktor lain seperti rasa pengabdian, kecintaan
terhadap profesi, kebiasaan melakukan refleksi diri, hingga semangat untuk terus belajar
sepanjang hayat juga mempengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi kesejahteraan tetap
signifikan berdampak pada kualitas kinerja guru. Karena itu, sudah sepantasnyalah guru-
guru profesional yang kompeten dan berprestasi di bidangnya layak mendapatkan apa yang
seharusnya menjadi hak mereka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dibuat sejumlah rumusan
masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengabdian seorang guru dapat membawanya menjadi guru
profesional/guru yang kompeten?
2. Apa saja yang selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan
pengabdiannya sehingga ia dapat menjadi seorang guru profesional?
3. Bagaimana hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi
seorang guru yang berprestasi?

C. Tujuan Penulisan
Secara umum makalah ini bertujuan menjelaskan bahwa profesi guru adalah sebuah
pengabdian, yang pada gilirannya pengabdian tersebut akan mengantarkan guru menjadi
guru yang benar-benar profesional dan berprestasi.Secara khusus makalah ini bertujuan
untuk menjelaskan tentang hal-hal berikut:
1. Pengabdian yang dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya dengan
pengembangan profesinya.
2. Hal-hal yang selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan
pengabdiannya sehingga dapat menjadi seorang guru professional.
3. Hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru
yang berprestasi.

D. Manfaat Penulisan
1. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai
berikut:
Menggugah guru yang membacanya untuk mengabdikan diri secara tulus pada
profesinya.
2. Menjadi salah satu sarana untuk mengajak guru agar meningkatkan kompetensinya
sehingga dapat menjadi guru yang profesional dan berprestasi.
3. Menjadi sebuah wadah bagi penulis untuk menuangkan ide-ide yang dimilikinya
sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri, perwujudan sebuah pengabdian dan kecintaan
terhadap profesi guru untuk dibagikan kepada pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Menjadi Guru adalah Sebuah Pengabdian


Banyak definisi yang telah dirumuskan oleh para ahli mengenai apa itu „guru‟.
Salah satunya seperti pendapat Suparlan, 2005: 12 yang menyebutkan bahwa guru adalah
orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua
aspeknya, baik spiritual, emosional, fisikal, intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Jika kita menilik definisi di atas secara seksama maka kita akan menyadari betapa
mulianya tugas seorang guru. Ia adalah sosok yang mempunyai tugas yang sangat
penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini bukan tugas yang ringan,
karena „mencerdaskan kehidupan bangsa‟ di sini meliputi semua aspek kehidupan di
antaranya aspek spiritual, aspek emosional, aspek fisikal, aspek intelektual, maupun
aspek-aspek lainnya.
Tugas penting dan tidak ringan tersebut umumnya kita dapati di lapangan, telah
dilakukan guru dengan penuh perasaan cinta, tanggung jawab, dan keikhlasan. Mereka
melakukan pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan
negara. Guru melakukannya tanpa paksaan dan tanpa tekanan rasa ketakutan. Apabila
ada seorang guru yang melakukan tugasnya bukan karena rasa pengabdian tetapi karena
keterpaksaan atau karena tekanan rasa ketakutan, maka guru itu sesungguhnya bukanlah
seorang „guru‟. Ia tidak akan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan mulia pendidikan,
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengabdian seorang guru seringkali bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Pengabdian seorang guru bahkan kadang-kadang harus diikuti dengan pengorbanan
besar. Banyak guru yang mengabdi di tempat-tempat yang terpencil: jauh di puncak-
puncak pegunungan, di pulau-pulau kecil di tengah lautan, hingga di antara masyarakat
yang masih terasing dari peradaban modern. Banyak guru yang mengabdi di daerah-
daerah rawan konflik yang tentu saja dapat membahayakan keselamatan jiwanya dan
keluarganya. Acapkali pula demi pengabdiannya, banyak guru terpisah jauh dari
keluarga karena harus tinggal di daerah-daerah yang sarana tranpsortasi dan
komunikasinya masih sangat sulit dan minim. Banyak guru yang mengabdi tanpa terlalu
memperhitungkan besaran gaji yang akan mereka terima. Kita tahu, masih banyak guru-
guru non-PNS yang gajinya bahkan sangat jauh di bawah UMR (Upah Minimum
Regional) buruh.
Lalu, jika pilihan hidup untuk mengabdi sebagai seorang guru bukanlah jalan
yang mudah dan mulus untuk dilalui, mengapa hingga sekarang masih banyak orang-
orang yang melakukannya? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali memahami
makna sebuah pengabdian. Pilihan hidup menjadi seorang guru apabila dilakukan dengan
tulus ikhlas dan rasa cinta, maka akan membawa seseorang kepada kebahagiaan yang
tentu tidak dapat dinilai dengan materi. Inilah modal terbesar yang akan membawa
seseorang pada kesuksesan dalam menjalani profesi sebagai seorang guru: pengabdian.
Apabila seorang “guru” tidak memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka
“guru” itu tidak akan dapat bertahan pada pekerjaannya, dan ia bukanlah seorang guru yang
sebenarnya.

B. Guru yang Berkompeten dan Berprestasi


Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dalam tulisan ini, bahwa guru yang
memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka ia telah memiliki modal
terbesar untuk menjadi guru yang kompeten dan berprestasi. Pertanyaan berikutnya
adalah: Hal-hal apa sajakah yang harus dilakukan oleh seorang guru yang telah mempunyai
rasa pengabdian yang tulus ini agar ia dapat menjadi seorang guru yang kompeten dan
berprestasi?
Modal dasar berupa rasa pengabdian yang tulus apabila ditambah dengan
kompetensi yang wajib dimiliki seorang guru agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya
akan membentuk guru yang kompeten. Guru yang kompeten adalah guru yang memiliki
kompetensi-mutlak untuk menjadi seorang guru. Kompetensi-kompetensi guru ini
diperoleh melalui proses belajar sepanjang hayat. Agar proses belajar sepanjang hayat yang
dilakukan guru dapat efektif, maka ia juga harus membiasakan diri berpikir reflektif.
Kebiasaan berpikir reflektif memungkinkan guru mengetahui potensi yang dimilikinya
untuk mengembangkan diri, selain juga mengetahui kompetensi yang telah dan belum
dimilikinya saat ini. Di samping itu, sifat kreatif dan inovatif juga sangat penting dimiliki
oleh seorang guru. Melalui sifat ini guru akan menjadi role model (teladan) yang
pantas untuk dicontoh peserta didik bahkan orang-orang lain di sekitarnya.
1. Guru yang Kompeten
Pada beberapa tahun belakangan, kita mengenal guru yang kompeten ini sebagai Guru
Profesional. Menurut Suyatno (2008:15-17), guru dengan predikat profesional ini
memiliki 4 bidang kompetensi, yaitu: (a) Kompetensi Pedagogik; (b) Kompetensi
Kepribadian; (c) Kompetensi Sosial; dan (d) Kompetensi Profesional. Keempat
bidang kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru ini akan di bahas satu persatu.
a. Kompetensi Pedagogik
1) Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki seorang guru meliputi kompetensi:
Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial: memahami
peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif
dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
2) Perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan
kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan
strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
3) Pelaksanaan pembelajaran, dengan indikator esensial: menata latar (setting)
pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4) Perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial:
merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar
secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil
evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan
(mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimiliknya, dengan indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk
pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik
untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
1) Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: (a) bertindak
sesuai dengan norma hukum; (b) bertindak sesuai dengan norma sosial; (c)
bangga sebagai guru; (d) memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma.
2) Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: (a) memiliki
kemandirian dalam bertindak; dan (b) memiliki etos kerja sebagai guru.
3) Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: (a) menampilkan tindakan
yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat; (b)
menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4) Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: (a) memiliki
perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan (b) memiliki
perilaku yang disegani.
5) Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: (a) bertindak
sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong);
dan (b) memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, serta
masyarakat sekitar.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di
sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
1) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang
dipegangnya memiliki indikator esensial: (a) memahami materi ajar yang ada
dalam kurikulum sekolah; (b) memahami struktur, konsep dan metode
keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; (c) memahami
hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan (d) menerapkan konsep-
konsep keilmuan ke dalam kehidupan sehari-hari.
2) Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial: (a)
menguasai langkah-langkah penelitian; dan (b) menguasai kajian kritis untuk
memperdalam pengetahuan atau materi bidang studinya.
Tentu saja tidak ada ruginya menjadi guru yang profesional atau kompeten di
bidangnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada Pasal 40 ayat
1. Menyatakan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan, di antaranya: (a) penghasilan
dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; (b) penghargaan sesuai
tugas dan prestasi kerja; (c) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak
atas kekayaan intelektual; hingga (d) kesempatan untuk menggunakan sarana,
prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
2. Kebiasaan Berpikir ReflektifMenurut Arqom (2012), berpikir reflektif adalah berpikir
untuk mengingat kembali terhadap apa yang sudah dilakukan dalam rangka
melakukan instropeksi, refleksi dan spirit koreksi atas berbagai kualitas dan cara kerja
yang sudah kita lakukan dalam kehidupan ini. Berpikir reflektif harus dijadikan
kebiasaan karena sangat besar manfaatnya. Adapun manfaat berpikir reflektif yang
berhubungan dengan pengembangan diri seorang guru misalnya:
a. Berpikir reflektif memungkinkan guru untuk mengintrospeksi apa yang sudah dan
belum dicapai. Dengan berpikir reflektif, seorang guru dapat mengetahui di posisi
mana sekarang ia berada. Posisi yang dimaksud di sini adalah tingkat kompetensi
yang dimilikinya bila dibandingkan secara normatif dengan guru lainnya, atau
secara standar bila dibandingkan dengan standar kompetensi minimal yang harus
dimiliki seorang guru profesional. Adalah hal yang unik bahwa kadang-kadang
seseorang baru menyadari bahwa langkah-langkah hidupnya tidak produktif, begitu
ia menyempatkan diri berpikir reflektif dan mengevaluasi dirinya di suatu waktu
misalnya di akhir pekan.
b. Berpikir reflektif dapat menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki diri menuju ke
arah yang lebih baik. Tidak setiap orang merasa perlu memperbaiki diri. Karena
itu, melalui proses berpikir reflektif dengan penyediaan waktu untuk merenung dan
melihat ke belakang, lalu melihat hal-hal yang belum dikerjakan secara optimal di
masa lalu maka muncullah motivasi untuk memperbaiki diri.
c. Melalui proses berpikir reflektif seorang guru akan mengetahui potensi dan sumber
daya yang dimilikinya. Setiap orang memiliki potensinya masing-masing. Potensi ini
bersifat unik dengan kadar yang berbeda-beda. Bila seorang guru mengetahui potensi
dan sumber daya apa yang dimilikinya, maka ia akan dapat memanfaatkannya secara
maksimal untuk pengembangan kompetensinya. Mereka
akan berkembang menjadi guru-guru yang profesional, kreatif dan inovatif dengan
berbagai kelebihannya masing-masing.
3. Prinsip Belajar Sepanjang
Hayat Aziz (2012:160) menyebutkan bahwa orang-orang terpelajar adalah
mereka yang telah melalui proses belajar dan terus belajar. Mereka tidak mau berhenti
belajar kecuali nyawa telah hilang dari tubuh kasar mereka. Mereka pun tidak hanya
belajar, tetapi juga mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan
mereka sehari-hari.Belajar sepanjang hayat dapat memberikan kesempatan belajar
secara wajar dan luas kepada seorang guru sesuai dengan perbedaan minat, usia, dan
kebutuhan belajar masing-masing (Hufad, 2010). Belajar sepanjang hayat tidak
dibatasi oleh waktu, tempat, sarana, media, dan sumber belajar. Guru dapat belajar
setiap hari dari beragam sumber dengan tujuan memperoleh informasi yang mendukung
pengembangan kompetensinya. Guru dapat belajar melalui seminar, pameran, forum
ilmiah, tayangan televisi hingga film-film yang bermutu dan berkorelasi dengan
profesinya.
Pada penerapan prinsip belajar sepanjang hayat, guru harus menjadikan
membaca sebagai suatu kebiasaan sehari-hari sehingga menjadi budaya yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupannya. Mereka dapat membaca koran, buku, hingga
menggali secara mandiri bahan bacaan dan informasi dari internet. Pada era informasi
sekarang ini, guru harus selektif memilih bacaan. Ia harus dapat menyeimbangkan
antara minat dan kebutuhannya.
Membaca saja tidaklah cukup. Guru harus mempunyai keterampilan menulis.
Keterampilan ini dapat diperoleh guru secara alamiah melalui kebiasaan membaca dan
latihan-latihan. Kebiasaan membaca akan membuat guru mengolah kembali informasi
yang didapatnya saat membaca. Informasi yang telah diolah ini akan membantu guru
memunculkan ide-ide baru. Pada saat ide-ide baru ini muncul, maka guru akan
merasa perlu untuk mengekspresikannya dalam bentuk tulisan. Guru dapat berlatih
menuliskan ekspresinya di berbagai media. Saat ini terdapat beragam media untuk
mempublikasikan tulisan dapat dipilih guru, mulai dari media cetak hingga media
virtual seperti jejaring sosial facebook dan blog.
4. Kreatif dan Inovatif
Menurut Woolfolk (1995), kreatif adalah sifat yang dimiliki seseorang yang
berpikir imajinatif, orisinil, dengan tujuan untuk memecahkan masalah. Sedangkan
inovatif adalah nilai kebaruan dan kemanfaatan dari suatu penerapan pemecahan
masalah.
Guru seringkali menemui berbagai kendala dalam melaksanakan pembelajaran
di kelasnya atau tugas-tugas lainnya, misalnya karena keterbatasan sarana dan
prasarana. Guru yang memiliki sifat kreatif dan inovatif tidak akan menganggap
keterbatasan ini sebagai kendala yang berarti. Dengan kreativitas dan kemampuan
melakukan inovasinya, mereka akan mampu memecahkan masalah untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut.
Pengembangan kreativitas dan inovasi dapat dilakukan guru melalui berbagai
kegiatan, misalnya mengikuti berbagai workshop untuk meningkatkan
kemampuannya dalam bidang-bidang tertentu yang berhubungan dengan profesinya.
Selain itu guru juga dapat mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat lomba kreativitas
dan karya inovasi untuk guru. Saat ini cukup banyak lomba kreativitas dan inovasi yang
diadakan untuk guru setiap tahunnya. Ikut serta dalam kegiatan yang bersifat lomba ini
tujuan utamanya bukanlah menjadi juara, akan tetapi lebih kepada tujuan untuk
memperluas wawasan, menambah pengetahuan dan keterampilan, serta mengasah daya
kreativitas dan daya berinovasi yang dimilikinya.
5. Motivasi Guru Berprestasi
Teori Maslow pada tahun 1954: 92 dalam Slavin (2009: 109) mengidentifikasi
dua jenis kebutuhan: (1) kebutuhan kekurangan; dan (2) kebutuhan pertumbuhan.
Hierarki Kebutuhan Maslow ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut.Menurut Maslow,
seseorang akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan pada bagian bawah hierarki
sebelum berupaya memuaskan kebutuhan pada bagian atas. Bila kita cermati, kebutuhan
fisiologis berupa makanan, minuman, pakaian merupakan kebutuhan dasar yang
merupakan kebutuhan kekurangan yang harus dipenuhi. Tanpa terpenuhi kebutuhan
fisiologis, maka seseorang bahkan tidak akan menganggap penting kebutuhan-
kebutuhan lain yang berada di tingkat lebih atas.
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Maslow

Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi, dalam kaitannya dengan


guru profesional, pencapaian sebagai “Guru Berprestasi” adalah salah satu bentuk
aktualisasi diri (Sumber: Slavin, 2009).
Seorang guru profesional tentu saja merupakan individu yang hampir dapat
dikatakan berhasil memenuhi kebutuhan kekurangan yang meliputi kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan hubungan dan cinta, dan kebutuhan
harga diri. Selanjutnya, dengan kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip belajar sepanjang
hayat, ia akan mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan seperti kebutuhan
untuk mengetahui dan memahami, bahkan juga kebutuhan estetik (rasa keindahan).
Pencapaian tertinggi oleh seorang guru profesional adalah mampu menjadi “Guru
Berprestasi”. Kemampuan memenuhi kebutuhan aktualisasi diri ini akan mendatangkan
rasa kebanggaan dan kebahagiaan yang sepantasnya mereka
terima.
Aktualisasi diri seorang guru profesional sebagai guru yang berprestasi akan
nampak dalam perilakunya yang mensyukuri dan menerima keadaan dirinya sendiri
dan juga orang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan akrab dengan orang lain
tetapi tetap bersikap demokratis, kreatif, inovatif, memiliki sense of humor, dan
kebebasan. Pada intinya, seorang guru berprestasi yang telah mampu memenuhi
kebutuhan aktualisasi diri ini akan memiliki kesehatan yang prima secara psikologis.
Oleh karena itu, bangga menjadi guru profesional yang berprestasi adalah hal sangat
wajar, karena itu merupakan cermin kebahagiaan batin (psikologis).
Gambar 2. Guru dengan pengabdian yang tulus akan berkembang
menjadi guru berprestasi

Gambar 2 di atas menunjukkan guru yang memiliki rasa pengabdian yang tulus
akan mampu meningkatkan diri menjadi guru profesional. Modal besar yang
dimiliki ditambah dengan kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi
kepribadian, dan kompetensi akademik yang diperoleh melalui refleksi diri,
semangat sebagai pebelajar sepanjang hayat, kreatif, inovatif, dan memiliki motivasi
yang besar menjadikan mereka mampu mencetak prestasi gemilang yang pantas
dibanggakan. Prestasi ini tentu saja akan dihargai dengan pantas sebagaimana jaminan
Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu Pasal
36 ayat (1), yang berbunyi: “Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau
bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.”
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari paparan tulisan ini adalah sebagai
berikut:
1 Guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tulus dalam melaksanakan tugasnya
telah mempunyai modal yang sangat besar untuk berkembang menjadi guru yang
profesional (kompeten).
2. Guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tulus dapat berkembang menjadi guru
profesional apabila ia mempunyai kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip hidup sebagai
pebelajar sepanjang hayat, serta kreatif dan inovatif. Dengan berpikir reflektif, guru
akan mengetahui posisi dan potensinya. Dengan prinsip hidup sebagai pebelajar
sepanjang hayat, ia akan terus belajar sehingga memiliki kompetensi pedagogik,
sosial, kepribadian, maupun profesional. Dengan sifat kreatif dan inovatif yang dimiliki,
ia akan menjadi guru yang mampu mengatasi berbagai kendala dan masalah dalam
melaksanakan tugasnya.
3. Berdasarkan pemikiran Maslow tentang hierarki motivasi, guru profesional yang
tercukupi kebutuhan-kebutuhannya akan mampu mengaktualisasikan diri untuk
berkembang menjadi guru yang berprestasi dan bangga akan prestasi yang diraihnya
dengan tetap memiliki karakter-karakter luhur.

B. SARAN
Adapun saran-saran yang dapat diberikan agar guru dapat lebih termotivasi untuk
melakukan tugasnya sebagai sebuah bentuk pengabdian dan mampu berkembang sebagai
guru berprestasi adalah sebagai berikut:
1. Apabila seseorang telah menentukan bahwa pilihan profesi yang akan dijalaninya adalah
sebagai seorang guru, maka hendaklah ia benar-benar tulus untuk melaksanakan
tugasnya sebagai sebuah pengabdian.
2. Untuk mengembangkan diri menjadi guru yang profesional, hendaknya pengabdian
tulus yang telah diberikan selalu diimbangi dengan kebiasaan berpikir reflektif,
mempunyai prinsip hidup sebagai pebelajar sepanjang hayat yang selalu berusaha
meningkatkan kompetensi diri di bidang pedagogik, sosial, kepribadian, dan
profesional, dan mengasah kreativitas dan kemampuan berinovasi.
3. Kepada pihak-pihak yang berwenang, hendaknya terus berupaya meningkatkan
kesejahteraan guru agar segala kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan dapat
terpenuhi. Dengan tercukupinya kebutuhan-kebutuhan guru maka akan dapat
memotivasi guru untuk mengaktualisasikan diri menjadi guru profesional yang
bangga akan profesi dan prestasi yang diraihnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2011). Manusia dan Tanggung Jawab. Tersedia Online di
http://iiam.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dan-tanggung-jawab/ diakses tanggal
22 Mei 2013.

Anonim (2013). Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Guru Berprestasi Pendidikan dasar Tahun
2013. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Arqom, Akhmad (2012).Agar Hidup Kita Semakin Berkualitas Berpikirlah Reflektif!


Tersedia di http://www.masulum.com/2012/05/25/agar-hidup-kita-semakin-
Berkualitas-berpikirlah-reflektif/ diakses tanggal 22 Mei 2013.

Aziz, Amka Abdul (2012). Hati, Pusat Pendidikan Karakter (Melahirkan Bangsa Berakhlak
Mulia). Klaten: Penerbit Cempaka Putih.

Hufad, Achmad., dkk. (2010). Studi Tentang Implementasi Program Belajar Sepanjang Hayat
di Indonesia: Makalah disampaikan pada Seminar Internasional Pendidikan Luar
Sekolah, yang Diselenggarakan oleh Prodi PLS-SPS-UPI Bandung tanggal 29
Nopember 2010.

Slavin, Robert E. (2009). Psikologi Pendidikan, Edisi Ke Delapan, Cetakan Pertama.


(Terjemahan). Jakarta: Penerbit Indeks.

Suparlan (2005). Menjadi Guru Efektif, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Suparlan (2006). Guru Sebagai Profesi, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Suyatno (2008). Panduan Sertifikasi Guru, Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Indeks.

Woolfolk, Anita E. (1995). Educational Psychology – 6th Edition. Boston: Allyn and Bacon

Anda mungkin juga menyukai