Anda di halaman 1dari 2

Histopatologi

Gambar perubahan histopatologi

Reaksi hipersensitivitas selular adalah sesuatu yang disebut dengan


sensitiaitns kulit kontnk terhadap bahan kimiawi (seperti, poison iuy) dan
penolakan graft. Oleh karena itu, hipersensitiuitns tipe IV Dipernntnrni oleh sel T
tersensitisnsi secnrn khusus bukan antibodi dan dibagi lebih lanjut menjadi dua tipe
dasar: (1) hipersettsitiaitns tipe lambat, diinisissi oleh sel T CD4+, dan (2)
sitotoksisitss sel lnngstrng, dipernntnrni oleh sel T CD8+. Pada hipersensitivitas
tipe lambat, sel T CD4+ tipe T*r1 menyekresi sitokin sehingga menyebabkan
adanya perekrutan se1 lain, terutama makrofag,yang merupakan sel efektor
utama. Pada sitotoksisitas selular, sel T CDB+ sitotoksik menjalankan fungsi
efektor.
Keterangan gambar
Hipersensitivitas lambat pada kulit. A. Akumulasi perivascular
("pembentukan manset") sel radang mononuklear (limfosit dan makrofag), disertai
edema kulit dan pengendapan fibrin.
B. Pewarnaan imunoperoksidase menunjukkan inflltrat sel perivascular
secara menonjol yang menandakan adanya antibody anti-CD4+yang positif.
Secara histoiogis, reaksi DTH ditandai dengan penumpukan sel helper-T
CD4+ perivaskular ("seperti manset") dan makrofag dalam jumlah yang lebih
Sedikit Sekresi local sitokin oleh sel radang mononukiear ini disertai dengan
peningkatan permeabilitas mikrovaskular,sehingga menimbulkan ederna dermis
dan pengendapan fibrin penyebab utama indttrasi jaringan dalam respons ini
adalah deposisi fibrin. Respons fuberkr-rlin digunakan untuk menyalur individu
dalam populasi yang pernah terpajan tuberculosis sehingga mempr.rnyai sel T
memori dalarn sirkulasi. Lebih khusus lagi, imunosupresi atar menghilangnya
sel T CD4+ (misalnya, akibat HIV)dapat menimbulkan respons tuberculin yang
negatif, bahkan bila terdapat suatu infeksi yang berat. Urutan kejadian pada DTH
(seperti yang ditunjukan oleh reaksi tuberkulin) dimulai dengan pajanar pertama
individu terhadap basii tuberkel. Limfosit CD4+ mengenali antigen peptide dari
basil tuberkel dan juga antigen kelas II pada permukaan monosit atau sel dendrit
yang telah memproses antigen mikobakterium tersebut. Proses ini membentuk
sel CD4+ tipe T"1 tersensitisasi yang tetap berada di dalam sirkulasi selama
bertahun-tahun. Masih belum jelas mengapa antigen tertentn mempunyai
kecenderungan respons Tr1, meskipun lingkungan sitokin yang mengaktivasi
sel T naïf tersebut tampaknya sesuai. Saat dilakukan irrjeksi kutan tuberkulin
berikubnya pada individu tersebnt, se1 memori memberikan respons
kepada antigen yang telah diproses pada APC dan
akan diaktivasi (mengalami transformasi dan proliferasi yang luar biasa)disertai
dengan sekresi sitokin T,,1. Sitokin T,,1 inilah yang akhirnya bertanggung jawab
untuk mengendalikan perkembangan respons DTH.

Sumber Abbas AK, Aster JC, Kumar V. Buku ajar Patologi Robbins. Ed 9. Singapura: Elsevier
Saunders;2015

Maapkan diriku yang terlmbt mengirim LO


Aylovyu kk mina

Anda mungkin juga menyukai