Bpa 6 Artemia Dekapsulasi
Bpa 6 Artemia Dekapsulasi
LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun Untuk Memenuhi Laporan Praktikum Budidaya Pakan Alami
Disusun oleh:
Kelompok 6/Perikanan A
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat-Nya penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan
praktikum Budidaya Pakan Alami yang berjudul “Penetasan Artemia dengan Metode
Dekapsulasi”.
Tujuan dan pembuatan laporan ini adalah untuk memberikan gambaran
mengenai kegiatan praktikum Budidaya Pakan Alami di Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran dan memberikan ilmu pengetahuan mengenai
penetasan Artemia dengan metode dekapsulasi.
Laporan ini dapat tersusun tak lepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tim dosen mata kuliah Budidaya Pakan Alami
2. Tim asisten laboratorium mata kuliah Budidaya Pakan Alami
Semoga laporan ini dapat menuntun ke arah yang lebih baik lagi dan mampu
menambah kemampuan penulis dalam meningkatkan ketelitian. Kritik dan saran demi
laporan ini selanjutnya sangat dinantikan.
Kelompok 6
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR GAMBAR .................................................................... iv
DAFTAR TABEL ....................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................... vi
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................... 1
1.3 Tujuan ..................................................................................... 2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Artemia ................................................................................... 3
2.2 Kandungan Nutrisi Artemia ................................................... 3
2.3 Siklus Hidup dan Kemampuan Reproduksi Artemia .............. 4
2.4 Teknik Penetasan .................................................................... 5
2.5 Metode Dekapsulasi ................................................................ 6
V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 14
5.2 Saran ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 15
ii
LAMPIRAN ................................................................................... 18
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini antara lain adalah :
1. Untuk mengetahui cara-cara penetasan kista Artemia dengan metode
dekapsulasi
2. Untuk mengetahui hatching rate dari proses pengkulturan.
3. Untuk mengetahui parameter yang optimal dalam pengkulturan kista Artemia
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Artemia
Artemia merupakan zooplankton dari anggota crustacea menurut Bougis
(1979) dalam Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) sistematika Artemia sp. adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Branchiopoda
Ordo : Anostraca
Family : Artemiidae
Genus : Artemia
Species : Artemia sp.
Gambar 1. Artemia sp
3
4
biasa disebut dengan brain shrimp. Kultur biomassa Artemia yang baik pada
kadar garam antara 30-50 ppt. Untuk Artemia yang mampu menghasilkan kista
membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995). Kadar
oksigen terlarut yang dibutuhkan agar Artemia dapat tumbuh dengan baik ialah
sekitar 3 ppm. Media untuk penetasan kista, diperlukan air yang pH nya lebih dari 8,
jika pH kurang dari 8 maka efisiensi penetasan akan menurun atau waktu penetasan
menjadi lebih panjang (Mudjiman 1989).
Larva yang baru saja menetas disebut nauplis. siklus hidup artemia bisa
dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15–20 jam pada suhu 25°C kista
akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan
tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan
perkembangannya kemudian brubah menjadi naupli yang sudah akan berenang bebas.
Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklaan akibat masih mengandung
kunimg telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan
anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan
ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai
makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Naupli
akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari.
Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian biomasanya
akan mencapai 500 kali dibandingkan biomasa pada fase naupli (Purwakusuma
2008).
7
8
dalam Nurmalasari (2007). Tetapi Artemia mempunyai toleransi yang cukup luas
terhadap suhu yaitu 6-35oC (Harefa 1997). Selanjutnya Mudjiman (1998) dalam
Aditiyana D. (2007) bahwa temperatur optimal yang dibutuhkan berkisar antara 25-
30oC.
Keasaman atau pH adalah salah satu faktor lingkungan yang tidak dapat di
tolerir oleh artemia (Harefa 1997) dalam Nurmalasari (2007). Media air laut yang
digunakan pertumbuhan optimal adalah 7-8,5 Utomo (2002), dalam Nurmalasari
(2007). Selanjutnya menurut Harefa (1997) dalam Nurmalasari (2007) penurunan Ph
dibawah 7 dapat menyebabkan kematian, penetasan kista memerlukan pH yang
sedikit basa yaitu 8-9.
Gusrina (2008) kista artemia dapat ditetaskan pada media yang mempunyai
salinitas 5-35 ppt, walaupun habitatnya dapat hidup pada salinitas yang tinggin.
Sedangkan menurut Mudjiman (1989) dan Mal Soni (2004), dalam Atdjas (2011) jika
kondisi perairan normal dengan salinitas yang rendah <60 ppt dan kandungan oksigen
cukup maka induk betina akan melahirkan banyak larva.
Dalam praktikum mengenai penetasan Artemia dengan metode dekapsulasi,
kelompok 6 menggunakan parameter suhu, pH dan salinitas yang berturut- turut yaitu
suhu 30o C pada saat penetasan, pH sebesar 6,8 dan salinitas yang digunakan adalah
30ppt.
11
12
1.2 Pengaruh Chlorin terhadap Waktu Tetas dan Jumlah Tetas Artemia
Dekapsulasi adalah metode penetasan dengan cara menipiskan lapisan korion
pada kista Artemia dengan larutan hipoklorin agar daya tetas kista lebih singkat.
Menurut Mudjiman (1999), cangkang Artemia sp. terdiri dari lipoprotein yang
mengandung banyak hematin (semacam hemoglobin). Senyawa ini ternyata dapat
dilarutkan oleh bahan-bahan oksidator yaitu senyawa hipoklorit, baik berupa NaOCl
(natrium hipoklorit) maupun Ca(OCl)2. Kaporit ini selain berfungsi sebagai pendekap
kista Artemia sp., juga berfungsi sebagai disinfektan.
Dengan ditambahkannya larutan klorin kedalam kista Artemia maka akan
menyebabkan lapisan korion menjadi tipis sehingga daya tetas kista Artemia menjadi
lebih singkat, selain itu chlorin juga dapat membuat kista Artemia lebih kebal
terhadap penyakit. Namun keberhasilan penggunaan chlorin sendiri masih menjadi
masalah besar, karena apabila pencucian chlorin tidak benar maka chlorin tersebut
justru akan menjadi penyebab kista Artemia tidak menetas menjadi nauplii
(Mudjiman 1989).
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum mengenai penetasan Artemia
dengan metode dekapsulasi adalah sebagai berikut:
1. Hatching Rate (HR) sebesar 23.3%, hasil ini sangat jauh dari target yang
seharusnya yaitu sebanyak 85% sehingga bisa dikatakan penetasan kista
artemia dengan metode dekapsulasi dikatakan gagal.
2. pH yang digunakan adalah 6,8 dan bukan merupakan pH yang optimal untuk
penetasan kista Artemia. Sedangkan untuk salinitas dan suhu yang digunakan
sudah optimal.
5.2 Saran
Untuk kedepannya, sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu parameter-parameter
pada setiap jenis yang akan dikulturkan agar praktikan memahami faktor apa saja
yang dapat mengalami kegagalan pengkulturan pakan alami.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aditiyana, D. 2007. Pemanfaatan Berbagai Jenis Silase Ikan Rucah Pada Produksi
Biomassa Artemia Franciscana. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.
Chumadi. MS. 1990. Petunjuk Teknik Budidaya Pakan Alamai Ikan Dan Udang
Pusat Penelitian dan pengembangan Perikanan. PHP/KAN/12/1990 Jakarta.
Harefa. 2003. Pembudidayaan Artemia Untuk Pakan Udang dan Ikan. PT. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hareta, Fa’akhododo. 1997. Pembudidayaan Artemia untuk Pakan Udang dan Ikan.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Hasyim, B.A. 2002. Pengaruh Artemia yang Diperkaya dengan Minyak Ikan, Minyak
Kelapa dan Minyak jagung Trehdap Pertumbuhan, Sintasan dan 36 Volume
Otak Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Bogor. Skirpsi. Program Stusi
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Intitut Pertanian
Bogor. 39 hlm.
15
16
Marihati, Muryati, dan Nilawati. 2013. Budidaya Artemia salina sebagai diversifikasi
produk dan biokatalisator percepatan penguapan di ladang 25 garam. Peneliti
Madaya Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri. Jurnal
Agromedia 31 (1): 57-66.
Mudjiman, A. 1988. Udang Renik Air Asin (Artemia salina). Bhratara Niaga Media,.
Makanan Ikan. Penebar swadaya, Jakarta
Pramudjo dan Sofiati, 2004.Prospek Teknik Produksi Cyste Brine Shrimp (Artemia
salina LEACH) di Indonesia. Fakultas Perikanan, Unsrat-Manado.
16
17
Sorgeloos,P. 1996. Manual on the Production and Use of Live Food for Aquaculture
FAO Fisheries Technical Paper. No. 361. Rome, FAO
Sutaman. 1993. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala Rumah Tangga.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Tyas, I. K. 2004. Pengkayaan Pakan Nauplius Artemia dengan Korteks Otak Sapi
untuk Meningkatkan Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Daya Tahan
Tubuh Udang Windu (Penaeus monodon. Fab) Stadium PL 5-PL 8.
Skripsi.Jurusan Biologi FMIPA UNS. Surakarta.
17
LAMPIRAN
18
Mikroskop
20
Kista Artemia
Larutan Chlorin
Garam
21