Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI

Mangesti Tri Handayani


(D0019036)

PROFESI NERS

STIKes BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
STEMI merupakan sindroma klinis yang dididefinisikan dengan tanda
gejala dan karakteristik iskemi miokard dan berhubungan dengan persisten
ST elevasi dan pengeluaran biomarker dari nekrosis miokard. Cardiac
troponin merupakan biomarker yang digunakan untuk diagnosis infark
miokard (Prince, 2014).
STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan
area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG (Ningsih, 2012).
STEMI merupakan nyeri yang dirasakan pada dada kiri pasien karena
adanya penyumbatan pembuluh darah di jantung ditandai dengan hasil EKG
ada perubahan gelombang di segmen ST Elevasi.

2. Etiologi
Penyebab STEMI menurut Ningsih (2012) secara umum, antara lain:
a. Thrombus dan/atau embolus yang menyebabkan aterosklerosis dan
aklusis di arteri coroner
b. Vasospasme (vasokonstriksi atau penyempitan mendadak) pada arteri
coroner
c. Penurunan suplai oksigen (tekanan darah rendah, kehilangan darah yang
akut atau anmeia).
d. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
e. Penyempitan aterorosklerotik
f. Plak aterosklerotik
g. Lambatnya aliran darah di daerah plak atau oleh viserasi plak
h. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
i. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
j. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA
pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu
faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat diubah
menurut Prince (2014)
a. Faktor yang tidak dapat dirubah:
1) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada
usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40
dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat
2) Jenis kelamin
Infark miokard jarang ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika
terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah menopause,
insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat
bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria.
3) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit
putih.
4) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara,
orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun)
meningkatkan kemungkinan timbulnya STEMI
b. Faktor resiko yang dapat dirubah:
1) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok
mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan
atherosclerosis pada wanita (Kumar, et al., 2008). Efek rokok adalah
menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO atau
dengan perkataan lain dapat menyebabkan takikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merubah 5-10 % Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat
menurunkan HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin
banyak jumlah rokok yang dihisap, kadar HDL kolesterol makin menurun.
Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar
dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe
IV abnormal pada diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang
yang merokok cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari
pada yang bukan perokok.
2) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl
akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan
resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl.
Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko
penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi
berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.
3) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah
systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60 %
dibandingkan dengan individu normotensive.
4) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard dua
kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak.
Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita
diabetes mellitus.
5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.
6) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang
bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.
3. Manifestasi Klinis
a. Keluhan utama klasik
Nyeri dada sentral yang berat, seperti rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit,
tidak berkurang dengan pemberian nitrat. Karakteristik nyeri pada STEMI
hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat
istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada
bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan.
Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah,
dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea,
muntah, dan ansietas
b. Respiratory
- Nafas yang memendek, dispnea, takipnea
- Krakles dapat terdengar jika ada kongesti pulmonary
- Dapat pula disertai edema paru
c. Neurologis
Kecemasan, rasa kelelahan, pusing, mengindikasikan peningkatan stimulus
simpatis atau penurunan kontraktilitas dan oksigenasi cerebral. Gejala ini dapat
mengarahkan kepada gambaran syok kardiogenik.
Sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan ucapan, perubahan fungsi
motorik, dan perubahan kesadaran dapat mengindikasikan perdarahan cerebral
jika klien mendapatkan trombolitik.
d. Gastrointestinal
Mual dan muntah
e. Urinary
Penurunan keluaran urin dapat mengindikasikan syok kardiogenik
f. Integumen
Dingin, berkeringat, diaforesis, dan pucat, dapat muncul karena stimulus dari
kurangnya kontraktilitas yang dapat mengindikasikan adanya shock
kardiogenik. Oedema dapat muncul karena kurangnya kontaktilitas.
g. Psikologis
Ketakutan akan kematian, atau penyangkalan terhadap penyakit dapat terjadi
pada klien (Udjianti, 2010).

4. Pathways
5. Patofisiologi
STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba
setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami
atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner
berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular.
Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi,
dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika
permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak
tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis
(terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada
pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi
pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat
terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin)
menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane
A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih
lanjut.
Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis
meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini
akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah
molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua platelet secara
simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi
mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang
rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X
menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali mengalami
oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-benang
fibrin.Pada sebagian kecil kasus STEMI terjadi karena emboli arteri koroner,
abnormalitas congenital, spasme korone (Udjianti, 2010).
6. Pemeriksaan Penunjang
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI
dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac
imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
a. Electrocardiograf (ECG)
Gelombang Q dengan ST elevasi yang signifikan menunjukkan keakutan.

(a)

(b)

Gambar 1. Gambaran EKG STEMI


b. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung
dengan bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena
menderita penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya
penyakit jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk
mengukur kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
c. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra
untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat menilai
fungsi jantung.
d. Angiografi koroner
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang disuntikan
kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya penyempitan
diarteri koroner.
e. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X yang
menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor yang
mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer untuk
diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
f. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu kedokteran,
yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan gelombang radio-
frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk menghasilkan
tampilan penampang (irisan) tubuh.
g. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera positron,
sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan
sinar gamma.
(Muttaqin, 2010)

7. Penatalaksanaan
Tatalaksana STEMI :
a. Tatalaksana di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang
merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat
pasien dengan STEMI.
b. Tatalaksana Umum
1) Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen
arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
2) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0 ,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit.
Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk
mngendalikan hipertensi atau edema paru. Terapi nitrat harus dihindari
pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang
dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG,
JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari
pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil
dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
3) Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri
dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi
dan meningkatkan beban jantung.
4) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 515 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini
dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan
penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat
menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini
biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV.
5) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI
dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan
A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di
ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162
mg.
6) Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasadiberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan
syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg,
interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma.
Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol
oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
7) Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan
pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna.
8. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Keluhan utama nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan
istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas
pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang
0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.
Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh
infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah
dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark
miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,
dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang
terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang
timbul.
d. Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda
merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
e. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
f. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah hipertensi, DM.
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,
marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang
keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
g. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
h. Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda:penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
i. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
j. Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda
k. Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahankental.
l. Interaksi sosial
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi). Tanda: kesulitan
istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari
keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d iskemia dan infark jaringan miokard
2. Penurunan curah jantung b.d irama jantung strokevolume, pre load dan
afterload, kontraktiltas jantung.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen
4. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

C. Intervensi Keperawatan

Nyeri akut
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut b.d NOC : NIC :
Agen injuri 1. Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri
(biologi, kimia, 2. Pain control secara komprehensif
fisik, psikologis), 3. Comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal
kerusakan Setelah dilakukan tinfakan dari ketidaknyamanan
jaringan miokard keperawatan selama ….Pasien 3. Bantu pasien dan keluarga
tidak mengalami nyeri, dengan untuk mencari dan
kriteria hasil: menemukan dukungan
 Mampu mengontrol nyeri 4. Kontrol lingkungan yang dapat
(tahu penyebab nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan tehnik suhu ruangan, pencahayaan
nonfarmakologi untuk dan kebisingan
mengurangi nyeri, mencari 5. Kurangi faktor presipitasi
bantuan) nyeri
 Melaporkan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
berkurang dengan untuk menentukan intervensi
menggunakan manajemen 7. Ajarkan tentang teknik non
nyeri farmakologi: napas dala,
 Mampu mengenali nyeri relaksasi, distraksi, kompres
(skala, intensitas, frekuensi hangat/ dingin
dan tanda nyeri) 8. Berikan analgetik untuk
 Menyatakan rasa nyaman mengurangi nyeri
setelah nyeri berkurang 9. Tingkatkan istirahat
 Tanda vital dalam rentang 10. Berikan informasi tentang
normal nyeri seperti penyebab nyeri,

 Tidak mengalami gangguan berapa lama nyeri akan

tidur berkurang dan antisipasi


ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

Penurunan curah jantung


Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi Hasil
Penurunan curah NOC : NIC :
jantungb/d gangguan 1. Cardiac Pump 1. Evaluasi adanya nyeri dada
irama jantung, stroke effectiveness 2. Catat adanya disritmia jantung
volume, pre load dan 2. Circulation Status 3. Catat adanya tanda dan gejala
afterload, kontraktilitas 3. Vital Sign Status penurunan cardiac putput
jantung. 4. Tissue perfusion: 4. Monitor status pernafasan yang
perifer menandakan gagal jantung
Setelah dilakukan asuhan 5. Monitor balance cairan
selama………penurunan 6. Monitor respon pasien
kardiak output klien terhadap efek pengobatan
teratasi dengan kriteria antiaritmia
hasil: 7. Atur periode latihan dan
 Tanda Vital dalam istirahat untuk menghindari
rentang normal kelelahan
(Tekanan darah, Nadi, 8. Monitor toleransi aktivitas
respirasi) pasien
 Dapat mentoleransi 9. Monitor adanya dyspneu,
aktivitas, tidak ada fatigue, tekipneu dan ortopneu
kelelahan 10. Anjurkan untuk menurunkan
 Tidak ada edema stress
paru, perifer, dan 11. Monitor TD, nadi, suhu, dan
tidak ada asites RR

 Tidak ada penurunan 12. Monitor VS saat pasien

kesadaran berbaring, duduk, atau berdiri

 AGD dalam batas 13. Auskultasi TD pada kedua

normal lengan dan bandingkan

 Tidak ada distensi 14. Monitor TD, nadi, RR,

vena leher sebelum, selama, dan setelah


aktivitas
 Warna kulit normal
15. Monitor jumlah, bunyi dan
irama jantung
16. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
17. Monitor pola pernapasan
abnormal
18. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
19. Monitor sianosis perifer
20. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
21. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
22. Jelaskan pada pasien tujuan
dari pemberian oksigen
23. Kelola pemberian obat anti
aritmia, inotropik, nitrogliserin
dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas
jantung
24. Kelola pemberian antikoagulan
untuk mencegah trombus
perifer

Intoleransi aktifitas
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/ Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
b.d ketidakseimbangan 1. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
antara suplai dan 2. Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
kebutuhan oksigen. Setelah dilakukan tindakan melakukan aktivitas
keperawatan selama 2. Kaji adanya faktor yang
….pasien bertoleransi menyebabkan kelelahan
terhadap aktivitas 3. Monitor nutrisi dan sumber
dengan Kriteria Hasil : energi yang adekuat
 Berpartisipasi dalam 4. Monitor pasien akan adanya
aktivitas fisik tanpa kelelahan fisik dan emosi
disertai peningkatan secara berlebihan
tekanan darah, nadi dan 5. Monitor respon
RR kardivaskuler terhadap
 Mampu melakukan aktivitas (takikardi, disritmia,
aktivitas sehari hari sesak nafas, diaporesis,
(ADLs) secara mandiri pucat, perubahan
 Keseimbangan aktivitas hemodinamik)
dan istirahat 6. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran
terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda
12. Bantu
untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi,
sosial dan spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A., (2010). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Price, S.A., (2014). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit volume I.
Jakarta : EGC.
Ningsih, A. (2012). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa).Yogyakarta: Nuha Medika.
Udjianti, W.J., (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai