Sedangkan yang mendukung system demokrasi berpendapat bahwa tujuan Negara adalah kalau
kiranya dapat dirumuskan secara singkat untuk mengusahakan serta menyelenggarakan
kebahagiaan serta kesejahteraan rakyatnya .
Menurut Alfredo Rocco, dia pernah menjabat menteri kehakiman Italia pada jaman fascist,
bahwa kekuasaan eksekutif mempunyai kedudukan utama, pemerintah adalah merupakan wakil
daripada kekuasaan Negara seluruhnya, dan dengan demikian badan eksekutif harus memenuhi
tugas umum. Seangkan kedua kekuasaan lainnya, yaitu kekuasaan legislatife dan kekuasaan
yudikatif hanya merupakan kekuasaan khusus saja, jadi kedudukannya sekunder.
Di jerman, pada jaman nazi, kekuasaannya tidak berbeda. Pada jaman itu, Rijksdag, yaitu
parlemen jerman, hanyalah merupakan corong saja untuk menggemakan suara fuhrernya. Di
republik sovyet. Negara ini juga mempunyai peraturan pemilihan badan perwakilan rakyat yang
sifatnya korporatif. Negara ini juga hanya berpartai satu, adanya partai-partai lain sebagai partai
oposisi tidak diperkenankan.
Sedangkan pada Negara demokrasi badan perwakilan rakyat mempunyai kekuasaan nyata yaitu
memegang kekuasaan perundang-undangan.
Jadi sebenarnya adanya partai dalam Negara-negara autokrasi modern itu hanya akan merupakan
suatu alat kekuasaan saja daripada Negara, dan yang dipergunakan untuk menindas gerakan-
gerakan yang menentang Negara.
Bryce tidak menyetujui hal itu karena menurut beliau, keputusan-keputusan yang diambil dengan
cepat, lagipula hanya oleh satu orang itu dapat membahayakan keseimbangan Negara, terlebih
apabila dia itu bertindak sebagai seorang dictator, yang merasa mempunyai kekusaan mutlak, ini
sering menimbulkan keputusan-keputusan yang sewenang-wenang.
Maurice Duverger mengatakan bahwa persoalan tersebut adalah maha penting, oleh karena
masalah tersebut timbul pada waktu ilmu pengetahuan, serta praktek ketatanegaraan meletakkan
pada tangan penguasa suatu maha kekuasaan yang tidak dikenal oleh penindas, maupun juga
didalam sejarah ketatanegaraan.
Maurice Duverger menamakan kedua Weltanschaung tersebut, yang satu individualisme, sedang
yang lain kolektivisme. Selanjutnya beliau menyatakan bahwa doktrin kolektivisme sebagai
bagian daripada satu perumpamaan atau postulat dasar yang sering tidak pasti perumusannya dan
kadang-kadang tidak tegas, individu-individu hanya unsure-unsur yang secara bersama-sama
mewujudkan kesatuan-kesatuan social, dan kesatuan itulah yang benar-benar ada, yang benar-
benar dapat di pandang sebagai suatu kesatuan.
Menurut doktrin ini, kelompok atau kesatuan social sertya kehidupan social dapat disamakan
dengan tubuh manusia, dan kehidupan manusia.
Jadi tegasnya, tidak ada individu, yang ada hanya anggota-anggota kesatuan, yang inipun
semata-mata berkewajiban menjamin fungsi-fungsi social.
Maka kalau doktrin kolektivisme menyatakan kehidupan dan hidup manusia didalam masyarakat
itu tak ubahnya seperti kehidupan dan hidupnya sel-sel didalam tubuh manusia, sebagai
imbangan daripada postulat ini doktrin individualisme menyatakan bahwa kehidupan manusia
didalam masyarakat itu disamakan dengan kumpulan lukisan-lukisan didalam suatu pameran seni
lukis, dimana setiap lukisan itulah yang menjadi pokok harga atau nilai, dan bukan simetri
kumpulan seluruhnya.
Menurut Maurice Duverger,ada 3 macam usaha untuk dapat melaksanakan pembtasan kekuasaan
penguasa itu,yang masing-masing bergerak dalam lapangan tersendiri. Tiga macam usaha
tersebut ialah:
1)Usaha yang ditujukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan penguasa dengan secara
langsung. Didalam usaha ini ada 3 macam cara yang umum dipergunakan:
Disamping itu ada juga pendapat bahwa sistem federalisme dan sistem desentralisasi dianggap
sebagai cara-cara pembagian kekuasaan. Karena yang terjadi disini adalah pembagian kekuasaan
secara vertikal,dan tidak menjurus kepembagian kekuasaan secara horisontal. Tetapa hal ini
menurut Maurice Duverger hasilnya akan sama sekali berlainan. Karenanya beliau menegaskan
bahwa hendaknya pengertian pembagian kekuasaan itu janganlah dicampuradukan dengan
pengertian pemisahan kekuasaan didalam lapangan pengadilan,yang oleh beliau disebutnya
kontrol yurisdiksionil ,dan ini merupakan cara yang ketiga didalam usaha untuk membatasi atau
melemahkan kekuasaan penguasa secara langsung.
1. Kontrol yurisdiksionil
Dengan ini yang dimaksudkan ialah adanya peraturan-peraturan hukum yang menentukan hak-
hak atau kekuasaan-kekuasaan tersebut dan,yang semuanya itu pelaksanaannya diawasi dan
dilindungi oleh organ-organ pengadilan dari lembaga-lembaga lainnya dengan tujuan membatasi
kekuasaan penguasa.
Suatu kontrol yurikdisonil yang sempurna atau lengkap menurut Maurice Duverger harus
meliputi 2 hal yaitu:
1.kontrol atas syah tidaknya tindakan-tindakan badan eksekutif,agar dengan demikian tercegh
timbulnya pelenggaran-pelanggaran terhadap UU.
2.Kontrol agar UU dan perturan-peraturan hukum lainnya tidak menyimpang dari UUD atau
konstitusi. Ini adalah salah satu cara untuk menjaga agar parlemen,dimaksudkan badan pembuat
UU,tidak melanggar ketentuan UUD atau konstitusi dan pernyataan hak-hak asasi warga negara.
2)Usaha yang kedua untuk membaatasi kekuasaan penguasa ialah:
Menambah atau memperkuat kekuasaan ppihak yang di perintah. Jdi daya kesanggupan rakyat
untuk menolak pengaruh pengaruh dari penguasa itu ditambah atau di perkuat. Tetapi
sesungguhnya kedua usaha tersebut perbedaanya tidak selalu terang. Pemilihan umpamanya,ini
adalah salah satu cara usaha dari usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa dengan
melemahakan kekuasaan penguasa tersebut secara langsung,tetapi sebaliknya ini juga merupakan
salah satu cara dari usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa dengan menabah atau
memperkuat kekuasaan rakyat yang di perintah.
Jadi dengan demikian jelaslah bahwa sistem demokrasi semi langsung yang dimaksud oleh
Maurice Duverger itu tidak ada hubungnnya dngan pemilihan para penguasa,dan bahwa adanya
persamaan antara demokrasi langsung,demokrasi semi langsung,dan demokrasi perwakilan itu
tidak bersifat asasi. Lagi pula sistem=sistem: hak inisiatif,hak referendum, dan hak veto itu tidak
ada halangannya, jadi dapat dipergunakan atau dilakasanakan dalam suatu sistem pemerintahan
autokrasi,dimana para penguasa itu terjamin kekuasaannya,misalnya oleh aturan-aturan
keturunan.
Tetapi bagaimanapun juga suetu sistem atau cara itu tidak dapat terlepas dari keberatan-jeberatan
tertentu. Adapun keberatan-keberatan sistem di swiss, yaitu ssistem referendum,adalah:
3.Kelemahan Yang paling berat ialah adanya resiko timbulnya sikap masa bodoh dikalangan
rakyat pemilih apabila terlalu sering diadaan pemungutan suaara,entah pemungutan suara untuk
referendum obligator,entah untuk referendum fakultatif.
1.Pembatasan kekuasaan penguasa secara vederalisme yang bersifat intern atau dalam negeri.
Menurut Maurice Duverger menyuburkan federalisme itu adalah suatu cara yang jitu untuk
memelihara demokrasi serta kebebasan,dan sekaligus membuka kesempata yanag sebear-
besarnya kepada perkembangan kedua-duanya.
Maka kalau pengawasan internasional itu telah terselenggara,betulah apa yang dikatak oleh
Maurice Duverger bahwa prinsip lama tentang non investasi dalm urusan intern sesuatu negara
haruss dihapuskan,karena intervensi adalah suatu syarat untuk dapat terselenggaranya organisasi
internasiona. Tetapi disini hendaknya harus diingat dan ditegaskan bahwa yang dapat di
intervensi itu hanyalah hal-hal atau urusan-urusan yang tidak merintangi jalan rakyat atau bangsa
menuju ke arah kemerdekaa,jadi tegasnya dengan adanya intervensi itu jangan saampai malahan
mengganggu usaha bangsa ke arah kemerdekaan,karena justru PBB harus
mengusahakan,menjamin dan memperluas jalan ini.
Sumber Resensi :
http://wulanpj.blogspot.co.id/2014/10/negara-autokrasi-modern.html