Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM IPA TERPADU

I. Judul
ANALISIS DATA LAPANGAN

II. Tujuan Praktikum


Untuk menentukan kondisi fisik secara fisika dan kimia berdasarkan data di lapangan.
Parameter-parameter kondisi fisik tersebut meliputi: pH, DO, suhu, bau, warna dan
debit air.

III. Latar Belakang


Kualitas Air adalah istilah yang menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air
untuk penggunaan tertentu, misalnya: air minum, perikanan, pengairan/irigasi, industri,
rekreasi dan sebagainya. Peduli kualitas air adalah mengetahui kondisi air untuk
menjamin keamanan dan kelestarian dalam penggunaannya. Untuk menentukan kualitas
air, pengamatan dilakukan berdasarkan berbagai parameter air baik fisika, kimia, dan
biologinya. Dari segi parameter fisika yaitu suhu, tingkat kecerahan, tingkat kekeruhan
dan tingkat kedalaman,. Parameter kimia yaitu Ph, O2 terlarut dan CO2 bebas,
sedangkan untuk parameter biologi yaitu plankton dan bentos. Pengukuran kualitas air
dilakukan pada ekosistem perairan seperti kolam waduk, sungai, laut, danau, teluk,
delta, semenanjung dan perairan lainnya.
Dilakukannya pengukuran kualitas air untuk mengetahui kelayakan dari air
tersebut. Dalam praktikum ini, mengukuran kualitas air dilakukan di waduk Delingan.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan kondisi
serta keadaan daerah pengamatan. Analisis yang dilakukan menggunakan dua cara,
yakni analisis secara insitu, yaitu analisis sampel yang dilakukan langsung dilokasi
pengamatan dan analisis secara eksitu, yaitu analisis yang dilakukan di laboratorium
namun sebelumnya sampel telah diambil dilokasi pengamatan.

IV. Landasan Teori


Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau di uji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
115 tahun 2003). Kualitas air dapat dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter
ini meliputi parameter fisik, kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).
Menurut Wikipedia (2010), kualitas air dapat diketahui dengan melakukan
pengujian tertentu terhadap air tersebut. Pengujian yang dilakukan adalah uji kimia,
fisik, biologi, atau uji kenampakan (bau dan warna). Pengelolaan kualitas air adalah
upaya pemaliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin agar kondisi air tetap dalam kondisi alamiahnya.
Beberapa parameter fisik yang digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi:
pH, DO, suhu, bau, warna dan debit air.
A. pH (Power Hydrogen)
pH adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan.
Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air
memiliki pH antara 7,0-8,2 namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau
diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai
konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda
alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras
(ICLEAN, 2007).

B. DO (Disolved Oxigent)
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman,
tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air,
aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam air
(Effendi, 2003).

C. Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas, agar tidak terjadi pelarutan zat
kimia pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-
reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme patogen tidak mudah
berkembang biak, dan bila diminum dapat menghilangkan dahaga.
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta
kedalaman. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi badan
air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas
O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya) (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003).
Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan
organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 20 oC – 30 oC.
Pada umumnya, suhu dinyatakan dengan satuan derajat Celcius (oC) atau
derajat Fahrenheit (oF). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa temperatur maksimum yang
diperbolehkan dalam air minum sebesar ± 3 oC. Pengukuran suhu pada contoh air
air dapat dilakukan menggunakan termometer.
Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan
gangguan kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan
tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang
ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri
patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah
memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah
menyebabkan menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat
berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005).

D. Bau
Air minum yang berbau, selain tidak estetis juga tidak disukai oleh
masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau
amis dapat disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui
bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berbau.
E. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetika dan untuk
mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang
berwarna. Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Warna pada air
disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion metal
Alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air.
Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida
mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi
sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat
menimbulkan warna pada perairan (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003).
Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan
pada perairan. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang
berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna
kecoklatan.
Dalam penyediaan air minum, warna sangat dikaitkan dengan segi estetika.
Warna air dapat dijadikan sebagai petunjuk jenis pengolahan yang sesuai.
Berdasarkan zat penyebabnya, warna air dapat dibedakan menjadi:
1. Warna Sejati (true color)
Warna sejati disebabkan adanya zat-zat organik dalam bentuk koloid. Warna
ini tidak akan berubah walaupun mengalami penyaringan dan sentrifugasi. Pada
penentuan warna sejati, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan
kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Filtrasi (penyaringan) bertujuan
menghilangkan materi tersuspensi dalam air tanpa mengurangi keaslian warna
air. Sentrifugasi mencegah interaksi warna dengan material penyaring. Warna
sejati tidak dipengaruhi oleh kekeruhan. Contoh dari warna sejati antara lain :
warna air teh, warna air buangan industri tekstil, serta warna akibat adanya asam
humus, plankton, atau akibat tanaman air yang mati.
2. Warna Semu (apparent color)
Warna semu disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi dalam air.
Warna ini akan mengalami perubahan setelah disaring atau disentrifugasi serta
dapat mengalami pengendapan. Warna semu akan semakin pekat bila kekeruhan
air meningkat.
Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan
skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo) dengan cara
membandingkan warna contoh air dengan warna standar. Air yang memiliki
nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki warna yang sama dengan warna
standar (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003).
Intensitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Sawyer
dan Mc Carty, 1978).
Visual Comparison Method dapat diaplikasikan hampir pada seluruh contoh
air yang dapat diminum. Prinsip dari metode ini adalah membandingkan warna
contoh air dengan warna larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya.
Larutan standar diletakkan dalam tabung Nessler dan harus terlindung dari debu
serta penguapan. Tabung Nessler yang digunakan harus memiliki warna,
ketebalan, ketinggian cairan, dan diameter tabung yang sama.
Untuk segi estetika, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air
untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna antara 5 – 50
PtCo. Contoh air dengan warna kurang dari 70 unit diteliti dengan cara
perbandingan langsung menggunakan larutan standard. Bila kandungan warna
contoh air lebih tinggi daripada warna standar yang tersedia, dilakukan
pengenceran terhadap contoh air menggunakan aquadest. Batas waktu
maksimum pengukuran adalah 48 jam dengan cara didinginkan pada suhu 4 oC
untuk pengawetan.
F. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di
dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA,
1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam Effendi 2003). Zat anorganik yang
menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam,
sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Bakteri dapat
dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah kekeruhan air.
Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi
nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya
padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai
kekeruhan dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas
desinfeksi pada proses penjernihan air.
Secara optis, kekeruhan merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan
cahaya dalam air didispersikan atau diserap dalam suatu contoh air. Beberapa
metode pengukuran kekeruhan antara lain (Santika, 1987) :
1. Metode Jackson Candler Turbidimetry
Metode ini dilakukan berdasarkan transmisi cahaya yang terjadi.
Pengukuran kekeruhan menggunakan metode ini bersifat visual dan dilakukan
dengan cara membandingkan contoh air dengan air standar. Pada awalnya
metode standar yang digunakan untuk menentukan kekeruhan adalah metode
Turbidimeter Jackson Candler yang dikalibrasi menggunakan silika. Namun,
tingkat kekeruhan terendah yang dapat diukur dengan alat ini adalah 25 unit.
Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1
JTU.
2. Metode Nephelometric
Nephelometer tidak dipengaruhi oleh perubahan kecil pada desain
parameter. Satuan kekeruhan dalam pengukuran nephelometer dinyatakan dalam
NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Nephelometric Method disarankan untuk
metode visual karena ketepatan, sensitifitas, dan dapat digunakan dalam rentang
turbiditas yang besar. Prinsip kerja dari metode ini adalah membandingkan
cahaya yang didispersikan oleh contoh air pada kondisi yang sama dengan
intensitas cahaya yang didispersikan oleh larutan suspensi standar (polymer
formazin). Semakin tinggi intensitas yang didispersikan, semakin tinggi pula
turbiditasnya. Penentuan turbiditas sebaiknya dilakukan pada saat pengambilan
contoh air. Bila tidak, disimpan pada tempat yang gelap, paling lama 24 jam.
Penyimpanan yang terlalu lama dapat menyebabkan kekeruhan.
3. Metode Visual
Metode ini merupakan cara kuno yang lebih sesuai digunakan untuk
contoh air dengan tingkat kekeruhan yang tinggi.
G. Debit Air
Debit aliran adalah laju air ( dalam bentuk volume air ) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem SI besarnya debit
dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik ( m 3/dt). Sedangkan dalam laporan-
laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukan dalam bentuk hidrograf aliran.
Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan
karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS oleh adanya kegiatan
pengelolaan DAS dan atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan)
iklim lokal.
Pengukuran Debit
Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dapat
dilakukan melalui empat katagori (Gordon et al, 1992):
1. Pengukuran volume air sungai
2. Pengukuran debiut dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
penampang melintang sungai.
3. Pengukuran debit dengan menggunakan bahan kimia ( pewarna) yang dialirkan
dalam aliran sungai (substance tracing method).
4. Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukuran debit seperti weir (
aliran air lambat) atau flume ( aliran cepat).
Pada katagori pengukuran debit yang kedua, yaitu pengukuran debit dengan
bantuan alat ukur current meter atau sering dikenal sebagai pengukuran debit
melalui pendekatan velocity-area method yang paling banyak digunakan dan
berlaku untuk kebanyakan aliran sungai. Current meter berupa alat yang berbentuk
propeller dihubungkan dengan kotak pencatat ( monitor yang akan mencatat jumlah
putaran selama propeller tersebut berada dalam air) kemudian dimasukan ke dalam
sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut yang
berbentuk seperti sirip akan berputar karena gerakan lairan air sunagi. Kecepatan
lairan air akan ditentukan dengan jumlah putaran per detik yang kemudian dihitung
akan disajikan dalam monitor kecepatan rata-rata aliran air selama selang waktu
tetentu..Pengukuran dilakukan dengan membagi kedalaman sungai menjadi
beberapa bagian dengan leber permukaan yang berbeda. Kecepatan aliran sungai
pada setiap bagian diukur sesuai dengan kedalaman.
Setelah kecepatan aliran sungai dan luasnya didapatkan, debit aliran sungai
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan matematis berikut.
Q =AV
Keterangan: Q adalah debit ( m3/dt)
V adalah kecepatan (m/dt)
A adalah luasan sungai (m2)
Dalam melakukan pengukuran debit sungai perlu diperhatikan angka
kecepatan aliran rata-rata, lebar sungai, kedalaman, kemiringan, dan geseran tepi
dan dasar sungai.Geseran tepi dan dasar sungai akan menurunkan kecepatan aliran
terbesar pada bagian tengah dan terkecil pada bagian dasar sungai.Faktor penting
lainnya yang perlu diperhatikan adalah jari-jari hidrolik r (hydraulic radius).
R = A/Wp
Keterangan: A : luasan penampang melintang (m2)
Wp : keliling basahan (wetted perimeter)
Cara pengukuran lainnya selain dengan menggunakan alat Current meter,
dalam pengukuran kecepatan aliran sungai juga dapat dilakukan dengan metode
apung (floating method). Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat
tenggelam di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu
yang diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari satu titik pengamatan ke
titik pengamatan lain yang telah ditentukan. Benda apung yang digunakan dalam
pengukuran ini pada dasarnya adalah benda apa saja sapanjang dapat terapung
dalam aliran sungai. Pemilihan tempat pengukuran sebaiknya pada bagian sungai
yang relatiflurus dengan tidak banyak arus tidak beraturan. Jarak antara dua titik
pengamatan yang diperlukan ditentukan sekurang-sekurangnya yang memberikan
waktu perjalanan selama 20 detik. Pengukuran dilakukan beberapa klai sehingga
dapat diperoleh kecepatan rata-rata permukaan aliran sungai dengan persamaan
berikut.
Vper = L/ t
Keterangan : L : jarak antara dua titik pengamatan (m)
t : waktu perjalanan benda apung (detik)

V. Alat dan Bahan


No Alat Jumlah
1 Alat tulis 1
2 Ember 3
3 Kayu 2
4 Ph Meter portable 1
5 Meteren 1
6 Styrofoam Secukupnya
7 Stop watch 1
8 Tali rafia 1
9 Gayung 2
10 Botol Air mineral 5
11 Roll Meter 1
12 DO Meter 1

VI. Prosedur Pelaksanaan


A. Pengambilan Sampel Air
1. Mengambil air pada 3 titik berbeda
2. Mencampurkan air kedalam 1 ember
3. Memasukkan air kedalam botol sampai penuh sehingga tidak ada udara yang
masuk ke dalam botol
4. Melakukan hal yang sama seperti no 1,2, dan 3 untuk inlet II, badan waduk, outlet
I dan outlet II
5. Memasukkan botol ke dalam tempat yang dingin / kulkas
B. Penentuan Lebar dan Kedalaman sungai
1. Mengukur lebar sungan dengan menggunakan meteran
2. Melakukan langkah ke 1 dengan mengulanginya sebanyak 3 kali di tempat yang
berbeda
3. Mengukur kedalaman sungai dengan menggunakan kayu yang sudah ditempeil
meteran
4. Melakukan langkah ke 3 dengan mengulanginya sebanyak 5 kali
5. Memasukkan data ke dalam tabel pengamatan
C. Penentuan Kecepatan aliran air
1. Mengukur jarak yang akan di lintasi oleh styrofoam, kemudian menentukan titik
awal dan titik akhir lintasan
2. Menjatuhkan styrofoam ke dalam air
3. Menghitung waktu yang diperlukan steroform untuk melewati lintasan air dari
titik awal sampai titik akhir
4. Mengulangi langkah ke 2 dan ke 3 sebanyak 10 kali
5. Memasukkan data ke dalam tabel pengamatan
D. Menentukan nilai kandungan oksigen terlarut dan suhu air
1. Memasukkan sampel air ke dalam ember
2. Memasukkan tangkai pengukur dari bagian Dissolve Oxygen meter ke dalam air
3. Tunggu pembacaan yang di hasilkan hingga stabil
4. Membaca angka yang tertera pada layar Dissolve oxygen meter
5. Mengulangi langkah ke 2 samai ke 5 sebanyak 6 kali
E. Menentukan pH air
1. Memasukkan sampel air ke dalam ember
2. Menghidupkan pH meter
3. Merendam pH meter ke dalam sampel air tanpa melewati batas ketinggian
maksimum perendaman
4. Tunggu pembacaan yang di hasilkan hingga stabil
5. Membaca angka yang tertera pada layar pH meter
6. Membilas elektroda pH meter dengan akuades untuk mengkalibrasi pH meter
7. Mengulangi langkah ke 3 sampai ke 6 sebanyak 3 kali

VII. Data Pengamatan


Praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 Juni 2016 pukul 10.00 sampai pukul
17.30 WIB di waduk Tirtomarto Desa Delingan Kecamatan Karanganyar, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah.
A. Data Praktikum Inlet I
warna air = jernih
Kedalaman = 187 cm
Air tidak berbau
Air mengalir tenang
Tabel pH air
No pH
1 6.9
2 6.9
3 6.5
Rata-rata 6.8

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air


No DO Suhu
1 0.32 33.35
2 0.31 32.75
3 0.31 32.4
4 0.31 32.3
5 0.32 32.1
6 0.31 32.1
Rata-Rata 0.31 32.5

B. Data Praktikum Inlet II


warna air = agak keruh
Air tidak berbau
Air mengalir deras
Tabel lebar sungai
No Lebar (m)
1 Luas penampang (A) = lebar x kedalaman
2,20
2 3,60 = 2,78 m x 0,65 m
3 2,50 = 1,81
Rata-rata 2,78

Tabel Kedalaman air


No Kedalaman (cm)
1 82
2 55
3 63
4 63
5 60
Rata-rata 64,6

Tabel pH
No pH
1 6.6
2 6.8
3 6.9
Rata-rata 6.7

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air


No DO Suhu
1 0,29 33,7
2 0,27 30,9
3 0,27 29,9
4 0,27 29,3
5 0,27 28,9
6 0,27 28,6
7 0,27 28,4
Rata-Rata 0,27 29,9

Tabel debit air


Jarak 6 m
No Waktu (s)
1 18.61
2 10.86 (v) Laju Air = Jarak/ waktu

(v) Laju air = 6 m/ 16,00 detik


= 0,38 meter/detik
3 16,00
4 13.31
5 14.69
6 14.31
7 17.56
8 12.30
9 11.63
10 13.37
Rata - Rata 16,00

C. Data Praktikum Badan Waduk


warna air = bening
Air tidak berbau
Kedalaman = 4,35 m
Tabel pH
No pH
1 6,9
2 6,9
3 6,5
Rata-rata 6,8

Tabel Oksigen terlarut dan suhu


No DO Suhu
1 0,27 31,5
2 0,26 31,2
3 0,26 31,1
4 0,27 30,8
5 0,27 30,9
6 0,26 30,9
Rata-Rata 0,26 31,0

D. Data Praktikum Outlet I


Warna air = tidak berwarna
Bau = tidak berbau
Tabel lebar sungai
No Lebar (m)
1 10,3
2 10,2
3 10,3 Luas penampang (A) = lebar x kedalaman
4 10,4 = 10,30 m x 0,10 m
5 10,4 = 1,03
Rata-rata 10,3

Tabel Kedalaman air


keterangan Kedalaman (cm)
Pinggir bawah 10
Pinggir atas 10
Tengah 10
Rata-rata 10

Tabel debit air


Jarak 7 m
No Waktu (s)
1 11,25
2 12,35
3 9,94
4 9,23
5 11,06
6 11,61
7 10,51 (v) Laju Air = Jarak/ waktu
8 10,35
9 10,21 (v) Laju air = 7 m/ 10,65 detik
10 10,05 = 0,66 meter/detik
Rata- rata 10,65

Tabel pH
No pH
1 6,45
2 6,45
3 6,46
Rata-rata 6,45

Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air


No DO Suhu oC
1 0,19 29.5
2 0,18 29.3
3 0,17 29.0
4 0,18 28.9
5 0,18 29
6 0,19 29.2
Rata-Rata 0,18 29,15

E. Data Praktikum Outlet II


Warna air = tidak berwarna Bau = tidak berbau
Tabel lebar sungai
No Lebar (m)
1 2.82
2 2.72
3 2.55 Luas penampang (A) = lebar x kedalaman
4 2.38 = 2,52 m x 0,20 m
5 2.16 = 0, 50
Rata-rata 2.52

Tabel Kedalaman air


keterangan Kedalaman (cm)
Pinggir bawah 13
Pinggir atas 23
Tengah 24
Rata-rata 20

Tabel debit air


Jarak 3 m
No Waktu (s)
1 19.19
2 17.04
3 26.60 (v) Laju Air = Jarak/ waktu
4 28.80
5 25.37 (v) Laju air = 3 m/23.11 detik
6 17.97 = 0,13 meter/detik
7 20.23
8 23.28
9 22.76
10 29.89
Rata - Rata 23,11

Tabel pH
No pH
1 5,9
2 6,1
3 6,0
Rata-rata 6,0
Tabel. Oksigen Terlarut dan suhu air
No DO Suhu oC
1 0.21 30.08
2 0.21 29.8
3 0.20 29.2
4 0.21 29.1
5 0.23 29.1
6 0.23 28.9
Rata-Rata 0.22 29.3

VIII. Analisis
Praktikum pengambilan data lapangan dan sampel air di waduk Delingan ini
dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2016. Waduk Delingan terletak di Delingan,
tidak jauh dari Bejen, Karanganyar, lebih tepatnya di Jalan Raya Karanganyar-
Mojogedang. Waduk yang dibangun tahun 1923 ini memiliki luas 185 hektare. Waduk
Delingan dikhususkan untuk mencukupi kebutuhan irigasi pertanian di daerah Delingan
dan sekitarnya (Masslara, 2016).
Pengambilan data lapangan dilakukan untuk mengambil data debit air, pH, DO,
suhu, bau dan warna air untuk menentukan kondisi fisik secara fisika dan kimia
berdasarkan data di lapangan. Parameter-parameter kondisi fisik tersebut meliputi: pH,
DO, suhu, bau, warna dan debit air.

1) Debit air
Debit merupakan banyaknya air yang melewati suatu titik dalam satuan waktu tertentu.
Titik yang dimaksud disini yaitu sebuah luasan penempang dari aliran sungai. Luasan
penampang diperoleh dari kedalaman sungai dikalikan dengan lebarnya sungai. Dalam
sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik ( ).
Penentuan debit air pada praktikum ini menggunkan rumus sebagai berikut:

Q =AV

(m/s)

Tabel . Debit Air

Titik Sampel A (luas penampang ) V (laju air) Q (debit)


m/s
Inlet II 1,81 0,38 0,688
Outlet I 1,03 0,66 0,680
Outlet II 0,50 0,13 0,065

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa debit air yang masuki pada inlet I sebesar
0,688 , lebih besar jika dibandingkan dengan dengan debit air yang keluar pada
outlet I (0,680 dan outlet II (0,065 . Namun, jika kita bandingkan jumlah air
yang masuk dan keluar pada waduk Delingan, maka jumlah ini relatif sama yaitu debit air
yang masuk sebesar 0,688 , dan debit air yang keluar sebesar 0.745 .
Besar kecilnya debit air di waduk Delingan untuk inlet II yang merupakan sungai
Karang Pandan di dominasi oleh intesitas curah hujan, karena curah hujan merupakan
komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air. Sebagaimana hasil
penelitian Asikin Muchtar (2007) menyatakan perubahan debit air juga dapat dipengaruhi
oleh Perubahan luas vegetasi hutan. semakin luas vegetasi hutan, debit sungai berkurang,
dan semakin sempit luas vegetasi hutan, debit sungai meningkat. Selain itu debit air juga di
pengaruhi oleh Intersepsi yaitu proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi
diatas permukaan tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan kembalike atmosfer atau
diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Evaporasi dan Transpirasi yaitu proses ini
menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman
sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air diudara maka akanterjadi
hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air akan bertambah ( Hidayat, 2005). Untuk
Outlet I dan II debit air dipengaruhi oleh Jumlah Air di Waduk delingan dan pengaturan
Pintu waduk dalam mebuka dan menutup berapa kuantitas air yang dikeluarkan. Untuk
debit air yang berbeda antara outlet I dan II karna outlet I dialirkan ke sungai untuk
Jangkauan lebih jauh sedangkan Outlet II dialirkan kesungai Yang langsung menuju Irigasi
persawahan warga sehingga debit air kecil.

2) Parameter Lapangan
Parameter-parameter lapangan meliputi: pH, DO, suhu, bau dan warna akan
disajikan dalam tabel berikut :

Parameter Badan
Lapangan Inlet I Inlet II Waduk Outlet I Outlet II Baku Mutu
PH 6,8 6,7 6,8 6,45 6,0 7
DO 0,31 0,27 0,26 0,18 0,22
SUHU 32,5 29,9 31,0 29,5 29,3 25
bau Tidak bau Tidak bau Tidak bau Tidak bau Tidak bau
warna Jernih Agak keruh Jernih Jernih Jernih

a) pH air
Nilai pH secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut:
No Sampel pH
1 Inlet I 6,8
2 Inlet II 6,7
3 Badan Waduk 6,8
4 Outlet I 6,45
5 Outlet II 6,0

Nilai pH tersebut merupakan hasil rata-rata ulangan dari tiap titik lokasi
pengambilan sampel. Nilai pH dalam air menyatakan konsentarasi ion hidrogen ( )
yang terlarut dalam air. Pada praktikum ini, pengukuran air dilakukan dengan
mengunakan pH meter. Data di atas menunjukkan bahwa secara umum pH air
berkisar antara 6 sampai dengan 7. Berdasarkan PP no. 82 tahun 2001. Pembagian
kelas dengan parameter fisika dan kimia anorganik untuk standar pH yaitu :
Kelas
keterangan
I II III IV
Apabila secara alamiah diluar
pH 6-9 6-9 6-9 5-9 rentang tersebut, maka ditentukan
berdasrakan kondisi alamiah

Air waduk Delingan dapat dikategorikan air sungai kelas II. Ini berarti air
waduk Delingan secara umum masih baik dan memenuhi syarat baku mutu. Air yang
dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, pertanian, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.

b) DO (Disoven Oxygen)
Berdasarkan data diatas maka dapat dilihat bahwa DO tertinggi hingga
terendah dengan urutan: 1) Inlet I, yaitu 0,31 ; 2) Inlet II , yaitu 0,27; 3) badan
waduk 0,26 ; 4) oulet II 0,22 ; dan 5) Outlet I , 0,18.
Oksigen terlarut adalah banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air yang
diukur dalam satuan mg / L. Oksigen terlarut digunakan sebagai tanda derajat
polutan yang ada. Oksigen terlarut yang besar menunjukkan derajat pencemaran yang
relatif kecil (Sugiharto 1987). Air yang mempunyai zat pencemar yang banyak akan
mempunyai harga DO (Dissolved Oxygen) yang kecil. Hal ini disebabkan oleh
oksigen terlarut di dalam air dipakai bakteri untuk menguraikan zat pencemar.
Banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan polutan dikenal
dengan Biochemical Oxygen Dissolved (DOD). Harga BOD berbanding terbalik
dengan harga DO. Air bersih mempunyai harga DO yang tinggi dan harga BOD yang
rendah (Boyd 1982)
Dari teori ini dapat kita pahami penyebab harga DO pada Inlet I merupahan
harga tertinggi karena lokasi Inlet I merupakan lokasi paling teduh dan memiliki
banyak vegetasi, sehingga cemaran polutan relatif kecil. Sedangkan lokasi Outlet I
memiliki harga DO terrendah disebabkan lokasi nya terbuka sehingga kemungkinan
tercemar polutan sangat besar. Di sisi lain, outlet I merupakan air yang mengalami
perjalanan dari inlet dan badan waduk, jadi dapat kita artikan bahwa oksigen terlarut
pada ari semakin berkurang dari inlet menuju outlet.

c) Suhu air
Kenaikan suhu perairan akan mengakibatkan kenaikan aktivitas biologi,
sehingga pada perairan tersebut akan memerlukan lebih banyak oksigen.
Berdasarkan data didapat suhu air berkisar antara 32,5 ,29,9 ,31,0 ,29,5 29,3
. Suhu tertinggi terdapat pada Inlet I, dan suhu paling rendah terdapat pada outlet
II. Kenaikan suhu dapat disebabkan oleh Sinar matahari yang langsung mengenai air
sungai dan pengukuran Inlet I diukur saat matahari sedang terik, tetapi kondisi di ini
berbeda dengan hasil praktikum, kondisi air di badan waduk dan outlet I seharusnya
lebih tinggi dibandingkan dengan lainnya. Karena badan waduk dan outlet I yang
mendapatkan intensitas cahaya paling besar dibandingkan dengan inlet I, Inlet II dan
outlet II. Perbedaan ini bisa disebabkan karena pengukuran suhu sampel air tidak
dilakukan pada saat pengambilan sampel air seketika, tetapi ditempat dengan
Intensitas cahaya Berbeda. Air yang baik mempunyai temperatur normal, 8º dari suhu
kamar (27ºC). Suhu air yang melebihi batas normal menunjukkan indikasi terdapat
bahan kimia yang terlarut atau sedang terjadi proses dekomposisi bahan organic oleh
mikroorganisme.

a) Warna/Kekeruhan air
Menurut Barus (2001) faktor cahaya matahari yang masuk juga akan
mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya akan terabsorbsi dan sebagian
lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan. Dengan bertambahnya lapisan air,
intensitas cahaya akan mengalami perubahan yang siginifikan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat
mengalami pembiasan yang mengakibatkan air yang jernih akan terlihat berwarna biru
dari permukaan.
Kekeruhan / turbiditas adalah banyaknya jumlah partikel tersuspensi di dalam
air. Data hasil praktikum menunjukkan bahwa air yang berada pada Inlet I, Badan
waduk, Oulet I dan Oulet II warnanya Jernih sedangkan pada Inlet II, warnanya agak
keruh sedikit kehijauan karena adanya lumut, ganggang dan tanaman air yang lain.

b) Bau Air
Berdasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, air pada Inlet I,II ,badan
waduk dan outlet I dan II tidak berbau. Ini menandakan air masih relatif baik dan
belum tercemar.
Bau air tergantung dengan airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan air baik yang hidup atau pun
yang sudah mati.

Kesimpulan
1. Debit air di stasiun Inlet II 0,688 hampir sama dengan debit air di stasiun Outlet
1 0,680 sedangakan outlet II lebih kecil 0,065 .
2. Air sungai dalam kondisi alami yang belum tercemar memiliki rentangan pH 6,5 –
8,5. Nilai pH dari keseluruhan kondisi air dari Inlet I, Inlet II, badan waduk, Outlet I,
dan outlet II berada pada kondisi mendekati netral yang cendrung Asam yaitu nilai 6 –
7 dan dikategorikan ke dalam kelas III yaitu air yang dapat digunakan untuk budidaya
ikan air tawar, peternakan, pertanian, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan
mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Air pada Inlet I, , Badan Waduk, outlet I dan Outlet II jernih kecuali warnanya Inlet II
agak keruh kehijauan karena adanya lumut dan ganggang.
4. Air pada Inlet I, Inlet II, Badan Waduk, outlet I dan Outlet II tidak berbau.
5. DO terbesar terdapat pada Inlet I karena lingkungan Inlet I yang rindang sehingga
banyak aktifitas fotosintesis yang berjalan mengakibatkan ketersedian oksigen juga
besar, dimana vegetasi yang berfotosintesis akan menghasilkan oksigen yang
kemudian terserap oleh air. Nilai DO terendah terdapat pada Outlet I karena saat
pengamatan air waduk baru saja dibuka secara besar dari pintu waduk melalui outlet I
sehingga banyak polutan yang terbawa dan outlet I jauh dari vegetasi..
6. Suhu air tertinggi terdapat pada Inlet I 32,5 kemudian Badan Waduk 31,0 Inlet II
29,9 dan outlet I 29,5 serta suhu paling rendah terdapat pada outlet II 29,3 . Air
yang baik mempunyai temperatur normal, 8º dari suhu kamar (27ºC).

Daftar Pustaka

Anonim. Diklat Perkuliahan Bilogi Perairan.


Alaerts dan Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Barus, T.A. (2001). Pengantar limnologi studi tentang ekosistem sungai dan
danau, program studi biologi USU FMIPA, Medan, Hlm. 5-8
Effendi, Hafni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber daya dan
Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
ICLEAN, 2007. pH.http://www.mysaltz.net. Diakses tanggal 18 Juni 2016.
Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Masduqi, Ali. 2009. Parameter Kualitas Air. www.masduqiali.blogspot.com.
Diakses tanggal 18 Juni 2016.
Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum, 2015.
http://pustaka.pu.go.id/new/istilah-bidang-detail.asp?id=794. Diakses
tanggal 18 Juni 2016.
Wikipedia. 2010. Pengolahan Air.http://id.wikipedia.org/wiki/pengolahan_air.
Diakses tanggal 18 Juni 2016.
Hidayat, Asep. (2005). Modul Mekanika Fluida Dan Hidrolika. Universitas
Mercu Buana

Sudadi, Purwanto. (2003). Penentuan Kualitas Air Tanah Melalui Analisis


Unsur Kimia Terpilih. Bandung : Buletin geologi tata lingkungan vol
13 no 2, september 2003: 81-89
Muchtar, Asikin Dan Abdullah, Nurdin. (2007). Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa. Jurnal Hutan Dan Masyarakat,
2(1):174-187
Masslara. 2016. Menikmati Pesona Waduk Delingan .online.
<http://slaranesia.com/2016/01/27/menikmati-pesona-waduk-
delingan/>. Diakses pada 25 Juni 2016

Anonim. 2015. http://kekunaan.blogspot.co.id/2015/07/waduk-tirtomarto-


delingan.html. Diakses tanggal 18 juni 2016

Inlet I Inlet II
Badan Waduk

Outlet II
Outlet I

Anda mungkin juga menyukai