PP Pekalongan PDF
PP Pekalongan PDF
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
WALIKOTA PEKALONGAN,
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pasal
3
Pasal
4
Pasal
5
Pasal
6
Pasal 7
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 8
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 9
Bagian Ketiga
Hak, Kewajiban dan Peran Lembaga Kemasyarakatan
Pasal 10
Pasal
11
Pasal
12
BAB V
PERAN LEMBAGA USAHA DAN LEMBAGA INTERNASIONAL
Bagian Kesatu
Peran Lembaga Usaha
Pasal 13
Pasal
14
Bagian Kedua
Peran Lembaga Internasional
Pasal 15
Pasal 16
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
Pasal
18
Pasal 19
Bagian Kedua
Prabencana
Pasal 20
Paragraf 1
Dalam Situasi Tidak Terjadi Bencana
Pasal 21
Pasal 22
Pasal
23
Pasal
24
Pasal
25
Paragraf 2
Dalam Situasi Terdapat Potensi Terjadinya Bencana
Pasal 26
Pasal
28
Pasal
29
Pasal
30
Pasal
31
Bagian Ketiga
Saat Tanggap Darurat
Pasal 32
Pasal
33
Pasal
34
Pasal
35
Pasal
36
Pasal
37
Pasal
38
Pasal 39
Pasal
40
Pasal 42
Pasal
43
(1) Perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 huruf e dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan dan psikososial.
(2) Kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. bayi, balita dan anak-anak;
b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
c. orang sakit dan atau penyandang cacat; dan
d. orang lanjut usia.
Pasal
44
Bagian Keempat
Pasca Bencana
Pasal 45
Pasal 46
Pasal
47
Pasal 48
Pasal
49
Pasal 50
Pasal
51
(1) Dalam rangka membantu pemulihan kondisi kesehatan
masyarakat, Pemerintah Daerah melaksanakan pemberian
pelayanan kesehatan melalui SKPD dan/atau instansi terkait
yang dikoordinasikan oleh BPBD, meliputi upaya:
a. membantu perawatan korban bencana yang sakit dan
mengalami luka;
b. membantu penanganan korban bencana yang meninggal;
c. menyediakan obat-obatan dan bahan habis pakai medis;
d. menyediakan peralatan kesehatan;
e. menyediakan tenaga medis dan paramedis; dan
f. merujuk ke rumah sakit terdekat.
(2) Pelaksanaan kegiatan pemulihan kondisi kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan
mengacu pada standar pelayanan darurat sesuai ketentuan
peraturan perundang- undangan.
(3) Untuk percepatan pelayanan kesehatan di setiap kelurahan
siaga bencana didirikan Pos Kesehatan Siaga yang dikoordinir
oleh BPBD bekerjasama dengan SKPD terkait.
Pasal
52
Pasal
53
Pasal 54
Pasal 55
Pasal
56
(1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana sebagaimana
dimaksud pada Pasal 54 huruf a, merupakan kegiatan fisik
pembangunan baru prasarana dan sarana untuk memenuhi
kebutuhan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya dengan
memperhatikan Peraturan Daerah tentang penataan ruang.
(2) Pembangunan kembali prasarana dan sarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus berdasarkan perencanaan teknis
dengan memperhatikan masukan dari instansi/lembaga terkait,
dan aspirasi masyarakat daerah bencana.
Pasal
57
(1) Pembangunan kembali sarana sosial da n fa s il it a s u mu m
dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 huruf b
berdasarkan perencanaan teknis dengan memenuhi:
a. standar teknik konstruksi bangunan;
b. penetapan kawasan; dan
c. arahan pemanfaatan ruang;
(2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Daerah, sesuai dengan
tingkatan bencana.
Pasal
58
Pemulihan kehidupan sosial budaya masyarakat sebagaimana
dimaksud pada Pasal 54 huruf c, dilaksanakan untuk menata kembali
kehidupan dan mengembangkan pola kehidupan ke arah kondisi
kehidupan sosial budaya yang lebih baik, dengan tujuan:
a. menghilangkan rasa traumatik masyarakat terhadap bencana;
b. mempersiapkan masyarakat melalui kegiatan kampanye sadar
bencana dan peduli bencana;
c. menyesuaikan kehidupan sosial budaya masyarakat dengan
lingkungan rawan bencana; dan
d. mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengurangan
resiko bencana.
Pasal
59
Penerapan rancang bangun sebagaimana dimaksud pada Pasal 54
huruf d, dilaksanakan melalui upaya:
a. mengembangkan rancang bangun hasil penelitian dan
pengembangan;
b. menyesuaikan dengan tata ruang;
c. memperhatikan kondisi dan kerusakan;
d. memperhatikan kearifan lokal; dan
e. menyesuaikan terhadap tingkat kerawanan bencana.
Pasal
60
Pasal
61
Pasal
62
Pasal
63
BAB VII
PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA NON ALAM
DAN BENCANA SOSIAL
Bagian Kesatu
Bencana Non Alam
Pasal 64
Paragraf 1
Analisis Resiko Bencana Non Alam
Pasal 65
Paragraf 2
Penanggulangan
Pasal 66
Pasal
67
Paragraf 3
Pemulihan
Pasal 68
Paragraf 4
Pemeliharaan
Pasal 69
Bagian Kedua
Bencana Sosial
Pasal 70
Paragraf 1
Kewaspadaan Dini Masyarakat
Pasal 71
(1) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di Daerah
menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang
difasilitasi dan dibina oleh Pemerintah Daerah.
(2) Dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan dan pemeliharaan ketentraman, ketertiban
dan perlindungan masyarakat dengan cara:
a. mengkoordinir Camat dalam penyelenggaraan
kewaspadaan dini masyarakat; dan
b. mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di Daerah
dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.
Pasal
72
Paragraf 2
Pemulihan Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya
Pasal 73
Pasal
74
Paragraf 3
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
Pasal 75
BAB VIII
PENDANAAN DAN BANTUAN BENCANA
Bagian Kesatu
Pendanaan
Pasal 76
Pasal
77
Pasal
78
Pasal
79
Pasal
80
Bagian Kedua
Pengelolaan Bantuan Bencana
Pasal 81
Pasal
82
Pasal
83
Pasal
84
(1) Bantuan dapat berupa pangan dan non pangan serta pekerja
kemanusiaan atau relawan.
(2) Pengelolaan bantuan bencana meliputi upaya pengumpulan,
penyimpanan, dan penyaluran bantuan bencana yang berasal
dari dalam maupun luar negeri yang berbentuk uang dan/atau
barang.
(3) Walikota melalui instansi terkait mempunyai kewenangan untuk
mengalokasikan dan mendistribusikan bantuan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 85
Pasal
86
Pasal
87
BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 88
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Bagian Ketiga
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 92
Bagian Keempat
Tanggung Jawab Mutlak dan Hak Gugat
Pasal 93
Pasal 94
BAB XI
PENYIDIKAN
Pasal 95
(1) Selain pejabat Penyidik POLRI yang bertugas menyidik tindak
pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Pejabat
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Lingkungan Pemerintah
Daerah yang mengangkatnya ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam pelaksanaan tugas penyidikan, para pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian
dan melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti tersangka dan memeriksa tandapengenal
dari tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil seseorang untuk dimintai keterangan;
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau
peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan
selanjutnya melalui penyidikan umum memberitahukan hal
tersebut kepada penuntut umum, tersangka dan keluarga; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dalam melaksanakan tugasnya sebagai penyidik
berada di bawah koordinasi penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai yang diatur
dalam Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 96
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 97
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang
berkaitan dengan penanggulangan bencana di Daerah dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan
peraturan pelaksanaan baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal
98
Pasal 99
Ditetapkan di Pekalongan
pada tanggal 16 Juni 2015
WALIKOTA PEKALONGAN,
Cap.
ttd.-
SEKRETARIS DAERAH,
TENTANG
I. UMUM
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa tujuan
pembentukan Negara Republik Indonesia adalah antara lain,
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Hal ini ditegaskan kembali di dalam Pasal 4 UU Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menyatakan bahwa
penanggulangan bencana bertujuan untuk antara lain memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana. Kehadiran
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana ini sendiri telah
membawa angin segar dalam kaitan dengan penanganan bencana di
Indonesia. Berbagai peraturan kebencanaan yang ada selama ini
belum bisa menjadi landasan hukum yang kuat dan menyeluruh
dalam penanganan bencana, serta sering tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga menghambat
upaya penanggulangan secara terencana, terkoordinasi, dan
terpadu.
Dari sisi pemerintah, Undang-Undang tentang Penanggulangan
Bencana dapat dilihat sebagai upaya untuk memberikan kerangka
hukum (legal framework) untuk tindakan penanggulangan yang
mencakup masa sebelum bencana, saat tanggap darurat serta
periode pasca bencana. Termasuk di dalamnya kewenangan dan
tanggung jawab pemerintah dalam penataan kelembagaan untuk
respons bencana, tindakan-tindakan kesiapsiagaan, tindakan
tanggap darurat, dan lain-lain. Dengan demikian Undang-Undang
tentang Penanggulangan Bencana ini akan memberikan kepastian
hukum kepada pemerintah dalam melindungi negara dan warganya
dari akibat bencana.
Dari sisi masyarakat, Undang-Undang tentang Penanggulangan
Bencana memberikan perlindungan dan rasa aman kepada
masyarakat dari ancaman bencana. Hal ini sejalan dengan
pergeseran pendekatan penanggulangan bencana dari perlindungan
masyarakat sebagai perwujudan kekuasaan pemerintah kepada
perlindungan sebagai hak azasi. Selain itu, pergeseran pendekatan
pun terjadi pada penanggulangan bencana sebagai tanggung jawab
pemerintah semata kepada keterlibatan masyarakat lewat strategi
manajemen risiko bencana berbasis masyarakat (community based
disaster risk management).
Dalam kaitan ini, semua aspek penanggulangan bencana, mulai
dari kebijakan, kelembagaan serta mekanisme harus membuka
akses untuk peran serta masyarakat luas. Pemerintah daerah perlu
juga melihat perlindungan warganya sebagai suatu mandat yang
sama dengan mandat lain seperti peningkatan kesejahteraan.
Sekarang saatnya bagi pemerintah daerah mengintegrasikan upaya
mereduksi risiko bencana ke dalam berbagai aspek pemerintahan di
daerah, termasuk penyusunan suatu Peraturan Daerah sebagai
implementasi dari Undang-Undang tentang Penanggulangan
Bencana di Daerah.
Pelajaran yang dipetik dari penanganan berbagai bencana di
daerah selama ini adalah diperlukannya suatu dasar hukum yang
mengatur fungsi dan peran berbagai pihak terkait dalam
penanganan bencana. Dengan ini diharapkan dapat dikurangi
kegamangan pemerintah, mendorong koordinasi yang lebih jelas
sehingga menghasilkan penanganan kedaruratan yang lebih efektif.
Perda adalah salah satu jalan keluar yang dapat ditempuh untuk
mengatasi berbagai persoalan seperti kelemahan koordinasi, mis-
komunikasi, tidak efektifnya penanganan yang bersifat sektoral dan
terfragmentasi.
Kondisi geografis Kota Pekalongan termasuk daerah rawan
bencana, terutama bencana banjir, kebakaran, kekeringan, angin
ribut/angin puting beliung, wabah penyakit dan konflik sosial yang
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dampak psikologis, dan korban jiwa sehingga perlu dilakukan
upaya antisipasi dan penanggulangan secara terkoordinasi, terpadu,
cepat dan tepat.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan, perlu
disusun sebuah Perda tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Cukup jelas
Pasal 97
Cukup jelas
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas